HISTOMORFOLOGI GASTRITIS KRONIS DENGAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI SYDNEY SYSTEM DAN STAGING OLGA SYSTEM
DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TESIS
OLEH : SITI AISYAH NIM : 187041096
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
HISTOMORFOLOGI GASTRITIS KRONIS DENGAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI SYDNEY SYSTEM DAN STAGING OLGA SYSTEM
DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SITI AISYAH NIM : 187041096
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi Konsentrasi
: Histomorfologi Gastritis Kronis dengan menggunakan Klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
: dr. Siti Aisyah : 187041096
: Program Magister Kedokteran Klinik : Ilmu Patologi Anatomik
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dr. Betty, M.Ked. (PA), Sp. PA Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), Sp. PA NIP. 196810091999032002 NIP. 197601102008122002
Ketua Program Studi Dekan Magister Kedokteran Klinik
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(OPH). Sp.M (K) Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S (K) NIP. 19760417 20051 2 002 NIP. 19660524 199203 1 002
Telah diuji pada : Hari Selasa Tanggal : 06 Oktober 2020
Penguji :
Penguji I Penguji II
dr. Joko. S. Lukito, Sp. PA (K) dr. H. Soekimin, Sp. PA (K) NIP. 194603081978021001 NIP. 194809011980031002
Mengetahui,
Ketua Departemen Patologi Anatomik
Dr. dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked (PA), Sp.PA, D.Bioeth NIP. 196202121989111001
HASIL PENELITIAN
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Histomorfologi Gastritis Kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
Nama : dr. Siti Aisyah
NIM : 187041096
Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik Jangka Waktu : 10 (sepuluh) bulan
Lokasi Penelitian : Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, jalan Universitas No. 1 Medan
Pembimbing : 1. Dr. dr. Betty, M. Ked. (PA), Sp.PA
2. Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked. (PA), Sp.PA
LEMBAR PANITIA UJIAN
Judul Penelitian : Histomorfologi Gastritis Kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
Nama : dr. Siti Aisyah
NIM : 187041096
Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik Diuji pada Hari/Tanggal : Selasa / 06 Oktober 2020
Pembimbing : 1. Dr. dr. Betty, M. Ked. (PA), Sp.PA
2. Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked. (PA), Sp.PA Penguji : 1. dr. Joko. S. Lukito, Sp.PA (K)
2. dr. H. Soekimin, Sp.PA (K)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : dr. Siti Aisyah
NIM : 187041096
Departemen : Program Magister Kedokteran Klinik
Judul KTI : Histomorfologi Gastritis Kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
Jenis KTI : Tesis
Dengan sebenarnya menyatakan bahwa :
1. Karya tulisan ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri tanpa ada tindakan plagiarism dalam bentuk apapun sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk memenuhi tugas sebagai peserta didik dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Patologi Anatomik.
2. Seluruh sumber yang saya kutip maupun yang saya rujuk telah saya nyatakan dengan benar.
3. Apabila diketahui dan terbukti pada kemudian waktu bahwa karya tulis ilmiah ini tidak sesuai dengan surat pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana yang berlaku.
Medan, 06 Oktober 2020 Yang menyatakan Peneliti Utama,
dr.Siti Aisyah
NIM. 187041096
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Histomorfologi gastritis kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging Olga system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan”. Tesis ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan program pendidikan Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu penulis menerima segala kritik maupun tanggapan dari berbagai pihak guna memperbaiki kesalahan dan kekurangan tersebut pada masa yang akan datang.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Ilmu Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp. M(K) selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Dr.dr. Mohd. Rhiza Z Tala, M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. dr. Betty, M.Ked (PA), Sp.PA dan Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked (PA), Sp.PA selaku Dosen Pembimbing Penulis pada seminar proposal dan hasil penelitian yang telah banyak meluangkan waktu, memotivasi dan memberi dukungan moril, tenaga dan pikiran serta membimbing dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. dr. Djoko S. Lukito, Sp.PA (K) dan dr. H. Soekimin, Sp. PA (K) selaku dosen penguji penulis pada seminar proposal dan hasil penelitian yang telah memberikan kritik dan masukan untuk penulisan tesis ini.
7. Kepala Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yakni Dr. dr.T. Ibnu Alferraly, M.Ked(PA), Sp.PA, D. Bioet, juga sekaligus menjadi fasilitator penulis yang telah memberikan motivasi, dukungan dan bimbingan selama saya menyelesaikan tesis ini.
8. Ketua Program Studi Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yakni Dr. dr. Delyuzar, M.Ked (PA) Sp.PA (K), juga seluruh staf pengajar Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yakni Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), dr. Jessy Chrestella, M.Ked (PA), Sp.PA, dr.Causa Trisna Mariedina, M.Ked (PA), Sp.PA dan Dr. dr. T. kemala Intan, M.Pd,
M.Biomed atas bimbingan dan masukan selama penulis menjalankan program pendidikan Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik.
9. Staf Unit Patologi Anatomik RSUP Haji Adam Malik Medan, yakni dr Sumondang Pardede, Sp.PA, dr. Jamaluddin, Sp.PA, dr. Stephen Udjung, Sp.PA, dr.Sutoyo Eliandy, M.Ked(PA),Sp.PA dan dr. Lely Hartati, M.Ked (PA), Sp.PA atas bimbingan dan masukan selama penelitian berlangsung.
10. Kedua orang tua penulis, ayahanda H. Sulaiman Usman, ibunda Hj. Tamida Koto yang telah memberikan kasih sayang, memberikan keteladanan dalam bekerja keras dan bertanggung jawab, mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan baik materil maupun non materiil yang tiada hentinya hingga saat ini. Selanjutnya kepada bapak mertua Afifuddin dan ibunda May sarah yang selama ini telah mencurahkan kasih sayang, mendoakan dan memberi motivasi dan dukungan baik materil dan non materiil hingga saat ini. Kepada om saya Ir. Rosnaidi dan ibuk saya Sri Banun, S.Pd yang telah merawat saya seperti anak sendiri yang turut mencurahkan kasih sayang dan doanya, yang telah banyak bersabar dalam memberikan motivasi dan dukungan nya baik materil dan non materiil yang tiada henti hingga saat ini selama menjalani pendidikan.
11. Suami tercinta Guntur Syahputra SP, tiada kata yang dapat saya ungkapkan selain terima kasih yang tidak terhingga yang telah memberikan kan izin untuk menempuh pendidikan ini, dengan do’a, kasih sayang, motivasi, dukungan penuh baik moril maupun materiil dan kesabaran yang berlimpah mendampingi dalam keadaan suka dan duka meskipun banyak waktu
kebersamaan kita yang hilang selama masa pendidikan yang tidak pernah bisa tergantikan.
12. Kakak dan Adik-adik, Sumita Nafsiah, Amd.Keb, Rodiah Amd, Muhammad Afandi, SH, Rahmad Hidayat, Sri Muliyani ST atas kasih sayang, motivasi dan dukungan hingga saat ini.
13. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat kakak senior dan junior yang juga sahabat yang telah banyak membantu; dr. Irma yani Sinaga M.Ked(PA), dr. Sylvia Hilda, M.Ked (PA), dr. Eka Bitaria F, M.Ked(PA), dr. Dina Kharismawaty, M.Ked(PA), dr. Septina Indriani Saragih (“berjuang tak sebercanda itu”), dr. Marlina Sinaga, teman satu kelompok Sixpack tersayang dr. Devi Nafilah Yuzar, dr. Fatma Zulita Fiandani, dr. Nova Sabrina lubis, dr.
Belman Novenry Silalahi, dr. Roy Herbon Sinambela, serta teman-teman PPDS lainnya di Departemen Patologi Anatomik atas doa, semangat dan persahabatan selama ini, serta seluruh pegawai di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran yang telah mendukung proses pendidikan dan penelitian penulis selama ini.
Sebagai akhir kata dari penulis, semoga tesis ini memiliki manfaat dan nilai bagi kita semua di masa yang akan datang dan kiranya dapat menjadikan rujukan untuk penulis yang lebih baik lagi.
Medan , 06 Oktober 2020
dr. Siti Aisyah
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
HASIL PENELITIAN ... iii
LEMBAR PANITIA UJIAN ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1. Tujuan umum ... 4
1.3.2. Tujuan khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Anatomi dan Histologi Lambung ... 6
2.2. Gastritis Kronik... 9
2.2.1. Definisi ... 9
2.2.2. Epidemiologi ... 10
2.2.3. Etiologi dan faktor risiko ... 11
2.2.4. Gejala klinis ... 11
2.2.5. Morfologi gastritis kronik ... 12
2.2.6.1. Klasifikasi Sydney system ... 14
2.2.6.2. Staging OLGA system ... 16
2.2.7. Tipe gastritis kronik ... 18
2.2.7.1. Gastritis H.pylori ... 18
2.2.7.2. Gastritis autoimun ... 20
2.2.7.3. Gastritis limfositik ... 22
2.2.7.4. Chemical gastritis/gastropathies ... 23
2.2.7.5. Gastritis eosinofilik ... 25
2.2.7.6. Gastritis sarcoidosis ... 26
2.2.7.7. Gastritis crohn’s disease ... 27
2.2.7.8. Gastritis atrofi ... 28
2.2.7.9. Gastritis tipe metaplasia intestinal ... 30
2.2.8. Pewarnaan H. pylori... 32
2.3. Kerangka Teori ... 34
2.4. Kerangka Konsep ... 35
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Jenis Penelitian ... 36
3.2. Tempat dan Jadwal Penelitian ... 36
3.2.1. Tempat penelitian... 36
3.2.2. Jadwal penelitian ... 36
3.3. Populasi dan Sampel Penilitian... 36
3.3.1. Populasi ... 36
3.3.2. Sampel... 37
3.3.3. Besar Sampel ... 37
3.4. Kriteria Penelitian ... 37
3.4.1. Kriteria inklusi ... 37
3.4.2. Kriteria ekslusi ... 38
3.5. Variabel Penelitian ... 38
3.6. Kerangka Operasional... 39
3.7. Definisi Operasional ... 39
3.8. Alat dan Bahan Penelitian... 43
3.8.1. Alat ... 43
3.8.2. Bahan ... 43
3.9. Prosedur Kerja ... 43
3.10. Analisis Data ... 45
3.11. Ethical Clearance ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Hasil Penelitian ... 46
4.1.1. Distribusi sampel berdasarkan parameter klinikopatologi gastritis kronis ... 46
4.1.2. Distribusi grading histomorfologi menurut klasifikasi Sydney system gastritis kronis pada lokasi antrum dan corpus ... 48
4.1.3. Distribusi staging atrofi menurut sistem OLGA pada gastritis kronis ... 50
4.2. Pembahasan ... 51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1. Simpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 2.1. Definisi dan pedoman grading biospi untuk setiap gambaran histologis untuk dinilai dalam upadates Sidney system ... 16 Tabel 2.2. Sistem penentuan stadium dari OLGA ... 17 Tabel 2.3. Ciri-ciri gatritis autoimmun dan gastritis yang berhubungan
dengan H. pylori ... 21 Tabel 3.1. Pedoman penilaian grading biospi untuk setiap gambaran
histologis menurut upadates Sydney system ... 39 Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan parameter klinikopatologi
gastritis kronis ... 47 Tabel 4.2. Distribusi histomorfologi menurut klasifikasi Sydney system
pada gastritis kronis ... 48 Tabel 4.3. Distribusi staging atrofi menurut sistem OLGA pada gastritis
kronis ... 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1. Anatomi dan histologi lambung ... 9
Gambar 2.2 . Morfologi gastritis kronik ... 13
Gambar 2.3. The updated Sydney system visual standardized visual analogue scale ... 15
Gambar 2.4. Protokol pengambilan sampel biopsi lambung ... 18
Gambar 2.5. Basil H. pylori yang berbentuk spiral tampak mencolok pada pewarnaan perak Warthin-Starry. ... 20
Gambar 2.6. Gastritis autoimun ... 22
Gambar 2.7. Gastritis limfositik. ... 23
Gambar 2.8. Chemical gastritis / gastropathies…… ... 24
Gambar 2.9. Gastritis eosinofilik ... 25
Gambar 2.10. Gastritis sarcoidosis ... 26
Gambar 2.11. Gastritis crohn’s disease ... 28
Gambar 2.12. Gastritis atrofi ... 30
Gambar 2.13. Gatritis tipe metaplasia intestinal ... 31
Gambar 2.14. Pewarnaan H. pylori ... 33
Gambar 2.15. Kerangka Teori ... 34
Gambar 2.16. Kerangka Konsep ... 35
Gambar 3.1. Kerangka Operasional ... 39
DAFTAR SINGKATAN
BE Cag-A EG GI H&E H. Pylori MALT MN NSAIDs OLGA PAS PMN PPI VAS WHO
= Barrett Esophagus
= Cytotoxin- Assoaated Gene A
= Eosinophilic Gastroenteritis
= Gastrointestinal
= Hematoxylin & Eosin
= Helicobacter Pylori
= Mucosa-associated lymphoid tissue
= Mononuclear
= Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
= Operative Link on Gastritis Assessment
= Periodic Acid Schiff
= Polymorphonuclear
= Proton-pump Inhibitor
= Visual Analogue Scale
= World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1. Master Data ... 68 Lampiran 2. Gambaran Mikroskopis Sampel ... 75 Lampiran 3. Tabel Output ... 77 Lampiran 4. Surat Tanda Bukti Telah Dilakukan Pembacaan Ulang Slaid .. 82 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian ... 83 Lampiran 6. Surat Persetujuan Komite Etik ... 84
ABSTRAK
Histomorfologi Gastritis Kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging Olga system di Laboratorium Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan Siti Aisyah, Betty, Lidya Imelda Laksmi, Djoko S. Lukito, Soekimin
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.
Latar Belakang: Gastritis kronis adalah suatu peradangan kronis pada mukosa dan sub-mukosa lambung yang bersifat menahun yang sebagian besar penyebabnya adalah bakteri terutama dikaitkan dengan H. pylori, sehingga menyebabkan kerusakan atau perlukaan yang mengakibatkan erosi pada lapisan lambung dengan gambaran klinis dyspepsia. Klasifikasi Sydney system digunakan untuk mendiagnosis suatu gastritis yang berasal dari biopsi antrum dan korpus dengan menilai inflamasi MN, inflamasi PMN, atrofi kelenjar, metaplasia intestinal dan keberadaan bakteri H. pylori. Stadium system Olga digunakan untuk menilai derajat atrofi kelenjar yang memiliki resiko rendah dan resiko tinggi untuk terjadinya suatu keganasan lambung.
Tujuan: Untuk mengetahui histomorfologi gastritis kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan stadium atrofi dengan menggunakan Olga system.
Bahan dan Metode: Dilakukan pengamatan ulang histomorfologi pada slide gastritis kronis dari biopsi antrum dan korpus yang terdiri dari 114 kasus. Seluruh data karakteristik didapatkan melalui data rekam medis dan arsip patologi.
Analisa statistik bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Hasil: Didapatkan 114 kasus. Pada klasifikasi Sydney system, histomorfologi yang paling banyak dijumpai pada lokasi antrum dan korpus adalah inflamasi MN grade 1, inflamasi PMN grade 0, atrofi kelenjar grade 0, metaplasia grade 0, dan H. pylory grade 0. Pada penilaian stadium atrofi menurut Olga system yang paling banyak adalah stage 0 dan yang paling sedikit adalah stage 3.
Simpulan: Hail penelitian ini mempunyai berbagai kesamaan dengan penelitian sebelumnya, namun diperlukan pemeriksaan dan penelitian lanjutan untuk hasil yang lebih baik.
Kata kunci: Gastritis kronis, Sydney system, OLGA system, histomorfologi
ABSTRACT
Histomorphology of Chronic Gastritis using the Sydney classification system and the Olga staging systemat the Laboratory of Anatomic Pathology, Faculty
of Medicine, Universitas Sumatera Utara Medan
Siti Aisyah, Betty, Lidya Imelda Laksmi, Djoko S. Lukito, Soekimin
Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine,Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.
Background: Chronic gastritis is a chronic inflammation of the gastric mucosa and submucosa which is mostly caused by bacteria, mainly associated with H.
pylori, causing damage or injury resulting in erosion of the stomach lining with clinical features of dyspepsia. The Sydney classification system is used to diagnose antrum-derived gastritis and corpus biopsy by assessing MN inflammation, PMN inflammation, glandular atrophy, intestinal metaplasia, and the presence of H. pylori bacteria. The Olga staging system is used to assess the degree of atrophy of glands that have a low risk and high risk of developing gastric malignancy.
Objective: To determine the histomorphology of chronic gastritis using the Sydney system classification and the atrophy stage using the Olga system.
Materials and Methods: Histomorphological re-observation was performed on chronic gastritis slides from antrum and corpus biopsy consisting of 114 cases.
All characteristic data were obtained through medical record data and pathology archives. The statistical analysis was descriptive with a cross-sectional approach.
Results: There were 114 cases. In the Sydney system classification, the most common histomorphology at antrum and corpus locations are grade 1 of MN inflammation, grade 0 of PMN inflammation, grade 0 of glandular atrophy, grade 0 of metaplasia intestine, and the presence of H. pylori is grade 0.In the assessment of the atrophy stage according to the Olga system, the most are stage 0 and the least is stage 3.
Conclusion: The The results of this study have various similarities with previous studies, but further investigation and research are needed for better results.
Key words: Chronic gastritis, Sydney system, OLGA system, histomorphology
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan kronis pada mukosa lambung dan sub-mukosa lambung yang bersifat menahun akibat infeksi dari bakteri, obat- obatan dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia.1,2 Penyebab gastritis kronis paling sering berhubungan dengan infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori).3 Berbagai penyebab gastritis kronis lainnya memiliki gambaran histologis yang mirip serta tumpang tindih. Diagnosis gastritis kronis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan endoskopi, dan biopsi jaringan untuk menilai gambaran histologis.2,3 Gastritis diklasifikasikan menjadi gastritis akut, kronis dan khusus.
Penilaian pada gastritis ini yang perlu diperhatikan adalah adanya infeksi bakteri H. pylori, jenis sel radang polymorphonuclear (PMN) dan mononuclear (MN), atrofi kelenjar maupun metaplasia intestinal, serta lokasi lesi pada daerah antral atau fundal.4,5,6
Insiden gastritis kronis pada beberapa negara maju di dunia diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun.
Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 kasus dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8%.7,8,9
2
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI (2013), angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Kejadian gastritis tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,35%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%.10,11,12 Gastritis kronis sering terjadi pada usia dewasa dibandingkan dengan anak-anak dan prevalensi jenis kelamin wanita lebih sering dibandingkan dengan pria.9,13
Penegakan diagnosis berdasarkan analisis histopatologi dengan menggunakan pewarnaan Haematoxylin & Eosin (H&E) dari sampel yang diperoleh melalui biopsi endoskopi. Kelebihan pewarnaan H&E adalah dapat melihat sebaran sel radang PMN, MN, atrofi kelenjar, metaplasia intestinal, dan bakteri H. pylori. H. pylori dapat dilihat apabila bakteri tersebut banyak dan membentuk koloni. Kekurangan dari pewarnaan H&E adalah tidak dapat melihat bakteri H. pylori jika jumlahnya sedikit.6,12 H.pylori dapat menyebabkan adenokarsinoma lambung dan limfoma mucosaassociated lymphoid tissue (MALT). Adenokarsinoma lambung biasanya dimulai dengan gastritis kronis superfisial, dan pada akhirnya berkembang menjadi gastritis atrofik.
Perkembangan ini tampaknya menjadi kunci dari kaskade seluler yang meyebabkan terjadinya adenokarsinoma lambung.3,6,14,15 Limfoma lambung dihubungkan dengan kejadian limfoma mucosaassociated lymphoid tissue (MALT). Kumpulan jaringan limfoid dapat timbul akibat infeksi H.pylori yang merangsang infiltrasi limfositik pada stroma mukosa; infiltrasi ini dapat bertindak
sebagai fokus dari proliferasi dan gangguan seluler, yang kemudian mengakibatkan transformasi neoplastik menjadi limfoma.3,14
Sebagai upaya untuk menghilangkan keraguan dalam mendiagnosis, maka digunakan klasifikasi Sydney system untuk penilaian dan klasifikasi gastritis kronis yang diperkenalkan pada tahun 1990, dan kemudian diperbarui pada tahun 1994. Penilaian ini digunakan untuk deskripsi standar gastritis kronis, yang bukan hanya terbatas pada etiologi, tetapi juga bermanfaat dalam penelitian klinis dan memberikan dasar yang kuat untuk diagnosis rutin. Untuk mengatasi perbedaan topografi dalam distribusi gastritis, Sydney system memiliki bagian morfologis yang disebut “fleksible matrix of rules”, dimana ada empat variabel histologis yang dinilai pada simple four-point scale (tidak ada atau normal, ringan, sedang dan berat). Sydney system sekarang digunakan secara internasional dengan menampilkan komponen histologis yang menggabungkan topografi, informasi morfologis dan etiologis.13,16,17 Klasifikasi Sydney system ini dapat memperlihatkan beberapa hal untuk menegakkan diagnosis gastritis termasuk pada biopsi antrum dan corpus.6,16,18
Setelah system Sydney ini diterapkan lebih dari 15 tahun, sebuah kelompok internasional yang terdiri dari gastroenterologis dan patologis telah mengusulkan suatu sistem pelaporan gastritis yang disebut dengan OLGA (Operative Link on Gastritis Assessment). Penilaian dengan menggunakan OLGA dilakukan dengan menilai atropi pada antrum dan korpus, kemudian diklasifikasikan untuk staging 0 sampai 4.4,18 Atropi didefinisikan sebagai hilangnya kelenjar pada mukosa lambung yang dapat digantikan oleh jaringan ikat pada lamina propria.4,7,18
4
Pada penelitian sebelumnya, didapati bahwa peran histopatologi menurut Sydney system dan staging OLGA system sangat penting dalam menentukan kasus gastritis kronis.4 Di Indonesia, khususnya di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan hanya sedikit penelitian yang dilakukan dengan tujuan mencari gambaran histomorfologi gastritis kronis yang sesuai dengan klasifikasi Sydney system dan OLGA system yang mencantumkan grading dan stagingnya. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengamati gambaran histomorfologi pada gastritis kronis.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti ingin mengetahui: “Bagaimana histomorfologi gastritis kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui histomorfologi gastritis kronis dengan menggunakan klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis distribusi frekuensi pasien gastritis konis berdasarkan usia, jenis kelamin dan suku.
b. Menganalisis histomorfologi gastritis kronis menurut klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system yang berasal dari sediaan biopsi bagian antrum.
c. Menganalisis histomorfologi gastritis kronis menurut klasifikasi Sydney system dan staging OLGA system yang berasal dari sediaan biopsi bagian corpus.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Mempermudah ahli patologi untuk dapat membantu klinisi dalam menentukan diagnosis gastritis kronis.
b. Menambah pengetahuan peneliti tentang histomorfologi gastritis kronis.
c. Bagi peneliti, data yang diperoleh pada penelitian ini dapat menjadi data awal pada penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Histologi Lambung
Lambung adalah organ datar berbentuk “J” terletak dikuadran kiri atas abdomen. Pada batas atasnya bergabung dengan esofagus beberapa sentimeter dibawah diafragma. Batas bawahnya menyatu dengan duodenum, tepat disebelah kanan dari garis tengah. Lambung dapat sangat mengembang dan ukurannya bervariasi, tergantung pada volume makanan yang ada. Pada deskripsi makroskopis, lambung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: cardia, fundus, corpus (badan), dan antrum (Gambar 2.1).20 Batas superomedial disebut curvatura minor, dan batas inferolateral disebut curvatura mayor. cardia berada distal dari batas bawah esofagus, berupa daerah kecil yang tidak jelas, meluas 1 sampai 3 cm dari persambungan gastroesophageal. Fundus adalah bagian dari lambung yang terletak diatas persambungan gastroesophageal, tepat dibawah hemidiafragma kiri. Antrum mencakup sepertiga distal lambung, proksimal dari sphincter pyloric, sisanya disebut sebagai corpus. Persambungan antara antrum dan corpus kurang berbatas tegas.20,21,22
Dari pemeriksaan luar, mencakup bagian lambung sebelah distal dari incisura, pada lekukan curvatura minor. Secara internal, mukosa lambung terdiri dari lipatan kasar disebut rugae. Ini terlihat saat lambung masih kosong tapi menjadi datar ketika mengalami distensi. Rugae paling menonjol pada daerah fundus dan corpus karena dilatasi utama untuk mengakomodasi makanan terjadi
disini. Antrum ditandai dengan mukosa yang lebih datar dan lebih kuat menempel pada sub-mukosa dibawahnya.20,21,22
Dinding lambung memiliki empat lapisan, antara lain: mukosa, sub- mukosa, muskularis propria, dan serosa. Selain mukosa, lapisan-lapisan ini secara struktural mirip dengan dinding usus pada tempat lain disaluran pencernaan. Bila dilihat dari dekat, permukaan mukosa dibagi oleh lekukan tipis disebut areae gastricae, yang secara struktural menetap dan tidak mendatar ketika lambung mengembang. Dapat dilihat dengan baik ketika mukosa dilihat menghadap kedepan. Areae gastricae bisa ditunjukkan secara radiologis melalui pemeriksaan barium kontras ganda tetapi juga dapat dikenali pada pemeriksaan histologi terutama dari spesimen gastrektomi.20,23
Vaskularisasi dari lambung berasal dari truncus coeliacus menuju vena porta. Arteri dan vena memiliki letak dan lintasan yang sama. Vena gastrica dextra dan sinistra mengalir menuju vena porta. Adapun vena gastrica breves dan vena gastroomentalis mengalir ke dalam vena splenica yang kemudian bergabung dengan vena mesenterica superior menjadi vena porta hepatis. Persarafan lambung terbagi atas saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Persarafan simpatis yang berasal dari segmen medulla spinalis T6-T9 melalui plexus coeliacus menyebar melalui plexus sekitar arteria gastrica dan arteria gastroomentalis.
Persarafan parasimpatis berasal dari truncus vagalis anterior dan truncus vagalis posterior.20
Pada gambaran histologi (gambar 2.1), lambung memiliki empat lapisan utama: mukosa, submukosa, muskularis propria, serosa. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan yaitu epitel, lamina propria, dan muskularis mukosa. Mukosa
8
lambung terdiri atas epitel selapis silindris dan membentuk sumur-sumur lambung (foveola gastrica). Foveola gastrica memiliki kedalaman yang bervariasi yang khas untuk bagian-bagian lambung. Terdapat lapisan jaringan ikat longgar di bawah epitel yaitu lamina propria yang mengisi celah di antara kelenjar gastrika.
Lapisan luar mukosa dibatasi oleh otot selapis tipis yaitu mukosa muskularis yang terdiri atas lapisan sirkuler di dalam dan longitudinal di luar. Mukosa gaster yang kosong membentuk banyak lipatan yang dinamakan rugae. Lipatan ini bersifat sementara yang timbul akibat kontraksi lapisan otot polos yaitu mukosa muskularis. Lipatan ini menghilang apabila lambung dalam kondisi penuh.20,21,22,23
Lapisan sub-mukosa terletak di bawah mukosa muskularis. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh limfe, kapiler, arteriol besar dan venula. Sub- mukosa mengandung jaringan ikat yang lebih padat dan mengandung lebih banyak serat kolagen dibandingkan lamina propria. Lapisan mukosa muskularis terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu otot oblik, otot sirkuler dan otot longitudinal.
Lapisan yang paling luar dari gaster yaitu lapisan serosa. Lapisan serosa merupakan lapisan yang menutupi otot gaster. Lapisan ini ditutupi oleh epitel selapis gepeng peritoneum viseral.22,23,24
Mukosa gaster dibagi 2 tipe, yaitu tipe antral dan tipe fundal. Tipe antral terdiri dari bagian cardia dan pyloric, dengan perbandingan foveolar dan kelenjar sebanyak 1:1, tipe ini menghasilan sel G dan sel D. Tipe fundal terdiri dari fundus dan corpus dengan perbandingan foveolar dan kelenjar sebanyak 1:4, tipe ini menghasilkan chief cell, sel parietal, sel endokrin, dan sel mukus.20,23,25
Gambar 2.1 Anatomi dan histologi lambung.23
2.2. Gastritis Kronis 2.2.1. Definisi
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyebab utama dari gastritis kronis adalah H. pylori.3,5,26 Gastritis kronis sering ditandai dengan dua hal yaitu adanya sel-sel radang limfosit dan atrofi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal
10
dan chief cell di lambung.5,6,27 Hal ini menyebabkan dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Atrofi kelenjar ditandai dengan hilangnya kelenjar dan digantikan oleh fibroblast dan matriks ekstraseluler. Epitel kelenjar mukosa lambung juga dapat mengalami metaplasia intestinal karena digantikan oleh epitel jenis intestinal yang mengandung sel goblet. Sehingga kehilangan kelenjar dapat menyebabkan erosi atau ulserasi yang diikuti oleh proses inflammasi yang lama.2,6,18,22,28
2.2.2. Epidemiologi
Insiden gastritis kronis pada beberapa Negara maju di dunia mendapatkan hasil persentase yang tinggi, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 kasus dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.5,9
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2013, angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Kejadian gastritis tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,35%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%.10,11,12 Gastritis kronis sering terjadi pada usia dewasa
dibandingkan dengan anak-anak dan prevalensi jenis kelamin wanita lebih sering dibandingkan dengan pria.9,13
2.2.3. Etiologi dan faktor risiko
Infeksi kuman H. pylori merupakan penyebab yang amat penting. Di Negara berkembang prevalensi infeksi H. pylori pada orang dewasa mendekati 90%, sedangkan pada anak-anak prevalensinya lebih tinggi lagi. Adapun faktor risiko lainnya adalah penggunaan alkohol jangka panjang, bertambahnya usia, merokok, refluks saluran empedu dan sekresi alkalin, kegagalan autoimun, reseksi lambung, dan faktor lingkungan termasuk diet.1,2,5,6
2.2.4. Gejala Klinis
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh penderita gastritis kronis meliputi rasa tidak enak di uluhati dalam jangka waktu tertentu (beberapa jam, hari atau minggu), nyeri, pedih atau rasa terbakar / tertusuk / teriris di uluhati, atau menjalar ke belakang (punggung). Rasa sakit ini dapat berkurang, menetap atau bertambah jika perut diisi makanan (sesudah makan). Rasa sakit ini ada yang dirasakan pada pagi atau siang hari, dan ada juga yang dirasakan terutama pada malam hari, hingga penderita terbangun dari tidurnya ditengah malam akibat rasa sakit yang hebat. Selain rasa nyeri di uluhati, penderita gastritis kronis juga mengeluh rasa penuh di perut bagian atas terutama sesudah makan, cepat kenyang, kembung, bersendawa, mual, muntah, dan rasa asam di mulut.1,2,13
12
2.2.5. Morfologi gatritis kronis
Sebukan sel radang mononukleus yang paling banyak dijumpai adalah sel radang limfosit yang tersebar dan berkelompok membentuk struktur folikel / nodular, sel plasma, histiosit, dan granulosit dalam lamina propria (Gambar 2.2.A). Istilah "gastritis limfositik" digunakan ketika limfosit dideteksi dalam epitel kelenjar.16,27 Infiltrat inflammasi neutrofil dan eosinofil juga termasuk radang aktif di mukosa lambung dengan ditandai oleh kehadiran neutrofil dalam lamina propria dan atau lumen kelenjar (Gambar 2.2.B). 3,6,18,30,31
Selain itu, juga dijumpai adanya fibrosis, hiperplasia otot polos serta perluasan jaringan ikat kolagen pada lapisan lamina propria. Fibrosis dikaitkan dengan hilangnya bagian kelenjar dan didefinisikan sebagai atrofi mukosa.16 Hiperplasia mukosa muskularis dapat terjadi dari penggunaan terapi Proton-pump Inhibitor (PPI) jangka panjang. Bertambahnya otot polos mungkin dapat mendorong kelenjar sehingga terpisah yang menimbulkan pola pseudo-atrofi.
Semua kondisi inflammasi pada mukosa lambung berkaitan dengan beberapa derajat perubahan epitel regeneratif (hiperplasia regeneratif) dan ini biasanya terlihat di lokasi terkait dengan erosi dan tukak lambung yang disebabkan obat- obatan Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), refluks bilier ke dalam lambung.6,11,18,29
Atrofi mukosa lambung didefinisikan sebagai kehilangan kelenjar (Gambar 2.2.C).3,6 Perbedaan fenotip transformasi atrofi yang mungkin ditemui, yaitu: (1) Penyusutan atau hilangnya kelenjar digantikan oleh lamina propria yang meluas (fibrotik). Situasi ini menyebabkan massa kelenjar yang berkurang, tetapi tidak menyingkirkan sel asli. Kadang-kadang (terutama pada gastritis terkait H.
pylori) peradangan berat dapat mengaburkan populasi kelenjar, membuat penilaian atrofi mukosa sulit dilakukan. (2) Penggantian kelenjar asli dengan kelenjar metaplastik (intestinal dan / metaplasia pseudopyloric). Perubahan metaplasia sel-sel yang berdiferensiasi ke sel tipe lain mengindikasikan adanya adaptasi terhadap stimulus lingkungan. Metaplasia intestinal diinisiasi oleh sel punca gaster, biasanya dicetuskan oleh iritasi menetap mukosa gaster (Gambar 2.2.D).3,18 Di gaster, metaplasia tipe intestinal adalah bentuk metaplasia tersering, dapat merupakan prekursor kanker gaster, termasuk lesi prakeganasan karena berhubungan dengan terjadinya adenoma dan adenokarsinoma berdiferensiasi baik. Namun, metaplasia intestinal tidak selalu progresif menjadi kanker gaster.
Karsinogenesis gaster sering akibat infeksi H. pylori.8,18
Gambar 2.2. Morfologi gastritis kronis. A. Infiltrasi limfosit di mukosa lambung. B. Pada intraepitelial dan lamina propria tampak sebaran neutrofil. C. Atrofi kelenjar dan aggregasi limfosit. D. Metaplasia intestinal, yang berisiko menjadi adenokarsinoma lambung.3,6,32
A B
C D
14
2.2.6. Sistem Diagnosis Gastritis Kronis 2.2.6.1. Klasifikasi Sydney system
Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah Sydney system yang gabungan dari pemeriksaan endoskopi dan histologis. Klasifikasi Sydney system bertujuan untuk standarisasi laporan klasifikasi gastritis berdasarkan tampilan mukosa, seperti edema, punctuate, confluent erythema, confluent exudate, friability, flat dan raised erosion, rugal hyperplasia dan atrophy, visibility of vascular pattern, confluent intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan termasuk penilaian subjektif dari tingkat keparahan, seperti ringan, sedang, berat, lalu diklasifikasikan ke dalam salah satu klasifikasi gastritis kronis.6,16,18,32
Sistem grading yang paling banyak digunakan adalah updated Sydney system yang menggabungkan informasi topografi, morfologi, dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis kronis. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen di 2 kompartemen, yaitu antrum dan corpus yang diserahkan terpisah ke laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan H. pylori, inflammasi PMN, inflammasi MN, atrofi antrum dan corpus, dan metaplasia intestinal) yang digradasikan menurut standardized visual analogue scale (Gambar 2.3).6,18,32,33
Gambar 2.3. The updated Sydney system standardized visual analogue scale.32,33,34
Pada masing-masing penilaian variabel diberi skor numerik atau deskriptif:
0 untuk tidak ada atau normal, 1 untuk ringan, 2 untuk sedang, dan 3 untuk berat.
Masing-masing spesimen dinilai secara terpisah untuk masing-masing komponen (antrum dan corpus). Langkah selanjutnya adalah menentukan derajat inflammasi di dua kompartemen gaster (antrum dan corpus) dan untuk menentukan apakah inflammasi sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat pada antrum (antrum- predominant gastritis) atau corpus (corpus-predominant gastritis). Derajat inflammasi dinilai dari intensitas sel-sel inflammasi (limfosit, sel plasma, dan granulosit) dalam lamina propria yang digradasikan menjadi: tidak ada (0), ringan (1), sedang (2), dan berat (3) berdasarkan visual analogue scales dari updated Sydney system.11,2 Derajat inflammasi ditentukan dari kombinasi derajat lesi inflammasi di mukosa antrum dan corpus (Tabel 2.1). Derajat atrofi ditentukan dari hilangnya kelenjar (dengan atau tanpa metaplasia intestinal). Pada masing- masing kompartemen (antrum dan corpus) digradasikan dengan skor 0-3 menurut visual analogue scale dari updated Sydney system.6,35
16
Tabel 2.1. Definisi dan pedoman grading biopsi untuk setiap gambaran histologis untuk dinilai dalam upadated Sydney system.6,34
Gambaran Definisi Pedoman
grading Inflammasi MN - 2-3 sel inflamatori kronis pada biopsi
- 1-15 sel inflamatori kronis / hpf
- Sel inflamatori padat pada beberapa area - Infiltasi difus sel inflammatori kronis
0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat Inflammasi PMN - Tidak terdapat neutrofil
- Neutrofil tersebar pada biopsi - Terdapat infiltrat netrofil padat dan
tersebar pada biopsi
- Beberapa fokus dari infiltrat inflamatorik padat dengan keterlibatan kripta
0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat Atrofi Kelenjar - Tidak ada kelenjar gaster yang hilang
- Area kecil di mana kelenjar-kelenjar gaster hilang (<25%)
- Hilangnya kelenjar 25-50% dari biopsi - Hilangnya >50% dari biopsi
0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat Metaplasia
intestinal
- Tidak ada metaplasia
- Area fokal dari metaplasia intestinal (1-4 kripta)
- Foci multipel > 4 kripta, tapi < 50% dari biopsi
- Metaplasia intestinal >50% dari spesimen biopsi
0 = tidak ada 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat H. pylori - Tidak terdapat H. pylori di manapun
pada biopsi
- Hanya sedikit H. pylori pada fokus tunggal atau multipel
- Banyak H. pylori yang terlihat pada area fokus terpisah
- > 50% dari area H. pylori
0 = tidak ada 1= ringan 2= sedang 3= berat
2.2.6.2. Staging OLGA system
Atrofi mukosa lambung merupakan bidang kankerisasi lambung non- sindromik. Sistem penentuan stadium dari OLGA menetapkan lima stadium gastritis dengan peningkatan risiko kanker (Stadium 0 – IV), berdasarkan skor atropi. Pedoman internasional untuk pencegahan karsinoma lambung
menggunakan sistem penentuan stadium OLGA untuk membedakan antara gastritis yang berisiko rendah (stadium 0 – II) dan risiko tinggi (stadium III – IV).
OLGA system menganggap atrofi lambung sebagai lesi yang menunjukkan perkembangan penyakit. Tahapan gastritis diperoleh dengan menggabungkan tingkat atrofi dengan skor histologis pada lokasi atrofi. Visual analogue scale (VAS) digunakan sebagai contoh bagaimana perubahan yang terlihat di setiap tingkat pengambilan sampel biopsi. Skor atrofi dalam setiap biopsi dinilai sebagai persentase kelenjar atrofi. Idealnya, atrofi dinilai pada bagian pemotongan mukosa (full thicknes). Untuk setiap sampel biopsi (apa pun daerah asalnya), atrofi dinilai pada skala empat tingkat (tidak ada atrofi, 0%, skor = 0; atrofi ringan, 1-30%, skor
= 1; atrofi sedang, 31-60%, skor = 2; dan atrofi berat, > 60%, skor = 3) (tabel 2.2).4,8,18
Tabel 2.2 Sistem penentuan stadium dari OLGA.8,18
Skor Atrofi Corpus
Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3
Antrum
Skor 0 Stage 0 Stage I Stage II Stage II Skor 1 Stage I Stage I Stage II Stage III Skor 2 Stage II Stage II Stage III Stage IV Skor 3 Stage III Stage III Stage IV Stage IV
Lokasi biopsi yang berbeda disarankan untuk mewakili semua mukosa sudah dieksplorasi (Gambar 2.4).18,33 Proposal OLGA (operative link on gastritis assessment) menyarankan setidaknya dibuat 5 tempat biopsi, yaitu:
1. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2 = mucus secreting mucosa) 2. Kurvatura minor incisura angularis (A3), tempat perubahan atrofi-
metaplastik sering terjadi paling dini
3. Dinding anterior dan posterior corpus proksimal (C1-C2 = oxyntic mucosa)
18
Gambar 2.4. Protokol pengambilan sampel biopsi lambung.18
2.2.7. Tipe gatritis kronis 2.2.7.1. Gastritis H. pylori
Penemuan hubungan antara H. pylori dan penyakit ulkus peptik merupakan revolusi dalam pengertian gastritis kronis. Bakteri berbentuk spiral atau koma ini dapat ditemukan pada spesimen biopsi lambung dari hampir semua pasien dengan ulkus lambung dan gastritis kronis. Infeksi H. pylori akut tidak memberi cukup gejala yang membutuhkan perhatian khusus pada kebanyakan kasus, sedangkan gastritis kronis menyebabkan mereka mencari pengobatan.
Organisme H. Pylori ditemukan pada 90% pasien dengan gastritis H. pylori dan dapat mengakibatkan penyakit ulkus peptik lambung atau duodenum, infeksi H.
pylori juga meningkatkan risiko kanker lambung.3,6,18,22,36
Di Amerika Serikat, infeksi H. pylori berhubungan dengan kemiskinan, pemukiman padat, edukasi yang terbatas, etnik Afrika Amerika atau Meksiko Amerika, penduduk di daerah dengan sanitasi buruk dan kelahiran di luar
Amerika Serikat. Tingkat kolonisasi melebihi 70% pada beberapa kelompok dan berkisar kurang dari 10% sampai lebih dari 80% di dunia. Daerah dengan prevalensi tinggi, infeksi sering diperoleh pada masa anak-anak dan kemudian bertahan beberapa dekade. Jadi insiden infeksi H. pylori berkorelasi erat dengan sanitasi dan kebersihan individu pada masa anak-anak.3,33,37
Infeksi H. pylori paling sering bermanifestasi sebagai gastritis predominan antral dengan produksi asam yang tinggi, meskipun hipogastrinemia. Risiko ulkus duodenum meningkat pada pasien-pasien ini dan pada kebanyakan kasus, gastritis terbatas pada antrum. Organisme H. pylori mudah menyesuaikan diri pada lokasi cekungan dan mukus lambung. Meskipun H. pylori mungkin menginvasi mukosa lambung, tetapi kontribusi invasi pada patogenesis penyakit masih belum diketahui. Empat fitur terkait dengan virulensi H. pylori:
- Flagella, yang memungkinkan bakteri untuk bergerak dalam mukus kental.
- Urease, yang menghasilkan amonia dari urea endogen, sehingga meninggikan pH lambung lokal sekeliling organisme dan melindungi bakteri dari pH asam lambung.
- Adhesin, yang meningkatkan perlekatan bakteri ke sel-sel permukaan foveolar.
- Toksin, seperti yang dikodekan oleh Cytotoxin- Assoaated Gene A (Cag-A).
yang mungkin terlibat terjadinya dalam ulkus atau kanker oleh mekanisme yang telah diketahui.3,6,33
Seiring waktu gastritis kronis antral H. pylori dapat berkembang menjadi pangastritis, mengakibatkan gastritis atrofik multifokal, kurangnya eksresi asam, metaplasia intestinal dan peningkatan risiko adenokarsinoma lambung pada
20
sebagian pasien. Kontribusi mekanisme yang mendasari perkembangan ini tidak jelas, tetapi interaksi antara sistem imun tubuh dan bakteri agaknya menjadi penting.3,23,38
Gambar 2.5. Basil H. pylori yang berbentuk spiral tampak mencolok pada pewarnaan perak Warthin-Starry. Organisme ini banyak dijumpai di mukosa.3,22
2.2.7.2. Gastritis autoimun
Gastritis autoimun terjadi kurang dari 10% kasus gastritis kronis. Berbeda dengan yang disebabkan oleh H. pylori, gastritis autoimun khas tidak mengenai antrum dan menginduksi hipergastrinemia (Tabel 2.2). Gastritis autoimun ditandai dengan adanya antibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik yang dapat dideteksi di serum dan sekresi lambung, penurunan tingkat serum pepsinogen I, hiperplasia sel endokrin antrum, defisiensi vitamin B12, dan defek sekresi asam lambung. Gambaran klinis gastritis autoimun pada awal penyakit terdapat antibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik, tetapi anemia pernisiosa terjadi hanya pada sedikit pasien. Usia median waktu diagnosis adalah 60 tahun, dan terdapat predominan ringan pada wanita. Gastritis autoimun sering berhubungan dengan penyakit autoimun lain.3,6,32,39
Tabel 2.3. Ciri-ciri gastritis autoimun dan gastritis yang berhubungan dengan H. pylori.3
H. pylory : antrum Autoimun : corpus Infiltrat inflammasi Neutrofil, sel plasma subepitel Limfosit, makrofag Produksi asam Meningkat atau sedikit
menurun
Menurun
Gastrin Normal sampai menurun Meningkat
Lesi lain Polip Inflammasi dan hiperplasia
Hiperplasia neuroendokrin Serologi Antibodi terhadap H. pylory Antibodi terhadap sel
parietal (H+, K+ATPase, faktor instrinsik)
Sequelae Ulkus peptik,
adenokarsinoma, limfoma
Atrofi, anemia pernisiosa,
adenokarsinoma, tumor karsinoid
Berkaitan dengan Status sosioekonomi rendah, kemiskinan, tempat tinggal di daerah pedesaan
Penyakit autoimun, tiroiditis, diabetes
melitus, penyakit Graves
Patogenesis gastritis autoimun berhubungan dengan hilangnya sel parietal, yang mensekresi asam dan faktor intrinsik. Defisiensi produksi asam memicu pelepasan gastrin, mengakibatkan hipergastrinemia dan hiperplasia sel G, yang memproduksi gastrin di antrum. Tidak adanya faktor intrinsik, menyebabkan ileum tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12 menyebabkan defisiensi vitamin B12, dan anemia megaloblastik (anemia pernisiosa). Menurunnya konsentrasi pepsinogen 1 di serum, mencerminkan hilangnya chief cell. Meskipun H. pylori dapat menyebabkan hipoclorhidria, tetapi tidak berasosiasi dengan aclorhidria atau anemia pernisiosa, sebab kerusakan sel parietal dan sel chief tidak separah pada gastritis autoimun.6,18,29,40
Ciri khas morfologi gastritis autoimun ialah kerusakan mukosa oxyntic difus (yang memproduksi asam) di corpus dan fundus. Ciri khas lainnya adalah tidak terdapat kerusakan antrum dan cardia atau walaupun ada hanya kerusakan
22
ringan saja. Dengan atrofi difus, mukosa oxyntic dari corpus dan fundus tampak jelas menipis dan lipatan rugalnya hilang. Neutrofil mungkin ada, tetapi infiltrat inflammasi lebih banyak terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma. Berbeda dengan gastritis H. pylori, reaksi inflammasi paling sering jauh dari permukaan dan terpusat pada kelenjar. Hilangnya sel parietal dan chief cell mengakibatkan metaplasia intestinal.3,6,40
Gambar 2.6. Gastritis autoimun. A. Pembesaran yang lebih tinggi dari mukosa oxyntic menunjukkan hilangnya sel parietal. B. Mukosa menunjukkan adanya aggregat limfositik padat yang tersusun dalam pola folikel.6
2.2.7.3. Gastritis limfositik
Gastritis limfositik merupakan jenis gastritis kronis yang ditandai oleh infiltrasi limfosit T pada permukaan lambung dan epitel foveolar serta dijumpai peradangan kronis di lamina propria. Diagnosis dapat dibuat ketika 30 atau lebih limfosit pada sel epitel yang diamati, dan dianjurkan berasal dari biopsi pada corpus lambung. Penyebab gastritis limfositik masih belum diketahui, tetapi beberapa kasus terlihat pada pasien dengan gluten sensitive enteropathy / celiac disease.6,28,41
A B
Jumlah limfosit intraepitel yang lebih kecil juga bisa terlihat pada gastritis H. pylori, tetapi diagnosis gastritis limfositik harus diperhatikan untuk kasus- kasus yang ditandai limfositosis intraepitel dengan tidak adanya gastritis H.
pylori. Gastritis limfositik dapat terjadi pada anak-anak tetapi biasanya terdeteksi pada masa dewasa, dengan usia rata-rata diagnosis 50 tahun.4,18
Gambar 2.7. Gastritis limfositik. Epitel permukaan mukosa lambung mengalami invasif limfosit ke intraepitelial.6
2.2.7.4. Chemical gastritis / gastropathies
Refluks duodenal (empedu) ke dalam lambung (karena gastrektomi parsial atau dismotilitas), aspirin (atau obat antiinflammasi nonsteroidal lainnya), dan cedera kimia lainnya (mungkin alkohol, dll.) dapat menyebabkan lesi mukosa dan berkaitan dengan peradangan mukosa lambung yang low grade. Mengingat sifat radang yang ringan, kondisi ini saat ini didefinisikan sebagai chemical gastritis / gastropathies. Paparan mukosa lambung terhadap bahan kimia berbahaya mempercepat pergantian epitel lambung secara konsisten yang menyebabkan hiperplasia foveolar. Respons vaskular yang dimediasi histamin
24
bersamaan dan pelepasan sitokin lainnya yang menghasilkan ektasia vaskular, edema, hiperflasia muskularis mukosa dan fibrosis mukosa yang bervariasi.6,29,42
Sebagian besar gastropati kimiawi tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat menunjukkan erosi atau abses (dapat dideteksi secara endoskopi), bahkan dengan perdarahan. Perubahan atrofi jarang terjadi dan gambaran histologi biasanya menampilkan lesi low grade seperti edema antar-foveolar, hiperplasia foveolar, hiperplasia muskularis mukosa, dan ektasia vaskular (gambar 2.8).6,42
Gambar 2.8. Chemical gastritis / gastropathies. A. Biopsi mukosa antral menunjukkan hiperplasia foveolar. B. permukaan musin yang terkikis sampai lamina propria dengan proliferasi otot polos minimal.42
2.2.7.5. Gastritis eosinofilik
Gastritis eosinofilik adalah manifestasi dari eosinophilic gastroenteritis (EG), suatu kondisi peradangan yang langka ditandai dengan infiltrasi eosinofilik pada gastrointetial (GI) tract. Sinonim nya adalah gastroenteritis eosinofilik dan gastroenteropati alergi. Kriteria diagnostik untuk gastroenteritis eosinofilik termasuk (1) gejala gastrointestinal, (2) bukti histologis infiltrasi eosinofilik pada GI tract, (3) tidak adanya infiltrasi eosinofilik pada organ ekstraintestinal, dan (4) pengecualian penyebab eosinofilia yang diketahui, seperti infestasi parasit atau
A B
reaksi obat. Pasien juga hadir dengan riwayat alergi (50%), asma, intoleransi makanan (52%), eksim, sensitivitas obat, dan peningkatan kadar serum imunoglobulin E. Sitokin seperti IL-5, IL-3, dan eotaxins memainkan peran penting dalam proliferasi eosinofil. Dapat mengenai orang dewasa berusia antara 20 dan 50 tahun. 15% hingga 20% kasus terjadi pada anak-anak.6,29,42
Mukosa lambung mungkin normal pada pemeriksaan endoskopi atau bisa juga tampak erosi, ulserasi, eritema, dan nodularitas. Pemeriksaan histologis sangat penting untuk diagnosis. Eosinofil adalah komponen seluler normal dari mukoasa GI . Gastritis eosinofilik ditandai oleh infiltrasi eosinofilik yang intens dengan lamina propria eosinofil yang menonjol, eosinofil intraepitel, dan abses crypt eosinofilik (gambar 2.9). Infiltrasi eosinofilik disertai dengan kerusakan epitel, perubahan regeneratif, dan edema. Eosinofil adalah jenis sel yang dominan dan sel- sel inflammasi lainnya tidak menonjol. Tampak juga adanya sekelompok kecil eosinofil di submukosa, muskularis, atau serosa. Infiltrat eosinofilik bisa patchy atau difus. Ketebalan biopsi dapat menentukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus dengan hanya keterlibatan otot atau serosal.6,42
Gambar 2.9. Infiltrasi eosinofilik pada kasus gastritis eosiniofilik. Perubahan regeneratif pada permukaan dan infiltrasi eosinofilik kebagian glandular.42
26
2.2.7.6. Gastritis sarcoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa multisistemik, ditandai dengan hiperkalsemia dan biasanya menyerang paru-paru dan kelenjar getah bening.
Penyakit ini mempengaruhi orang dewasa muda dan biasa terjadi pada orang Amerika Afrika. Antrum lambung dapat terlibat dalam 10% pasien dengan penyakit sistemik. Mukosa lambung mungkin berbentuk nodular (gambar 2.10A) dengan ulkus, penebalan, dan linitis segmental tampak seperti plastica like appearance. Pasien dapat datang dengan obstruksi saluran keluar lambung atau pendarahan. Granuloma sarkoid berbentuk granuloma padat dengan dikelilingi limfositik di sekitarnya (Gambar 2.10B). Diagnosis biasanya dicapai pada korelasi klinis dan gambaran radiologi toraks dan pasien ini memberikan respon terhadap steroid.6,42
Gambar 2.10. A. Sarkoidosis lambung dengan penampilan mukosa nodular pada endoskopi. B. Mukosa antral menunjukkan granuloma noncaseating dalam lamina propria pada pasien dengan sarkoidosis.42
A B
2.2.7.7. Gastritis Crohn’s disease
Sekitar 30% pasien dengan Crohn’s disease bisa mengenai GI bagian atas;
pasien dengan keterlibatan usus besar dan kecil mempunyai risiko tinggi. Penyakit ini sering pada anak dan usia muda. Gejala terdiri dari sakit perut, mual, dan muntah. Pemeriksaan mikroskopis dari biopsi lambung pada pasien dengan Crohn’s disease dapat dilihat dari yang tidak dijumpainya H. pylori hingga gastritis kronis ringan, atau gastritis aktif kronis yang tidak merata (Gambar 2.11A&B). Adanya granuloma sangat membantu dalam menegakkan diagnosis Crohn disease, meskipun granuloma hanya ada pada 7% hingga 34% kasus.
Foveolar isthmi adalah lokasi umum granuloma Crohn, yang terdiri dari kelompok kecil histiosit epiteloid. Granuloma biasanya terlihat pada pasien yang lebih muda dan sering berhubungan dengan nodul atau erosi aphthoid yang terlihat pada endoskopi. Granuloma juga dapat ditemukan pada mukosa lambung normal, sehingga menekankan pentingnya pengambilan sampel mukosa normal untuk biopsi. Temuan histologis lainnya termasuk abses dan gastritis aktif yang terdiri dari kelompok limfohistiositik dengan peradangan akut.6,29,42
Pada reseksi lambung, diagnosis Crohn disease lebih mudah, dan gambaran histologis seperti fisura linear, ulkus, peradangan transmural dengan folikel limfoid, granuloma, dan hiperplasia saraf semuanya membantu.
Mengesampingkan infeksi H. pylori dengan pewarnaan khusus adalah hal yang penting, karena 10- 15% dari Crohn disease mungkin menderita gastritis H.
pylori.6
28
Gambar 2.11. A. Gastritis Crohn’s menunjukkan infiltrasi lymphoplasmacytic dan crypt abscess. B. Giant cell.42
2.2.7.8 Gastritis atrofi
Pada mukosa lambung, inflammasi yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat memunculkan perubahan-perubahan fenotipe : fibrosis lamina propria (menggantikan hilangnya glandular) dan / atau transformasi metaplastik kelenjar asli yang mendudukinya (mucosecreting atau oxyntic). Perubahan ini menyebabkan atrofi mukosa (hilangnya kelenjar- kelenjar yang sesuai untuk anatomi asli kompartemen gaster). Definisi atrofi mukosa terdiri atas baik itu transformasi metaplastik atau hilangnya kelenjar-kelenjar asli yang berada di lambung. Atrofi mukosa (subtipe histologi apapun) menyebabkan perubahan fungsional yang mempengarui produksi asam dan sekresi pepsinogen dan gastrin.
Di seluruh dunia, faktor patogenik yang paling sering untuk atropi gaster adalah infeksi H.pylori, diikuti dengan kelainan autoimun (kemungkinan dipicu oleh infeksi H.pylori dalam sebagian kasus.8,18
Gastritis atrofi merupakan lesi preneoplastik yang disebabkan oleh berbagai faktor. Terdapat variasi geografis dan etnis yang substansial dalam prevalensi dan tingkat keparahan gastritis atrofi dan distribusinya di dalam perut.
A B
faktor etiologi, lingkungan, dan faktor host. Gastritis atrofi kronis dapat dinilai aktif atau fokal berdasarkan ada atau tidaknya peradangan akut. Karena atrofi dan metaplasia yang luas tampaknya meningkatkan risiko kanker lambung, penting untuk menentukan tingkat keparahan lesi ini pada biopsi. Namun, definisi atrofi lambung masih kontroversial dan tidak ada kesepakatan dalam menilai tingkat keparahannya, terutama bila sifatnya hanya ringan atau sedang . Lebih sulit untuk melihat derajat kecil dari atrofi pada antrum daripada corpus. Ini disebabkan karena pada antrum pits lambung cenderung panjang dan kelenjar antral biasanya terletak pada stroma jaringan ikat yang longgar. Interpretasi menjadi lebih sulit karena adanya infiltrat inflammasi antral yang intens yang biasanya mempersulit gastritis H.pylori dan memperluas lamina propria. Sebaliknya, kelenjar mukosa oksintik biasanya padat dan dibatasi oleh populasi sel parietal dan chief cell yang menempati neck zona ke bagian kelenjar yang paling dalam. Pada gastritis atrofi, kelenjar menghilang, peradangan berkurang, dan seluleritas lamina propria kembali normal (gambar 2.12).6, 18,35
Klasifikasi Sydney system yang direvisi untuk gastritis memberikan pedoman untuk menilai perubahan histopatologi yang berbeda dalam biopsi lambung. Ini bertujuan untuk menghasilkan interpretasi histologis gastritis yang terstandarisasi berdasarkan topografi, morfologi, dan etiologi dan mencakup komponen morfologi dimana lima variabel histologis (peradangan kronis, aktivitas neutrofil, atrofi kelenjar, metaplasia usus, dan kepadatan H.Pylori). Jika sistem ini digunakan, laporan patologi harus mencatat ada atau tidaknya setiap variabel dan bila ada, masing-masing variabel ini dapat dinilai pada skala ringan,