• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen TESIS OLEH : SITI AISYAH NIM : (Halaman 25-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

a. Mempermudah ahli patologi untuk dapat membantu klinisi dalam menentukan diagnosis gastritis kronis.

b. Menambah pengetahuan peneliti tentang histomorfologi gastritis kronis.

c. Bagi peneliti, data yang diperoleh pada penelitian ini dapat menjadi data awal pada penelitian selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Lambung

Lambung adalah organ datar berbentuk “J” terletak dikuadran kiri atas abdomen. Pada batas atasnya bergabung dengan esofagus beberapa sentimeter dibawah diafragma. Batas bawahnya menyatu dengan duodenum, tepat disebelah kanan dari garis tengah. Lambung dapat sangat mengembang dan ukurannya bervariasi, tergantung pada volume makanan yang ada. Pada deskripsi makroskopis, lambung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: cardia, fundus, corpus (badan), dan antrum (Gambar 2.1).20 Batas superomedial disebut curvatura minor, dan batas inferolateral disebut curvatura mayor. cardia berada distal dari batas bawah esofagus, berupa daerah kecil yang tidak jelas, meluas 1 sampai 3 cm dari persambungan gastroesophageal. Fundus adalah bagian dari lambung yang terletak diatas persambungan gastroesophageal, tepat dibawah hemidiafragma kiri. Antrum mencakup sepertiga distal lambung, proksimal dari sphincter pyloric, sisanya disebut sebagai corpus. Persambungan antara antrum dan corpus kurang berbatas tegas.20,21,22

Dari pemeriksaan luar, mencakup bagian lambung sebelah distal dari incisura, pada lekukan curvatura minor. Secara internal, mukosa lambung terdiri dari lipatan kasar disebut rugae. Ini terlihat saat lambung masih kosong tapi menjadi datar ketika mengalami distensi. Rugae paling menonjol pada daerah fundus dan corpus karena dilatasi utama untuk mengakomodasi makanan terjadi

disini. Antrum ditandai dengan mukosa yang lebih datar dan lebih kuat menempel pada sub-mukosa dibawahnya.20,21,22

Dinding lambung memiliki empat lapisan, antara lain: mukosa, sub-mukosa, muskularis propria, dan serosa. Selain sub-mukosa, lapisan-lapisan ini secara struktural mirip dengan dinding usus pada tempat lain disaluran pencernaan. Bila dilihat dari dekat, permukaan mukosa dibagi oleh lekukan tipis disebut areae gastricae, yang secara struktural menetap dan tidak mendatar ketika lambung mengembang. Dapat dilihat dengan baik ketika mukosa dilihat menghadap kedepan. Areae gastricae bisa ditunjukkan secara radiologis melalui pemeriksaan barium kontras ganda tetapi juga dapat dikenali pada pemeriksaan histologi terutama dari spesimen gastrektomi.20,23

Vaskularisasi dari lambung berasal dari truncus coeliacus menuju vena porta. Arteri dan vena memiliki letak dan lintasan yang sama. Vena gastrica dextra dan sinistra mengalir menuju vena porta. Adapun vena gastrica breves dan vena gastroomentalis mengalir ke dalam vena splenica yang kemudian bergabung dengan vena mesenterica superior menjadi vena porta hepatis. Persarafan lambung terbagi atas saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Persarafan simpatis yang berasal dari segmen medulla spinalis T6-T9 melalui plexus coeliacus menyebar melalui plexus sekitar arteria gastrica dan arteria gastroomentalis.

Persarafan parasimpatis berasal dari truncus vagalis anterior dan truncus vagalis posterior.20

Pada gambaran histologi (gambar 2.1), lambung memiliki empat lapisan utama: mukosa, submukosa, muskularis propria, serosa. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan yaitu epitel, lamina propria, dan muskularis mukosa. Mukosa

8

lambung terdiri atas epitel selapis silindris dan membentuk sumur-sumur lambung (foveola gastrica). Foveola gastrica memiliki kedalaman yang bervariasi yang khas untuk bagian-bagian lambung. Terdapat lapisan jaringan ikat longgar di bawah epitel yaitu lamina propria yang mengisi celah di antara kelenjar gastrika.

Lapisan luar mukosa dibatasi oleh otot selapis tipis yaitu mukosa muskularis yang terdiri atas lapisan sirkuler di dalam dan longitudinal di luar. Mukosa gaster yang kosong membentuk banyak lipatan yang dinamakan rugae. Lipatan ini bersifat sementara yang timbul akibat kontraksi lapisan otot polos yaitu mukosa muskularis. Lipatan ini menghilang apabila lambung dalam kondisi penuh.20,21,22,23

Lapisan sub-mukosa terletak di bawah mukosa muskularis. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh limfe, kapiler, arteriol besar dan venula. Sub-mukosa mengandung jaringan ikat yang lebih padat dan mengandung lebih banyak serat kolagen dibandingkan lamina propria. Lapisan mukosa muskularis terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu otot oblik, otot sirkuler dan otot longitudinal.

Lapisan yang paling luar dari gaster yaitu lapisan serosa. Lapisan serosa merupakan lapisan yang menutupi otot gaster. Lapisan ini ditutupi oleh epitel selapis gepeng peritoneum viseral.22,23,24

Mukosa gaster dibagi 2 tipe, yaitu tipe antral dan tipe fundal. Tipe antral terdiri dari bagian cardia dan pyloric, dengan perbandingan foveolar dan kelenjar sebanyak 1:1, tipe ini menghasilan sel G dan sel D. Tipe fundal terdiri dari fundus dan corpus dengan perbandingan foveolar dan kelenjar sebanyak 1:4, tipe ini menghasilkan chief cell, sel parietal, sel endokrin, dan sel mukus.20,23,25

Gambar 2.1 Anatomi dan histologi lambung.23

2.2. Gastritis Kronis 2.2.1. Definisi

Gastritis kronis merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyebab utama dari gastritis kronis adalah H. pylori.3,5,26 Gastritis kronis sering ditandai dengan dua hal yaitu adanya sel-sel radang limfosit dan atrofi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal

10

dan chief cell di lambung.5,6,27 Hal ini menyebabkan dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Atrofi kelenjar ditandai dengan hilangnya kelenjar dan digantikan oleh fibroblast dan matriks ekstraseluler. Epitel kelenjar mukosa lambung juga dapat mengalami metaplasia intestinal karena digantikan oleh epitel jenis intestinal yang mengandung sel goblet. Sehingga kehilangan kelenjar dapat menyebabkan erosi atau ulserasi yang diikuti oleh proses inflammasi yang lama.2,6,18,22,28

2.2.2. Epidemiologi

Insiden gastritis kronis pada beberapa Negara maju di dunia mendapatkan hasil persentase yang tinggi, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 kasus dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.5,9

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2013, angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Kejadian gastritis tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,35%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%.10,11,12 Gastritis kronis sering terjadi pada usia dewasa

dibandingkan dengan anak-anak dan prevalensi jenis kelamin wanita lebih sering dibandingkan dengan pria.9,13

2.2.3. Etiologi dan faktor risiko

Infeksi kuman H. pylori merupakan penyebab yang amat penting. Di Negara berkembang prevalensi infeksi H. pylori pada orang dewasa mendekati 90%, sedangkan pada anak-anak prevalensinya lebih tinggi lagi. Adapun faktor risiko lainnya adalah penggunaan alkohol jangka panjang, bertambahnya usia, merokok, refluks saluran empedu dan sekresi alkalin, kegagalan autoimun, reseksi lambung, dan faktor lingkungan termasuk diet.1,2,5,6

2.2.4. Gejala Klinis

Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh penderita gastritis kronis meliputi rasa tidak enak di uluhati dalam jangka waktu tertentu (beberapa jam, hari atau minggu), nyeri, pedih atau rasa terbakar / tertusuk / teriris di uluhati, atau menjalar ke belakang (punggung). Rasa sakit ini dapat berkurang, menetap atau bertambah jika perut diisi makanan (sesudah makan). Rasa sakit ini ada yang dirasakan pada pagi atau siang hari, dan ada juga yang dirasakan terutama pada malam hari, hingga penderita terbangun dari tidurnya ditengah malam akibat rasa sakit yang hebat. Selain rasa nyeri di uluhati, penderita gastritis kronis juga mengeluh rasa penuh di perut bagian atas terutama sesudah makan, cepat kenyang, kembung, bersendawa, mual, muntah, dan rasa asam di mulut.1,2,13

12

2.2.5. Morfologi gatritis kronis

Sebukan sel radang mononukleus yang paling banyak dijumpai adalah sel radang limfosit yang tersebar dan berkelompok membentuk struktur folikel / nodular, sel plasma, histiosit, dan granulosit dalam lamina propria (Gambar 2.2.A). Istilah "gastritis limfositik" digunakan ketika limfosit dideteksi dalam epitel kelenjar.16,27 Infiltrat inflammasi neutrofil dan eosinofil juga termasuk radang aktif di mukosa lambung dengan ditandai oleh kehadiran neutrofil dalam lamina propria dan atau lumen kelenjar (Gambar 2.2.B). 3,6,18,30,31

Selain itu, juga dijumpai adanya fibrosis, hiperplasia otot polos serta perluasan jaringan ikat kolagen pada lapisan lamina propria. Fibrosis dikaitkan dengan hilangnya bagian kelenjar dan didefinisikan sebagai atrofi mukosa.16 Hiperplasia mukosa muskularis dapat terjadi dari penggunaan terapi Proton-pump Inhibitor (PPI) jangka panjang. Bertambahnya otot polos mungkin dapat mendorong kelenjar sehingga terpisah yang menimbulkan pola pseudo-atrofi.

Semua kondisi inflammasi pada mukosa lambung berkaitan dengan beberapa derajat perubahan epitel regeneratif (hiperplasia regeneratif) dan ini biasanya terlihat di lokasi terkait dengan erosi dan tukak lambung yang disebabkan obat-obatan Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), refluks bilier ke dalam lambung.6,11,18,29

Atrofi mukosa lambung didefinisikan sebagai kehilangan kelenjar (Gambar 2.2.C).3,6 Perbedaan fenotip transformasi atrofi yang mungkin ditemui, yaitu: (1) Penyusutan atau hilangnya kelenjar digantikan oleh lamina propria yang meluas (fibrotik). Situasi ini menyebabkan massa kelenjar yang berkurang, tetapi tidak menyingkirkan sel asli. Kadang-kadang (terutama pada gastritis terkait H.

pylori) peradangan berat dapat mengaburkan populasi kelenjar, membuat penilaian atrofi mukosa sulit dilakukan. (2) Penggantian kelenjar asli dengan kelenjar metaplastik (intestinal dan / metaplasia pseudopyloric). Perubahan metaplasia sel-sel yang berdiferensiasi ke sel tipe lain mengindikasikan adanya adaptasi terhadap stimulus lingkungan. Metaplasia intestinal diinisiasi oleh sel punca gaster, biasanya dicetuskan oleh iritasi menetap mukosa gaster (Gambar 2.2.D).3,18 Di gaster, metaplasia tipe intestinal adalah bentuk metaplasia tersering, dapat merupakan prekursor kanker gaster, termasuk lesi prakeganasan karena berhubungan dengan terjadinya adenoma dan adenokarsinoma berdiferensiasi baik. Namun, metaplasia intestinal tidak selalu progresif menjadi kanker gaster.

Karsinogenesis gaster sering akibat infeksi H. pylori.8,18

Gambar 2.2. Morfologi gastritis kronis. A. Infiltrasi limfosit di mukosa lambung. B. Pada intraepitelial dan lamina propria tampak sebaran neutrofil. C. Atrofi kelenjar dan aggregasi limfosit. D. Metaplasia intestinal, yang berisiko menjadi adenokarsinoma lambung.3,6,32

A B

C D

14

2.2.6. Sistem Diagnosis Gastritis Kronis 2.2.6.1. Klasifikasi Sydney system

Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah Sydney system yang gabungan dari pemeriksaan endoskopi dan histologis. Klasifikasi Sydney system bertujuan untuk standarisasi laporan klasifikasi gastritis berdasarkan tampilan mukosa, seperti edema, punctuate, confluent erythema, confluent exudate, friability, flat dan raised erosion, rugal hyperplasia dan atrophy, visibility of vascular pattern, confluent intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan termasuk penilaian subjektif dari tingkat keparahan, seperti ringan, sedang, berat, lalu diklasifikasikan ke dalam salah satu klasifikasi gastritis kronis.6,16,18,32

Sistem grading yang paling banyak digunakan adalah updated Sydney system yang menggabungkan informasi topografi, morfologi, dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis kronis. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen di 2 kompartemen, yaitu antrum dan corpus yang diserahkan terpisah ke laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan H. pylori, inflammasi PMN, inflammasi MN, atrofi antrum dan corpus, dan metaplasia intestinal) yang digradasikan menurut standardized visual analogue scale (Gambar 2.3).6,18,32,33

Gambar 2.3. The updated Sydney system standardized visual analogue scale.32,33,34

Pada masing-masing penilaian variabel diberi skor numerik atau deskriptif:

0 untuk tidak ada atau normal, 1 untuk ringan, 2 untuk sedang, dan 3 untuk berat.

Masing-masing spesimen dinilai secara terpisah untuk masing-masing komponen (antrum dan corpus). Langkah selanjutnya adalah menentukan derajat inflammasi di dua kompartemen gaster (antrum dan corpus) dan untuk menentukan apakah inflammasi sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat pada antrum (antrum-predominant gastritis) atau corpus (corpus-(antrum-predominant gastritis). Derajat inflammasi dinilai dari intensitas sel-sel inflammasi (limfosit, sel plasma, dan granulosit) dalam lamina propria yang digradasikan menjadi: tidak ada (0), ringan (1), sedang (2), dan berat (3) berdasarkan visual analogue scales dari updated Sydney system.11,2 Derajat inflammasi ditentukan dari kombinasi derajat lesi inflammasi di mukosa antrum dan corpus (Tabel 2.1). Derajat atrofi ditentukan dari hilangnya kelenjar (dengan atau tanpa metaplasia intestinal). Pada masing-masing kompartemen (antrum dan corpus) digradasikan dengan skor 0-3 menurut visual analogue scale dari updated Sydney system.6,35

16

Tabel 2.1. Definisi dan pedoman grading biopsi untuk setiap gambaran histologis untuk dinilai dalam upadated Sydney system.6,34

Gambaran Definisi Pedoman

grading Inflammasi MN - 2-3 sel inflamatori kronis pada biopsi

- 1-15 sel inflamatori kronis / hpf

- Sel inflamatori padat pada beberapa area - Infiltasi difus sel inflammatori kronis

0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat Inflammasi PMN - Tidak terdapat neutrofil

- Neutrofil tersebar pada biopsi - Terdapat infiltrat netrofil padat dan

tersebar pada biopsi

- Beberapa fokus dari infiltrat inflamatorik padat dengan keterlibatan kripta

0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat Atrofi Kelenjar - Tidak ada kelenjar gaster yang hilang

- Area kecil di mana kelenjar-kelenjar gaster hilang (<25%)

- Hilangnya kelenjar 25-50% dari biopsi - Hilangnya >50% dari biopsi

0 = tidak ada

- Area fokal dari metaplasia intestinal (1-4 kripta)

- Foci multipel > 4 kripta, tapi < 50% dari biopsi

- Metaplasia intestinal >50% dari spesimen biopsi

0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat H. pylori - Tidak terdapat H. pylori di manapun

pada biopsi

- Hanya sedikit H. pylori pada fokus tunggal atau multipel

Atrofi mukosa lambung merupakan bidang kankerisasi lambung non-sindromik. Sistem penentuan stadium dari OLGA menetapkan lima stadium gastritis dengan peningkatan risiko kanker (Stadium 0 – IV), berdasarkan skor atropi. Pedoman internasional untuk pencegahan karsinoma lambung

menggunakan sistem penentuan stadium OLGA untuk membedakan antara gastritis yang berisiko rendah (stadium 0 – II) dan risiko tinggi (stadium III – IV).

OLGA system menganggap atrofi lambung sebagai lesi yang menunjukkan perkembangan penyakit. Tahapan gastritis diperoleh dengan menggabungkan tingkat atrofi dengan skor histologis pada lokasi atrofi. Visual analogue scale (VAS) digunakan sebagai contoh bagaimana perubahan yang terlihat di setiap tingkat pengambilan sampel biopsi. Skor atrofi dalam setiap biopsi dinilai sebagai persentase kelenjar atrofi. Idealnya, atrofi dinilai pada bagian pemotongan mukosa (full thicknes). Untuk setiap sampel biopsi (apa pun daerah asalnya), atrofi dinilai pada skala empat tingkat (tidak ada atrofi, 0%, skor = 0; atrofi ringan, 1-30%, skor

= 1; atrofi sedang, 31-60%, skor = 2; dan atrofi berat, > 60%, skor = 3) (tabel 2.2).4,8,18

Tabel 2.2 Sistem penentuan stadium dari OLGA.8,18

Skor Atrofi Corpus

Lokasi biopsi yang berbeda disarankan untuk mewakili semua mukosa sudah dieksplorasi (Gambar 2.4).18,33 Proposal OLGA (operative link on gastritis assessment) menyarankan setidaknya dibuat 5 tempat biopsi, yaitu:

1. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2 = mucus secreting mucosa) 2. Kurvatura minor incisura angularis (A3), tempat perubahan

atrofi-metaplastik sering terjadi paling dini

3. Dinding anterior dan posterior corpus proksimal (C1-C2 = oxyntic mucosa)

18

Gambar 2.4. Protokol pengambilan sampel biopsi lambung.18

2.2.7. Tipe gatritis kronis 2.2.7.1. Gastritis H. pylori

Penemuan hubungan antara H. pylori dan penyakit ulkus peptik merupakan revolusi dalam pengertian gastritis kronis. Bakteri berbentuk spiral atau koma ini dapat ditemukan pada spesimen biopsi lambung dari hampir semua pasien dengan ulkus lambung dan gastritis kronis. Infeksi H. pylori akut tidak memberi cukup gejala yang membutuhkan perhatian khusus pada kebanyakan kasus, sedangkan gastritis kronis menyebabkan mereka mencari pengobatan.

Organisme H. Pylori ditemukan pada 90% pasien dengan gastritis H. pylori dan dapat mengakibatkan penyakit ulkus peptik lambung atau duodenum, infeksi H.

pylori juga meningkatkan risiko kanker lambung.3,6,18,22,36

Di Amerika Serikat, infeksi H. pylori berhubungan dengan kemiskinan, pemukiman padat, edukasi yang terbatas, etnik Afrika Amerika atau Meksiko Amerika, penduduk di daerah dengan sanitasi buruk dan kelahiran di luar

Amerika Serikat. Tingkat kolonisasi melebihi 70% pada beberapa kelompok dan berkisar kurang dari 10% sampai lebih dari 80% di dunia. Daerah dengan prevalensi tinggi, infeksi sering diperoleh pada masa anak-anak dan kemudian bertahan beberapa dekade. Jadi insiden infeksi H. pylori berkorelasi erat dengan sanitasi dan kebersihan individu pada masa anak-anak.3,33,37

Infeksi H. pylori paling sering bermanifestasi sebagai gastritis predominan antral dengan produksi asam yang tinggi, meskipun hipogastrinemia. Risiko ulkus duodenum meningkat pada pasien-pasien ini dan pada kebanyakan kasus, gastritis terbatas pada antrum. Organisme H. pylori mudah menyesuaikan diri pada lokasi cekungan dan mukus lambung. Meskipun H. pylori mungkin menginvasi mukosa lambung, tetapi kontribusi invasi pada patogenesis penyakit masih belum diketahui. Empat fitur terkait dengan virulensi H. pylori:

- Flagella, yang memungkinkan bakteri untuk bergerak dalam mukus kental.

- Urease, yang menghasilkan amonia dari urea endogen, sehingga meninggikan pH lambung lokal sekeliling organisme dan melindungi bakteri dari pH asam lambung.

- Adhesin, yang meningkatkan perlekatan bakteri ke sel-sel permukaan foveolar.

- Toksin, seperti yang dikodekan oleh Cytotoxin- Assoaated Gene A (Cag-A).

yang mungkin terlibat terjadinya dalam ulkus atau kanker oleh mekanisme yang telah diketahui.3,6,33

Seiring waktu gastritis kronis antral H. pylori dapat berkembang menjadi pangastritis, mengakibatkan gastritis atrofik multifokal, kurangnya eksresi asam, metaplasia intestinal dan peningkatan risiko adenokarsinoma lambung pada

20

sebagian pasien. Kontribusi mekanisme yang mendasari perkembangan ini tidak jelas, tetapi interaksi antara sistem imun tubuh dan bakteri agaknya menjadi penting.3,23,38

Gambar 2.5. Basil H. pylori yang berbentuk spiral tampak mencolok pada pewarnaan perak Warthin-Starry. Organisme ini banyak dijumpai di mukosa.3,22

2.2.7.2. Gastritis autoimun

Gastritis autoimun terjadi kurang dari 10% kasus gastritis kronis. Berbeda dengan yang disebabkan oleh H. pylori, gastritis autoimun khas tidak mengenai antrum dan menginduksi hipergastrinemia (Tabel 2.2). Gastritis autoimun ditandai dengan adanya antibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik yang dapat dideteksi di serum dan sekresi lambung, penurunan tingkat serum pepsinogen I, hiperplasia sel endokrin antrum, defisiensi vitamin B12, dan defek sekresi asam lambung. Gambaran klinis gastritis autoimun pada awal penyakit terdapat antibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik, tetapi anemia pernisiosa terjadi hanya pada sedikit pasien. Usia median waktu diagnosis adalah 60 tahun, dan terdapat predominan ringan pada wanita. Gastritis autoimun sering berhubungan dengan penyakit autoimun lain.3,6,32,39

Tabel 2.3. Ciri-ciri gastritis autoimun dan gastritis yang berhubungan dengan H. pylori.3

H. pylory : antrum Autoimun : corpus Infiltrat inflammasi Neutrofil, sel plasma subepitel Limfosit, makrofag Produksi asam Meningkat atau sedikit

menurun

Menurun

Gastrin Normal sampai menurun Meningkat

Lesi lain Polip Inflammasi dan hiperplasia

Hiperplasia neuroendokrin Serologi Antibodi terhadap H. pylory Antibodi terhadap sel

parietal (H+, K+ATPase,

Berkaitan dengan Status sosioekonomi rendah, kemiskinan, tempat tinggal di daerah pedesaan

Penyakit autoimun, tiroiditis, diabetes

melitus, penyakit Graves

Patogenesis gastritis autoimun berhubungan dengan hilangnya sel parietal, yang mensekresi asam dan faktor intrinsik. Defisiensi produksi asam memicu pelepasan gastrin, mengakibatkan hipergastrinemia dan hiperplasia sel G, yang memproduksi gastrin di antrum. Tidak adanya faktor intrinsik, menyebabkan ileum tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12 menyebabkan defisiensi vitamin B12, dan anemia megaloblastik (anemia pernisiosa). Menurunnya konsentrasi pepsinogen 1 di serum, mencerminkan hilangnya chief cell. Meskipun H. pylori dapat menyebabkan hipoclorhidria, tetapi tidak berasosiasi dengan aclorhidria atau anemia pernisiosa, sebab kerusakan sel parietal dan sel chief tidak separah pada gastritis autoimun.6,18,29,40

Ciri khas morfologi gastritis autoimun ialah kerusakan mukosa oxyntic difus (yang memproduksi asam) di corpus dan fundus. Ciri khas lainnya adalah tidak terdapat kerusakan antrum dan cardia atau walaupun ada hanya kerusakan

22

ringan saja. Dengan atrofi difus, mukosa oxyntic dari corpus dan fundus tampak jelas menipis dan lipatan rugalnya hilang. Neutrofil mungkin ada, tetapi infiltrat inflammasi lebih banyak terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma. Berbeda dengan gastritis H. pylori, reaksi inflammasi paling sering jauh dari permukaan dan terpusat pada kelenjar. Hilangnya sel parietal dan chief cell mengakibatkan metaplasia intestinal.3,6,40

Gambar 2.6. Gastritis autoimun. A. Pembesaran yang lebih tinggi dari mukosa oxyntic menunjukkan hilangnya sel parietal. B. Mukosa menunjukkan adanya aggregat limfositik padat yang tersusun dalam pola folikel.6

2.2.7.3. Gastritis limfositik

Gastritis limfositik merupakan jenis gastritis kronis yang ditandai oleh infiltrasi limfosit T pada permukaan lambung dan epitel foveolar serta dijumpai peradangan kronis di lamina propria. Diagnosis dapat dibuat ketika 30 atau lebih limfosit pada sel epitel yang diamati, dan dianjurkan berasal dari biopsi pada corpus lambung. Penyebab gastritis limfositik masih belum diketahui, tetapi beberapa kasus terlihat pada pasien dengan gluten sensitive enteropathy / celiac disease.6,28,41

A B

Jumlah limfosit intraepitel yang lebih kecil juga bisa terlihat pada gastritis H. pylori, tetapi diagnosis gastritis limfositik harus diperhatikan untuk kasus-kasus yang ditandai limfositosis intraepitel dengan tidak adanya gastritis H.

pylori. Gastritis limfositik dapat terjadi pada anak-anak tetapi biasanya terdeteksi pada masa dewasa, dengan usia rata-rata diagnosis 50 tahun.4,18

Gambar 2.7. Gastritis limfositik. Epitel permukaan mukosa lambung mengalami invasif limfosit ke intraepitelial.6

2.2.7.4. Chemical gastritis / gastropathies

Refluks duodenal (empedu) ke dalam lambung (karena gastrektomi parsial atau dismotilitas), aspirin (atau obat antiinflammasi nonsteroidal lainnya), dan cedera kimia lainnya (mungkin alkohol, dll.) dapat menyebabkan lesi mukosa dan berkaitan dengan peradangan mukosa lambung yang low grade. Mengingat sifat radang yang ringan, kondisi ini saat ini didefinisikan sebagai chemical gastritis / gastropathies. Paparan mukosa lambung terhadap bahan kimia berbahaya mempercepat pergantian epitel lambung secara konsisten yang menyebabkan hiperplasia foveolar. Respons vaskular yang dimediasi histamin

24

bersamaan dan pelepasan sitokin lainnya yang menghasilkan ektasia vaskular, edema, hiperflasia muskularis mukosa dan fibrosis mukosa yang bervariasi.6,29,42

Sebagian besar gastropati kimiawi tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat menunjukkan erosi atau abses (dapat dideteksi secara endoskopi), bahkan dengan perdarahan. Perubahan atrofi jarang terjadi dan gambaran histologi biasanya menampilkan lesi low grade seperti edema antar-foveolar, hiperplasia foveolar, hiperplasia muskularis mukosa, dan ektasia vaskular (gambar 2.8).6,42

Gambar 2.8. Chemical gastritis / gastropathies. A. Biopsi mukosa antral

Gambar 2.8. Chemical gastritis / gastropathies. A. Biopsi mukosa antral

Dalam dokumen TESIS OLEH : SITI AISYAH NIM : (Halaman 25-0)