• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa) SKRIPSI. Oleh: SITI FATIMAH NUR AISYAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa) SKRIPSI. Oleh: SITI FATIMAH NUR AISYAH NIM"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

i

PETANI DI MASA PANDEMI COVID-19

(Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa)

SKRIPSI

Oleh:

SITI FATIMAH NUR AISYAH NIM 105741101516

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2020

(2)

HALAMAN JUDUL

ANALISIS PERJANJIAN BAGI HASIL PADA AKAD MUZARA’AH PERTANIAN (SAYURAN) ANTARA PEMILIK LAHAN DENGAN

PETANI PENGGARAP DALAM TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI DI MASA PANDEMI COVID-19

(Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa)

Oleh:

SITI FATIMAH NUR AISYAH NIM 105741101516

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

pada Jurusan Ekonomi Islam

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2020

(3)

iii

PERSEMBAHAN

Dengan ucapan Alhamdulillah, saya persembahkan karya ilmiah ini kepada:

1. Kedua orang tua, saudara dan seluruh kerabat saya, yang tidak mesti saya jelaskan bagaimana motivasi, bimbingan, dorongan dan dukungan, serta do’a tulus yang tiada hentinya mereka berikan kepada saya. Cukup sang pemilik langit dan bumi beserta isinya yang membalas segala apa yang mereka berikan kepada saya sebagai seorang anak, saudara dan kerabat mereka.

2. Teman-teman se-Unismuh Makassar yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu, khususnya teman-teman Ekonomi Islam 2016 yang selalu mendukung dan memberikan bantuan kepada saya, terima kasih banyak untuk kalian.

3. Pembimbing skripsi saya, Bapak Dr. H. Andi Rustam, SE., MM., Ak. CA. CPA. dan Ibu Sri Wahyuni, SE., M.E, terima kasih untuk pengarahan dan bimbingannya mulai dari titik awal hingga di titik akhir penyelesaian skripsi saya.

MOTTO

َنيِعِشاَخْلا ىَلَع َّلاِإ ٌةَريِبَكَل اَهَّنِإ َو ِةَلاَّصلا َو ِرْبَّصلاِب ْاوُنيِعَتْسا َو

Artinya :

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah_Nya sehingga segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Perjanjian Bagi Hasil pada Akad Muzara’ah Pertanian (Sayuran) antara Pemilik Lahan dengan Petani Penggarap dalam Tingkat Kesejahteraan Petani di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa) ini bisa terselesaikan dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari pelaksanaan perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap ditinjau dari hukum Islam dan mengetahui tingkat kesejahteraan petani sayur sebelum dan di masa pandemi, serta sebagai salah satu tugas untuk menyelesaikan kelulusan studi pada program sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, khususnya dari kedua pembimbing saya yaitu Bapak Dr. H. Andi Rustam, SE., MM., Ak. CA. CPA selaku pembimbing I dan Ibu Sri Wahyuni, SE., M.E selaku pembimbing II. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ismail Rasulong, SE., M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

3. Ibunda Agusdiwana Suarni, SE., M.Acc, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Seluruh dosen-dosen dan staf fakultas yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

5. Bapak Anwar Jama, selaku Kepala Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa beserta staf pegawai yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Kedua orang tua saya, yang telah membantu baik secara moral maupun material serta dukungan, doa dan motivasi sehingga dapat menyelesaikan pendidikan, begitu pun juga saudara, kerabat, sahabat, dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat untuk semua pihak dan dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan atau kekeliruan di dalam penulisan.

Makassar, 05 Desember 2020

Siti Fatimah Nur Aisyah

(9)

ix

ABSTRAK

SITI FATIMAH NUR AISYAH, 2020. Analisis Perjanjian Bagi Hasil Pada Akad Muzara’ah Pertanian (Sayuran) Antara Pemilik Lahan Dengan Petani Penggarap Dalam Tingkat Kesejahteraan Petani Di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa), Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh pembimbing I H. Andi Rustam dan pembimbing II Sri Wahyuni.

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui bentuk pelaksanaan perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap ditinjau dari hukum Islam di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, (2) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani sayur sebelum dan di masa pandemi di Desa Tonasa. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi dan wawancara yang dimana penulis melihat langsung keadaan dilapangan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) bentuk pelaksanaan perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap adalah dilakukan berdasarkan kebiasaan adat setempat yakni secara lisan dan tanpa saksi, dengan sistem langsung bagi dua dan bagi dua dengan potongan persen ketika masa panen tiba. Dari hal tersebut, perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah di Desa Tonasa belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai aturan hukum Islam. (2) Tingkat Kesejahtraan Petani, sebelum memasuki pandemi perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh petani di Desa Tonasa telah memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan petani dalam agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Namun, saat memasuki pandemi, perjanjian bagi hasil yang dilakukan petani masih memberikan manfaat bagi kesejahteraan petani, namun belum sepenuhnya mengarah kepada kesejahteraan secara menyeluruh.

(10)

ABSTRACT

SITI FATIMAH NUR AISYAH, 2020. Analysis of Sharing Profit on the Agricultural (Vegetable) Muzara'ah Agreement between Land Owners and Cultivators in the Welfare Level of Farmers during the Covid-19 Pandemic (Case Study of Tonasa Village, Tombolo Pao District, Gowa Regency), Undergraduate Thesis, Faculty of Economics and Business, Islamic Economy Study Program at University of Muhammadiyah Makassar. Advised by supervisor I H. Andi Rustam dan supervisor II Sri Wahyuni.

This study aimed: (1) to determine the form of implementation of the profit sharing agreement on the agricultural (vegetable) muzara'ah contract between land owners and smallholders in terms of Islamic economics in Tonasa Village, Tombolo Pao District, Gowa Regency, (2) to determine the level of farmer welfare vegetables before and during the pandemic in Tonasa Village, Tombolo Pao District, Gowa Regency. This is a qualitative research. Collecting data was done by observation, documentation and interviews in which the researcher observed the situation in the field directly.The results obtained from this study were is (1) the form of implementation of the profit sharing agreement in the agricultural (vegetable) muzara'ah contract between land owners and tenant farmers is carried out based on local custom, namely orally and without witnesses, with a direct system for two and halves with a percentage discount when the harvest arrived, from this the profit sharing agreement on the muzara’ah contract in Tonasa village has not been fully implemented according to the rules of Islamic law. (2) Before the pandemic occurs, the profit sharing agreement made by farmers in Tonasa Village has provided many benefits for the welfare of farmers in religion, soul, mind, descent, and property. However, when the pandemic occurs, the profit sharing agreement made by farmers still provides benefits for the welfare of farmers, but has not yet fully led to overall welfare.

Keywords: Profit sharing agreement, Agricultural Muzara’ah, Welfare Level

(11)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan teori ... 8 1. Muzara’ah ... 8 2. Bagi hasil ... 12 3. Petani ... 15 4. Tingkat Kesejahteraan ... 18 B. Tinjauan empiris ... 23 C. Kerangka konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 34

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

D. Jenis dan Sumber Data ... 35

(12)

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Metode Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

B. Deskripsi Narasumber ... 49

C. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Pada Akad Muzara’ah Pertanian (Sayuran) Antara Pemilik Lahan dengan Petani Penggarap ditinjau dari Hukum Islam di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa ... 50

D. Tingkat Kesejahteraan Petani Sayur Sebelum dan Di Masa Pandemi di Desa Tonasa ... 63 BAB V PENUTUP ... 72 A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 75 xii

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 29

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Tonasa ... 43

Tabel 4.2 Keadaan Ekonomi Penduduk Desa Tonasa ... 44

Tabel 4.3 Keadaan Sosial Desa Tonasa ... 45

Tabel 4.4 Sarana Dan Prasarana Desa ... 46

Tabel 4.5 Pembagian Wilayah Desa Tonasa ... 47

Tabel 4.6 Deskripsi Narasumber ... 50

Tabel 4.7 Bentuk Perjanjian Petani Desa Tonasa... 55

Tabel 4.8 Tingkat Kesejahteraan Sebelum dan Setelah Bagi Hasil ... 64

Tabel 4.9 Tingkat Kesejahteraan Sebelum dan Di Masa Pandemi ... 66

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konsep ... 32 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Tonasa ... 48 Gambar 4.2 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Tonasa sesudah rekruitmen

perangkat desa ... 49

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I ... 77 LAMPIRAN II ... 84 LAMPIRAN III ... 88

(16)
(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu kepentingan manusia yaitu tidak akan bisa terlepas dari kerjasama. Kerjasama yaitu pekerjaan yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dan mencapai keuntungan bersama. Menurut Hasby as-Shidiqie, kerjasama adalah akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong (ta’awanu) dalam suatu usaha dan membagi keuntungannya sesuai dengan bagiannya masing-masing.

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memegang peranan penting dalam keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan sebagian besar penduduk dan tenaga kerja menggantungkan hidup atau bekerja pada sektor pertanian.

Sektor Pertanian memiliki peran besar dalam pembangunan perekonomian. Salah satu tujuan pembangunan sektor pertanian secara khusus adalah untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, dengan demikian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik bahkan pasar internasional.

Peningkatan produksi pertanian akan berpengaruh pada petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Besarnya penduduk Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, menyebabkan banyak petani yang ingin bercocok tanam namun tidak memiliki lahan atau modal. Oleh karena

(18)

itu, sebagai sarana atau jalan untuk memberikan kesempatan kepada petani yang tidak memiliki lahan pertanian maka diadakanlah suatu bentuk perjanjian antara pemilik lahan sebagai pihak penyedia lahan sekaligus modal dan petani penggarap sebagai pihak pengelola lahan dengan menerapkan sistem bagi hasil. Sebagaimana dikutip oleh Rasjid (2012: 302) dalam bukunya.

َع َث ْنِم اَهْنِم ُجُرْخَياَم ِطْرَشِب َرَبْيَخ َلْهَأ َلَماَع َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِِّيِبَّنلا َّنَاَرَمُع ِنْبِا ْن ٍعْرَز ْوَا ٍرَم

)ملسمور(

Artinya:

Dari ibnu Umar, “sesungguhnya Nabi SAW. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan baik dari buah-buahan maupun dari hasil pertahunan (palawija).” (Riwayat Muslim).

Ajaran Islam menganjurkan untuk memanfaatkan bumi sebagai sumber penghidupan bagi manusia dengan cara-cara yang sesuai dengan firman Allah dan hadist Rasulullah SAW, dan tidak membuat kerusakan di muka bumi yang Allah telah ciptakan ini. Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-A’raaf ayat 58 sebagai berikut:

ِِّرَصُن َكِل

ََٰذَك ۚ اًدِكَن َّلاِإ ُجُرْخَي َلا َثُبَخ ىِذَّلٱَو ۖ ۦِهِِّبَر ِنْذِإِب ۥُهُتاَبَن ُجُرْخَي ُبِِّيَّطلٱ ُدَلَبْلٱَو

ُف

َنوُرُكْشَي ٍم ْوَقِل ِتََٰياَءْلٱ

Artinya:

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (Departemen Agama RI, 2007:225)

(19)

Dan dalam hukum Islam, ada beberapa konsep kerjasama dalam bidang pengolahan lahan pertanian diantaranya adalah musaqah,

mukhabarah dan muzara,ah.

Muzara’ah adalah pemilik tanah menyerahkan alat dan benih

kepada yang hendak menanaminya dengan suatu ketentuan dia akan mendapat hasil yang telah dia tentukan, misalnya: seperdua, sepertiga atau kurang atau lebih menurut persetujuan bersama.

Adapun yang diungkapkan oleh Syafi’i Antonio dalam bukunya:

“Muzara’ah adalah kerja sama pengelolah pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian ke penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.”

Perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan pada umumnya adalah atas keinginan bersama, yaitu pemilik lahan dan petani penggarap. Dan perjanjian bagi hasil ini dilakukan secara lisan dan atas dasar saling percaya kepada sesama anggota masyarakat.

Seperti halnya pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa pada umumnya dilakukan secara lisan dan atas dasar saling percaya satu sama lain tanpa disaksikan dan prosedur hukum yang mendukung. Pelaksanaan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak ada bukti yang kuat telah terjadi kerjasama kedua belah pihak. Dengan tidak adanya bukti yang kuat tersebut, terjadi kesenjangan

(20)

antara pemilik lahan dan petani penggarap dalam hal keuntungan. Kadang petani penggarap merasa dirugikan karena hasil yang di peroleh tidak sebanding dengan kerja keras mereka selama proses penanaman hingga panen tiba.

Adapun sistem pembayaran bagi hasil yang dilakukan masyarakat Desa Tonasa pada dasarnya tergantung dari kesepakatan bersama menurut kebiasaan orang-orang terdahulu yang masih diaplikasikan hingga sekarang. Mereka tidak menyadari apakah perjanjian yang dilakukan itu sudah sesuai dengan tinjauan ekonomi Islam atau tidak. Namun mereka hanya menganut sistem bagi hasil yang telah berlaku pada masyarakat umumnya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama.

Corona virus disease 2019 (COVID-19) pertama kali diidentifikasi pada Desember di Wuhan, Tiongkok, telah menyebabkan pandemi dan menimbulkan kepanikan masyarakat di seluruh dunia saat ini (Azamfirei, 2020). Akibat yang ditimbulkan dari adanya pandemi ini adalah berubahnya pola konsumsi dan pekerjaan sehingga menyebabkan perubahan terjadi pada pasar komoditas pangan. Adanya ketidakpastian kondisi dan tingginya kekhawatiran terkait tingkat kesejahteraan petani, tidak terkecuali pada petani di Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Faktor COVID-19 yang paling dirasakan petani adalah harga tanaman yang mengalami penurunan, sehingga tidak sebanding dengan usaha dan biaya

(21)

operasional yang dikeluarkan petani saat melakukan pengelolaan hasil pertanian yang dikelola.

Dalam hal ini, tak sedikit petani di Desa Tonasa menanggung kerugian cukup besar, sehingga ada yang terpaksa berhenti menanam atau menanam tanaman sampingan sambil menunggu kondisi normal kembali.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dikaji lebih dalam untuk

dijadikan suatu bahan kajian dengan judul: Analisis Perjanjian Bagi

Hasil Pada Akad Muzara’ah Pertanian (Sayuran) Antara Pemilik Lahan Dengan Petani Penggarap Dalam Tingkat Kesejahteraan Petani Di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Desa Tonasa Kec.Tombolo Pao Kabupaten Gowa).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, maka ada beberapa rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap ditinjau dari hukum Islam di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani sayur sebelum dan di masa pandemi di Desa Tonasa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada uraian rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

(22)

1. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap ditinjau dari hukum Islam di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani sayur sebelum dan di masa pandemi di Desa Tonasa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dalam hal sebagai berikut:

1. Manfaat praktis

a. Manfaat bagi pihak akademik, yaitu penelitian ini diharapkan

dapat menjadi upaya pengembangan kemampuan dan informasi ilmu pengetahuan di bidang ekonomi dan pertanian, khususnya dalam lingkup bagi hasil pertanian.

b. Manfaat bagi pihak peneliti, yaitu diharapkan dapat menjadi

tugas akhir sebagai seorang mahasiswa yang mampu menjadi suatu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Manfaat teoritis

Selain manfaat praktis yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini juga memiliki manfaat teoritis yaitu sebagai bahan

pengembangan pemahaman ilmu pengetahuan mengenai

pelaksanaan perjanjian bagi hasil pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap dan tingkat kesejahteraan

(23)

petani sebelum dan di masa pandemi di Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, serta sebagai referensi teori untuk penulis selanjutnya.

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

1. Muzara’ah

a. Pengertian dan Landasan Hukum Muzara’ah

Muzara’ah menurut bahasa diambil dari akar kata zara’ah yang artinya menumbuhkan. Dari sumber lain disebutkan bahwa muzara’ah berasal dari kata az-zar’u, yang berarti menabur benih atau menumbuhkan. (Fifi Alifatun, 2017).

Muzara’ah secara terminologis adalah kerjasama

pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. (Dahrum, 2017).

Menurut Afzalur Rahman, mengemukakan bahwa

muzara’ah (sistem bagi hasil) adalah sistem kerjasama antara pemilik lahan (tanah) dengan petani penggarap (pekerja) dengan ketentuan pemilik lahan menerima bagian tertentu yang telah ditetapkan dari hasil produksi, bisa 1 2⁄ , 1 3⁄ atau 1 4⁄ dari petani penggarap berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian dan umumnya pembayaran diberikan dalam bentuk hasil bumi. (Andi Arwini, 2014).

Adapun ayat al-qur’an yang secara umum membolehkan muzara’ah, yaitu:

(25)

Artinya:

“....dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…“ (Qs. Al-Muzammil : 20).

Dan hadist yang secara umum yang membolehkan muzara’ah, yaitu:

َلهَأ َلَماَع َمَّلَس َو ِهيَلَع ُاللُ ىَّلَص ِالله ُلوُس َر َّنَأ( ُهنَع ُالله َى ِضَرُرَمُع نِبا ِنَع

ِم ُجُرخَيَام ٍرطَشب َرَبيَخ

ي ِراَخُبلا ُهَج َرخَأ )ٍعرَز وَأ ٍرَمَث نِم اَهن

Artinya:

“Diriwayatkan oleh Ibnu Uman R.A. sesungguhnya Rasulullah

SAW. melakukan bisnis atau perdagangan dengan penduduk Khaibar untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil berupa buah-buahan atau tanaman” (HR. Bukhari).

b. Rukun dan Syarat Muzara’ah

1) Rukun Muzara’ah

Rukun muzara’ah, menurut jumhur ulama adalah

sebagai berikut:  Pemilik tanah

 Petani penggarap (Pengelola)

 Objek muzara’ah yaitu antara manfaat lahan dan hasil

kerja pengelola  Ijab dan qabul

Secara sederhana ijab dan qabul cukup dengan lisan saja. Namun, sebaliknya dapat dituangkan dalam surat

(26)

perjanjian yang dibuat dan disetujui bersama, termasuk bagi hasil (persentase kerjasama itu).

2) Syarat Muzara’ah

Syarat-syarat muzara’ah, menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:

 Syarat aqid (orang yang melakukan akad)

Orang yang akan melakukan akad ada dua yaitu pemilik lahan dan petani penggarap yang dimana harus baligh dan berakal sehat.

 Syarat tanaman atau objek

Yang menyangkut benih yang ditanam, itu harus jelas sehingga apa yang akan ditanam itu jelas dan bisa menghasilkan.

 Syarat tanah garapan sebagai berikut:

 Boleh digarap dan menghasilkan, menurut adat dikalangan para petani.

 Batas-batas tanah harus jelas

 Diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap, namun apabila ada isyarat bahwa pemilik tanah ikut mengelola pertanian maka akad muzara’ah tidak sah.

 Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan yaitu:

1) Jelas ketika akad

(27)

3) Adanya ketetapan mengenai ukuran diantara keduanya, seperti seperdua, sepertiga, seperempat dan lain-lain.

 Syarat mengenai jangka waktu juga harus dijelaskan

sejak awal dalam akad karena akad muzara’ah

mengandung makna akad ijarah (sewa-menyewa dan upah-mengupah), dengan imbalan sebagai hasil panen. Maka dari itu, jangka waktunya harus jelas dan untuk penentuannya, jangka waktu itu biasanya disesuaikan juga dengan adat istiadat setempat.

 Syarat mengenai kehalalan barang atau objek muzara’ah

itu sendiri. Dalam hal ini pemilik lahan ataupun penggarap haruslah memperhatikan dengan jelas halal atau tidaknya suatu objek yang mereka akan olah, agar usaha tersebut sejalan dengan ajaran agama Islam.

Jumhur ulama yang membolehkan al-muzara’ah,

mensyaratkan juga harus jelas baik berupa jasa petani maupun pemanfaatan tanah, sehingga benihnya dari petani.

c. Hikmah Muzara’ah

Hikmah muzara’ah antara lain : (1) terwujudnya suatu kerjasama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (3) Menanggulangi kemiskinan dan (4) terciptanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki

(28)

kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan. (Aryuningsih: 2017).

2. Bagi Hasil

a. Pengertian Bagi Hasil

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan bagi hasil pertanian adalah perjanjian pengolahan lahan, dengan upah sebagian dari hasil yang diperoleh dari pengolahan lahan tersebut.

Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana (Rofiq, 2004).

b. Rukun dan Syarat Bagi Hasil

 Rukun

Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa bagi hasil memiliki lima rukun:

1. Modal, 2. Jenis usaha, 3. Keuntungan,

4. Shighot (pelafalan transaksi),

5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola.  Syarat

1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam

(29)

mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

 Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

 Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

 Akad dituangkan secara tertulis, melalui

korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

 Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

 Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

 Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib (pengelola modal), baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

(30)

 Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

 Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

 Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat

dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh

menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Kegiatan usaha adalah hak eksklusif pengelola (mudharib), tanpa campur tangan penyedia dana,

tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan

pengawasan.

 Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

(31)

 Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam

dalam tindakannya yang berhubungan dengan

mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

3. Petani

a. Pengertian Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (sayu-mayur) dengan harapan untuk memperoleh hasil tersebut untuk digunakanan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.

Berbicara tentang petani sudah pasti tidak terlepas dengan yang dinamakan sawah, yaitu tempat atau media dimana para petani bekerja dan di sawah itulah proses bertani dijalankan, mulai dari pengolahan tanah, pembenihan, hingga panen tiba. Tentang adanya sawah di Indonesia pertama kali ditemukan di daerah Jawa Tengah berasal dari abad ke-9 masehi. Sejak saat itulah kita mulai mengenal sawah sebagai mata pencaharian hidup manusia (Ayat Rohadi, 1981: 83).

Menurut Rodjak (2006), petani sebagai unsur usaha tani memegang peranan yang penting dalam pemeliharaan tanaman atau ternak agar dapat tumbuh dengan baik, ia berperan sebagai pengelola usaha tani. Petani sebagai pengelola usaha

(32)

tani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki atau disewa dari petani lainnya untuk kesejahteraan hidup keluarganya.Petani yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu.

Menurut Pertiwi (2013) secara umum petani dibedakan menjadi beberapa, yaitu petani pemilik lahan, petani penyewa lahan, petani penggarap dan buruh tani.

1. Petani pemilihin lahan adalah petani yang mempunyai lahan sendiri dan bertanggung jawab atas lahannya. Sehingga petani pemilik lahan mempunyai ha katas lahannya untuk memanfaatkan lahannya seperti penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang dilakukan sendiri.

2. Petani penyewa adalah petani yang menyewa tanah orang lain untuk kegiatan pertanian. Besarnya biaya sewa tergantung pemilik tanah yang menentukan besarnya biaya sewa.

3. Petani penggarap adalah petani yang menggarap tanah orang lain dengan sistem bagi hasil. Resiko usahatani yang ditanggung bersama dengan pemilik tanah dan penggarap dalam sistem bagi hasil. Besarnya bagi hasil tidak sama tergantung daerah masing-masing.

(33)

4. Buruh tani adalah petani yang menggarap atau bekerja di tanah orang lain untuk mendapatkan upah kerja. Hidupnya tergantung pada pemilik sawah yang mempekerjakannya.

b. Hak dan Kewajiban Pemilik Lahan dan Penggarap

Hak dan kewajiban pemilik lahan dan penggarap adalah: 1) Pemilik tanah

a) Hak

1. Menerima pembagian hasil tanah yang besarnya sesuai dengan kesepakatan imbangan bagi hasil oleh para pihak dan ditambah untuk ganti rugi biaya bibit, pupuk, dll;

2. Menerima sawahnya kembali dalam keadaan baik. b) Kewajiban

1. Menyerahkan tanahnya kepada penggarap untuk digarap;

2. Mengeluarkan biaya produksi, meliputi biaya benih, biaya pupuk dan biaya penggarapan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

2) Penggarap a) Hak

1. Menerima pembagian hasil tanah yang besarnya sesuai dengan kesepakatan imbangan bagi hasil para pihak dan ditambah untuk penggantian uang bibit, pupuk, dll;

(34)

2. Menerima penyerahan tanah dari pemilik tanah untuk digarap.

b) Kewajiban

1. Mengeluarkan biaya produksi, meliputi biaya benih, biaya pupuk dan biaya penggarapan sesuai dengan kesepakatan para pihak;

2. Menyerahkan kembali tanah dalam keadaan baik.

4. Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan dalam pandangan Islam tentu saja berbeda

secara mendasar dengan kesejahteraan dalam ekonomi

konvensional. Kesejahteraan dalam ekonomi Islam tetap memperhatikan kebutuhan spiritual manusia dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Sebagaimana dikemukakan Imam

Al-Ghazali, tujuan tersebut termasuk meningkatkan kesejahteraan

dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan intelektualitas, kekayaan, dan kepemilikan (Nasution, dkk, 2006:203). Sementara dalam konteks ekonomi konvensional, diartikan sebagai upaya pemerintah untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan distribusi pendapatan dan kepemilikan tanpa memperhatikan kebutuhan spiritual manusia. Artinya, dalam ekonomi Islam kebutuhan material dan spiritual berjalan secara bersamaan.

Heryawan (2009) menyatakan bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejahtera ialah kata benda yang dapat diartikan

(35)

Berdasarkan istilah umum, sejahtera adalah suatu kondisi yang menunjuk pada keadaan yang baik, makmur, sehat dan damai.

Indikator kesejahteraan petani dalam berbagai pandangan, Sudana dkk., (dalam Burhansyahdan Melia P, 2010: 308) menyebutkan sedikitnya ada lima aspek yang dapat menunjukkan indikator kesejahteraan petani (Dias Rizqi Wardani: 2019) :

a. Perkembangan Struktur Pendapatan.

b. Perkembangan Pengeluaran Untuk Pangan. c. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP).

d. Perkembangan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga petani.

e. Daya beli rumah tangga petani.

Adapun indikator kesejahteraan dalam Islam, dimana dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan di dunia dan akhirat, para ahli ushul fikih meneliti dan menetapkan ada lima unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan merupakan tujuan syari’ah

(maqashid al-syari’ah). Maqashid al-syariah merupakan tujuan akhir

dari syariat Islam, yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) serta kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Kelima pokok tersebut merupakan suatu hal yang harus selalu dijaga dalam kehidupan ini. Kelima pokok tersebut merupakan bagian dari daruriyyat, yang apabila tidak terpenuhi maka akan membawa kerusakan bagi manusia.

(36)

Hal diatas dapat kita lihat dalam penjelasan Imam

Asy-Syathibi, mengenai tujuan utama dari maqashid al-syari’ah, yang

dimana untuk menjaga dan memperjuangkan tiga kategori hukum yaitu:

a) Daruriyyat

Daruriyat adalah penegakan kemaslahatan agama dan

dunia. Artinya ketika daruriyyat itu hilang, maka kemaslahatan dunia dan bahkan akhirat juga akan hilang. Dan jika diabaikan maka dapat menimbulkan suatu bahaya / resiko pada rusaknya kehidupan manusia. Bersifat primer dimana kehidupan manusia sangat tergantung padanya, baik aspek diniyah (agama) maupun aspek duniawi (dunia).

Ada lima poin yang utama dan mendasar yang masuk dalam jenis daruriyyat, yaitu:

1. Memelihara agama (Hifdz ad-Din) menjadi haq attadayyun (hak beragama) yaitu hak untuk beribadah dan menjalankan ajaran-ajaran agama. Hak ini bukan hanya sekedar menjaga kesucian agama, namun juga membangun sarana ibadah dan menciptakan pola relasi yang sehat dan menjalankan agama, baik antar sesama agama maupun dengan orang yang beda agama. Dengan demikian secara tidak langsung hak ini digunakan untuk menciptakan situasi

kondusif untuk mengejewantahkan keberagamaan

(37)

2. Menjaga Jiwa (Hifdz an-Nafs) menjadi haq al-Hayat (hak hidup). Hak ini bukan hanya sekedar sebagai alat untuk pembelaan diri. Hak ini seharusnya diarahkan untuk menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik bagi diri dan masyarakat. Hak hidup harus diorientasikan pada perbaikan kualitas kehidupan manusia seutuhnya, bukan secara parsial.

3. Memelihara akal (Hifdz al-Aql), yaitu haq al-ta’lim (hak mendapatkan pendidikan) menghargai akal bukan berarti hanya sekedar menjaga kemampuan akal untuk tidak gila

ataupun mabuk. Orientasi penjagaan akal adalah

pemenuhan hak intelektual bagi setiap individu yang ada dalam masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah terjadinya pencurian terhadap hak cipta, karya dan kreasi seseorang. Penjagaan terhadap hal tersebut adalah masuk

dalam kategori penjagaan terhadap akal, jaminan

keamanan untuk karya intelektual.

4. Memelihara harta (Hifdz al-Mal), yaitu haq al-amal (hak bekerja). Hal ini tidak hanya diterjemahkan sebagai upaya untuk menjaga harta dari gangguan orang lain. Dengan demikian, semua orang dapat mencicipi hak harta dalam kehidupannya untuk mendapatkan kualitas hidup yang sejahtera.

(38)

5. Memelihara kehormatan (Hifdz al-irdl) / Keturunan, yaitu haq al-intirom al-insani (hak atas kehormatan manusia). Bukan hanya sekedar upaya untuk menjaga kehormatan diri dan keluarga dari tuduhan dan fitnah orang lain. Pelestarian adat dan budaya adalah bagian terpenting dalam menjaga kehormatan dan martabat masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas, menjaga martabat dan kehormatan bangsa adalah termasuk dalam pembicaraan hak menjaga kehormatan.

Apabila kelima poin di atas dapat dipenuhi, maka umat manusia mendapatkan kehidupan yang mulia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat. atau dalam ekonomi Islam biasa dikenal dengan falah.

b) Hajiyat

Tahapan kedua dari maqashid al-syari’ah adalah hajiyat yang didefinisikan sebagai “hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan yang dapat menyebabkan bahaya dan ancaman, yaitu jika sesuatu yang mestinya ada menjadi tidak ada.”

c) Tahsiniyat

Tahapan terakhir maqashid al-syari’ah adalah tahsiniyat, yang pengertiannya adalah “melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari yang buruk sesuai dengan apa yang telah diketahui oleh akal sehat.”.

(39)

B. Tinjauan Empiris

Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap penelitian yang telah ada, peneliti tidak menemukan judul penelitian yang sama dengan judul “Analisis Perjanjian Bagi Hasil pada Akad Muzara’ah Pertanian (Sayuran) Antara Pemilik Lahan dengan Petani Penggarap dalam Tingkat Kesejahteraan Petani Di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Desa Tonasa Kec. Tombolo Pao Kabupaten Gowa)”. Namun peneliti menemukan penelitian yang masih berhubungan dengan judul yang akan diteliti tersebut, diantaranya:

1) Penelitian dilakukan oleh Dini Eki Putri tahun 2019, dengan judul “Sistem Bagi Hasil Pertanian: Antara Petani Dengan Pemodal Di Anggeraja Enrekang”. Penelitian ini diadakan bertujuan untuk mengetahui : (1) apa faktor penyebab orang yang memiliki modal mau menjadi pemodal bawang merah di Desa Salu Dewata Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, (2) bagaimana system bagi hasil pertanian bawang merah yang dilakukan petani dengan pemodal di Desa Salu Dewata Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor penyebab orang yang memiliki modal mau menjadi pemodal bawang merah dikarenakan ingin lebih meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga, adanya hubungan kekeluargaan dengan petani dan petani memang sangat memerlukan bantuan dari segi modal untuk meningkatkan taraf kesejahteraan keluarganya. Membuka lapangan pekerjaan kepada petani. (2) Sistem bagi hasil

(40)

yang dilakukan di Desa Salu Dewata itu ada dua. Pertama adalah bagi hasil dengan cara keuntungan bersih dibagi dua antara pemilik modal dan petani penggarap. Bagi hasil ini dimana pemilik lahan adalah petani dan pemilik modal hanya memberikan modalnya berupa bibit, pestisida dan biaya operasional lainnya. Kedua adalah sistem pengupahan dengan cara petani diupah berdasarkan hasil panen, tidak ada kesepakatan sebelumnya (tergabtung dari hasil panen). Bagi hasil ini dimana pemilik lahan adalah sekaligus pemilik modal, petani hanya dipekerjakan di kebun pemilik modal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Dini Eki Putri pada satu Desa yaitu Desa Salu Dewata Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yang berfokus pada sistem bagi hasil pertanian bawang merah antara pemilik modal dengan petani dalam meningkatkan taraf kesejahteraan keluarganya, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan adalah mengenai perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) yang berfokus pada pemilik lahan dan petani penggarap dalam tingkat kesejahteraannya di masa pandemi di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao kabupaten Gowa. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan adalah penelitian yang berfokus pada bagi hasil antara pemilik lahan (modal) dan petani dalam tingkat kesejahteraanya.

(41)

2) Penelitian dilakukan oleh Ahmad Sodik tahun 2019, dengan judul “Perjanjian Bagi Hasil Pengelolaan Perkebunan Karet Antara Pekerja Dan Pemilik Kebun Karet (Studi Kasus Di Desa Karya Batik, Kecamatan Marga Sakti, Kabupaten Bengkulu Utara)”. Perjanjian Kerjasama pengolahan kebun karet kerap dilakukan oleh masyarakat Desa Karya Bakti dengan alasan saling membantu masyarakat yang ingin bekerja namun tidak memiliki lahan perkebunan sendiri. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering timbul hambatan yang disebabkan oleh para pihak. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai sistem perjanjian di bawah tangan mebuat masyarakat tidak mengetahui kerugian yang ditimbulkan, karena mereka masih memiliki ikatan sistem kekeluargaan yang sangat erat yang dirasa menjadikan perjanjian yang mereka lakukan adalah benar, meskipun lemah dimata hukum. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa hak dan kewajiban para pihak tidak jelas karena masih menggunakan sistem perjanjian di bawah tangan yang dilandasi sifat kekeluargaan dan saling percaya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya akan lakukan adalah peneliti ini meneliti tentang perjanjian bagi hasil pengelolaan kebun karet antara pekerja dan pemilik kebun karet, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan membahas tentang perjanjian bagi hasil pengelolaan lahan antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian

(42)

ini adalah keduanya membahas perjanjian bagi hasil pada pelaku pertanian itu sendiri.

3) Penelitian dilakukan oleh Krismon Tri Damayanti tahun 2019, dengan judul “Perjanjian Bagi Hasil Dalam Kerjasama Pengelolaan Sawah Di Desa Sungai Rasau Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui hukum ekonomi syariah terhadap pelaksanaan Perjanjian pengelolaan sawah di Desa Sungai Rasau Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerjasama yang dilakukan secara lisan, tidak menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak yang melakukan kerjasama. Akan tetapi, semakin menumbuhkembangkan jiwa sosial yang baik di antara masyarakat Desa Sungai Rasau. Hal yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan adalah fokus peneliti ini mengenai perjanjian bagi hasil dalam kerjasama pengelolaan sawah, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan

adalah mengenai perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah

pertanian (sayuran) dalam tingkat kesejahteraan pemilik lahan dengan petani penggarap di masa pandemi. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian ini adalah keduanya membahas mengenai perjanjian bagi hasil.

4) Penelitian dilakukan oleh Abdul Muttalib tahun 2015, dengan judul “Analisis Sistem Bagi Hasil Muzara’ah Dan Mukhabarah Pada Usahatani Padi Dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan

(43)

Keluarga Petani Penggarap Dan Pemilik Lahan Di Kecamatan Praya Timur”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan sistem bagi hasil muzara’ah dan mukhabarah pada usahatani padi ditinjau dari perspektif Islam serta implikasinya terhadap kesejahteraan keluarga petani penggarap dan pemilik lahan di Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konsep bagi hasil nyakap yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Praya Timur pelaksanaannya sebagai berikut: Konsep nyakap yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Praya Timur pada dasarnya sama dengan konsep muzara’ah dan mukhabarah yang ada dalam Islam dengan pelaksanaanya sebagai berikut: Akadnya dilakukan hanya dengan mengucapkan dengan lisan saja, biaya ada dua macam yakni biaya

keseluruhan dari pemilik lahan (Muzara’ah) dan biaya yang

ditanggung oleh penggarap (Mukhabarah), sedangkan untuk

pembagian hasil dilaksanakan dengan mengurangi biaya

pengerjaan terlebih dahulu dan alokasi bagi hasil ini masih pada tatanan konsumsi bagi penggarap lahan dan bagi pemilik lahan alokasinya lebih terarah kepada persediaan untuk masa depan, dengan menabungkan hasil dari pembagian usahatani padi tersebut. Hal yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan adalah fokus peneliti ini

(44)

mengenai sistem bagi hasil muzara’ah dan mukhabarah pada usahatani padi ditinjau dari perspektif Islam serta implikasinya terhadap kesejahteraan keluarga petani penggarap dan pemilik lahan, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan membahas

tentang perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian

(sayuran) dalam tingkat kesejahteraan pemilik lahan dengan petani penggarap di masa pandemi. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian ini adalah keduanya membahas mengenai perjanjian bagi hasil.

5) Penelitian dilakukan oleh Adhie Faradila Sandy tahun 2019, dengan judul “Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pecatu Antara Masyarakat Dan Pemerintah Desa (Studi Desa Danger Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah pecatu antara pemerintah desa dan masyarakat di Wilayah Desa Danger Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur dan untuk mengetahui akibat hukum apabila perjanjian bagi hasil tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Metode yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Perjanjian bagi hasiltanah pecatu ini diatur dalam UU No. 2 Tahun 1960. Tetapi di Wilayah Kecamatan Masbagik tidak menggunakan UU No. 2 Tahun 1960, melainkan menggunakan konsep hukum adat yaitu dengan istilah “Nyakap” bentuk perjanjian yang digunakan tidak secara tertulis melainkan hanya secara lisan

(45)

atas dasar kepercayaan, dalam penyelesaian sengketa atau masalah adat lainnya masyarakat hukum adat Desa Danger juga

cenderung menggunakan pola hukum adat dalam

penyelesaiannya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya akan lakukan adalah peneliti ini meneliti tentang perjanjian bagi hasil tanah pecatu antara antara masyarakat dan pemerintah desa, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan membahas

tentang perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian

(sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Persamaan penelitian yang akan saya lakukan dengan penelitian ini adalah keduanya membahas perjanjian bagi hasil.

(46)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama/ Judul/Tahun Metode

Analisis HasilPenelitian 1. Dini Eki Putri, Sistem

Bagi Hasil Pertanian: Antara Petani Dengan Pemodal Di Anggeraja Enrekang, (2019). Analisis Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor penyebab orang yang memiliki modal mau

menjadi pemodal bawang merah dikarenakan ingin lebih meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga, adanya hubungan kekeluargaan dengan petani dan petani memang sangat memerlukan bantuan dari segi modal untuk meningkatkan taraf kesejahteraan keluarganya. Membuka lapangan

pekerjaan kepada petani. (2) Sistem bagi hasil yang dilakukan di Desa Salu Dewata itu ada dua. Pertama adalah bagi hasil dengan cara keuntungan bersih dibagi dua antara pemilik modal dan petani penggarap.

2. Ahmad Sodik, Perjanjian Bagi Hasil Pengelolaan

Perkebunan Karet Antara Pekerja Dan Pemilik Kebun Karet (Studi Kasus Di Desa Karya Batik, Kecamatan Marga Sakti, Kabupaten Bengkulu Utara), (2019). Analisis Deskriptif kualitatif

Hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa hak dan kewajiban para pihak tidak jelas karena masih

menggunakan sistem perjanjian di bawah tangan yang dilandasi sifat

kekeluargaan dan saling percaya.

3. Krimon Tri Damayanti, Perjanjian Bagi Hasil Dalam Kerjasama Pengelolaan Sawah Di Desa Sungai Rasau Dalam Perspektif

Analisis Kualitatif

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerjasama yang dilakukan secara lisan, tidak menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak

(47)

Hukum Ekonomi Syariah, (2019).

yang melakukan kerjasama. 4. Abdul Muttalib, Analisis

Sistem Bagi Hasil Muzara’ah Dan Mukhabarah Pada Usahatani Padi Dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Keluarga Petani Penggarap Dan Pemilik Lahan Di Kecamatan Praya Timur, (2015). Analisis Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konsep bagi hasil nyakap yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Praya Timur

pelaksanaannya sebagai berikut: Konsep nyakap yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Praya Timur pada dasarnya sama dengan konsep muzara’ah dan mukhabarah yang ada dalam Islam dengan pelaksanaanya sebagai berikut: Akadnya dilakukan hanya dengan

mengucapkan dengan lisan saja.

5. Adhie Faradila Sandy, Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pecatu Antara Masyarakat Dan Pemerintah Desa (Studi Desa Danger Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur), (2019). Analisis Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian bagi hasil tanah pecatu ini diatur dalam UU No. 2 Tahun 1960. Tetapi di Wilayah Kecamatan

Masbagik tidak

menggunakan UU No. 2 Tahun 1960, melainkan menggunakan konsep hukum adat yaitu dengan istilah “Nyakap” bentuk perjanjian yang digunakan tidak secara tertulis melainkan hanya secara lisan atas dasar

kepercayaan, dalam

penyelesaian sengketa atau masalah adat lainnya masyarakat hukum adat Desa Danger juga

cenderung menggunakan pola hukum adat dalam penyelesaiannya.

(48)

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Konsep

Keterangan: Dalam pengelolaan lahan pertanian ada perjanjian yang dibuat antara pemilik lahan dengan petani penggarap yaitu perjanjian bagi hasil. Pada perjanjian bagi hasil ini, ada pemilik lahan sebagai pihak penyedia lahan, modal, bibit, dan pupuk, dan petani

penggarap sebagai pihak pengelola lahan yang dimana termasuk

tenaga/keahlian, SDM dan waktu sampai pengolahan pascapanen. Kemudian, dari perjanjian tersebut menghasilkan hasil garapan dengan cara pembagian keuntungan, yaitu petani penggarap akan

PERJANJIAN BAGI HASIL

Pemilik Lahan (Pemodal) Petani Penggarap (Pengelola)

LAHAN PERTANIAN

HASIL PANEN Sebelum/Masa Pandemi KESEJAHTERAAN

(49)

mendapatkan dari seluruh penghasilan setelah diambil untuk biaya perawatan, sedang bagian yang lain untuk pemilik lahan yang biasanya mendapatkan setengah bagian, atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Dengan hal ini, sistem yang digunakan dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil tersebut merupakan sistem muzara,ah, yang dimana dilihat dari pengertian dari muazara’ah itu sendiri adalah akad kerjasama antara pemilik lahan dan penggarap dalam pengolahan pertanian untuk kemudian hasilnya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan dari hasil panen tersebut.

Dan dari hasil kerjasama tersebut dapat memberikan banyak manfaat bagi petani yaitu dalam hal kesejahteraan, seperti kebutuhan-kebutuhan dasar yang dapat terpenuhi dengan baik.

(50)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang mana adalah penelitian yang memecahkan masalahnya dengan menggunakan data empiris. Peneliti saat proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang diungkap oleh subjek melalui ucapan kata-kata atau tulisan maka tentu data tersebut telah dipengaruhi oleh jalan pemikiran subjek sesuai pengertian yang diketahuinya, karena itu ungkapan tersebut lebih tepat disebut informasi.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada rumusan masalah yang telah

ditetapkan pada rumusan masalah. Peneliti merumuskan

permasalahan sebagai fokus kajian dengan harapan pembahasan kajian dapat tersusun dengan sistematis, terarah dan mudah di pahami terutama yang terkait dengan Analisis perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap dalam tingkat kesejahteraan petani di masa pandemi covid-19 di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi atau daerah yang penulis teliti berada di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa. Lokasi ini dipilih karena di daerah ini sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai

(51)

petani yang melakukan kegiatan kerjasama bagi hasil. Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 2 bulan setelah melaksanakan seminar ujian proposal yaitu pada bulan Oktober sampai Desember 2020.

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan sekunder.

a. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dari responden secara lansung dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman, yang mana data primer disini merupakan data yang diperoleh dari peninjauan langsung ke lapangan dan wawancara langsung kepada para informan.

b. Data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur berupa buku, jurnal dan penelitian terdahulu dan langsung dimanfaatkan peneliti. Selain dari itu, diperoleh juga dari studi kepustakaan dan studi dokumen yang ada di desa tempat peneliti melakukan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis digunakan oleh peneliti yang bertujuan untuk mendapatkan data dalam penelitian. Pada penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian kualitatif yang harus membutuhkan data yang jelas dan spesifik.

Menurut Sugiyono (2018: 224) bahwa pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi.

(52)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, dokumentasi dan wawancara.

1. Observasi

Observasi merupakan pengamatan sebuah studi kasus atau pembelajaran yang dilakukan dengan sengaja, terarah, urut dan sesuai pada tujuan.

Penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian yakni mengamati perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara pemilik lahan dengan petani penggarap di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa.

2. Dokumentasi

Sugiyono (2015: 329) menyatakan bahwa pengertian dokumen adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka, dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.

Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksud adalah pencarian dan pengumpulan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku-buku, majalah, dokumen, dan lain-lain.

(53)

Sugiyono (2018: 140) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

F. Instrument Penelitian

Adapun intrumen penelitian yang digunakan adalah melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diselidiki dengan menggunakan notebook, kamera, handphone dan pedoman wawancara.

G. Metode Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2011)

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Proses analisis data secara deskriptif kualitatif dimulai dengan menelaah data diperoleh dari berbagai sumber atau informasi, baik melalui wawancara maupun studi dokumentasi. Untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi yang berkaitan dengan pengambilan sampel dan

(54)

tekhnik wawancara digunakan triangulasi sumber data. Kemudian data dianalisis menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan, proses ini berlangsung terus-menerus.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi

disusun, sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif, dapat berupa teks naratif, maupun matrik, grafik, jaringan dan bagan. 3. Penarikan Kesimpulan

Upaya penarikan kesimpulan atau verifikasi peneliti secara terus-menerus selama berada di lapangan. Dalam penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi dan wawancara.

Dengan metode analisis inilah peneliti berusaha untuk

menggambarkan sekaligus menganalisa secara deskriptif dari hasil penelitian yang dilakukan, yaitu mendeskripsikan tentang pelaksanaan

perjanjian bagi hasil pada akad muzara’ah pertanian (sayuran) antara

(55)

petani di masa pandemi Covid-19 di Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa.

(56)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Desa Tonasa

Desa Tonasa merupakan salah satu desa dari 9 (sembilan) Desa / Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten

Gowa. Secara geografis Desa Tonasa terletak antara 50 11’ 30” LS - 50

14’ 30” LS dan 1190 54’ 30” BT - 1190 58’ 0” BT dengan luas wilayah ±

2. 125, 65 ha atau ± 21,25 km2.

Batas Wilayah Administratif Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kelurahan Tamaona dan Desa Mamampang

 Sebelah Timur : Desa Mamampang dan Desa Kanreapia

 Sebelah Selatan : Desa Kanreapia dan Kelurahan Pattapang

 Sebelah Barat : Desa Erelembang dan Kelurahan Tamaona

Dari luas wilayah 2. 125, 65 ha (21,25 km2) terbagi atas kurang

lebih 20% berupa pemukiman, 30% berupa lahan kehutanan dan 48% untuk lahan pertanian, serta 2% berupa lahan budidaya perikanan dan peruntukan lainnya. Sebagaimana umumnya wilayah tropis, Desa Tonasa mengalami musim kemarau dan musim penghujan dalam tiap tahunnya. Rata-rata perbandingan musim penghujan lebih besar daripada musim kemarau, hal itu disebabkan karena wilayah yang masih hijau dengan vegetasi serta relatif dekat dengan wilayah Hutan.

(57)

Jarak pusat desa dengan ibu kota kabupaten dapat ditempuh melalui perjalanan darat sejauh kurang lebih 94 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor mencapai kurang lebih 3-4 jam. Sedangkan jarak pusat desa dengan ibu kota kecamatan yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 2 km.

a. Sejarah Sukses Desa Tonasa

Nama Desa Tonasa diambil dari kata “Tonasa” yang berasal dari bahasa Makassar dialeg Konjo Pegunungan atau Konjo Tombolo yang artinya “keras” merupakan inti dari kayu yang sangat keras dan kuat yang berposisi di dalam (di tengah batang kayu). Karena letak secara geografis berada di tengah-tengah wilayah kerajaan Balassuka, maka diberi nama Tonasa yang pada awal pemerintahan dipegang oleh seorang yang bergelar Gallarrang Tonasa. Di masa pemerintahan Kolonial Belanda Tonasa berada di bawah kewenangan Distrik Pao sebelum dilebur menjadi satu wilayah dengan Distrik Parigi menjadi Kecamatan Tinggimoncong dengan Pusat Pemerintahan di Malino.Setelah peleburan kedua

distrik tersebut menjadi Kecamatan Tinggimoncong maka

dibentuklah secara resmi desa defenitif yaitu Desa Manggottong dengan Kepala Pemerintah (Kepala Desa Pertama) adalah Muh

Adnan yang wilayahnya meliputi wilayah kekuasaan Gallarrang

(58)

bersama Desa Bontopanno dilebur ke dalam satu wilayah desa menjadi Desa Tamaona Kecamatan Tinggimoncong.

Pada tahun 1985 Desa Tamaona dimekarkan menjadi 3 (tiga) Desa, yaitu Desa Tonasa dan Desa Erelembang sebagai Desa Persiapan dan Desa Tamaona sebagai Desa Induk.Pada saat itu

Andi Abd Rauf Karaeng Tombong diangkat sebagai pelaksana

Tugas Kepala Desa pertama. Pada tahun 1992 dilakukan Pemilihan Kepala Desa pertama dan kembali Andi Abd Rauf Karaeng

Tombong terpilih menjadi Kepala Desa yang menjabat sampai

tahun 2000 dan pada tahun 2000-2005 digantikan oleh Muhammad

Aliruddin berdasarkan hasil pemilihan Kepala Desa Tonasa, dan

pada Pemilihan Kepala Desa Tonasa tahun 2005-2011 digantikan

oleh A. Sommeng Linta’ sampai tahun 2011. Tahun 2012 diadakan

Pemilihan Kepala Desa Tonasa periode 2012-2018 dan terpilihlah

Anwar Jama selaku Kepala Desa yang akan menjabat sampai

tahun 2018. Kemudian pemerintahan Anwar Jama dilanjutkan kembali pada periode dua atas hasil pemilihan untuk periode masa pemerintahan 2018-2024.

b. Kondisi Demografi

Berdasarkan data yang didapat di lapangan, jumlah penduduk Desa Tonasa adalah 5.059 jiwa (September 2020) dari penduduk laki-laki (LK) sebanyak 2.554 jiwa dan penduduk perempuan (PR) sebanyak 2.505 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.

(59)

353 KK, yang tersebar di 7 dusun tersebut, dengan komposisi tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Desa Tonasa (September 2020)

No. Dusun

Jumlah Penduduk Jumlah

KK LK PR Jml. 1. Parang Bobbo 493 437 930 248 2. Balang Buki 276 303 579 156 3. Mangottong 474 491 965 248 4. Buki 444 454 898 251 5. Maroanging 249 248 497 151 6. Tonasa 279 282 561 138 7. Langkoa 339 290 629 161 JUMLAH 2. 554 2.505 5.059 1.353

Sumber: Diolah dari Kantor Desa Tonasa c. Keadaan Ekonomi

Wilayah Desa Tonasa memiliki kekayaan potensi sumber daya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan. Potensi tersebut

dapat meningkatkan taraf perekonomian dan pendapatan

masyarakat disamping memberikan peluang kehidupan yang lebih maju dalam sektor formal maupun non formal. Tabel berikut menyajikan data keadaan ekonomi penduduk Desa Tonasa.

(60)

Tabel 4.2

Keadaan Ekonomi Penduduk Desa Tonasa

NO. URAIAN JUMLAH SATUAN KET

A. Tingkat Kesejahteraan Sosial

1. Keluarga Prasejahtera 68 KK 2. Keluarga Prasejahtera 1 72 KK 3. Keluarga Prasejahtera 2 74 KK 4. Keluarga Prasejahtera 3 76 KK 5. Keluarga Prasejahtera 3 Plus 62 KK

JUMLAH 352 KK

B. Mata Pencaharian

1. Belum Bekerja 509 org

2. Buruh Harian Lepas 7

org

3. Buruh Tani 10

org

4. Guru Swasta 41

org

5. Ibu Rumah Tangga 1103

org

6. Karyawan Honorer 10

org 7. Karyawan Perusahaan Swasta 78

org

8. Nelayan 1

org 9. Pedagang Barang Kelontong 27

org

10. Pedagang Keliling 25

org 11. Pegawai Negeri Sipil 23

org

12. Pelajar 1475

org 13. Pembantu Rumah Tangga 26

(61)

14. Perangkat Desa 4 org 15. Petani 1105 org 16. Sopir 31 org 17. TNI 2 org 18. Wiraswasta 114 org JUMLAH 4591 org

Sumber: Profil Desa Tonasa d. Keadaan Sosial

Adanya fasilitas pendidikan yang memadai serta pemahaman masyarakat tentang pentingnya menempuh pendidikan formal maupun non formal mempengaruhi peningkatan taraf pendidikan. Secara detail, keadaan sosial penduduk Desa Tonasa tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.3

Keadaan Sosial Desa Tonasa

NO. URAIAN JUMLAH SATUAN KETERANGAN

A. Tingkat Pendidikan 1. Belum Sekolah 591 Jiwa 2. SD/ Sederajat 1283 Jiwa 3. SMP/ Sederajat 373 Jiwa 4. SMA/ Sederajat 307 Jiwa 5. Diploma / Sarjana 109 Jiwa B. Agama 1. Islam 4822 Jiwa

(62)

2. Kristen Katolik 0 Jiwa 3. Kristen Protestan 53 Jiwa

4. Hindu 0 Jiwa

5. Budha 0 Jiwa

a. Kongfuchu 0 Jiwa

Sumber : Profil Desa Tonasa

e. Sarana Prasarana dan Infrastruktur

Sebagai desa yang berkembang di Desa Tonasa terdapat hasil pembangunan sarana dan prasarana seperti tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 4.4

Sarana dan Prasarana Desa

No. Sarana / Prasarana Jumlah Satuan

1. Balai Desa 0 Unit

2. Kantor Desa 1 Unit

3. Polindes 0 Unit

4. Masjid 13 Unit

5. Mushollah 1 Unit

6. Gereja 2 Unit

7. Tempat Pemakaman Umum 7 Unit

8. Pos Kamling 14 Unit

9. PAUD 3 Unit

10 TK/ PAUD 6 Unit

11. SD/ Sederajat 7 Unit

12. SMP/ Sederajat 1 Unit

Gambar

Gambar 2.1  Bagan Kerangka Konsep  ...............................................................
Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pada penelitian ini perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan antara lain tempat penelitian yaitu di Desa Krakal Kecamatan Alian, variabel bebas yang akan