KAJIAN PUSTAKA
2.3 Uraian Teori
2.3.1 Komunikasi Antarbudaya
Pengertian komunikasi secara umum mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempuya pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (Devito, 1997:23).
Sedangkan budaya menurut Larry A. Samovar dalam Mulyana dan Rakhmat (2003: 18-19), sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya sendiri menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dalam bentuk-bentuk kegiatan dan prilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian
diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan seni. Tidak semua anggota budaya akan berubah dan berevolusi dari waktu ke waktu. Namun seperangkat karakteristik dimiliki bersama oleh sebuah kelompok secara keseluruhan dapat dilacak, meskipun telah berubah banyak, dari generasi ke generasi (Tubbs dan Moss, 2005: 237).
Sihabudin (2011: 19) budaya merupakan suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya diartikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya ini menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku. Budaya dapat berubah ketika kita berhubungan antara orang dari budaya satu dengan budaya yang lainnya. Bahkan terkadang budaya itu bisa jadi hilang disatu tempat dengan adanya interaksi dengan orang lain.
Seseorang tidak lepas dari komunikasi, begitu juga dengan budaya dan komunikasi yang tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 19). Komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat manusia itu dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi (Lubis, 2012: 11-12).
Komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akibatnya, interaksi dan komunikasi yang sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan dan sopan santun tertentu, serta peramalan tentang aspek tertentu terhadap lawan bicara (Liliweri, 2003:13-14). Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai atau cara perilaku kultural yang berbeda.
Selanjutnya Liliweri (2003: 256) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya akan berkesan apabila setiap orang yang terlibat dalam proses komunikasi mampu meletakkan dan memfungsikan komunikasi di dalam suatu konteks kebudayaan tertentu. Selain itu, komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh sejauhmana manusia mampu mengecilkan salah paham yang dilakukan oleh komunikator dan komunikasi antarbudaya.
2.3.1.1 Proses Komunikasi Antarbudaya
Pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis (Liliweri, 2003:24-26). Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun masih berada pada tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan ini memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap transaksional. Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni : (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang belangsung terus menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang; dan (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan kondisi tertentu.
Unsur-unsur proses komunikasi antarbudaya dalam Liliweri (2004:25-31) meliputi :
1. Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut komunikan.
2. Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan/ sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator). Komunikan dalam memahami sebuah pesan tergantung dari tiga bentuk pemahaman, yakni : (1) kognitif, komunikan menerima isi pesan sebagai sesuatu yang benar; (2) afektif, komunikan percaya bahwa pesan itu tidak hanya benar dan baik dan disukai; (3) overt action atau tindakan nyata, dimana seseorang komunikan percaya atas pesan yang benar dan baik sehingga mendorong tindakan yang tepat.
3. Pesan/Simbol
Pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang di ucapkan atau ditulis, atau simbol-simbol non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik tubuh/ anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif.
4. Media
Media merupakan tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media tertulis misalnya surat, telegram, faksimili. Juga media massa (cetak) seperti majalah, surat kabar dan buku-buku, media massa elektronik (radio, televisi, video, film, dan lain-lain).
5. Efek atau Umpan Balik
Umpan balik merupakan tanggapan balik dari komunikan kepada komunikor atas pesan-pesan yang telah disampaikan.
2.3.1.2 Hambatan Dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan dakam komunikasi antarbudaya dalam Tubbs dan Moss (2005:254-256), antara lain :
1. Etnosentrisme
Kecendrungan menghakimi nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek aspek budaya lain “menggunakan kelompok kita sendiri dan adat istiadat kita sebagai standart bagi semua penilaian”. Karena budaya tidak disadari, mungkin tidak terhindarkan bahwa kita menganggap “kelompok kita sendiri, negeri kita sendiri, budaya kita sendiri, sebagai yang terbaik yang paling bermoral”.
2. Penstreotipan (Stereotyping)
Kita cenderung memaksakan streotip-streotip pada kelompok-kelompok orang, yang membatasi komunikasi kita dengan mereka. Hampir tidak mungkin bagi kita untuk tidak menstreotipkan sebuah kelompok yang berhubungan dengan kita; lebih jauh lagi, tanpa hubungan pribadi, hampir tidak mungkin bagi kita menghilangkan streotif yang kita peroleh mengenai kelompok.
Komunikasi antarbudaya dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya antara bidan desa dan dukun bayi dalam melaksanakan program kemitraan bidan desa dan dukun bayi.