KEMATIAN IBU DAN BAYI DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
TESIS
Oleh:
ERNAWATI KOTO NIM. 157045028
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KEMATIAN IBU DAN BAYI DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu
Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ERNAWATI KOTO NIM. 157045028
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
Nama Mahasiswa : Ernawati Koto
Nomor Pokok : 157045028
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
(Prof. Dra. Lusiana Andriani, MA, Ph.D) NIP. 196704051990032002
(Rahmanita Ginting, M.A, Ph.D)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dra. Lusiana Andriani, MA, Ph.D) NIP. 196704051990032002
(Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si) NIP. 197409302005011002
Tanggal Lulus : 10 Oktober 2017
Tanggal : 10 Oktober 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D
Anggota : 1. Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D 2. Rahmanita Ginting, M.A, Ph.D
3. Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D 4. Dra. Dayana, M.Si
KOMPETENSI KOMUNIKASI KEMITRAAN BIDAN DESA DAN DUKUN BAYI DALAM MENDUKUNG PENURUNAN ANGKA
KEMATIAN IBU DAN BAYI DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
Dengan ini penulis menyatakan bahwa :
1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.
2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik (Sarjana, Magister, dan/atau Doktor) baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.
3. Tesis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukkan Tim Penguji.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis dan dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagaian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 10 Oktober 2017
(Ernawati Koto)
i
ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini menganalisis kompetensi komunikasi kemitraan bidan desa dan dukun bayi dalam mendukung penurunan angka kematian ibu dan bayi dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan bidan desa dan dukun bayi dalam mempertahankan kemitraan di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan paradigma konstruktivis.
Data dikumpulkan berdasarkan wawancara mendalam terhadap 6 orang informan yang terdiri dari 3 bidan desa dan 3 dukun bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi kemitraan bidan desa dan dukun bayi berjalan baik.
Kompetensi komunikasi bidan desa dan dukun bayi dilihat dari motivasi, pengetahuan dan ketrampilan menunjukkan bahwa motivasi dari bidan desa untuk bermitra dengan dukun bayi karena adanya kepercayaan dan kedekatan masyarakat kepada dukun bayi yang pengetahuan nya didapat dari pengalaman yang diwariskan secara turun temurun sedangkan dukun bayi memiliki motivasi bermitra dengan bidan desa karena dukun bayi yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan dimana pengetahuannya diperoleh dari proses belajar. Sehingga dengan ketrampilan mereka masing-masing dapat saling mendukung dalam membantu mendukung penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya-upaya yang dilakukan bidan desa dan dukun bayi untuk mempertahankan kemitraan ini adalah dengan melakukan komunikasi secara baik dan membina hubungan dengan tetap menjaga silaturahmi di antara mereka berdua. Dukun sebagai kearifan lokal perlu di akui keberadaannya dengan memberikan honorarium dari dana desa sebagai wujud penghargaan dalam membantu kesehatan masyarakat melalui pendekatan tradisional.
Kata Kunci : Kompetensi Komunikasi, Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi, Aceh Singkil.
ii
SUPPORTING THE DECREASE OF THE NUMBER OF MOTHER AND CHILD'S DEATH IN KECAMATAN
SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze communication competence partnership of traditional birth helper and village midwife in supporting the decrease of the number of mother and child's death and to analyze efforts done by midwife and traditional birth helper in maintaining partnership in Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil. Research method used is qualitative with constructivist paradigm. Data was acquired by indepth interview with informants of 6 which consist of 3 midwives and 3 traditional birth helpers. The result of this researh shows that the partnership communication process of village midwife and traditional birth helper is going well. Communication competence of midwife and traditional birth helper was seen through motivation and knowledge that displays that the motivation of midwives to have a partnership with traditional birth helpers is by acknowledging trust and closeness with the society to the traditional birth helpers whom knowledge is gained by inherited experiences one generation to the next while traditional birth helpers' motivation to have a partnership with midwifes is that they are convinced of the credibility of the midwifes in handling birth whom knowledge is earned by learning process. With their own skills they can support each other in helping decreasing the number of mother and child's death. Efforts done by midwives and traditional birth helpers to maintain the partnership is by doing good communication and keeping the relationship between them. Traditional birth helper's existence as a local wisdom needs to be recognized by giving them payment from the village fund as a form of appreciation in helping society's health through traditional approach.
Keywords : Communication Competence, Partnership of Midwives and Traditional Birth Helpers, Aceh Singkil.
iii
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, berkat limpahan Rahmat dan Berkah, serta Hidayah-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Amin Ya Rabbal Alamin. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, para sahabat-sahabatnya serta seluruh pengikutnya. Semoga kita semua mendapat syafaat beliau di Yaumil akhir kelak. Amin.
Penelitian tesis ini berjudul “Kompetensi Komunikasi Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil”, dimaksud sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Sebagai suatu karya ilmiah, sejak awal hingga akhir penelitian tesis tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dorongan dan dukungan berbagai pihak.
Rasa cinta dan terima kasih yang tidak terhingga, senantiasa saya sampaikan kepada pendamping hidup saya, Fauzan Azim, SE, atas seluruh doa, kasih sayang, dan pengertian yang tulus juga kepada anak-anak saya yang sholeh dan soleha, M. Ikram Azim, Az-zahra Bilqis Azim dan Syauqi Hazim Maulana, terima kasih telah menjadi anak-anak mamak yang hebat. Sembah sujud saya kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Nazir Chaniago dan Ibunda Kartina Koto, atas segala doa dan kasih sayang kepada ananda. Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada mertua saya, Ayahanda H. Darqutni dan Ibunda Hj. Azmidar, atas doa dan dukungannya. Selain itu Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Kementerian Komunikasi dan Informasi (KEMKOMINFO) Republik Indonesia di Jakarta yang telah memberikan beasiswa pendidikan S2 Ilmu Komunikasi di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU kepada Penulis.
3. Bapak Dr Muryanto Amin, S.Sos, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D, selaku Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D selaku Sekretaris Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara dan Ketua Penguji, terima kasih atas saran dan kritik yang membangun.
6. Ibu Rahmanita Ginting, M.A, Ph.D, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
7. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D dan Dra. Dayana, M.Si selaku Komisi Pembanding yang telah memberikan saran dan masukkan dan
iv
Zikra Khasiah, S.Sos, yang telah membantu dalam mengurus keperluan administrasi penulis selama penulis mengikuti perkuliahan di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
9. Kakak saya, Ratnadewi Koto, Adik-adik saya, Julkarnain, Amd. Kep, Fauzan Iskandar, S.Pd, Karmila, M. Faturrahman, M. Fadlurrahman dan semua keluarga besar saya dan keluarga besar dari suami saya.
10. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil, H. Edy Widodo, SKM, M.Kes dan Kasie Kesehatan keluarga, Ns. Eva Nurfita, S.Kep yang telah memberi izin penelitian dan memberi data bidan desa dan dukun bayi yang ada di Kabupaten Aceh Singkil.
11. Seluruh Informan inti dan pendukung khususnya bidan desa dan dukun bayi di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil, yang membantu terlaksananya proses penelitian khususnya pengambilan data penelitian.
Serta rekan kerja peneliti, Kepala BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan Singkohor, Jimah Fariyanti, SP beserta staf dan penyuluhnya yang telah membantu serta mendampingi peneliti dalam proses penelitian ini.
12. Kepada teman-teman dari Program Magister Ilmu Komunikasi Angkatan V serta keluarga besar IMAMIKOM (Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi) yang tidak mungkin disebut satu per satu namanya, terima kasih dukungan morilnya, semoga ikatan silaturahmi ini dapat tetap terjaga.
13. Semua pihak yang telah membantu memberikan nasehat, bimbingan, sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan tepat waktunya.
Akhirnya penulis menyadari di dalam penelitian tesis ini, mungkin masih terdapat beberapa kelemahan, untuk itu setiap kritik dan saran yang konstruktif dengan segala kelapangan hati diterima. Semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Akhirnya atas segala kebaikan Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan rekan-rekan sekalian dibalas oleh Nya, semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua di dunia dan akhirat, Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, 10 Oktober 2017
Ernawati Koto
v LEMBAR PENGESAHAN TESIS
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Fokus Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Penelitian ... 13
2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu ... 14
2.3. Uraian Teori ... 26
2.3.1. Komunikasi Antarbudaya ... 26
2.3.1.1. Proses Komunikasi Antarbudaya ... 29
2.3.1.2. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya... 31
2.3.2. Kompetensi Komunikasi Antarbudaya ... 32
2.3.3. Bahasa Verbal dan Nonverbal ... 39
2.3.3.1. Bahasa Verbal ... 39
2.3.3.2. Bahasa Nonverbal ... 41
vi
2.3.5. Kemitraan Bidan dan Dukun ... 46
2.3.5.1. Prinsip Kemitraan Bidan dan Dukun ... 48
2.3.5.2. Ruang Lingkup Kemitraan Bidan dan Dukun ... 49
2.3.5.3. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Bidan dan Dukun... 50
2.3.5.4. Peran Bidan dan Dukun dalam Pelaksanaan Kemitraam ... 51
2.4. Kerangka Pemikiran ... 53
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 54
3.2. Aspek Kajian ... 56
3.3. Subjek Penelitian ... 56
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 58
3.5. Metode Analisis Data ... 59
3.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data ... 60
BAB IV. TEMUAN PENELITIAN 4.1. Proses Penelitian... 62
4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 66
4.3. Temuan Penelitian ... 69
4.3.1. Deskripsi Informan Inti ... 71
4.3.1.1. Informan Bidan Singkohor ... 71
4.3.1.2. Informan Bidan Mukti Jaya ... 77
4.3.1.3. Informan Bidan Pea Jambu ... 82
4.3.1.4. Informan Dukun Singkohor ... 86
4.3.1.5. Informan Dukun Mukti jaya ... 90
4.3.1.6. Informan Dukun Pea Jambu... 93
4.3.2. Deskripsi Informan Pendukung ... 95
4.3.2.1. Ibu Nifas Desa Singkohor ... 95
vii
4.3.2.4. Pemegang Program KIA ... 100 4.3.2.5. Tokoh Masyarakat ... 101 4.3.2.6. Keluarga yang Ibu dan bayi
Bersalin Meninggal Dunia ... 103
BAB V. PEMBAHASAN
5.1. Proses Komunikasi Antarbudaya... 112 5.2. Kompetensi Komunikasi Antarbudaya... 114 5.3. Hambatan dalam Kemitraan ... 124 5.4. Upaya-Upaya yang dilakukan Bidan dan Dukun
Dalam Mempertahankan Kemitraan... 125
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan ... 129 6.2. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 208
LAMPIRAN
viii
Gambar Hal
1.1 Grafik Angka Kematian Ibu di Indonesia Tahun 1991-2015 ... 1 2.1 Kerangka Pemikiran ... 53 3.1. Metode Analisis Data ... 60
ix
Tabel Hal
1.1 Penolong Persalinan di Kabupaten Aceh Singkil
Tahun 2013 s/d 2015... 1
1.2 Tabel 1.2 Jumlah Kematian Ibu menurut Kecamatan Tahun 2013 s/d 2015... 8
2.1. Matriks penelitian terdahulu ... 23
2.2. Matrik Komponen Kompetensi Komunikasi Antarbudaya ... 38
2.3. Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan ... 51
2.4. Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan ... 52
2.5. Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas ... 52
4.1. Data Bidan dan Dukun Bayi yang Bermitra dan Menandatangani SK Tahun 2015 di Kecamatan Singkohor ... 63
4.2. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil ... 67
4.3. Komposisi Rumah Tangga di Rinci Menurut Mata Pencaharian ... 68
4.4. Karakteristik Informan Bidan Desa ... 69
4.5. Karakteristik Informan Dukun Bayi ... 70
4.6. Karakteristik Informan Pendukung Ibu Nifas ... 70
4.7. Karakteristik Informan pendukung Lain ... 70
4.8. Kategorisasi Data Informan Bidan Desa ... 105
4.9. Kategorisasi Data Informan Dukun Bayi ... 108
x
1. Surat Pernyataan Bidan Desa Singkohor ... 1
2. Surat Pernyataan Bidan Desa Mukti Jaya... 2
3. Surat Pernyataan Bidan Desa Pea Jambu ... 3
4. Surat Pernyataan Dukun Bayi Desa Singkohor ... 4
5. Surat Pernyataan Dukun Bayi Desa Mukti Jaya... 5
6. Surat Pernyataan Dukun Bayi Desa Pea Jambu ... 6
7. Surat Pernyataan Ibu Nifas Desa Pea Jambu ... 7
8. Surat Pernyataan Ibu Nifas Desa Mukti Jaya ... 8
9. Surat Pernyataan Ibu Nifas Desa Singkohor ... 9
10. Surat Pernyataan Pemegang Program KIA... 10
11. Surat Pernyataan Tokoh Masyarakat ... 11
12. Surat Pernyataan Keluarga dari Ibu dan Bayi yang Meninggal ... 12
13. Transkrip Wawancara Bidan Desa Singkohor... 13
14. Transkrip Wawancara Bidan Desa Mukti Jaya ... 19
15. Transkrip Wawancara Bidan Desa Pea Jambu ... 26
16. Transkrip Wawancara Dukun Bayi Desa Singkohor... 32
17. Transkrip Wawancara Dukun Bayi Desa Mukti Jaya... 39
18. Transkrip Wawancara Dukun Bayi Desa Pea Jambu ... 44
19. Transkrip Wawancara Ibu Nifas Desa Singkohor ... 50
20. Transkrip Wawancara Ibu Nifas Desa Mukti Jaya ... 52
21. Transkrip Wawancara Ibu Nifas Desa Pea Jambu... 54
22. Transkrip Wawancara Pemegang Program KIA ... 56
23. Transkrip Wawancara Tokoh Masyarakat... 54
24. Transkrip Wawancara Keluarga Ibu dan bayi Meninggal ... 54
25. Gambar 1. Dokumentasi Bupati Aceh Singkil ... 64
26. Gambar 2. Informan Bidan Desa Singkohor ... 65
27. Gambar 3. Informan Bidan Desa Mukti Jaya ... 66
28. Gambar 4. Informan Bidan Desa Pea Jambu... 67
29. Gambar 5. Informan Dukun Bayi Desa Singkohor ... 68
30. Gambar 6. Informan Dukun Bayi Desa Mukti Jaya ... 69
31. Gambar 7. Informan Dukun Bayi Desa Pea Jambu ... 70
32. Gambar 8. Informan Ibu Nifas Desa Singkohor ... 71
33. Gambar 8. Informan Ibu Nifas Desa Mukti Jaya ... 72
34. Gambar 8. Informan Ibu Nifas Desa Pea Jambu ... 73
35. Gambar 8. Informan Tokoh Masyarakat ... 74
36. Gambar 8. Informan Keluarga dari Ibu dan Bayi yang Meninggal ... 75
37. Biodata Peneliti... 76
xi
1. SDGs : Sustainable Development Goals (SDGs) 2. AKI : Angka Kematian Ibu
3. AKB : Angka Kematian Bayi 4. Plt. : Pelaksana Tugas 5. Lansia : Lanjut Usia
6. Pustu : Puskesmas Pembantu 7. KIA : Kesehatan Ibu dan Anak 8. CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil 9. Faskes : Fasilitas Kesehatan
10. Wabin : Wilayah Binaan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan ibu dan bayi di Indonesia masih merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapatkan prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumberdaya manusia di generasi mendatang. Hal ini dapat dilihat masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka kematian ibu tahun 2007 yaitu sebesar 228/100.000 kelahiran meningkat menjadi 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012, dan menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) angka kematian ibu menurun pada tahun 2015 menjadi 305/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). Perkembangan angka kematian ibu dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 1.1
Angka Kematian Ibu di Indonesia Tahun 1991 – 2015
Sumber : Kemenkes, 2015
Sedangkan angka kematian bayi mencapai 34/1.000 kelahiran hidup ditahun 2007 dan menurun menjadi 32/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012.
berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) angka kematian bayi juga menurun pada tahun 2015 menjadi 22/1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015).
Tingginya angka kematian ibu dan bayi menjadi prioritas pertama dalam Target Pembangunan Nasional bidang kesehatan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang disetujui oleh 193 negara anggota PBB (http://sdgsindonesia.or.id). Dimana target yang ditentukan oleh SDGs pada tahun 2030 yaitu 70/100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan 12/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi.
Provinsi Aceh merupakan salah satu Propinsi dengan angka kematian ibu dan angka kematian bayi masih tinggi, pada tahun 2014 angka kematian ibu dilaporkan adalah 149/100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 134/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 sedangkan angka kematian bayi mengalami penurunan dari 15/1.000 kelahiran hidup ditahun 2014 menjadi 12/1.000 tahun 2015 (Dinkes Aceh, 2015).
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia disebabkan banyak hal. Pendarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi merupakan penyebab langsung kematian ibu di Indonesia. Penyebab tidak langsung adalah proses kelahiran yang ditolong oleh tenaga non kesehatan seperti dukun. Keadaan ini ditambah dengan beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko seperti keterlambatan dalam mengambil keputusan, keterlambatan merujuk, keterlambatan penanganan, melahirkan pada umur kurang dari dua puluh tahun
atau lebih dari tiga puluh lima tahun, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan memiliki banyak anak (Kemenkes, 2011).
Strategi untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu di Indonesia adalah melalui program Making Pregnancy Safer (MPS). Program ini memiliki tiga pesan kunci yang meliputi semua ibu yang bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan yang terampil, penanganan yang adekuat untuk setiap komplikasi obstetrik dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakses oleh setiap wanita usia subur (Depkes, 2008). Berdasarkan hal ini, maka diperlukan peralihan peran penolong dari tenaga non kesehatan ke tenaga kesehatan terlatih dalam upaya peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Mulai tahun 2008, dikembangkan program kemitraan bidan dengan dukun.
Program ini betujuan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan dan bayi, pemeriksaan kehamilan yang komperehensif, pelayanan rujukan persalinan pada tenaga terlatih dan berkompeten, pengalihan peran dukun menjadi mitra kerja untuk ikut merawat ibu dan bayi dan menjadikan dukun sebagai kader kesehatan (Depkes, 2008).
Program kemitraan bidan dengan dukun sangat penting dalam membantu mempercepat penurunan angka kematian ibu akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pembagian peran dalam kemitraan ini adalah bidan melakukan semua tindakan dan prosedur medis, sedangkan dukun memiliki peran untuk membacakan doa, menyediakan minuman herbal dan menyediakan perawatan postpartum (UNICEF, 2008). Kemitraan bidan dengan dukun ini merupakan bentuk pengalihfungsian peran dukun yang awalnya menolong
persalinan menjadi rekan bidan yang bekerjasama untuk memantau perkembangan kesehatan ibu dan bayi (Depkes, 2008).
Aceh Singkil adalah salah satu dari 23 kabupaten di Propinsi Aceh yang berhasil menerapkan program kemitraan bidan desa dan dukun bayi. Program kemitraan antara bidan yang terlatih secara medis dan dukun bayi berhasil mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Program unggulan ini oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil didaftarkan ke Kompetensi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) 2014, yang digelar Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Hasilnya program ini masuk dalam Top 33 Inovasi Pelayanan Publik Indonesia.
Kemenpan-RB kemudian mendaftarkannya ke ajang tingkat dunia, The United Nations Public Service Awards (UNSPA) 2014. Program ini berhasil masuk final, namun tidak meraih juara. Baru di tahun 2015 berhasil menyabet juara dua dari 960 nominator dari seluruh dunia, acara ini langsung dihadiri oleh Bupati Aceh Singkil di Medellin, Kolombia pada tanggal 23-26 Juni 2015 (http://majalah.gatra.com) dokumentasi dapat dilihat pada lampiran.
Program kemitraan bidan desa dan dukun bayi mulai diterapkan di Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2012. Sebelum program ini dilaksanakan, banyak bayi dilahirkan dengan bantuan dukun, khususnya di desa-desa daerah aliran sungai. Meskipun tenaga bidan yang telah menerima pelatihan medis sebenarnya tersedia di kabupaten, tradisi masyarakat di daerah ini sangat kuat dan dukun merupakan sesepuh yang sangat dihormati karena dipercaya memiliki kemampuan spiritual dan pengobatan khusus. Kedudukan dukun yang dihormati di masyarakat dan tenaga mereka yang murah menjadi alternatif yang menarik
bagi sebagian besar keluarga dari golongan ekonomi yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan daerah terpencil yang jauh dari sarana kesehatan.
Keberadaan dukun bayi ini adalah salah satu kearifan lokal di bidang kesehatan yang ada di Kabupaten Aceh Singkil. Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat (wikipedia.org).
Kearifan lokal juga merupakan salah satu budaya yang sudah menjadi sebuah tradisi pada masyarakat Aceh Singkil. Ketika para ibu mengetahui dirinya hamil, mereka akan langsung menemui dukun bayi untuk melindungi kandungan kandungan agar janin mereka baik-baik saja dan terhindar dari kekuatan jahat yang akan mencuri janin bayi. Begitu juga pada saat proses persalinan dan ketika setelah masa nifas para ibu memasuki tradisi bedapu. Tradisi bedapu adalah sebuah tradisi yang wajib dilakukan dan telah turun temurun dilakukan oleh ibu nifas. Mulai dari memanaskan badan sampai kepada pantangan terhadap beberapa jenis makanan, hal ini semua biasanya dibantu oleh para dukun bayi.
Kerjasama atau kemitraan bidan desa dan dukun bayi di Kabupaten Aceh Singkil memadukan kearifan lokal dengan ilmu medis modern. Dukun bayi berbekal ilmu warisan leluhur banyak membantu ibu-ibu melahirkan, tetapi dalam pelaksanaan pertolongan persalinan dukun bayi belum mengerti teknik septic dan anti septic dalam menolong persalinan, sehingga sering terjadi kematian ibu dan bayi akibat infeksi dari penggunaan buluh atau sembilu yang digunakan oleh
dukun bayi. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan kemitraan untuk alih fungsi bidan sebagai penolong persalinan dengan melakukan semua tindakan dan prosedur medis, sedangkan dukun sebagai mitra bidan dalam merawat ibu dan bayinya.
Bermula dari dua desa replikasi yaitu desa teluk rumbia dan desa rantau gedang di kecamatan singkil kabupaten aceh singkil. Inisiatif ini secara kreatif menanggulangi situasi yang bisa jadi sangat kontroversial karena melibatkan budaya lokal, tradisi yang dihormati sepanjang waktu, dan peranan sesepuh yang dihormati. Akan tetapi, keterlibatan dukun dalam solusi ini dengan mengundang mereka untuk berpartisipasi dalam kemitraan yang saling menguntungkan, dan bukan menyingkirkan mereka, terbukti sangat berhasil. Ibu-ibu hamil mendapatkan manfaat dari bimbingan rohani dan budaya yang diberikan oleh dukun maupun bantuan medis yang diberikan oleh petugas medis yang terlatih.
Jadi, situasinya saling menguntungkan (win-win situation).
Keberhasilan kemitraan di Puskesmas Singkil ini telah mendorong lahirnya kebijakan dinas kesehatan untuk menerapkan program kemitraan di seluruh puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Program ini berhasil menekan peranan dukun bayi dalam menolong persalinan dari 24,34 % di tahun 2013 menurun menjadi 13,76 pada tahun 2014 bahkan semakin menurun menjadi 9 % di tahun 2015.
Penolong persalinan di Kabupaten Aceh Singkil dilihat dari tahun 2013 s/d tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1
Penolong persalinan di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013 s/d 2015
No Penolong Persalinan Persentase (%)
2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6 7
Dokter Kandungan Dokter Kandungan Bidan Desa
Tenaga Paramedis Dukun Bayi Famili/ keluarga Lainnya
11,16 - 64,60
- 24,34
- -
7,01 - 79,23
- 13,76
- -
2 21 66 1 9 - - Sumber : Data dari BPS Aceh Singkil Tahun 2016
Peralihan peran penolong dari dukun bayi ke tenaga kesehatan khususnya bidan desa terbukti berhasil dalam menekan angka kematian ibu di Kabupaten Aceh Singkil. Pada tahun 2013 angka kematian ibu dari 7/100.000 kelahiran hidup turun menjadi 6/100.000 ditahun 2015, walaupun terjadi kenaikan 10/100.000 di tahun 2014 hal ini disebabkan karena riwayat penyakit yang diderita ibu yang melahirkan.
Angka kematian ibu di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 dapat terlihat pada tabel 1.2 dibawah ini :
Tabel 1.2
Jumlah Kematian Ibu Menurut Kecamatan Tahun 2013 s/d 2015
No Kecamatan Jumlah Kematian Ibu
Jumlah
2013 2014 2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pulau Banyak Pulau Banyak Barat Singkil
Singkil Utara Kuala Baru Simpang Kanan Gunung Meriah Danau Paris Suro
Singkohor Kuta Baharu
- - - - - 1 2 - 3 - 1
1 - 1 2 - 1 2 - - - 3
- - - 1 - 1 4 - - - -
1 - 1 3 - 3 8 - 3 - 4
Jumlah 7 10 6 23
Sumber : Data dari BPS Aceh Singkil Tahun 2016
Keberhasilan dalam penerapan program kemitraan di Kabupaten Aceh Singkil tentu tidak terlepas dari peran bidan desa dan dukun bayi sebagai aktor utama dalam kemitraan ini. Bidan desa yang umumnya masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan tradisi masyarakat serta kurang menguasai bahasa komunitas diwilayah kerjanya harus mampu bekerjasama dengan dukun bayi yang jelas berbeda budaya, pendidikan, pengalaman, bahkan bahasa dengan bidan desa. Selain itu perbedaan lainnya yang cukup penting adalah dukun bayi adalah profesi yang di turunkan dari nenek moyang mereka, merupakan kemampuan yang diwariskan, garis tangan seseorang sebagai penerus profesi ini sedangkan bidan sebaliknya merupakan tenaga medis yang menempuh jalur pendidikan formal guna memiliki ilmu kesehatan perbidananan, ilmu yang didapat merupakan hasil belajar, mengkaji dan diajarkan
bukan turun temurun garis keluarga melainkan oleh para ahli seperti dokter kandungan.
Hubungan antara bidan desa dan dukun bayi harus diorganisasikan dengan baik sehingga tujuan dari kemitraan ini dapat tercapai, akan tetapi dalam menjalin hubungan ini tentu tidak mudah, kesalahpahaman dan konflik akibat misskomunikasi bisa saja terjadi. Hal ini dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya diantara kedua belah pihak. Alasannya seperti yang dikatakan oleh Mulyana (2005: vii) bahwa perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau timbul kesalahpahaman. Hingga saat ini kesalahan-kesalahan untuk memahami makna masih sering terjadi ketika indikator kedua kelompok yang berbeda budaya itu berkomunkasi satu sama lain, dengan seseorang ataupun kelompok yang memiliki budaya yang berbeda. Masalahnya, setiap individu memiliki kecenderungan dan menganggap budayanya sebagai standar, dan dengan budayanya itu pula ia mengukur budaya-budaya lain.
Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya, khususnya bidan desa dan dukun bayi. Kedua belah pihak dituntut untuk saling memahami dan mengerti budaya orang lain agar komunikasi antarbudaya dapat berlangsung harmonis (Mulyana & Rakhmat, 2003: 20). Setiap individu yang berinteraksi dengan orang yang berbeda budayanya dituntut untuk mempunyai kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi antarbudaya merupakan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi (misalnya,
pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak bagi pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan tentang tata cara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi (Devito, 1997: 20).
Ketertarikan untuk meneliti kompetensi komunikasi bidan desa dan dukun bayi ini karena di Kabupaten Aceh Singkil, jumlah dukun bayi jauh lebih banyak dari jumlah bidan yang ditempatkan didesa. Jumlah dukun bayi yang ada di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2015 berjumlah 104 orang (Dinkes Aceh Singkil, 2015). Bidan desa yang sebagian besar didatangkan dari luar Kabupaten Aceh Singkil yang berbeda budaya, bahasa, bahkan usia tidak menjadi hambatan bagi mereka dalam menerapkan program kemitraan ini. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Singkohor, karena hasil informasi yang diberikan oleh koordinator KIA (kesehatan ibu dan anak) di Dinas Kesehatan Aceh Singkil, kemitraan yang dicanangkan pada tahun 2015 di beberapa Kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil hanya di Kecamatan Singkohor yang berjalan sangat baik sampai saat sekarang ini.
Dari permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Kompetensi Komunikasi Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka fokus masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
(1) Bagaimana kompetensi komunikasi kemitraan bidan desa dan dukun bayi dalam mendukung penurunan angka kematian ibu dan bayi?
(2) Apa saja upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kemitraan bidan desa dan dukun bayi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari penelitian sebagai berikut : (1) Untuk menganalisis kompetensi komunikasi kemitraan bidan desa dan
dukun bayi dalam mendukung penurunan angka kematian ibu dan bayi.
(2) Untuk menganalisis upaya-upaya yang dilakukan bidan desa dan dukun bayi dalam mempertahankan kemitraan.
1.4 Manfaat Kajian Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
keilmuan khususnya penelitian ilmu komunikasi yakni mengenai komunikasi antarbudaya.
(2) Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah, melengkapi serta memperluas wawasan pembaca mengenai ilmu komunikasi.
(3) Secara Praktis, dapat memberikan masukan positif bagi Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan Dinas Kesehatan di Kabupaten Lain dengan melihat keberhasilan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dalam menerapkan program kemitraan bidan desa dan dukun bayi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Penelitian
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.
Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal.
Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitemologis yang panjang (Mulyana, 2004: 9).
Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap sociality meaningfull action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/ mengelola dunia sosial mereka (Hidayat, 2003:3).
Pandangan konstruktivis biasanya memandang secara subjektif. Manusia berbeda dengan benda. Manusia dianggap bebas dan aktif dalam berperilaku dan memaknai realitas sosial. Realitas merupakan hasil interaksi antar individu, jika kaum objektif memandang realitas sosial adalah teratur, dapat diramalkan dan relatif tetap, kaum subjektif memandang realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi manusia. Pandangan subjektif menekan pada penciptaan makna, artinya individu melakukan pemaknaan terhadap prilaku yang terjadi.
Hasil pemaknaan ini merupakan pandangan manusia terhadap dunia sekitar (Kriyantono, 2012:55).
Berger dan Luckman menyatakan (konstruktivisme) dengan konstruksi sosial, dimana institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Masyarakat dan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia.
Masyarakat dan institusi sosial meskipun terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru terjadi setelah melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki subjektivitas yang sama. Pada tingkat generalitas paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidup yang menyeluruh yang memberikan legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya (Bungin, 2013: 195).
2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu
Terdapat beberapa kajian terdahulu yang relevan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dan menjadi sumber rujukan bagi peneliti, Pertama penelitian yang dilakukan oleh Anggorodi (2009) dengan judul Dukun Bayi Dalam Persalinan oleh Masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam. Informan yang dipilih adalah dukun bayi, bidan dan ibu yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi dan ibu yang melahirkan dengan pertolongan bidan. Lokasi penelitian
dilaksanakan di tiga desa di Kabupaten kendari (Sulawesi Tenggara) dan di tiga desa di Kabupaten Cirebon (Jawa Barat).
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagian masyarakat lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan dengan selalu memeriksakan persalinannya ke bidan dan bila situasi kehamilan darurat bisa langsung dilarikan dan senang ditolong oleh bidan karena selalu memeriksakan
Kedua, penelitian oleh Nova Nanur (2015) dengan judul Kemitraan Dukun Dengan Bidan Dalam Pertolongan Persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa tenggara Timur. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan di Kabupaten Manggarai Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum memadai, dana yang disediakan belum cukup untuk membiayai pelaksanaan kemitraan sehingga tidak ada pertemuan rutin antara bidan dan dukun, serta koordinasi yang dilakukan hanya bersifat insidental. Meskipun pembagian peran dalam penanganan persalinan sudah jelas, banyak hambatan yang ditemukan yaitu hambatan transportasi, ekonomi dan masih ada dukun yang tidak mau bermitra.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Budiyono, dkk (2012) dengan judul
“Kemitraan Bidan dan Dukun dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan kemitraan dukun dan bidan diwilayah kerja Puskesmas Mranggen I, Kabupaten Demak. Jenis penelitian ini adalah observasional kualitatif dengan pendekatan cross sectional, dengan cara melakukan indepth interview terkait pendapat keberadaan dan peran dukun dan bidan, potensi
dukungan responden terhadap kemitraan bidan dan dukun, termasuk dari para stakeholder.
Hasil penelitian didapatkan bahwa semua dukun setuju dengan keberadaan bidan demikian halnya bidan juga menyetujui adanya keberadaan dukun, termasuk jika menjalin kerjasama. Bidan rela membagikan sebagian pendapatannya untuk dukun bayi dan bentuk dukungan yang diberikan dukun adalah memberikan informasi tentang keberadaan ibu hami dan kondisi dari ibu hamil tersebut. Dukun juga rela mengeluarkan biaya untuk transportasi mengantar ibu hamil ke tempat pelayanan kesehatan (bidan atau rumah sakit).
Para stakeholder (camat, kepala desa, tokoh masyarakat) sangat setuju dan mendukung adanya kemitraan antara bidan dan dukun. Bentuk dukungan yang diberikan yaitu memberikan sosialisasi dan pengarahan melalui musyawarah berupa edukasi secara intensif kepada masyarakat tentang persalinan/ kehamilan termasuk tidak meminta persalinan pada dukun dan juga melakukan mediasi antara dukun dengan bidan.
Keempat penelitian oleh Nuraeni, dkk (2012) dengan judul “Perilaku Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi di Kabupaten Karawang Tahun 2011”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara mendalam perilaku pertolongan persalinan oleh dukun bayi, dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah dukun bayi, ibu yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi dan keluarga.
Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa hampir semua informan percaya dan yakin dengan kemampuan dukun bayi dalam menolong persalinan karena dianggap memiliki kekuatan spritual yang dapat diandalkan, dukun mampu
merawat ibu hamil tidak hanya sebatas bersalin tetapi sampai pada perawatan baik kepada ibu bersalin maupun kepada bayinya, selain itu kemudahan dalam membayar jasa dukun. Sebaliknya pelayanan bidan dianggap tidak memuaskan, bidan dianggap kurang proaktif. Hal ini disebabkan karena bidan desa masih terlalu muda dan kebanyakan belum menikah juga belum memiliki pengalaman dalam melahirkan sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat dalam memilih pertolongan persalinan. Kebanyakan dari bidan desa juga belum dikenal oleh masyarakat setempat dan membutuhkan waktu untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan budaya dan adat istiadat masyarakat.
Kelima, penelitian selanjutnya oleh Sofyan, dkk (2015) dengan judul
“Peran Dukun dalam Implementasi Kemitraan Bidan dan Dukun di Wilayah Kerja Puskesmas Bangsalsari Kabupaten Jember”. Penelitian ini bertujuan menggambarkan peran dukun dalam implementasi kemitraan bidan dan dukun bayi pada periode kehamilan dan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Bangsalsari Kabupaten Jember. Jenis penelitian kualitatif dengan 11 informan ditentukan secara Purposive.
Hasil penelitian menunjukkan dukun bayi sudah melakukan sebagian perannya pada periode kehamilan dan persalinan. Dukun bayi telah memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke bidan serta menyarankan ibu hamil untuk melakukan persalinan ke bidan. Namun pada periode persalinan masih ada peran yang belum diimplementasikan oleh dukun meliputi mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke bidan, membantu bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil, melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga, dan melaporkan ke bidan apabila ada ibu yang hamil. Pada periode persalinan juga
dukun bayi belum mengimplementasikan perannya meliputi mengantar calon ibu bersalin ke bidan, mengingatkan keluarga untuk menyiapkan alat transportasi untuk pergi ke bidan/ memanggil bidan, mempersiapkan sarana dan prasarana persalinan aman seperti air bersih dan kain bersih, membantu bidan pada saat proses persalinan, membantu bidan dalam perawatan bayi lahir, dan membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan. Bahkan dukun bayi masih menolong persalinan karena sebagian masyarakat meminta dan memaksa dukun untuk menolong persalinan.
Keenam, penelitian oleh Putra (2013) dengan judul “Analisis Praktek Bidan pada Pelayanan Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh praktek bidan di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang terhadap pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir pasca persalinan.
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitannya masih ada praktek yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Kebidanan. Praktek atau tindakan bidan mengenai kebersihan pada persalinan dan proses sesudah persalinan, tidak dilakukan dengan benar karena hanya dengan membakar peralatan dan bak instrumennya dengan menggunakan alkohol tanpa melakukan sterilisasi. Selain itu, sewaktu dilakukan observasi asisten bidan tidak menggunakan sarung tangan sewaktu merawat bayi baru lahir, kejadian tersebut dalam penelitian ini dianggap masih beresiko pada terjadinya infeksi. Tidak semua bidan dapat melakukan penyuluhan dengan menjelaskan semua tanda bahaya pada ibu pasca persalinan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Supervisi yang dilakukan pimpinan dan koordinator program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas Alahan Panjang masih kurang karena hanya bersifat insidentil yang dilakukan pada saat pelaksanaan posyandu.
Ketujuh, penelitian oleh Fretes, dkk (2016) dengan judul Analisis Pelaksanaan Program Kemitraan Bidan dan Dukun Ditinjau Dari Aspek Input, Proses dan Output di Wilayah Dinas Kesehatan kabupaten Fak-Fak Papua Barat.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang disajikan secara deskriptif eksploratif melalui wawancara mendalam. Subjek penelitian adalah bidan dan dukun bayi yang bermitra. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis isi.
Hasil penelitian yang ditinjau dari aspek Input yaitu 1) Tenaga pelaksana, pengetahuan yang dimiliki bidan dan dukun baru sebatas pada kerjasama dalam menolong persalinan, bidan dan dukun belum memahami prinsip keterbukaan, kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi juga mereka belum memahami tujuan dari kemitraan; 2) Alokasi dana khususnya program kemitraan belum disediakan, saat ini menggunakan dana BOK namun belum mencukupi karena penentuan jumlah anggaran tidak didasari oleh jumlah rujukan dukun pada tahun sebelumnya tetapi berdasarkan pada alokasi dana yang tersedia; 3) Sarana khusus program belum ada, saat ini menggunakan sarana prasarana puskesmas dan polindes namun mengalami keterbatasan. Ditinjau dari aspek Proses 1) Perencanaan program, bidan dan dukun melakukan pendataan bumil, bulin, bufas dan jumlah dukun; 2) Pelaksanaan belum berjalan baik karena bidan yang selalu tidak berada ditempat bila dihubungi oleh dukun dan akses yang sulit karena harus menyeberangi lautan. Sosialisasi lintas sektor dan magang dukun belum dilakukan karena keterbatasan dana; 3) tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan khusus kegiatan kemitraan, selama ini menggunakan format yang
ada di laporan KIA. Aspek Output masih terdapat 195 (85%) dukun belum bermitra dari 219 dukun yang ada. Cakupan K1, K4 dan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 2011 ke 2012 cenderung menurun.
Kedelapan, penelitian yang relevan lainnya yaitu penelitian Maria (2015) dengan judul “Sikap dan Komunikasi Bidan Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Pada Pelaksanaan Antenatal Care”. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan sikap dan komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu pada pelaksanaan Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Sungai Durian, Kabupaten Kubu Raya.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan tingkat kepuasan responden, ibu hamil merasa puas terhadap pelayanan ANC yang diberikan. Mereka menilai sikap bidan saat pemberian pelayanan baik bahkan memuaskan. Begitu juga dengan komunikasi bidan bahwa secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil, ibu hamil merasa puas terhadap pelayanan ANC yang diberikan oleh bidan. Mereka menilai bahwa komunikasi bidan saat pemberian pelayanan ANC jelas.
Kesembilan, penelitian oleh Amalia (2012) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Persalinan”. Jenis penelitian yang digunakan adalah survai analitik dengan rancangan Cross Sectional Study.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan dan terintegrasi di Wilayah Kerja Puskesmas Molopatudo pada tahun 2011 sebanyak 180 orang dan sampel sebanyak 123 orang. Analisis data adalah analisis bivariat dan untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji Chi-Square (x2). Faktor-faktor yang
diuji adalah tingkat pendidikan, pengetahuan ibu, jarak ke tempat pelayanan kesehatan, sosial budaya dan pendapatan keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pendidikan dan pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Pendidikan sangat penting bagi seseorang dimana pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar-dasar pengetahuan, teori dan logika. Responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih memilih dukun sebagai penolong persalinannya, tetapi responden dengan tingat pendidikan tinggi memilih pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Pada waktu memilih dukun bayi, jarak dari rumah ke tempat dukun tersebut sangat mempengaruhi. Lebih nyaman melahirkan di rumah sendiri dengan memanggil dukun bayi. Rumah dukun bayi yang dekat sehingga lebih cepat datang daripada harus ke tempat lain yang lebih jauh. Dari segi sosial budaya masyarakat khususnya di daerah pedesaan, kedudukan dukun bayi lebih terhormat, lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan bidan sehingga mulai dari pemeriksaan, pertolongan persalinan sampai perawatan pasca persalinan banyak yang meminta pertolongan dukun bayi. Bila dilihat dari segi pendapatan keluarga, masyarakat dengan pendapatan tinggi cenderung lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan dibanding dukun bayi, sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah lebih memilih dukun. Hal ini karena masyarakat mempunyai persepsi bahwa pertolongan persalinan pada bidan mahal dan masyarakat kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan bidan di desa, karena bidan terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai pengalaman terutama persalinan ibu melahirkan.
Kesepuluh, penelitian oleh Sukmono, dkk (2016) dengan judul
“Kompetesi Komunikasi Multikultural Tenaga Kesehatan di daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah” (Studi Kasus pada Bidan di Yogyakarta dan Sragen). Penelitian ini ingin mendalami bagaimana sebenarnya kompetensi komunikasi multikultural yang dimiliki tenaga kesehatan, hal ini dikarenakan masyarakat atau pasien yang dihadapi beragam dari latar belakang budaya yang berbeda-beda. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus yaitu kasus yang terjadi di Yogyakarta dan Sragen, dengan teknik pengambilan data menitikberatkan pada wawancara mendalam. Informan yang dipilih merupakan bidan-bidan senior yang sudah puluhan tahun melayani masyarakat.
Hasil penelitian didapat bahwa pentingnya bagi para bidan menguasai kompetensi komunikasi multikultural saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien agar tidak terjadi kesalahpahaman. Walaupun keempat bidan yang menjadi informan berasal dari etnis jawa, namun ternyata dalam pengalaman komunikasi multikulturalnya memiliki pengalaman yang berbeda. Pengalaman kultural dengan budaya lokal memperlihat kan adanya keunikan tradisi dan mereka menganggap bahwa banyaknya tradisi dimasyarakat harus dihormati tetapi bila membahayakan bagi kesehatan ibu dan janin, bidan harus melarang dengan menjelaskan dan memberi pemahaman kepada ibu dengan cara penyampaian yang baik dan sesuai dengan perasaan. Penguasaan bahasa lokal sangat penting karena dengan menggunakan bahasan lokal maka makna dalam komunikasi bisa bersifat mindfulness, hal ini menyangkut dengan bagaimana membahasakan/ menerjemahkan istilah medis diperlukan pada saat bidan
menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa yang mudah dipahami masyarakat dalam bahasa setempat yang lebih populer di masyarakat.
Sebelas, penelitian oleh Mahyuni, dkk (2014) dengan judul penelitian
“Karakteristik Dukun Bersalin Tentang Kemitraan dengan Bidan di Wilayah Puskesmas Mataraman Kabupaten banjar”. Penelitian kualitatif deskriptif ini memberikan hasil bahwa karakteristik dukun bersalin di wilayah puskesmas mataraman, yaitu sebagian besar tingkat pendidikan dukun bersalin adalah tingkat pendidikan dasar atau berpendidikan SD dengan usia rata-rata 50-54 tahun dan juga memiliki pengetahuan yang kurang. Sebagian besar dukun bersalin tidak mau bermitra dengan bidan karena merasa mereka mampu menolong persalinan tapa didampingi oleh bidan dan juga merasa lebih berpengalaman dalam menolong persalinan daripada bidan desa.
Hasil uraian review penelitian sejenis dapat dilihat pada matrik dibawah ini:
Tabel 2.1
Matrik Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Metode
Penelitian
Hasil Penelitian 1 Rina
Anggorodi (2009)
Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia
Penelitian kualitatif
dengan teknik wawancara mendalam
Sebagian besar masyarakat melahirkan dengan bantuan bidan karena alasan keamanan persalinan, tetapi mereka juga berharap dukun tetap mendampingi untuk memberikan kekuatan spiritual dalam melahirkan bahkan dalam melakukan perawatan. Disinilah kemitraan ini diperlukan walaupun sebagian besar
dukun menganggap
kemitraan tidak mutlak tetapi bergantung pada
kebutuhan saja.
2 Fransiska Nova Hanur (2015)
Kemitraan Dukun dengan Bidan Dalam Menolong Persalinan di Kecamatan Borong Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penelitian kualitatif dengan pendekatan grounded theory
Sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum memadai, dana yang disediakan belum cukup, dan banyaknya hambatan berupa hambatan transportasi, ekonomi dan masih banyak dukun yang belum mau bermitra dengan bidan 3 Budiyono,
dkk (2012)
Kemitraan Bidan dan
Dukun dalam
Mendukung
Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Mranggen I kabupaten Demak
Penelitian observasional kualitatif dengan pendekatan cross sectional
Dukun dan bidan setuju untuk menjalin kerjasama terlihat dari bidan yang mau
berbagi sebagian
pendapatannya kepada dukun dan dukun bersedia memberikan informasi keberadaan ibu hamil dan kondisinya kepada bidan serta Para stakeholder setuju dan mendukung kemitraan ini
4 Nuraeni, dkk (2012)
Perilaku Pertolongan Persalinan oleh Dukun Bayi di Kabupaten Karawang
Penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam
Hampir semua ibu hamil (informan) percaya dengan kemampuan dukun bayi dalam menolong persalinan.
Dukun bayi dianggap memiliki kekuatan spritual, pelayanan yang memuaskan, serta kemudahan dalam membayar jasa dukun
5 Sofyan, dkk (2015)
Peran Dukun dalam Implementasi
Kemitraan Bidan dan Dukun di Wilayah Kerja Puskesmas bangsalsari
Kabupaten Jember
Penelitian deskriptif kualitatif
Dukun telah melaksanakan sebagian perannya dalam kemitraan pada periode kehamilan dan dan persalinan, namun dukun bayi terkadang masih mau menolong persalinan karena
masyarakat yang
memintanya 6 Putra
(2013)
Analisis Praktek
Bidan Pada
Pelayanan Ibu Bersalin dan Bayi baru Lahir
Metode Kualitatif diskusi terarah
Masih ada praktek atau tindakan bidan mulai persalinan sampai pada perawatan serta penyuluhan sebagian besar tidak merujuk dan tidak sesuai dengan
Standar Pelayanan
Kebidanan. Supervisi yang dilakukan atasan hanya bersifat insidentil pada saat pelaksanaan posyandu
7 Fretes, dkk (2016)
Analisis Pelaksanaan Program Kemitraan Bidan dan Dukun Ditinjau dari Aspek Input, Proses dan Output di Wilayah Dinas Kesehatan Fak- Fak Papua Barat.
Penelitian kualitatif secara deskriptif
eksploratif melalui wawancara mendalam
Ditinjau dari aspek Input : 1) belum terpenuhinya prinsip kemitraan antara dukun dan bidan desa, 2) alokasi dana belum tersedia, 3) sarana khusus program belum ada.
Aspek Proses 1) Perencanaan program kemitraan, 2) pelaksanaan belum berjalan baik, 3) tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan.
Aspek Output : masih terdapat dukun yang tidak mau bermitra dan semakin menurunnya cakupan K1, K4 dan persalinan oleh tenaga kesehatan.
8 Agatha Maria (2010)
Sikap dan
Komunikasi Bidan Terhadap Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Pada Pelaksanaan Antenatal Care
penelitian
analitik korelasi dengan
pendekatan Cross sectional
Adanya hubungan yang bermakna antara sikap dan komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan responden padan pelaksanaan Antenatal Care
9 Amalia (2012)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemilihan Persalinan
Penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional study
Adanya pengaruh tingkat pendidikan, pengetahuan, jarak ke tempat pelayanan kesehatan , sosial budaya dan pendapatan berpengaruh terhadap ibu hamil dalam menentukan pilihan penolong persalinan
10 Sukmono, dkk (2016)
Kompetensi Komunikasi
Multikultural Tenaga Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
Penelitian kualitatif deskriptif
dengan metode studi kasus
Pentingnya kompetensi komunikasi kultural bagi
bidan desa saat
berkomunikasi dengan pasien agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memberikan penjelasan dalam pengobatan.
11 Mahyuni, dkk (2014)
Karakteristik Dukun Bersalin Tentang kemitraan dengan Bidan di Wilayah Puskesmas
Penelitian kualitatif deskriptif dengan
rancangan cross
Karakteristik dukun bersalin yaitu sebagian besar berpendidikan SD, berusia rata-rata 50-54 tahun dengan tingkat pengetahuan yang
Mataraman Kabupaten Banjar
sectional masih rendah. Sebagian besar dukun tidak mau bermitra dengan bidan karena merasa
mampu dan lebih
berpengalaman dalam menolong persalinan dibandingkan dengan bidan Sumber: Temuan Peneliti, Tahun 2017
Perbedaan dari sebelas penelitian sejenis terdahulu dengan penelitian ini adalah dari ke sebelas penelitian di atas belum ada yang membahas mengenai kemampuan dari bidan desa dan dukun bayi dalam berkomunikasi padahal kita tahu bahwa komunikasi adalah hal yang penting dalam membangun sebuah kemitraan. Selain itu yang akan diteliti oleh peneliti bukan sekedar berkomunikasi namun lebih ke kompetensi komunikasi kemitraan bidan desa dan dukun bayi.
2.3 Uraian Teori
2.3.1 Komunikasi Antarbudaya
Pengertian komunikasi secara umum mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempuya pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (Devito, 1997:23).
Sedangkan budaya menurut Larry A. Samovar dalam Mulyana dan Rakhmat (2003: 18-19), sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya sendiri menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dalam bentuk-bentuk kegiatan dan prilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian
diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan seni. Tidak semua anggota budaya akan berubah dan berevolusi dari waktu ke waktu. Namun seperangkat karakteristik dimiliki bersama oleh sebuah kelompok secara keseluruhan dapat dilacak, meskipun telah berubah banyak, dari generasi ke generasi (Tubbs dan Moss, 2005: 237).
Sihabudin (2011: 19) budaya merupakan suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya diartikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya ini menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku. Budaya dapat berubah ketika kita berhubungan antara orang dari budaya satu dengan budaya yang lainnya. Bahkan terkadang budaya itu bisa jadi hilang disatu tempat dengan adanya interaksi dengan orang lain.
Seseorang tidak lepas dari komunikasi, begitu juga dengan budaya dan komunikasi yang tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 19). Komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat manusia itu dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi (Lubis, 2012: 11-12).
Komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akibatnya, interaksi dan komunikasi yang sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan dan sopan santun tertentu, serta peramalan tentang aspek tertentu terhadap lawan bicara (Liliweri, 2003:13- 14). Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai atau cara perilaku kultural yang berbeda.
Selanjutnya Liliweri (2003: 256) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap orang yang terlibat dalam proses komunikasi mampu meletakkan dan memfungsikan komunikasi di dalam suatu konteks kebudayaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh sejauhmana manusia mampu mengecilkan salah paham yang dilakukan oleh komunikator dan komunikasi antarbudaya.
2.3.1.1 Proses Komunikasi Antarbudaya
Pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis (Liliweri, 2003:24-26). Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan ini memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap transaksional. Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni : (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang belangsung terus menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang; dan (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan kondisi tertentu.
Unsur-unsur proses komunikasi antarbudaya dalam Liliweri (2004:25-31) meliputi :
1. Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut komunikan.
2. Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan/ sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator). Komunikan dalam memahami sebuah pesan tergantung dari tiga bentuk pemahaman, yakni : (1) kognitif, komunikan menerima isi pesan sebagai sesuatu yang benar; (2) afektif, komunikan percaya bahwa pesan itu tidak hanya benar dan baik dan disukai; (3) overt action atau tindakan nyata, dimana seseorang komunikan percaya atas pesan yang benar dan baik sehingga mendorong tindakan yang tepat.
3. Pesan/Simbol
Pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang di ucapkan atau ditulis, atau simbol-simbol non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik tubuh/ anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif.
4. Media
Media merupakan tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media tertulis misalnya surat, telegram, faksimili. Juga media massa (cetak) seperti majalah, surat kabar dan buku-buku, media massa elektronik (radio, televisi, video, film, dan lain-lain).
5. Efek atau Umpan Balik
Umpan balik merupakan tanggapan balik dari komunikan kepada komunikor atas pesan-pesan yang telah disampaikan.
2.3.1.2 Hambatan Dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan dakam komunikasi antarbudaya dalam Tubbs dan Moss (2005:254-256), antara lain :
1. Etnosentrisme
Kecendrungan menghakimi nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek aspek budaya lain “menggunakan kelompok kita sendiri dan adat istiadat kita sebagai standart bagi semua penilaian”. Karena budaya tidak disadari, mungkin tidak terhindarkan bahwa kita menganggap “kelompok kita sendiri, negeri kita sendiri, budaya kita sendiri, sebagai yang terbaik yang paling bermoral”.
2. Penstreotipan (Stereotyping)
Kita cenderung memaksakan streotip-streotip pada kelompok-kelompok orang, yang membatasi komunikasi kita dengan mereka. Hampir tidak mungkin bagi kita untuk tidak menstreotipkan sebuah kelompok yang berhubungan dengan kita; lebih jauh lagi, tanpa hubungan pribadi, hampir tidak mungkin bagi kita menghilangkan streotif yang kita peroleh mengenai kelompok.
Komunikasi antarbudaya dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya antara bidan desa dan dukun bayi dalam melaksanakan program kemitraan bidan desa dan dukun bayi.
2.3.2 Kompetensi Komunikasi Antarbudaya
Slocum dan Hellriegel (2009: 114) menyatakan kompetensi komunikasi adalah kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang sesuai dan efektif dalam situasi tertentu. Kompetensi komunikasi adalah kemampuan dengan cara sosial. Sedangkan menurut Spitzberg dalam Samovar dan Porter (2010:460) bahwa kompetensi komunikasi antarbudaya adalah perilaku yang pantas dan efektif dalam suatu konteks tertentu. Selain itu, Young Yun Kim mengajukan sebuah definisi kompetensi komunikasi antarbudaya sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk mengelola seluruh aspek-aspek komunikasi antarbudaya yang meliputi perbedaan budaya, sikap in-group dan tekanan- tekanan. Dari definisi yang diajukan Kim, diperoleh pengertian bahwa peserta komunikasi antarbudaya disebut kompeten apabila mereka mampu mengelola segala faktor penghambat komunikasi antarbudaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kecakapan dalam melakukan komunikasi menjadi unsur yang sangat penting.
Karakter menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai kemampuan komunikasi. Karakter menjadi dasar penilaian bagi sekelompok orang karena karakter dapat diasosiasikan sebagai sifat seseorang yang terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungan. William Howel (1982) menyebutkan terdapat empat tingkatan dari kompetensi komunikasi, yaitu:
1. Unconscious Incompetence
Tidak sadar dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dimaksud tidak sadar adalah telah salah menafsirkan pesan atau perilaku komunikasi pihak lain secara tidak sadar. Sedangkan tidak bisa melakukan apa-apa adalah tidak cukup