• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu 3.1.Tempat dan Waktu

4. Penyusunan rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM

4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

4.1.1. Pengawasan Pre-Market

4.1.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan

Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/PIRT). Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat.

Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM mengacu pada pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Pemeriksaan sarana produksi pangan bertujuan untuk mendorong dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh produsen sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat tidak dirugikan oleh peredaran produk yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen. Selain itu bertujuan untuk memperoleh data keadaan sarana produksi pangan yang diperiksa, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk peningkatan cara produksi pangan dan atau dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah tindak lanjutnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM menyusun petunjuk teknis pemeriksaan sarana produksi pangan dan untuk penilaian menggunakan petunjuk penilaian CPMB Sarana Produksi Pangan Form A (Lampiran 11).

Formulir penilaian CPMB terdiri dari lembar data umum dan data khusus. Form A ini dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1) kelompok A mengenai data umum, 2) kelompok B mengenai data khusus, 3) kelompok C merupakan daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan, 4) kelompok D mengenai hasil penilaian, dan 5) kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional.

Daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan yang ada di kelompok C terdiri dari Sub kelompok mengenai 1) sikap dan wawasan pimpinan perusahaan mengenai sistem pengawasan mutu, 2) kondisi sanitasi dan hygiene bangunan, fasilitas dan sanitasi, 3) sanitasi dan kesehatan serta tindak tanduk karyawan, dan 4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP). Keseluruhan aspek tersebut akan dinilai dan apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan pertanyaan (negatif/defect/deficiency) maka pemberian tanda X pada kolom yang tersedia yaitu pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis). Pemberian tanda (tick) pada kolom OK apabila kenyataan yang ada di lapangan dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom aspek yang dinilai.

Apabila pada kenyataannya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda X dalam setiap nomor aspek yang dinilai, maka jika penyimpangannya dinilai ringan sebelah kiri

yang dilingkari dan jika penyimpangannya dinilai berat maka sebelah kanan yang dilingkari.

Kelompok D merupakan hasil penilaian, digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan yang ada dengan menggunakan standar pada tabel 1. Kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB harus ditandatangani oleh petugas penilai dari instansi yang berwenang dan pimpinan unit pengolahan atau petugas lain yang ditunjuk.

Tabel 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi Tingkat (rating) Jumlah penyimpangan MN (minor) MJ (Major) SR (Serius) KT (Kritis) A (Baik sekali) 0-6 0-5 0 0 B (Baik) 7 6-10 1-2 0 atau tb 11 0 0 C (Kurang) tb 11 3-4 0 D (Jelek) tb tb 5 1

Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 23 grup, mulai dari group A sampai dengan group W. Unsur-unsur yang dinilai dari group tersebut yaitu pimpinan; sanitasi lokasi dan lingkungan: fisik; sanitasi lingkungan: pembuangan/limbah; sanitasi lingkungan : infestasi burung, serangga, atau binatang lain; pabrik-umum; pabrik-ruang pengolahan; fasilitas pabrik; pembuangan limbah di pabrik; operasional sanitasi di pabrik; binatang pengganggu-serangga dalam pabrik; peralatan produksi; pasokan air; sanitasi dan hygiene karyawan; gudang biasa (kering); gudang beku, dingin (apabila digunakan); gudang kemasan produk; tindakan pengawasan; bahan mentah dan produk akhir; hasil uji; tindakan pengawasan; sarana pengolahan/pengawetan; penggunaan bahan kimia; bahan, penanganan dan pengolahan.

Hasil pemeriksaan sarana produksi dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan dengan menggunakan Form RA yaitu formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Lampiran 12). Untuk hasil pemeriksaan sarana produksi pangan MD, sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B, sedangkan yang mendapat nilai C dan K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Berbeda halnya dengan pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP), sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

Petugas Balai Besar/Balai POM yang melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan adalah petugas pengawas pangan. Untuk menjamin kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, Badan POM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI).

Semakin banyaknya sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRTP) yang tersebar di Indonesia, mengakibatkan sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi. Untuk mengatasi hal tersebut Badan POM memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT yang disebut District Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 169 orang NFI dan 1,829 DFI (Susanti, 2010).