• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUJUAN PEMERIKSAAN: RUTIN/KASUS/TINDAK LANJUT/PROYEK

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian berupa rekomendasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan olahan yang dilakukan oleh Badan POM.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU No 7 1996). Memperoleh pangan yang aman merupakan hak asasi setiap individu. Pangan yang aman tentunya pangan yang terbebas dari atau mengandung dalam jumlah yang tidak membahayakan kesehatan manusia dari bahaya-bahaya berikut : biologi, kimia dan fisik. Pencemaran pangan akibat ketiga bahaya tersebut dapat terjadi di setiap titik rantai pangan yaitu sejak dari hulu hingga hilir. Dengan demikian penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak pangan diproduksi hingga siap dikonsumsi.

Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan makanan merupakan hal yang sangat penting dalam program keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu perlu adanya sistem keamanan pangan terpadu, yang melibatkan semua pihak yang terkait.

Salah satu program nasional yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan keamanan pangan di Indonesia yaitu dengan dibentuknya Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) pada tahun 2002. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) merupakan program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi.

Sistem ini mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan nasional. Model SKPT dibentuk berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan WHO “Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme” untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan laboratorium yang berstandar internasional.

Tiga jejaring dibentuk menurut prinsip analisis risiko untuk mengelompokkan stakeholder dalam SKPT, yaitu Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Jejaring Pengawasan Pangan (JPP) dan Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP). Ketiga jejaring tersebut bersinergi satu sama lain untuk mengoptimalkan kegiatan yang berkaitan dengan analisis resiko.

2.2.Sistem Manajemen Pengawasan Keamanan Pangan

Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, sistem pangan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai siap dikonsumsi manusia. Pada pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan dilakukan untuk :

a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;

b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan

terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kegiatan pengaturan bersifat wajib baik oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk konsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan jujur dan tepat sesuai dengan hukum yang berlaku (FAO/WHO 2003).

Di Indonesia, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan diwujudkan dengan adanya penyusunan peraturan-peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan. Jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan dilakukan pada setiap rantai produksi, mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan sampai produk siap didistribusikan dan dikonsumsi. Pengendalian keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah berkewenangan untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap keamanan pangan yang beredar, produsen pangan

berkewajiban untuk dapat menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang diproduksinya, dan konsumen mengetahui haknya atas pangan yang aman dan ikut mengawasi keamanan pangan yang beredar melalui social enforcement. Salah satu pondasi agar terciptanya jaminan mutu dan keamanan pangan, adalah dengan diwajibkannya produsen pangan untuk menerapkan praktek hygiene yang baik/ Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) di setiap rantai produksinya.

2.3.Pengawasan Produk Pangan Olahan di Indonesia

Payung hukum pengawasan produk pangan di Indonesia yaitu UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dijabarkan dalam PP No. 28 tahun 2004. Pada PP tersebut diatur peran berbagai lembaga dalam pengawasan keamanan pangan yaitu peran dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (dan Balai), Kementerian Kesehatan (dan Dinas Kesehatan), dan Pemerintah Daerah.

Pengawasan keamanan pangan untuk pangan olahan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Dijelasakan dalam PP No 28 Tahun 2004 bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM.

2.3.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan

tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Tugas pokok Badan POM yaitu mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipam, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut, dilakukan oleh unit-unit Badan POM di pusat maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia sebagai pelaksana teknis.

Secara garis besar, unit-unit kerja Badan POM dapat dikelompokkan sebagai berikut : Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (pusat-pusat). Badan POM mempunyai visi yaitu menjadi institusi pengawasan obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Dalam rangka mencapai visi tersebut, maka misi Badan POM yaitu (1) melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional, (2) menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, (3) mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini, (4) memberdayakan mesyarakat agar mampu melindungi diri dari

obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan, dan (5) membangun organisasi pembelajar (learning organization).

Untuk pengawasan keamanan pangan, Badan POM dalam hal ini yang melaksanakan tugasnya yaitu Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang terdiri dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Direktorat Pangawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Prinsip pengawasan keamanan pangan yang dilakukan Badan POM dengan pengawasan full spectrum yaitu pengawasan pre-market dan pengawasan post- market.

2.3.1.1 Pengawasan Pre-Market

Badan POM melakukan pengawasan pre-market sebagai tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat. Kegiatan ini dilakukan sebelum produk pangan diedarkan yaitu pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM. Kriteria dan tata laksana penilaian produk pangan ini mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tahun 2004.

Pendaftaran produk pangan dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM Jakarta untuk memperoleh nomor pendaftaran dengan kode MD (untuk makanan dan minuman yang diproduksi di dalam negeri) dan kode ML (untuk makanan dan minuman produk impor). Pendaftar wajib mengisi formulir pendaftaran dalam rangka mengajukan permohonan penilaian produk pangan secara tertulis dan melampirkan dokumen-dokumen sebagai syarat kelengkapan pendaftaran.

Keputusan Kepala Badan terhadap permohonan pendaftar dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan disertai rancangan label yang disetujui. Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5

(lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku, apabila telah habis masa berlakunya maka produsen wajib melakukan pendaftaran ulang.

2.3.1.2 Pengawasan Post-Market

Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan kegiatan post-market yang merupakan tindakan pengawasan yang dilakukan terhadap produk pangan olahan yang beredar di pasaran. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan sarana produksi pangan, sarana distribusi pangan, sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakan hukum. Pengawasan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah ke atas maupun yang berskala industri rumah tangga.

Badan POM menunjuk petugas Balai Besar/Balai POM untuk melakukan tugas pengawasan yang dikenal sebagai petugas pengawas pangan. Pengawas pangan merupakan salah satu unsur dalam sistem pengawasan pangan yang sangat besar peranannya dalam mendukung kelangsungan dan kelancaran kegiatan pengawasan pangan. Tugas dari pengawas pangan adalah sebagai berikut :

1. memeriksa berbagai jenis sarana pengolahan apakah sudah memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene serta cara berproduksi pangan yang baik; 2. memeriksa kelayakan suatu produk untuk dipasarkan secara meluas dan

komersial;

3. mengambil sampel untuk tujuan analisis dan pemastian kesesuaian dengan standar, baik yang sifatnya rutin maupun yang sifatnya khusus karena adanya suatu kasus tertentu;

4. menelusuri keluhan dari konsumen tentang keamanan pangan serta keluhan-keluhan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan dan peraturan-peraturan tentang pangan;

5. melakukan pengawasan rutin dan penarikan terhadap produk pangan yang berbahaya atau bisa menyebabkan penyakit, membahayakan kesehatan atau dilarang untuk diedarkan di pasar;

7. memberikan bimbingan atau penyuluhan terhadap produsen maupun konsumen tentang keamanan pangan dan cara-cara menangani, mengolah, dan menyajikan pangan yang aman untuk dikonsumsi.

III. METODE PENELITIAN