• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penulisan

Dalam dokumen Polymer Dalam Kedokteran Gigi (Halaman 7-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat bagi penulis yaitu, melatih kemampuan menulis dan menambah ilmu dalam memahami polimer khususnya dalam aplikasinya nanti dalam kedokteran gigi, dan mampu mencari solusi atas permasalahan seputar polimer.

2. Manfaat bagi mahasiswa kedokteran yaitu, dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambahpengetahuan mengenai apa itu polimer, dan bagaimana pentingnya mengaplikasikan polimerdalam dunia kedokteran gigi.

3. Mengetahui isu terkini mengenai polimer dalam kedokteran gigi.

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Polimer

Polimer merupakan suatu makromolekul yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil (monomer) yang terikat melalui ikatan kimia. Polimer akan terbentuk apabila ratusan maupun ribuan monomer berikatan dalam suatu rantai(Phillips & Moore, 1994). Jenis monomer yang menyusun polimer dapat sama ataupun berbeda. Hal ini akan berpengaruh pula pada sifat dari tiap-tiap jenis polimer (Noort, 2008).

Penggunaan dental polimer di era moderen dimulai pada tahun 1853, dimana karet alami digunakan sebagai bahan dasar gigi tiruan. Tak berselang lama, seluloid yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bola biliar dan kancing baju diadopsi menjadi bahan dasar gigi tiruan. Tahun 1890-an, gutta percha, eksudat tanaman yang mengandung trans-poliisoprena digunakan untuk mahkota sementara, restorasi permanen, dan bahan pengisi saluran akar. Gutta percha pun masih digunakan luas sebagai bahan endodontik hingga saat ini. Pada abad ke-20, berbagai macam elastomer sintetis mulai dikembangkan dan beberapa jenisnya sering digunakan sebagai bahan dental impression. Beberapa polimer sintetis juga mulai dikembangkan pada tahun 1930-an seperti polystyrene, phenol-formaldehyde, polyvinylchloride (PVC). Selanjutnya, tahun 1936, polymethylmetachrylate (PMMA) diperkenalkan sebagai heat-processed thermosetting material yang digunakan untuk membuat inlay, crown, dan fixed dental prosthesis. PMMA kemudian digantikan oleh methacrylate yang lebih tahan lama. Pada akhir 1950-an, self-curing dimethacrylate diperkenalkan dan akhirnya digantikan oleh light-cureable resin material. Beberapa tahun terakhir, jenis bahan polimer baru terus dikembangkan dan dokter gigi dituntut untuk mengetahui perkembangan bahan polimer sehingga dapat membuat pilihan bahan yang tepat (Phillips & Moore, 1994).

Polimer dalam kedokteran gigi banyak digunakan dalam bidang restoratif dan prostodonti. Material ini dapat dibedakan menjadi polimer alami dan dan polimer sintetik. Polimer alami adalah polimer yang berasal dari alam dan biasanya berasal dari suatu proses metabolisme mahluk hidup. Contoh dari polimer alami adalah agar, selulosa, DNA, protein, dan kolagen (Noort, 2008). Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang tidak secara alami tersedia di alam, melainkan disintetis dari monomer-monomernya. Polimer sintetik dibagi kembali menjadi tiga jenis yaitu elastomer, komposit, dan akrilik (O’Brien, 1989). Elastomer yang dikenal pula dengan sebutan synthetic rubber merupakan polimer yang memiliki sifat elastis seperti karet dan biasa digunakan sebagai bahan cetak (Billmeyer, 1984). Komposit sering kali digunakan sebagai bahan restorasi karena memiliki estetik yang baik yaitu memiliki warna yang menyerupai gigi asli (Powers & Wataha, 2008). Sedangkan akrilik biasa digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan serta reparasi gigi tiruan karena mudah diproses serta memiliki estetik yang baik pula (Noort, 2008).

2.2 Sifat Dental Polimer

Persyaratan yang paling penting untuk bahan yang akan digunakan dalam aplikasi gigi adalah kompatibilitasnya. Kompatibilitas tidak hanya berarti sifat fisik dan kimia material tetapi juga perilakunya pada saat kontak denganjaringan mulut. Secara umum biokompatibilitas merupakan kemampuan biomaterial untuk melakukan fungsi yang diinginkan sehubungan dengan terapi medis (atau gigi), tanpa menimbulkan efek lokal atau sistemik yang tidak diinginkan pada penerima atau penerima terapi itu, tetapi menghasilkan respon seluler atau jaringan yang paling sesuai dalam situasi tertentu, dan mengoptimalkan kinerja yang relevan secara klinis dari terapi itu (Anusavice dkk, 2013).

Resin akrilik adalah bahan polimer yang paling umum digunakan dalam kedokteran gigi untuk membuat gigi tiruan, yang sebagian besar terdiri dari Polymethyl methacrylate (PMMA) (Bhola dkk, 2010). PMMA digunakan dalam dentures, artificial crowns, individual impression trays danorthodontic devices.

6

PMMA digunakan karena toksisitas rendah, biokompatibilitas baik (tidak beracun atau tidak mengiritasi, resistensi terhadap kolonisasi mikroba), sifat estetik baik (warna dan sifat optik dari jaringan gigi), ketahanan kimia di lingkungan mulut, sifat mekanik yang baik (kekakuan, kekuatan, ketahanan aus), dan kemudahan manipulasi (mudah dicampur, mudah digunakan, mudah diproses dan diobati), dan biaya yang dapat diterima (Yildiz dkk, 2014; Ali dkk, 2015). PMMA diklasifikasikan menjadiheat curing, chemical (auto) curing, light curing ataumicrowave curing sesuai dengan mode reaksi kimianya (Bhola dkk, 2010).

Heat Activated Acrylic Resins Chemically (auto) Activated Acrylic Resins

Berat molekul besar Berat molekul kecil

Panas diperlukan untuk polimerisasi Panas bukan sumber utama untuk polimerisasi

Porositas pada resin ini rendah Porositas pada resin ini sangat banyak Material yang kuat Kekuatannya rendah dibanding

dengan heat cured resins

Kandungan monomer sisa rendah Kandungan monomer sisa lebih tinggi Distortion, creep dan initial

deformation rendah

Distortion tinggi, creep meningkat

Tabel 1Perbedaan sifat heat dan chemically (auto) cured PMMA resin (Bhola dkk, 2010).

Bahan polimer lainnya adalah komposit. Monomer basa utama yang digunakan dalam komposit gigi komersial adalah bisphenol A-glycidyl methacrylate (Bis-GMA). Bis-GMA termasuk kelompok epoksi bukan kelompok metakrilat sehingga dapat dipolimerisasi lebih cepat di lingkungan mulut. Salah satu kelemahan Bis-GMA adalah viskositas yang tinggi sehingga dibutuhkan monomer pengencer untuk memudahkan penanganan dan manipulasi. Monomer lain yang paling umum digunakan bersama dengan Bis-GMA adalah TEGDMA.

TEGDMA adalah molekul yang lebih kecil dan memiliki berat molekul yang lebih rendah, kurang viskositas dan sifat mekanik kurang dari Bis-GMA. Karena

beratnya yang lebih rendah, penyusutan polimerisasi molekul TEGDMA lebih besar daripada Bis-GMA. Composite filling dapat terikat pada gigi karena adanya bonding adhesive yang menciptakan rantai silang selama proses photopolymerization. Hidroksietil metakrilat (HEMA) adalah komponen umum di sebagian besar agen ikatan dalam kedokteran gigi. Bahan ini adalah monomer amphiphilic yang mencegah kolagen runtuh, meningkatkan keterbasahan dan sifatnya meningkatkan kekuatan ikatan. Penelitian menunjukkan bahwa HEMA mampu berdifusi melalui dentin karena berat molekul HEMA rendah dan tingkat hidrofilisitasnya (Yildiz dkk, 2014).

Bahan polimer selanjutnya yang sering digunakan adalah elastomer, terdapat empat jenis elastomer yang digunakan secara luas: polysulfides, condensation silicones, polyethers and vinyl polysiloxanes. Bahan tersebut umumnya disediakan dalam bentuk dua pasta yaitu base dan katalis, dan dapat disalurkan melalui mixing cartridge (Boraldi dkk, 2009). Di antara semua bahan cetak elastomer, Vinyl polysiloxanes (VPS) banyak digunakan karena pemulihan elastis yang lebih besar, akurasi yang lebih tinggi, dan stabilitas dimensi yang lebih baik.

Bahan ini digunakan untuk mengasilkan cetakan yang detail, seperti dalam pembuatan crowns dan bridges (Din dkk, 2016). Bahan vinyl polysiloxanes lebih tidak beracun daripada polieter (Boraldi dkk, 2009).

Sifat umum bahan elastomer yaitu:

a. Koefisien ekspansi termal dari bahan elastomer adalah 5-20 kali lipat dibandingkan dengan baja.

b. Kekerasan biasanya diukur menggunakan IRHD atau menggunakan skala 0-100. Kekerasan produk elastomer konvensional adalah sekitar 50-70 IRHD.

c. Nilai tensile strength karet dan elastomer termoplastik baik pada kisaran 7-15 MPa, dan sangat baik ketika nilai-nilai lebih dari 15 MPa.

Elastomer adalah bahan viskoelastik. Ini berarti bagian deformasi yang dipulihkan setelah beban dihapus dan bagian dari deformasi adalah permanen (Hanhi dkk, 2007).

8

2.3 Bahan dan Komposisi

Polimer terbentuk dari penggabungan sejumlah molekul dengan berat molekul kecil atau monomer menjadi makromolekul yang memiliki ukuran dan berat molekul yang lebih besar. Makromolekul tersebut memiliki kemampuan konfigurasi dan konformasi yang tidak terbatas sehingga polimer memiliki kemampuan yang lebih bervariasi (Anusavice dkk, 2013). Konfigurasi adalah perbedaan susunan atom yang disebabkan oleh hambatan rotasi bebas C-C.

Sedangka konformasi merupakan perbedaan susunan atom dalam ruang yang disebabkan oleh adanya rotasi bebas (berputas pada siumbu ikat) pada ikatan tunggal C-C (Budiati,2006). Selain polimer organik rantai karbon, makromolekul juga dapat terdiri dari jaringan polimer anorganik contohnya pada ikatan polimer yang dibentuk oleh silicon dioxide(Anusavice dkk, 2013).

Beberapa struktur rantai yang terjadi pada polimer yaitu rantai linier, bercabang, dan crosslink. Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus utama. Semakin panjang rantai polimer maka makin banyak ikatan yang terjadi di dalamnya sehingga makin sulit mengalami distorsi. Hal ini berakibat pada bertambahnya kekuatan serta peningkatan titih leleh material tersebut. Selain rantai liner, polimer dapat membentuk rantai bercabang ataupun saling berikatan (crosslink). Percabangan analog dengan lengan ekstra yg berasal dari rantai liner.

Dengan adanya rantai tambahan, kemungkinan kontak antar rantaipolimer lebih besar. Dengan adanya kontak tersebut dapat meningkatkan berat molekul maka kekuatan material juga bertambah. Namun hubungan kontak yang terjadi bersifat semenara dan dapat dipisahkan kembali, hal ini menunjukan bahwa ikatan crosslink hanya sedikit berpengaruh pada kekuatan material. Hubungan silang antara polimer dengan berat molekul rendah dapat mengakibatkan bertambahnya titik leleh, yang dikenal dengan glass-transition temperature (Tg), dibandingkan dengan hubungan polimer dengan berat molekul tinggi (Anusavice dkk, 2013).

Gambar 1 Gambaran rantai liner, bercabang, dan crosslink pada polimer (Anusavice dkk, 2013:p:95).

Gambar 2Pengaruh panjang rantai, percabangan, dan ikatan silang pada sifat fisik dan mekanik polimer (Anusavice dkk, 2013:p:95).

Berdasarkan komposisi monomernya, polimer terdiri dari:

a. Homopolimer

Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari monomer sejenis.

Contohnya adalah polivinil klorida (PVC).

10

b. Kopolimer

Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua atau lebih jenis monomer. Kopolimer dikelompokan kembali menjadi 3 jenis yaitu random copolymer, block copolymer, dan graft atau kopolymer bercabang. Random copolymer yaitu kopolimer dengan struktur monomer tersusun secara acak.

Sedangkan block copolymer mempunyai urutan monomer selang seling dalam rantai polimer. Dan graft copolymeryaitu polimer dengan susunan rantai utama monomernya berhubungan dengan rantai polimer lain sehinga membentuk cabang (Anusavice dkk, 2013).

Dalam beberapa polimer, rantai monomer tersusun secara acak yang disebut struktur amorf dan di sisi lain tersusun secara teratur atau susunan kristalin.

Secara karakteristik, polimer material kedokteran gigi didominasi oleh sruktur amorf dengan sedikit atau tanpa kristalinitas. Adanya kristalinitas polimer dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, kekerasan, ataupun titih lelehnya. Namun dengan adanya kristalinitas juga mampu meningkatkan kerapuhan material tersebut. Faktor-faktr yang dapat mengurangi atau mencegah kristalinitas yaitu(Anusavice dkk, 2013):

a. Copolymer formation, menghambat perantaraan rantai polimer.

b. Polymer-chain branching, dapat menggangu proses perantaian rantai polimer.

c. Random arrangement, terutama pada rantai-rantai utama yang memisahkan rantai polimer.

d. Plasticizers, cenderung memisahkan rantai polimer.

Gambar 3Skema rantai polimer yang mengandung struktur amorf (kiri) dan kombinasi struktur amorf dan struktur kristal (kanan) (Anusavice

dkk,2013:p:96).

2.4 Fungsi Dental Polimer

Bahan polimer digunakan dalam berbagai aplikasi gigi. Secara umum polimer berfungsi untuk membuat gigi palsu. Fungsi polimer dalam kedokteran gigi:

2.4.1 Penggunaan klinis

a. Komposit mempunyai beberapa macam warna yang serupa dengan warna gigi. Sehingga baik untuk estetika terutama untuk gigi anterior.

b. Material cetak merupakan material yang digunakan untuk membuat cetakan dari rahang/jaringan mulut beserta gigi-giginya.

c. Alginat adalah polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer α-L asam guluronat (G) dan β-D asam manuronat (M), atau dapat berupa kombinasi dari kedua monomer tersebut. Alginat dipakai untuk pencetakan gigi tiruan lengkap maupun sebagian lepasan, alat ortodontik, dan model studi.

12

2.4.2 Penggunaan Laboratorium

a. Resin akrilik. Bahan ini disediakan dalam kedokteran gigi berupa cairan (monomer) monomethyl methacrylate dan dalambentuk bubuk (polymer) polymthtyl methacrylate. Resin akrilik banyak digunakan dalam kedokteran gigi dalam berbagai keperluan seperti splinting, bahan reparasi dan bahan pembuat basis gigi tiruan lepasan.

b. Wax atau malam adalah suatu campuran dari beberapa macam bahan organik dengan berat molekul dan kekuatan rendah serta mempunyai sifat thermoplastik. Pertama kali digunakan di bidang kedokteran gigi sekitar abad 18 untuk pencetakan rahang tak bergigi. (Husain, 2004).

Hampir tidak ada prosedur klinis yang dilakukan tanpa menggunakan satu atau lebih dari produk-produk ini, aplikasi tipikal yang meliputi:

a. Prostodontik, contohnyabasis gigi tiruandan gigi palsu, soft liners, custom trays, material core buildup, dan restorasi sementara (Anusavice, 2013).

b. Kedokteran gigi operatif, adalah bidang kedokteran gigi yang berfokus pada diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit atau trauma pada gigi. (Morales, 2018). Contohnyadentin bonding agents, resin and glass ionomer cements, pit and fissure sealant, dan veneer.

c. Ortodontik, contohnya brackets, bracket bonding resins and cement, dan spacer.

d. Endodontik, contohnya gutta percha point, root canal sealants, dan rubber dam.

e. Peralatan, contohnya mixing bowls dan spatula, dan protective eyewear, dan lain-lain (Anusavice, 2013).

2.5 Manipulasi dan Aplikasi Dental Polimer

Penggunaan material polimer dalam aplikasi kedokteran gigi harus kuat secara mekanis dan memiliki sifat fisik yang stabil, mudah dimanipulasi, memiliki kualitas estetik yang sempurna, stabil secara kimiawi selama penyimpanan maupun di dalam mulut, memiliki kompabilitas biologikal, dan memiliki harga ekonomis. Komplikasi klinis juga harus minimal. Produk akhir harus mudah untuk di perbaiki, bila terjadi kerusakan, perbaikan resin harus dapat dilakukan dengan mudah dan efisien (Anusavice dkk, 2013).

2.5.1 Manipulasi a. Elastomer

Terdapat 3 metode pencampuran pada material elastomer yaitu hand mixing, static mixing, dan dynamic mechanical mixing.

1. Hand mixing

Pengguna harus membagikan panjang material yang sama pada mixing slab. Pertama ambil pasta katalis menggunakan spatula berbahan besi tahan karat (stainless steel) dan kemudian ratakan diatas base.

Kemudian campuran tersebut diratakan diatas mixing slab. Massa tersebut kemudian diambil dengan sebuah spatula pisau dan ratakan secara seragam mundur dan maju hingga warna menjadi homogen.

Material ini susah untuk dicampur karena perbedaan viskositas dari kedua komponen. Teknik pencampuran yang terbaik adalah menekan dengan keras material dengan satu jari hinga warna yang seragam didapatkan (Anusavice dkk, 2013).

2. Static mixing

Teknik ini mengubah 2 material cairan (atau seperti pasta) menjadi campuran homogenus tanpa pencampuran mekanik. Alat yang digunakan untuk mendapatkan campuran ini adalah sebuah pistol untuk melakukan kompresi terhadap material dalam dua tabung silinder, dimana mengandung dasar dan katalis secara terpisah. Static

14

mixingdapat menciptakan campuran lebih homogeny dalam jumla yang lebih besar, memiliki lebih sedikit porusitas dalam campuran, dan mengurangi mixing time (Anusavice dkk, 2013).

3. Dynamic mechanical mixing

Menggunakan mesin untuk menjalankan parallel plungers, mendorong material menuju mixing tip dan keluar menuju impression tray atau syringe; sedangakan impeler yang menggunakan motor untuk bergerak, dimana didalam mixing tip, mencampur material bersamaan dengan ekstrusi melalui ujungnya. Fungsi dari impeler hanya untuk mencampur material sejalan material melaluinya; bukan untuk mendorong material. Material-material disediakan dalam kantong plastik yang dapat dilipat pada tabung. Jumlah dari material yang disimpan dalam mixing tip sedikit lebih banyak dibandingkan pada static mixing. Dalam menggunakan alat tersebut, campuran material dengan viskositas tinggi dapat diperoleh dengan usaha yang minimal.

Polieter dan material impresion silikon tambahan dari viskositas yang beragam tersedia bergantung pada sistem (Anusavice dkk, 2013)

b. Komposit

1. Flowable composites

Campuran komposit mikrofiler dan komposit hibrida disebut flowable composites. Resin ini memiliki viskositas lebih rendah melalui pengurangan filler loading, yang menyebabkan resin siap mengalir, menyebar merata, beradaptasi secara menyeluruh dalam rongga kavitas, dan menghasilkan anatomi dental yang diinginkan. Hal ini meningkatkan kemampuan klinisi untuk membentuk kavitas dasar atau garis dengan baik, khususnya dalam persiapan kelas II posterior dan situasi lain dengan akses yang sulit. Karena kemudahan yang lebih besar dalam adaptasi dan fleksibilitas sebagai material perbaikan, flowable composites jugaberguna dalam restorasi kelas I di area gusi.

Mereka juga digunakan dengan cara yang serupa dengan fissure sealant sebagai restorasi minimal kelas I untuk mencegah karies.

Karena mereka mengalir ke dalam celah bersamaan dengan margin restorasi, beberapa dokter gigi menyebut flowable resins sebagai dental caulk(Anusavice dkk, 2013).

2. Consensable (packable) composites

Dibandingkan dengan amalgam, teknik perlekatan komposit membutuhkan waktu lebih banyak. Dikarenakan konsistensi yang tinggi plastik seperti pasta pada kondisi precured, komposit tidak bisa dipasang secara vertikal didalam kavitas dengan cara material mengalir secara lateral. Khususnya dalam restorasi gigi dimana kontak proksimal dengan gigi berdekatan diperlukan. Ini merupakan prosedur yang memakan waktu dan dapat menghasilkan berbagai macam hasil tanpa tingkat kemampuan yang tinggi. condensable composites (yang dikenal juga dengan packable composites) dibentuk dengan menyesuaikan distribusi filler untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan dari uncured material dan menyediakan karakteristik konsistensi dan perawatan yang serupa dengan lathe-cut amalgam.

Secara spesifik karakteristik packable/condensable merupakan turunan dari inklusi memanjang, partikel filler fiber dengan panjang 100 mcg dan permukaan bertekstur kasar atau geometrik bercabang yang cenderung mengunci dan mencegah aliran sehingga menyebabkan uncured resin menjadi kaku. banyak keterbatasan dari resin composites yang masih ada, dan tepatnya dua kali lipat dari waktu yang digunakan untuk penempatan amalgam dibutuhkan. Saat ini, material ini sudah tidak menunjukkan sifat atau karakteristik yang menguntungkan dibandingkan dengan resin hibrida. packable composites belum terbukti untuk menjawab kebutuhan general untuk resisten punggunaan yang tinggi. Namun material ini masih dapat digunakan untuk material restorasi kavitas dan mahkota, agen

16

mengikat adhesif, pit and fissure sealant,endodontic sealants, ikatan dari keramik veneers, dan sementasi untuk mahkota, bridges, dan protesa tetap lainnya (Anusavice dkk., 2013).

c. Akrilik

a. Heat-cured resins

Material ini terdiri dari bubuk dan cairan, bila mana dicampur dengan panas yang berterusan, akan membentuk sebuah slid yang rigid.

Formulasi bahan-bahan dalam resin heat cured bertujuan supaya (1) proses dough technique dapat dilakukan, (2) shrinkage akibat polimerisasi dapat diminimalkan, dan (3) panas dari reaksi polimerisasi dapat dikurangi. Dough technique membantu untuk memudahkan proses pembuatan gigi tiruan. Shrinkage akibat polimerisasi dapat dikurangi jika dibanding dengan spenggunaan monomer lain (bukan beads atau granules PMMA), karena kebanyakan material yang digunakan telah terpolimerisasi.

b. Cold-cured resins

Sifat kimiawi resin ini sama seperti resin heat-cured, kecuali diinisiasi oleh amina tersier (contohnya dimetil-P-toluidin) berbanding oleh heat.

Metode ini tidak seefisien metode heat- cure dan pada kebiasaannya akan menghasilkan material yang mempunyai berat molekular rendah.

Ini dapat berakibat kepada efek yang kurang baik terhadap kekuatan material tersebut. Proses ini juga menyebabkan adanya peningkatan monomer residual yang tidak teraktivasi dalam resin tersebut.

Stabilitas warna juga tidak sebaik pada resin heat-cured sehingga cenderung untuk menjadi warna kuning. Material ini sangat mudah untuk terjadinya penyebaran (creep) sehingga dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada gigi tiruan sewaktu pemakaian.

2.5.2 Aplikasi a. Elastomer

Elastomer digunakan dalam membuat crown dan bridge.

b. Komposit

Resin komposit digunakan secara luas untuk restorasi kelas 3, 4, dan 5,kavitas gigi anterior, veneering pada permukaan dafial atau labial dari gigi natural, serta kini digunakan untuk restorasi terbatas acclusal surfaces (Hincal, 2000).

c. Akrilik

Aplikasi heat-cured resins pada kedokteran gigi digunakan pada denture base resins, resin untuk gigi akrilik artifisial, dan bridge polimers (Bradna, 2017). Juga digunakan untuk restorasi menggunakan cement, dan facings dan temporary crowns (Hincal, 2000).

2.6 Polimerisasi Dental Polimer

Polimer dihasilkan melalui suatu proses yag disebut polimerisasi di mana terdiri dari unit-unit monomer yang terikat secara kimiawi untuk molekuldengan berat molekular yang tinggi (Noort, 2008). Secara umum, proses polimerisasi dibagi menjadi dua kelompok dasar yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Baqar dkk, 2012)

2.6.1 Polimerisasi Adisi

Polimerisasi adisi adalah reaksi antara dua molekul (ikatan rangkap/ikatan jenuh), baik molekul yang sama yang akan membentuk homopolimer atau molekul yang berbeda yang membentuk heteropolimer sehingga menghasilkan molekul yang lebih besar tanpa mengeliminasi molekul yang kecil seperti air (Noort, 2008). Pada umumnya polimerisasi adisi dilakukan dengan bantuan inisiator. Reaksinya diawali dengan

18

pemutusan ikatan rangkap, kemudian dilanjutkan dengan reaksi adisi monomer lain yang belum bereaksi. Polimerasi adisi mengakibatkan terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal.

Beradasarkan mekanisme reaksinya, polimerisasi adisi dibagi menjadi dua, yakni: polimerisasi adisi radikal bebas dan polimerisasi adisi ionik (Satibi, 2010).

a. Polimerisasi Adisi Radikal Bebas

Polimerisasi adisi radikal bebas merupakan metode yang banyak digunakan pada polimer kedokteran gigi dan untuk mensintesis polimer.

Radikal bebas ini dihasilkan agen reaktif atau inisiator, yang mana inisiator merupakan suatu molekul yang mempunyai satu ikatan yang relatif lemah dan bisa melalui proses degradasi untuk membentuk dua gugus reaktif yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Jenis reaktor yang sering digunakan pada bidang kedokteran gigi adalah benzoil peroksida, pada keadaan tertentu iktana peroksida dapat terpisah dan membentuk dua radikal yang identik. Proses dekomposisinya diperoleh dengan pemanasan atau reaksi menggunakan akivator kimia yang terjadi pada suhu yang rendah (McCabe &

Walls, 2008). Proses polimerisasi adisi yang membentuk polimer terdiri dari empat tahapan yaitu aktivasi, inisiasi, propagasi, terminasi dan chain transfer (Noort, 2008).

1. Aktivasi

Proses polimerisasi memerlukan radikal bebas. Radikal bebas adalah spesis kimia yang reaktif dan mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Proses memproduksi radikal bebas ini disebut sebagai proses aktivasi. Radikal bebas juga dikenal sebagai inisiator yang menginisiasi proses polimerisasi. Tetapi sebelum proses inisiasi, benzoil

peroksida tersebut perlu di aktivasi terlebih dahulu, melalui panas, senyawa kimia, dan sinar (Dykema dkk, 2010)

2. Inisiasi

Polimerisasi terinisiasi apabila radikal yang terbentuk pada aktivasi, bereaksi dengan monomer (McCabe & Walls, 2008).

3. Propagasi

Setelah inisiasi, radikal bebas yang baru dapat bereaksi dengan monomer lainnya. Setiap tahap reaksi menghasilkan satu gugus reaktif

Setelah inisiasi, radikal bebas yang baru dapat bereaksi dengan monomer lainnya. Setiap tahap reaksi menghasilkan satu gugus reaktif

Dalam dokumen Polymer Dalam Kedokteran Gigi (Halaman 7-0)

Dokumen terkait