• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu 3.1.Tempat dan Waktu

4. Penyusunan rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM

4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)

4.1.1. Pengawasan Pre-Market

4.1.2.2. Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar

Salah satu kegiatan pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar dengan cara pengambilan sampel produk (sampling) dan pengujian produk di laboratorium untuk melihat kesesuaian produk pangan yang diedarkan. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia. Kewenangan Badan POM dalam melakukan sampling pangan sesuai dengan PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45 yang berisi :

(1) Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar

(2) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan berwenang untuk :

a) mengambil contoh pangan yang beredar dan/atau

b) melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a

(3) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b : a) untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti

oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;

b) untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;

c) untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan d) untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan

dan pangan siap saji disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pengambilan sampel produk (sampling) dilakukan di sarana produksi pangan dan atau sarana distribusi pangan. Pengambilan sampel produk harus mewakili seluruh kelompok produk yang akan diuji. Oleh karena itu, sampling memerlukan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang komprehensif dan aplikatif agar data yang diperoleh benar, absah, dan valid. Pedoman standar sampling pangan secara umum mengacu pada General Guidelines on Sampling

(CAC/ GL 50-2004) yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa prosedur sampling yang sahih dan valid digunakan dalam rangka menguji produk pangan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan sampling adalah tujuan pengambilan sampel, kemampuan analisis laboratorium, metode analisis yang akan dilakukan, metode pengambilan sampel yang akan dipilih dan jumlah sampel.

Kegiatan sampling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kualitas pengujian. Untuk melakukan pengujian diperlukan laboratorium yang mampu mendeteksi dan secara kuantitatif menguji besaran bahaya dalam pangan. Pelayanan analitik ilmiah merupakan komponen yang penting dalam sistem pengawasan pangan. Pelayanan ini diberikan oleh laboratorium analitik. Laboratorium harus mempunyai sarana yang memadai dan analis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan. Selain itu laboratorium harus mampu mengembangkan metode analisis yang baru untuk menguji food safety measures

Badan POM melakukan sampling pangan rutin sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang beredar untuk menjamin masyarakat dari peredaran produk pangan yang beresiko terhadap kesehatan, produk pangan cacat atau dengan mutu substandard dan atau mengandung unsur penipuan. Pelanggaran keamanan pangan meliputi penggunaan bahan kimia yang dilarang untuk pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) melebihi batas maksimal, pangan mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik) dan penggunaan bahan baku yang mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik).

Prioritas produk untuk sampling rutin yaitu produk dengan kriteria : produk yang mempunyai kemungkinan resiko tinggi dan banyak diminati masyarakat, sebagai tindak lanjut dari suatu produk yang terbukti TMS berdasarkan hasil sampling sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari hasil inspeksi sarana produksi yang belum menerapkan CPMB dan program nasional (fortifikasi)(Gartini 2009). Pelaksanaan sampling sekurang-kurangnya satu tahun sekali dilakukan pada sarana produksi maupun sarana distribusi.

4.2. Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM 4.2.1. Implementasi Pengawasan Pre-Market

Pengawasan pre-market dilakukan pada saat registrasi produk terhadap kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh produsen/distributor/importir pangan. Produk pangan olahan yang telah dinilai dan memenuhi persyaratan akan diberikan surat persetujuan pendaftaran produk pangan yang di dalamnya terdapat nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran produk pangan adalah nomor yang diberikan untuk pangan olahan dalam rangka peredaran pangan yang terdiri dari 12 (dua belas) digit dan dalam setiap digit berisi kode dari produk tersebut.

Pendaftaran produk pangan MD dan ML diklasifikasikan berdasarkan kategori pangan. Pada tahun 2006 s.d. 2010 jumlah produk pangan terdaftar dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk dengan nomor pendaftaran ML (Gambar 2). Produk dengan nomor pendaftaran MD tahun 2006-2010 yang terbanyak pada kategori pangan 14 (minuman, tidak termasuk susu) dan produk dengan nomor pendaftaran ML yang terbanyak pada kategori pangan 6 (serealia dan produk serealia).

Gambar 2. Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun 2006-2010

Hasil keputusan penilaian produk selain persetujuan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dapat pula berupa penolakan produk dikarenakan tidak memenuhi/tidak sesuai dengan persyaratan saat registrasi. Gambar 3 memperlihatkan jumlah produk MD dan ML tahun 2010 yang ditolak pada saat pendaftaran yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML). Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan pangan.

Pengawasan pre-market berkaitan dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas evaluator pangan pada saat melakukan penilaian produk. Menurut Ratminah (2009) dari keseluruhan unsur penilaian indeks kepuasan masyarakat (IKM) yang dilakukan di unit pelayanan Badan POM Pusat yang terdiri dari unsur prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kewajaran biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan unit penyelenggara layanan maupun sarana yang digunakan; unsur yang memperoleh nilai A (sangat baik) adalah unsur kepastian

biaya pelayanan, sedangkan unsur yang mendapat penilaian mutu pelayanan C (kurang baik) terdapat pada unsur prosedur pelayanan, kecepatan pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan.

Gambar 3. Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010

Berdasarkan data registrasi produk tahun 2006-2010, bahwa selama periode 5 tahun pengawasan jumlah produk yang terdaftar sebanyak 30 produk/hari. Jumlah ini cukup besar, sehingga diperlukan jumlah SDM petugas penilai pangan yang memadai sehingga sistem pengawasan yang dilakukan menjadi efektif dan efisien.

Selain melakukan pengawasan pre-market pada produk MD dan ML, Badan POM juga berperan dalam melakukan pembinaan terhadap Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. Pembinaan yang dilakukan Badan POM yaitu pembinaan keamanan pangan melalui penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Sertifikasi Produksi Pangan IRTP (SPP-IRT).

Berdasarkan data yang dilaporkan Balai POM/Balai Besar POM di 26 provinsi di Indonesia, jumlah IRTP yang ada di provinsi tahun 2003-2010 yaitu sejumlah 33,796 IRTP. Dari jumlah tersebut IRTP yang mengikuti penyuluhan

keamanan pangan dalam rangka sertifikasi produksi pangan IRTP (SPP-IRT) sejumlah 20,906 (61.86%), dengan nomor PIRT yang telah diterbitkan Dinas Kesehatan sebanyak 14,621 (43.26%). Data tersebut menunjukkan bahwa IRTP yang sudah memperoleh nomor PIRT masih sangat rendah (< 50%). Rendahnya perolehan nomor PIRT ini kemungkinan salah satunya tidak terpenuhinya persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) dengan hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi minimal cukup.

4.2.2. Implementasi Pengawasan Post-Market 4.2.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan

Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan terhadap sarana produksi pangan MD, sarana produksi PIRT dan sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD).

a. Pemeriksaan sarana produksi MD

Berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010 terhadap 2,421 sarana produk MD terdaftar (dari total produk terdaftar 22,967 produk), sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%. Jumlah sarana produksi MD yang diperiksa masih rendah meskipun pengawasan produk MD merupakan wewenang dan tanggung jawab Badan POM. Hal ini berkaitan dengan anggaran dana yang tersedia. Dari 2,421 sarana produksi pangan, jumlah sarana yang memperoleh nilai B sebanyak 455 sarana, nilai C sebanyak 1,380 sarana dan nilai K sebanyak 586 sarana (Gambar 4). Pemeriksaan sarana produksi juga dilakukan terhadap 160 sarana produksi pangan tidak aktif, namun tidak dijumlahkan dalam total sarana produksi yang diperiksa dan tidak dilakukan penilaian MS dan TMS.

Sarana produksi yang memperoleh nilai B dikategorikan sebagai sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) dan yang memperoleh nilai C dan K dikategorikan sebagai sarana produksi yang tidak memenuhi syarat. Jumlah sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) kurun waktu 2006 s.d 2010 untuk sarana produksi produk MD yaitu 455 sarana produksi (18.79%) dan sarana produksi yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 1,966 sarana produksi (81.21%). Berdasarkan hasil penilaian tersebut sarana produksi pangan yang tidak

memenuhi persyaratan cukup besar (81.21%) padahal untuk memperoleh nomor pendaftaran MD, salah satu persyaratan saat registrasi yaitu harus melampirkan hasil pemeriksaan sarana produksi dengan nilai minimal B (memenuhi syarat). Hal ini menunjukkan bahwa sarana produksi MD tersebut belum mampu memenuhi persyaratan CPMB dan seharusnya belum bisa memperoleh nomor pendaftaran MD karena persyaratannya CPMB-nya tidak terpenuhi.

Gambar 4. Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang Berdasarkan kajian yang dilakukan Susanti (2010), dari 5 (lima) komponen utama CPMB (grup F: pabrik dan ruang pengolahan, grup J: pabrik/binatang perusak/serangga, grup K: peralatan, grup L: suplai air, dan grup M: higiene perorangan) komponen yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah grup F (pabrik-ruang pengolahan) dan grup M (sanitasi dan hygiene karyawan).

Penyimpangan pada pabrik-ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihan lantai, dinding dan langit-langit, serta konstruksinya yang tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit dibersihkan. Sedangkan penyimpangan terhadap hygiene perorangan diantaranya disebabkan tidak adanya petunjuk yang jelas tentang hygiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan hygiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku

karyawan (makan dan minum di ruang produksi) dan tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi.

b. Pemeriksaan sarana produksi IRTP

Hasil pemeriksaan sarana produksi untuk produk dengan nomor pendaftaran PIRT terhadap 6,132 sarana produksi produk pangan terdaftar untuk periode tahun 2006 s.d 2010 adalah sebagai berikut: sarana produksi yang memperoleh nilai B sebanyak 330 sarana, nilai C 3,432 sarana, dan nilai K sebanyak 2,380 sarana (Gambar 5).

Kategori penilaian sarana produksi PIRT tidak sama dengan sarana produksi MD. Untuk sarana produksi PIRT, nilai B dan C dikategorikan sebagai sarana yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebesar 61.35% dan nilai K sebagai sarana yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 38.81%. Terdapat 326 sarana yang tidak aktif sehingga tidak dilakukan penilaian.

Gambar 5. Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang

Masih banyaknya sarana dengan kategori K (tidak memenuhi syarat) untuk nomor pendaftaran PIRT, menunjukkan masih kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB terhadap sarana produksi PIRT. Menurut Susanti (2010), terdapat (4) empat komponen CPMB yang termasuk dalam 5 grup utama yang sering tidak

dipenuhi oleh sarana produksi skala IRTP yaitu ruang pengolahan, hygiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, dan peralatan produksi.

c. Pemeriksaan sarana produksi tidak terdaftar (TTD)

Pemeriksaan sarana produksi dilakukan pula terhadap produk pangan tidak terdaftar (TTD) atau tanpa ijin edar (TIE) (Gambar 6). Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang tidak terdaftar/tanpa ijin edar sehingga dapat diketahui sejauh mana pemenuhan CPMB-nya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 2,973 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar, sebanyak 2,856 sarana produksi yang dilakukan penilaian dan sisanya sebanyak 117 sarana tidak dilakukan penilaian karena termasuk sarana produksi pangan tidak aktif.

Gambar 6. Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang

Sebagian besar sarana produksi yang diperiksa memperoleh nilai K yang berati tidak memenuhi syarat (TMS) dengan persentase 50.70%. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi persyaratan CPMB masih sangat rendah, sehingga perlu adanya peningkatan upaya pembinaan tidak hanya terhadap produsen industri pangan tidak terdaftar

tetapi juga terhadap produsen industri rumah tangga pangan (IRTP) dan produsen produk MD.

Tindak lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi yang memperoleh nilai K (Kurang) dan termasuk sarana TMS, Balai Besar/Balai POM melakukan tindakan peringatan/teguran dan pembinaan dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.