TEMUAN PENELITIAN
4.3 Temuan Penelitian
4.3.1 Deskripsi Informan Inti
4.3.1.2 Deskripsi Informan 2 Bidan Desa Mukti Jaya
Nama Natran Wahyuni, Amd. Keb
Usia 34 Tahun
Agama Islam
Suku Jawa
Alamat Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa
Mukti Jaya
Pendidikan Terakhir Akbid Indah Medan
Tamat tahun 2006
Status Belum menikah
Bidan Natran wahyuni, peneliti jumpai di aula kantor desa pada hari rabu, 19 Juli 2017 sesuai dengan temu janji kami pada saat peneliti hubungi beliau melalui handphone 4 hari yang lalu sebelum peneliti berjumpa dengan beliau.
Pertemuan peneliti dengan bidan Yuyun begitu beliau akrab dipanggil bertepatan dengan kegiatan Pospindu (program pembinaan terpadu) Lansia yang dilaksanakan oleh Puskesmas Singkohor, kegiatan tersebut dilaksanakan di aula kantor Desa Mukti Jaya, posisi aula ini pas disamping kantor Kepala Desa Mukti Jaya. Sambil menunggu mereka selesai memeriksakan kesehatan Lansia yang ada di desa tersebut peneliti juga bisa melihat sekeliling suasana daerah tersebut, Desa Mukti Jaya merupakan desa yang sebagian besar masyarakatnya adalah karyawan kebun PT. Ubertraco sehingga desa ini lebih dikenal dengan nama D4 dibanding dengan nama desa itu sendiri. Letak Pustu (Puskesmas Pembantu) tepat didepan kantor Desa Mukti Jaya dan ditengah-tengah rumah warga setempat.
Akhirnya tepat jam 11 kegiatan Pospindu Lansia selesai, setelah dokter dan perawat pamit kembali ke Puskesmas, bidan Yuyun mempersilahkan peneliti
untuk masuk dan duduk tepat di depan beliau dengan suasana masih ramai dengan bidan dan kader-kader kesehatan yanga ada disekeliling kami. Wawancara tersebut sesekali diselingi dengan candaan, celetukkan, tawa dan percakapan diantara mereka.
Setelah menanyakan identitas lengkap dari informan, peneliti mulai mewawancarai dengan pertanyaan sudah berapa kali beliau melaksanakan persalinan bersama dengan dukun :
“Kalau berapa kalinya ya lupa lah, tapi sering walaupun tidak selalu dengan dukun. Apalagi sejak kemitraan akhir-akhir ini sudah jarang menolong bareng sama dukun. Dalam satu tahun ini jarang cuma sekali kayaknya lah. Karena sejak kemitraan dukun dah mengerti akhirnya kan, kalau dulu mungkin apalagi kalau melahirkan masih dirumah sekarang kan langsung ke faskes”.
Mbak Yuyun adalah warga Singkohor tetapi menetap di Desa Mukti Jaya walau jarak antara Desa Singkohor dan Desa Mukti Jaya ini terbilang cukup dekat hanya memakan waktu sekitar kurang lebih 20 menit tetapi mbak Yuyun tetap tinggal menetap di Pustu walau hanya sendiri, karena memang mbak Yuyun ini belum menikah terkadang beliau meminta bidan pembantu yang juga masih mengabdi di Pustu (bidan Humairoh) untuk menemani beliau tidur di Pustu. Hal ini dilakukan mbak Yuyun agar bisa memantau kesehatan ibu dan anak juga bila terdapat ibu hamil yang akan melahirkan walau tengah malam sekalipun.
Hubungan Mbak Yuyun dengan buk Imronah (dukun bayi) juga cukup baik, karena rumah buk Imronah dengan pustu tidak terlalu jauh sehingga intensitas pertemuan mereka cukup dibilang sering tidak hanya pada proses
persalinan dan perawatan pasien tetapi diluar itu. Bidan Humairoh adalah anak ketiga dari ibu Imronah sehingga hubungan bidan Yuyun dan ibu Imronah cukup baik karena anak beliau juga bidan dan dia sudah seperti keluarga sendiri. Begitu juga hubungan mereka sebagai mitra menurut mbak Yuyun, ibu Imronah sangat kooperatif, menurut dan enak diajak kerjasama, sesuai dengan kutipan wawancara peneliti dengan mbak Yuyun:
“Dukun bayi disini itu sangat enak diajak bekerjasama, nurut kalau dikasih tau dan sangat kooperatif Mungkin karena dia bukan dukun terlatih kali ya kak, kalau dukun terlatih wuihhh pandai-pandaian kak, dia pula perasaannya yang pandai dari kita. Bisa juga karena dia udah ngerti bahwa bidan lebih bisa menolong pasien, makanya anaknya di masukkinnya sekolah kebidanan kak”.
Peneliti bertanya lagi apakah beliau dengan buk Imronah pernah terjadi konflik :
“Kalau disini (sama ibu Imronah) enggak pernah kak, tapi sama dukun bayi Singkohor asik begaduh aza aku sama dia kak”.
Jawaban tersebut membuat peneliti tertarik ingin mengetahui seperti apa ketidakcocokan beliau dengan dukun bayi Singkohor (mbah Parsiyem):
”Pernah orang sini (warga Desa Mukti Jaya) manggil dia mungkin udah dari nenek moyangnya sama dia, jadi diambil dukunnya dari sana, setres di saya nya sih kak, nanti dia sarankan kita untuk suntik dorong padahal kita tahu memang belum saatnya, kalau bayi udah lahir dia langsung tarek plasentanya, langsung ku tamparlah tangannya, memang bukan wilayah dia kan dan lagi memang bayi yang akan lahir itu memiliki tahap-tahapnya biar dulu ada jeda antara bayi dan plasenta. Belum lagi silap-silap kita udah di vetenya (lihat bukaan) meskipun dia pakai hand cool tapikan bukan wilayah dia, lagipula vete kita aza bidan 4 jam sekali baru vete enggak boleh sering-sering dibuka-buka. Terus kak kalau udah pecah ketuban dia udah sibuk langsung bilang “suntik dorong-suntik dorong”
katanya” sampai aku bilang “ mbah kalau suntik dorong ada sama ku satu
tas tapi kalau sikit-sikit langsung kasih suntik dorong truz pecah rahim orang siapa mau tanggung Jawab? Mbah mau dibawa kerumah sakit? Gitu langsung tak bilang” padahal kan semua ada proses kak, kalau pun kita harus kasih suntik dorong baiknya kita kasih lewat infus. Aku kak baik aku bermitra sama dukun siapapun asal jangan sama dia”
Lalu peneliti bertanya lagi, menurut beliau apa yang menyebabkan mbah Parsiyem seperti itu, apakah pernah beliau tanyakan pada mbak Umdah (bidan Desa Singkohor), Jawab mbak Yuyun sesuai transkrip dibawah ini :
“Mungkin dia merasa saya ini masih ingusan jadi mungkin lebih pinteran dia dari kita, jadi kita yang diajarinya. Pernah saya tanya sama mbak Um, kata mbak Um “enggak kayak gitu” jadi pikir ku kak “ mungkin itu tadi karena ngerasa aku nie masih muda “hmmm nie masih bayi pikirnya”
(dengan nada emosi).
Selanjutnya peneliti bertanya pandangan bidan Yuyun mengenai kemitraan, kemitraan itu menurut beliau itu alih fungsi jangan ada lagi dukun main tunggal menolong ibu hamil bersalin jangan sampai setelah diobok-obok dukun baru manggil bidan desa dan dukun bayi bisa mengerti peran dan tugasnya.
Peran dan tugas juga mbak Yuyun jelaskan pada peneliti sesuai transkrip wawancara:
“Sejak ada kemitraan, dukun kita beritahu bahwa tugas dukun hanya sebagai pendamping saja. Misal bila ibu hamil baru datang ke dukun, tetap dukun langsung nyarankan ke kita. Misal ada yang sakit perut mendatangi mbah untuk kusuk, tetap kasih tau ke pasien untuk tetap mendatangi ke kita untuk diperiksa “karena kata mbak Yuyun enggak boleh dikusuk jadi periksa aza ke dia” katanya. Jadi memang kalo disini dukunnya lebih kooperatif, lebih enak diajak kerjasama sih, jadi ya kayak gitu. Jadi sekali kita bilang, kan saya bilang kedia (bidan yang anaknya mbah Imronah) jadi dia kasih tau ke mamaknya. Jadi walaupun kami berdua menolong bersama dukunnya, kalau disini itu dia tidak mau mengambil wilayah kita, misalnya kita kan punya wilayah kalo bidan wilayahnya bagian bawah kayak gitu kan, jadi kalo dukun yang disini mamak dia itu enggak mau dia
kak, dia hanya tetap diatas hanya sekedar elus-elus aza enggak berani dia vete, enggak berani dia pegang kepala, oh enggak berani. Kalo ditempat lain itu kadang dia dukunnya yang ikut-ikutan, pokoknya wilayah bidan ya wilayah bidan kek gitu”.
Mengenai ketrampilan dari mitranya mbak Yuyun jelaskan pada transkrip dibawah ini :
“Yang saya tahu sih seperti menguburka ari-ari memang ada ritualnya tapi enggak tahu saya. Kalau selama persalinan saya enggak lihat, dia membaca-baca doa-doa khusus cuma elus-elus aza tapi biasanya dari keluarga iya seperti sembur-semburkan air/ ludah. Saya sih gini kak, selama ini tidak membahayakan ya terserah mau dikasih ludah satu ember pun terserah yang penting bukan bagian bawah karena ada kan orang ngasih/ menyembur apa ya ke vagina nya atau pa gitu, tapi disini ya enggak pernah. Atau air yang diminumkan ke pasien ya enggak papa yang penting dibawah itu enggak ada yang mengganggu gugat gitu aja sih kalau saya. Terkadang dukun bilang ucapkan istighfar ke pasien”.
Bidan Yuyun juga sedikit menjelaskan bahwa selama dia bertugas di Desa Mukti Jaya belum ada kematian ibu dan bayi di desa ini. Hal ini menurut beliau bahwa adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat didesa ini untuk mau melahirkan di fasilitas kesehatan dan menggunakan jasa dukun bayi dalam merawat ibu dan bayinya selama masa nifas. Persalinan bersama sudah jarang dilakukan, karena pendampingan ibu Imronah sudah mulai digantikan oleh anaknya (bidan Humairoh).
Pada saat peneliti tanyakan apakah beliau mendukung kemitraan ini tetap di jalankan dan upaya apa yang beliau lakukan agar kemitraan ini tetap berjalan dengan baik :
“Pastinya mendukung kak, menurut saya upaya yang dilakukan adalah dengan berkomunikasi yang baik, masalah apapun dapat kita selesaikan, lalu silaturahmi dengan dukun kalau hubungan kita baik pastinya semuanya akan lebih baik kak dan tetap melibatkan dukun dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan ibu hamil dan bersalin”.