BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan sebagai tambahan referensi atau masukan bagi hukum pernikahan , khususnya mengenai Perlindungan Hukum terhadap Wanita Berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan Pria Berkewarganegaraan Asing atas Kepemilikan Properti di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru bagi perlindungan wanita berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan Pria berkewarganegaraan asing.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam upaya melindungi hak-hak wanita Indonesia
yang menikahi pria berkebangsaan asing, terutama dalam kepemilikan harta di Indonesia, serta dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama serta bermanfaat dalam penyempurnaan undang-undang pernikahan dalam hal pernikahan campuran serta kepemilikan harta bersama.
E. Keaslian Penelitian
Guna menghindari tindakan plagiasi dan duplikasi pembahasan yang sama dalam penelitian ini, maka dilakukan pengecekan dan pemeriksaan data terlebih dahulu mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Berkewarganegaraan Indonesia Yang Menikah Dengan Pria Berkewarganegaraan Asing Terhadap Kepemilikan Properti Di Indonesia”. Kemudian dari hasil pengecekan data tersebut tidak ditemukan judul penelitian yang sama. Namun, terdapat dua judul penelitian yang berkaitan dengan judul diatas, yang paling mendekati adalah:
1. Nama : Kuswinarno NIM : 087005024 Tahun : 2011
Judul : Aspek Hukum Status Kewarganegaraan untuk Anak Hasil Perkawinan Campuran yang Lahir Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana implementasi prinsip-prinsip kewarganegaraan dalam bidang keimigrasian di Indonesia?
b. Bagaimana status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum dan sesudah berlakunya Undang Undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia?
c. Kebijakan apakah yang harus diambil oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI dalam menangani perbedaan pengaturan status kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia dalam hal pengaturan izin keimigrasian?
2. Nama : Herlina Hasibuan NIM : 167011017 Tahun : 2018
Judul : Akibat Hukum Terhadap Pihak Ketiga Atas Perjanjian Perkawinan dalam Ikatan Perkawinan (Studi Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015) Rumusan Masalah :
a. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Tentang Pembatalan Perjanjian Perkawinan?
b. Bagaimanakah Akibat Hukum terhadap Pembatalan Perjanjian Perkawinan?
c. Bagaimanakah Analisis Petimbangan Hakim Terhadap Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015?
Setelah melakukan screening mengenai kesamaan atau dilakukannya penelitian sebelumnya tentang perlindungan terhadap wanita wni dengan pria wna terhadap mendekati hal tersebut. Maka dari itu penelitian ini sangat orisinil keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dikarenakan merupakan penelitian yang baru dan belum ada yang menyinggung dan menelitinya.
F. Kerangka Teori 1. Kerangka Teori
Kata teori berasal dari kata theory yang artinya pandangan atau wawasan.26 Teori juga bermakna sebagai pengetahuan dan pengertian yang terbaik.27 Secara umum teori itu diartikan sebagai pengetahuan dan pengertian yang terbaik. Secara umum teori itu diartikan sebagai pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat praktis untuk melakukan sesuatu.28 Teori adalah keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan. Kerangka pemikiran merupakan suatu kerangka yang memuat teori-teori atau dasar pemikiran yang sifatnya mendukung dan sekaligus dipakai sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, dan keterangan sebagai satu
26 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,2012), hlm. 4
27 Bernard, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm. 41
28 Sudikno Mertokusumo, loc.cit, hlm.7
kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan,29 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.30
Teori bermanfaat untuk memberi dukungan analisis atau topik yang sedang dikaji, serta bermanfaat sebagai pisau analisis dalam pembahasan terhadap penelitian, berupa fakta dan peristiwa hukum yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai wacana yang memperkaya dan mempertajam argumentasi dalam memahami masalah yang menjadi objek penelitian.31
Untuk mengkaji dan menganalisis mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan Pria Berkewarganegaraan Asing Terhadap Kepemilikan Properti di Indonesia, dengan ini peneliti menggunakan beberapa teori, yaitu sebagai berikut:
a. Teori Perlindungan Hukum
Penelitian ini menggunakan teori perlindungan hukum. Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta
29 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.72-73
30 M. Solly Lubis, Filsafat dan Ilmu Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), hlm. 27
31 Mukti Fajar dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm.44
antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.32
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.33
Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian-pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.34
32 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53
33 Ibid, hlm.55
34 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009) hlm. 38
Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.
Pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengadili perkara konstitusi dari Nyonya Ike Farida. Bahwa pemohon adalah seorang perempuan yang menikah dengan laki-laki berkewarganegaraan Jepang berdasarkan perkawinan yang sah dan telah dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Makasar Kotamadya Jakarta Timur. Bahwa pemohon membeli 1 (satu) unit Rusun pada tanggal 26 Mei 2012 dengan status hak milik. Akan tetapi setelah pemohon membayar lunas Rusun tersebut, Rusun tidak kunjung diserahkan. Bahkan kemudian perjanjian pembelian dibatalkan secara sepihak oleh pengembang dengan alasan suami Pemohon adalah warga negara asing dan pemohon tidak memiliki Perjanjian Perkawinan.
Pemohon adalah warga negara Indonesia yang setia bersumpah
“lahir di Indonesia dan kati pun juga di Indonesia, menjunjung tinggi dan membela tanah air Indonesia” . Namun dengan adanya pasal 29 ayat (1), (3), dan pasal 35 ayat (1) UUPA; serta pasal 29 ayat (1), (3), dan (4) dan
pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan , pemohon dibedakan haknya dengan warga negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu perlindungan hukum diperlukan bagi setiap warga negara Indonesia.
b. Teori Tujuan Hukum
Dalam mewujudkan tujuan hukum Gustav Radbruch menyatakan perlu digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum. Hal ini disebabkan karena dalam realitasnya, keadilan hukum sering berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dan begitupun sebaliknya. Diantara tiga nilai dasar tujuan hukum tersebut, pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang dikorbankan. Untuk itu, asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch harus dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:35
1) Keadilan hukum;
2) Kemanfaatan hukum;
3) Kepastian hukum.
Nilai dasar yang pertama, tentang keadilan, keadilan merupakan salah satu tujuan dari hukum selain dari kepastian hukum itu sendiri dan juga kemanfaatan hukum. Sedangkan makna keadilan itu sendiri masih menjadi perdebatan. Namun keadilan itu terkait dengan pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban.
35 Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo, 2012), hal.123
Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai.
Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan keadilan. keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya.
Nilai dasar yang kedua, tentang kemanfaatan hukum. Penganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.
Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh Bentham dalam karya monumentalnya “Introduction to the Principles of Morals and Legislation”
(1789). Bentham mendefinisikannya sebagai sifat segala benda tersebut cenderung menghasilkan kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan, atau untuk mencegah terjadinya kerusakan, penderitaan, atau kejahatan, serta ketidak bahagiaan pada pihak yang kepentingannya dipertimbangkan.
Aliran utilitas menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat.
Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut penganutnya
bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin warga masyarakat. Bentham berpendapat, bahwa negara dan hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
Nilai dasar yang ketiga, tentang kepastian hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidak pastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Disisi lain ada sebagian pemikir beranggapan, bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.
Secara etis, pandangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk
yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban.36
2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konsepsi (conceptual framework) atau kerangka teoritis (theoretical framework) adalah kerangka berpikir kita yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang diteliti. Kerangka berpikir tersebut menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. 37 Kerangka konsepsional dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan degnan penelitian ini sebagai berikut :
a. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.38
36 Anang Fajrul U, “Memahami Teori Tiga Nilai Hukum Gustav Radbruch” ,
http://www.pojokwacana.com/memahami-teori-tiga-nilai-hukum-gustav-radbruch/ , diakses pada tanggal 15 November 2020
37 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), hlm.29.
38 Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
b. Perkawinan Campuran adalah perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.39 c. Perempuan adalah cewek (cak) , hawa (cak), kenya (kl), puan, wanita,
anak dara, putri.40
d. Wanita adalah cewek (cak), hawa (cak), kenya (kl), perempuan, puan, anak dara, putri.41
e. Warga Negara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.42
f.
Warga Negara Indonesia adalah:43Orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.g. Warga Negara Asing44 adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia.
h. Kepemilikan adalah dari kata dasar milik, perihal pemilikan.45
i. Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur,
39 Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
40 Eko Endarmoko, TESAMOKO Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2016), hal. 513.
41 Ibid, hal. 786.
42 Pasal 1 butir (1) UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
43 Pasal 2 UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
44 Pasal 1 butir (1) PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
45 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online http://kbbi.web.id/properti.html , diakses tanggal 20 Mei 2019, pkl 19.30 WIB
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.46
j. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, menurut.47
k. Properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan yang dimaksudkan; tanah milik dan bangunan.48 l. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak
asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk
46 Pasal 1 butir (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
47 Pasal 20 butir (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
48 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online http://kbbi.web.id/properti.html , diakses tanggal 20 Mei 2019, pkl 19.28 WIB
mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.49
G. Metode Penelitian
Di dalam sebuah penelitian terdapat metode penelitian guna untuk menghasilkan keakuratan dan membuat penelitian sistematis dan memperoleh hasil yang maksimal. Untuk itu dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif merupakan suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.50 Selain itu penelitian hukum normatif juga mengacu pada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.51
Dikatakan sebagai penelitian hukum normatif karena objektif dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, mensistematisasi, dan menganalisis norma-norma hukum positif di Indonesia yang pengaturannya berkenaan dengan hukum harta bersama diantara pernikahan wanita Warga Negara Indonesia dengan pria Warga Negara Asing serta permasalahan kepemilikan properti di wilayah Indonesia.
49 Satjipto Rahardjo, Loc.cit
50 Jhoni Ibrahim, Teori dan Metode Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), hlm.47
51 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hokum dan hasil penulisan hokum pada masalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU tanggal 18 Februari 2003, hlm.1
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dimana pendekatan deskriptif analisis yaitu didasarkan atas satu atau dua variabel yang saling berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data atau menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan data lainnya. Penelitian ini juga menguraikan data yang diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap data tersebut secara sistematik.52
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis sumber data yang berasal dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum Primer:
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan, yang terdiri dari:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
3) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
52 Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.38
4) Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
6) Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
7) Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2016
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 53 sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan primer yang terdiri dari wawancara, buku-buku teks hukum, hasil karya ilmiah dan hasil penelitian berupa skripsi, tesis, dan disertasi.
c. Bahan Hukum Tersier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan dokumen elektronik, ensiklopedia, dan lain sebagainya.54
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian
53 Soerjono Soekanto dan Sri Manudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Indonesia, 1995), hlm. 13
54 Ibid, hlm 14
kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang berupa peraturan perundang-undangan. Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian untuk mendapatkan data sekunder. Data sekunder ini adalah undang-undang dan peraturan pemerintah dan doktrin-doktrin.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan bahan-bahan hukum ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga terciptalah suatu tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh data tersebut.55 Bahan hukum yang telah diperoleh dari penelitian kepustakaan tersebut dianalisis dengan menggunakana metode kualitatif berdasarkan logika berpikir deduktif. Bahan hukum yang telah diperoleh akan disusun dan dianalisis dengan cara pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam undang-undang atau peraturan-peraturan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas sehingga dapat disajikan dalam bentuk penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
55 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.280
BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA
A. Perkawinan Campuran
Negara Republik Indonesia, sebagai negara yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan yang sangat penting.56
Pengertian perkawinan menurut beberapa pakar di bidang hukum perkawinan adalah sebagai berikut:57
1. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkawinan adalah peraturan yang digunakan untuk mengatur perkawinan.
2. Menurut Idris Ramulyo, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci dan luas dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantunim kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.
3. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, nikah menurut arti asli kata dapat juga berarti akad dengannya menjadi halal kelamin antara pria dan wanita sedangkan menurut arti lain bersetubuh.
56 Zaeni Asyhadie, Hukum Keperdataan dalam Perspektif Hukum Nasional KUH Perdata (BW) Hukum Islam dan Hukum Adat, (Depok: RajaGrafindo Persada, 2018), hal.128.
57 Ibid, Hal, 134-135
4. Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ada dua macam syarat perkawinan, yaitu syarat materiil dan syarat formal.
Syarat materiil adalah syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, disebut juga “syarat subjektif”. Adapun syarat-syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut
Syarat materiil adalah syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, disebut juga “syarat subjektif”. Adapun syarat-syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut