“Polymer Dalam Kedokteran Gigi”
Penulis :
Drg. Susi Indriaswati, Sp.KGA
)
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan rahmat yang Tuhan berikan penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “Polymer Dalam Kedokteran Gigi” tepat waktu dan sesuai rencana.
Tentunya dalam penulisan ini tidak lepas dari dukungan semua pihak, dengan memberikan saran maupun pendapatnya. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya:
Disadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna.
Karena keterbatasan pengetahuan dari penulis, maka dari itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi sempurnanya tulisan ini.
Denpasar, 22 September 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
DAFTAR TABEL ...v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan Penulisan ...2
1.4 Manfaat Penulisan ...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Polimer ...4
2.2 Sifat ...5
2.3 Bahan dan Komposisi ...8
2.4 Fungsi ...11
2.4.1 Penggunaan klinis 2.4.2 Penggunaan laboratorium 2.5 Manipulasi dan Aplikasi ...13
2.5.1 Manipulas 2.5.2 Aplikasi 2.6 Polimerisasi ...17
2.6.1 Polimerisasi adisi 2.6.2 Polimerisasi kondensasi 2.7 Isu Terkini ...20
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan ...22
3.2 Saran ...22
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ...23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambaran rantai liner, bercabang, dan crosslink
pada pilomer ...9 Gambar 2Pengaruh panjang rantai, percabangan, dan ikatan
silang pada sifat fisik dan mekanik polimer ...9 Gambar 3Skema rantai polimer yang mengandung struktur amorf
(kiri) dan kombinasi struktur amorf dan struktur Kristal (kanan) ...11
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan sifat heat dan chemically (auto) cured PMMA resin ... 6
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polimer adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan contohnya dapat ditemukan hampir dimana saja. Polimer merupakan dasar dari kedokteran gigi restoratif modern. Mayoritas prosedur gigi yang saat ini digunakan dalam kedokteran gigi klinis bergantungan pada interaksi erat bahan polimer dengan jaringan gigi (Deb,1998). Polimer adalah bahan kedokteran gigi yang telah digunakan selama bertahun-tahun. Polimer biasa digunakan untuk atau gigi tiruan dan restorasi lainnya. Kriteria untuk menggunakan polimer adalah harganya relatif murah, memenuhi syarat estetika dan toksik, serta mudah untuk digunakan (Halpern, 2006).
Polimer terbagi menjadi 2 yaitu polimer alami dan polimer sintetik. Dalam kedokteran gigi, polimer lebih banyak digunakan pada bidang restoratif dan prostodonti. Bahan cetak yang digunakan dalam kedokteran gigi adalah jenis polimer elastromerik seperti alginat, polisulfida dan silikon. Polimer sintetik terbagi menjadi 3 jenis yaitu elastomer, polimer komposit dan akrilik (Deb,1998).
Polimer digunakan karena memiliki kelebihan yaitu estetika dan biokompatibilitasnya yang baik, kekuatanya memadai, cara manipulasinya yang tergolong mudah serta memiliki harga yang terjangkau. Kekurangannya adalah beberapa bahan seperti chemical cured acrylic resins memiliki jumlah monomer sisa yang tergolong besar karena polimerisasinya yang kurang sempurna, serta monomer sisa pada akrilik dapat memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas pada rongga mulut, serta penguapan monomer sisa dapat menyebabkan adanya pengkerutan (shrinkage). Adapun kekurangan lain dari polimer adalah jangka waktu dari komposit yang terbatas setelah restorasi, dimana kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya retak, yang mana menimbulnya celah marginal diantara fillings dan gigi hingga berlanjut menjadi karies sekunder (Milosevic, 2016).
2
Dewasa ini dental polimer juga digunakan sebagai bahan restorasi yang tak hanya berfungsi untuk mengembalikan fungsi, tapi juga dapat memperbaiki estetika, salah satunya adalah veneer. Polimer yang digunakan dalam restorasi veneer salah satunya ialah resin komposit yang digunakan karena memiliki struktur dan warna yang menyerupai gigi asli dan kekuatannya yang cukup untuk menahan beban kunyah (Octarina, 2013).
Karena fakta diatas penulis memilih polymer dalam kedokteran gigi sebagai judul dari tulisan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan polimer?
2. Bagaimana sifat dari dental polimer?
3. Apa bahan dan komposisi yang terkandung dalam dental polimer?
4. Apa fungsi dari dental polimer?
5. Bagaimana manipulasi dan aplikasi dari dental polimer?
6. Apa yang dimaksud dengan polimerisasi?
7. Apa isu terkini terkait dengan dental polimer?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan polimer 2. Mengetahui sifat dental polimer
3. Mengetahui bahan dan komposisi yang terkandung dalam dental polimer
4. Mengetahui fungsi dari denta polimer
5. Mengetahui cara manipulasi dan aplikasi dari dental polimer 6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan polimerisasi
7. Mengetahui isu terkini terkait dengan dental polimer
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi penulis yaitu, melatih kemampuan menulis dan menambah ilmu dalam memahami polimer khususnya dalam aplikasinya nanti dalam kedokteran gigi, dan mampu mencari solusi atas permasalahan seputar polimer.
2. Manfaat bagi mahasiswa kedokteran yaitu, dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambahpengetahuan mengenai apa itu polimer, dan bagaimana pentingnya mengaplikasikan polimerdalam dunia kedokteran gigi.
3. Mengetahui isu terkini mengenai polimer dalam kedokteran gigi.
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Polimer
Polimer merupakan suatu makromolekul yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil (monomer) yang terikat melalui ikatan kimia. Polimer akan terbentuk apabila ratusan maupun ribuan monomer berikatan dalam suatu rantai(Phillips & Moore, 1994). Jenis monomer yang menyusun polimer dapat sama ataupun berbeda. Hal ini akan berpengaruh pula pada sifat dari tiap-tiap jenis polimer (Noort, 2008).
Penggunaan dental polimer di era moderen dimulai pada tahun 1853, dimana karet alami digunakan sebagai bahan dasar gigi tiruan. Tak berselang lama, seluloid yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan bola biliar dan kancing baju diadopsi menjadi bahan dasar gigi tiruan. Tahun 1890-an, gutta percha, eksudat tanaman yang mengandung trans-poliisoprena digunakan untuk mahkota sementara, restorasi permanen, dan bahan pengisi saluran akar. Gutta percha pun masih digunakan luas sebagai bahan endodontik hingga saat ini. Pada abad ke- 20, berbagai macam elastomer sintetis mulai dikembangkan dan beberapa jenisnya sering digunakan sebagai bahan dental impression. Beberapa polimer sintetis juga mulai dikembangkan pada tahun 1930-an seperti polystyrene, phenol-formaldehyde, polyvinylchloride (PVC). Selanjutnya, tahun 1936, polymethylmetachrylate (PMMA) diperkenalkan sebagai heat-processed thermosetting material yang digunakan untuk membuat inlay, crown, dan fixed dental prosthesis. PMMA kemudian digantikan oleh methacrylate yang lebih tahan lama. Pada akhir 1950-an, self-curing dimethacrylate diperkenalkan dan akhirnya digantikan oleh light-cureable resin material. Beberapa tahun terakhir, jenis bahan polimer baru terus dikembangkan dan dokter gigi dituntut untuk mengetahui perkembangan bahan polimer sehingga dapat membuat pilihan bahan yang tepat (Phillips & Moore, 1994).
Polimer dalam kedokteran gigi banyak digunakan dalam bidang restoratif dan prostodonti. Material ini dapat dibedakan menjadi polimer alami dan dan polimer sintetik. Polimer alami adalah polimer yang berasal dari alam dan biasanya berasal dari suatu proses metabolisme mahluk hidup. Contoh dari polimer alami adalah agar, selulosa, DNA, protein, dan kolagen (Noort, 2008). Polimer sintetik merupakan jenis polimer yang tidak secara alami tersedia di alam, melainkan disintetis dari monomer-monomernya. Polimer sintetik dibagi kembali menjadi tiga jenis yaitu elastomer, komposit, dan akrilik (O’Brien, 1989). Elastomer yang dikenal pula dengan sebutan synthetic rubber merupakan polimer yang memiliki sifat elastis seperti karet dan biasa digunakan sebagai bahan cetak (Billmeyer, 1984). Komposit sering kali digunakan sebagai bahan restorasi karena memiliki estetik yang baik yaitu memiliki warna yang menyerupai gigi asli (Powers & Wataha, 2008). Sedangkan akrilik biasa digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan serta reparasi gigi tiruan karena mudah diproses serta memiliki estetik yang baik pula (Noort, 2008).
2.2 Sifat Dental Polimer
Persyaratan yang paling penting untuk bahan yang akan digunakan dalam aplikasi gigi adalah kompatibilitasnya. Kompatibilitas tidak hanya berarti sifat fisik dan kimia material tetapi juga perilakunya pada saat kontak denganjaringan mulut. Secara umum biokompatibilitas merupakan kemampuan biomaterial untuk melakukan fungsi yang diinginkan sehubungan dengan terapi medis (atau gigi), tanpa menimbulkan efek lokal atau sistemik yang tidak diinginkan pada penerima atau penerima terapi itu, tetapi menghasilkan respon seluler atau jaringan yang paling sesuai dalam situasi tertentu, dan mengoptimalkan kinerja yang relevan secara klinis dari terapi itu (Anusavice dkk, 2013).
Resin akrilik adalah bahan polimer yang paling umum digunakan dalam kedokteran gigi untuk membuat gigi tiruan, yang sebagian besar terdiri dari Polymethyl methacrylate (PMMA) (Bhola dkk, 2010). PMMA digunakan dalam dentures, artificial crowns, individual impression trays danorthodontic devices.
6
PMMA digunakan karena toksisitas rendah, biokompatibilitas baik (tidak beracun atau tidak mengiritasi, resistensi terhadap kolonisasi mikroba), sifat estetik baik (warna dan sifat optik dari jaringan gigi), ketahanan kimia di lingkungan mulut, sifat mekanik yang baik (kekakuan, kekuatan, ketahanan aus), dan kemudahan manipulasi (mudah dicampur, mudah digunakan, mudah diproses dan diobati), dan biaya yang dapat diterima (Yildiz dkk, 2014; Ali dkk, 2015). PMMA diklasifikasikan menjadiheat curing, chemical (auto) curing, light curing ataumicrowave curing sesuai dengan mode reaksi kimianya (Bhola dkk, 2010).
Heat Activated Acrylic Resins Chemically (auto) Activated Acrylic Resins
Berat molekul besar Berat molekul kecil
Panas diperlukan untuk polimerisasi Panas bukan sumber utama untuk polimerisasi
Porositas pada resin ini rendah Porositas pada resin ini sangat banyak Material yang kuat Kekuatannya rendah dibanding
dengan heat cured resins
Kandungan monomer sisa rendah Kandungan monomer sisa lebih tinggi Distortion, creep dan initial
deformation rendah
Distortion tinggi, creep meningkat
Tabel 1Perbedaan sifat heat dan chemically (auto) cured PMMA resin (Bhola dkk, 2010).
Bahan polimer lainnya adalah komposit. Monomer basa utama yang digunakan dalam komposit gigi komersial adalah bisphenol A-glycidyl methacrylate (Bis-GMA). Bis-GMA termasuk kelompok epoksi bukan kelompok metakrilat sehingga dapat dipolimerisasi lebih cepat di lingkungan mulut. Salah satu kelemahan Bis-GMA adalah viskositas yang tinggi sehingga dibutuhkan monomer pengencer untuk memudahkan penanganan dan manipulasi. Monomer lain yang paling umum digunakan bersama dengan Bis-GMA adalah TEGDMA.
TEGDMA adalah molekul yang lebih kecil dan memiliki berat molekul yang lebih rendah, kurang viskositas dan sifat mekanik kurang dari Bis-GMA. Karena
beratnya yang lebih rendah, penyusutan polimerisasi molekul TEGDMA lebih besar daripada Bis-GMA. Composite filling dapat terikat pada gigi karena adanya bonding adhesive yang menciptakan rantai silang selama proses photopolymerization. Hidroksietil metakrilat (HEMA) adalah komponen umum di sebagian besar agen ikatan dalam kedokteran gigi. Bahan ini adalah monomer amphiphilic yang mencegah kolagen runtuh, meningkatkan keterbasahan dan sifatnya meningkatkan kekuatan ikatan. Penelitian menunjukkan bahwa HEMA mampu berdifusi melalui dentin karena berat molekul HEMA rendah dan tingkat hidrofilisitasnya (Yildiz dkk, 2014).
Bahan polimer selanjutnya yang sering digunakan adalah elastomer, terdapat empat jenis elastomer yang digunakan secara luas: polysulfides, condensation silicones, polyethers and vinyl polysiloxanes. Bahan tersebut umumnya disediakan dalam bentuk dua pasta yaitu base dan katalis, dan dapat disalurkan melalui mixing cartridge (Boraldi dkk, 2009). Di antara semua bahan cetak elastomer, Vinyl polysiloxanes (VPS) banyak digunakan karena pemulihan elastis yang lebih besar, akurasi yang lebih tinggi, dan stabilitas dimensi yang lebih baik.
Bahan ini digunakan untuk mengasilkan cetakan yang detail, seperti dalam pembuatan crowns dan bridges (Din dkk, 2016). Bahan vinyl polysiloxanes lebih tidak beracun daripada polieter (Boraldi dkk, 2009).
Sifat umum bahan elastomer yaitu:
a. Koefisien ekspansi termal dari bahan elastomer adalah 5-20 kali lipat dibandingkan dengan baja.
b. Kekerasan biasanya diukur menggunakan IRHD atau menggunakan skala 0- 100. Kekerasan produk elastomer konvensional adalah sekitar 50-70 IRHD.
c. Nilai tensile strength karet dan elastomer termoplastik baik pada kisaran 7-15 MPa, dan sangat baik ketika nilai-nilai lebih dari 15 MPa.
Elastomer adalah bahan viskoelastik. Ini berarti bagian deformasi yang dipulihkan setelah beban dihapus dan bagian dari deformasi adalah permanen (Hanhi dkk, 2007).
8
2.3 Bahan dan Komposisi
Polimer terbentuk dari penggabungan sejumlah molekul dengan berat molekul kecil atau monomer menjadi makromolekul yang memiliki ukuran dan berat molekul yang lebih besar. Makromolekul tersebut memiliki kemampuan konfigurasi dan konformasi yang tidak terbatas sehingga polimer memiliki kemampuan yang lebih bervariasi (Anusavice dkk, 2013). Konfigurasi adalah perbedaan susunan atom yang disebabkan oleh hambatan rotasi bebas C-C.
Sedangka konformasi merupakan perbedaan susunan atom dalam ruang yang disebabkan oleh adanya rotasi bebas (berputas pada siumbu ikat) pada ikatan tunggal C-C (Budiati,2006). Selain polimer organik rantai karbon, makromolekul juga dapat terdiri dari jaringan polimer anorganik contohnya pada ikatan polimer yang dibentuk oleh silicon dioxide(Anusavice dkk, 2013).
Beberapa struktur rantai yang terjadi pada polimer yaitu rantai linier, bercabang, dan crosslink. Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus utama. Semakin panjang rantai polimer maka makin banyak ikatan yang terjadi di dalamnya sehingga makin sulit mengalami distorsi. Hal ini berakibat pada bertambahnya kekuatan serta peningkatan titih leleh material tersebut. Selain rantai liner, polimer dapat membentuk rantai bercabang ataupun saling berikatan (crosslink). Percabangan analog dengan lengan ekstra yg berasal dari rantai liner.
Dengan adanya rantai tambahan, kemungkinan kontak antar rantaipolimer lebih besar. Dengan adanya kontak tersebut dapat meningkatkan berat molekul maka kekuatan material juga bertambah. Namun hubungan kontak yang terjadi bersifat semenara dan dapat dipisahkan kembali, hal ini menunjukan bahwa ikatan crosslink hanya sedikit berpengaruh pada kekuatan material. Hubungan silang antara polimer dengan berat molekul rendah dapat mengakibatkan bertambahnya titik leleh, yang dikenal dengan glass-transition temperature (Tg), dibandingkan dengan hubungan polimer dengan berat molekul tinggi (Anusavice dkk, 2013).
Gambar 1 Gambaran rantai liner, bercabang, dan crosslink pada polimer (Anusavice dkk, 2013:p:95).
Gambar 2Pengaruh panjang rantai, percabangan, dan ikatan silang pada sifat fisik dan mekanik polimer (Anusavice dkk, 2013:p:95).
Berdasarkan komposisi monomernya, polimer terdiri dari:
a. Homopolimer
Homopolimer merupakan polimer yang terdiri dari monomer sejenis.
Contohnya adalah polivinil klorida (PVC).
10
b. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang tersusun dari dua atau lebih jenis monomer. Kopolimer dikelompokan kembali menjadi 3 jenis yaitu random copolymer, block copolymer, dan graft atau kopolymer bercabang. Random copolymer yaitu kopolimer dengan struktur monomer tersusun secara acak.
Sedangkan block copolymer mempunyai urutan monomer selang seling dalam rantai polimer. Dan graft copolymeryaitu polimer dengan susunan rantai utama monomernya berhubungan dengan rantai polimer lain sehinga membentuk cabang (Anusavice dkk, 2013).
Dalam beberapa polimer, rantai monomer tersusun secara acak yang disebut struktur amorf dan di sisi lain tersusun secara teratur atau susunan kristalin.
Secara karakteristik, polimer material kedokteran gigi didominasi oleh sruktur amorf dengan sedikit atau tanpa kristalinitas. Adanya kristalinitas polimer dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, kekerasan, ataupun titih lelehnya. Namun dengan adanya kristalinitas juga mampu meningkatkan kerapuhan material tersebut. Faktor-faktr yang dapat mengurangi atau mencegah kristalinitas yaitu(Anusavice dkk, 2013):
a. Copolymer formation, menghambat perantaraan rantai polimer.
b. Polymer-chain branching, dapat menggangu proses perantaian rantai polimer.
c. Random arrangement, terutama pada rantai-rantai utama yang memisahkan rantai polimer.
d. Plasticizers, cenderung memisahkan rantai polimer.
Gambar 3Skema rantai polimer yang mengandung struktur amorf (kiri) dan kombinasi struktur amorf dan struktur kristal (kanan) (Anusavice
dkk,2013:p:96).
2.4 Fungsi Dental Polimer
Bahan polimer digunakan dalam berbagai aplikasi gigi. Secara umum polimer berfungsi untuk membuat gigi palsu. Fungsi polimer dalam kedokteran gigi:
2.4.1 Penggunaan klinis
a. Komposit mempunyai beberapa macam warna yang serupa dengan warna gigi. Sehingga baik untuk estetika terutama untuk gigi anterior.
b. Material cetak merupakan material yang digunakan untuk membuat cetakan dari rahang/jaringan mulut beserta gigi-giginya.
c. Alginat adalah polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer α-L asam guluronat (G) dan β-D asam manuronat (M), atau dapat berupa kombinasi dari kedua monomer tersebut. Alginat dipakai untuk pencetakan gigi tiruan lengkap maupun sebagian lepasan, alat ortodontik, dan model studi.
12
2.4.2 Penggunaan Laboratorium
a. Resin akrilik. Bahan ini disediakan dalam kedokteran gigi berupa cairan (monomer) monomethyl methacrylate dan dalambentuk bubuk (polymer) polymthtyl methacrylate. Resin akrilik banyak digunakan dalam kedokteran gigi dalam berbagai keperluan seperti splinting, bahan reparasi dan bahan pembuat basis gigi tiruan lepasan.
b. Wax atau malam adalah suatu campuran dari beberapa macam bahan organik dengan berat molekul dan kekuatan rendah serta mempunyai sifat thermoplastik. Pertama kali digunakan di bidang kedokteran gigi sekitar abad 18 untuk pencetakan rahang tak bergigi. (Husain, 2004).
Hampir tidak ada prosedur klinis yang dilakukan tanpa menggunakan satu atau lebih dari produk-produk ini, aplikasi tipikal yang meliputi:
a. Prostodontik, contohnyabasis gigi tiruandan gigi palsu, soft liners, custom trays, material core buildup, dan restorasi sementara (Anusavice, 2013).
b. Kedokteran gigi operatif, adalah bidang kedokteran gigi yang berfokus pada diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit atau trauma pada gigi. (Morales, 2018). Contohnyadentin bonding agents, resin and glass ionomer cements, pit and fissure sealant, dan veneer.
c. Ortodontik, contohnya brackets, bracket bonding resins and cement, dan spacer.
d. Endodontik, contohnya gutta percha point, root canal sealants, dan rubber dam.
e. Peralatan, contohnya mixing bowls dan spatula, dan protective eyewear, dan lain-lain (Anusavice, 2013).
2.5 Manipulasi dan Aplikasi Dental Polimer
Penggunaan material polimer dalam aplikasi kedokteran gigi harus kuat secara mekanis dan memiliki sifat fisik yang stabil, mudah dimanipulasi, memiliki kualitas estetik yang sempurna, stabil secara kimiawi selama penyimpanan maupun di dalam mulut, memiliki kompabilitas biologikal, dan memiliki harga ekonomis. Komplikasi klinis juga harus minimal. Produk akhir harus mudah untuk di perbaiki, bila terjadi kerusakan, perbaikan resin harus dapat dilakukan dengan mudah dan efisien (Anusavice dkk, 2013).
2.5.1 Manipulasi a. Elastomer
Terdapat 3 metode pencampuran pada material elastomer yaitu hand mixing, static mixing, dan dynamic mechanical mixing.
1. Hand mixing
Pengguna harus membagikan panjang material yang sama pada mixing slab. Pertama ambil pasta katalis menggunakan spatula berbahan besi tahan karat (stainless steel) dan kemudian ratakan diatas base.
Kemudian campuran tersebut diratakan diatas mixing slab. Massa tersebut kemudian diambil dengan sebuah spatula pisau dan ratakan secara seragam mundur dan maju hingga warna menjadi homogen.
Material ini susah untuk dicampur karena perbedaan viskositas dari kedua komponen. Teknik pencampuran yang terbaik adalah menekan dengan keras material dengan satu jari hinga warna yang seragam didapatkan (Anusavice dkk, 2013).
2. Static mixing
Teknik ini mengubah 2 material cairan (atau seperti pasta) menjadi campuran homogenus tanpa pencampuran mekanik. Alat yang digunakan untuk mendapatkan campuran ini adalah sebuah pistol untuk melakukan kompresi terhadap material dalam dua tabung silinder, dimana mengandung dasar dan katalis secara terpisah. Static
14
mixingdapat menciptakan campuran lebih homogeny dalam jumla yang lebih besar, memiliki lebih sedikit porusitas dalam campuran, dan mengurangi mixing time (Anusavice dkk, 2013).
3. Dynamic mechanical mixing
Menggunakan mesin untuk menjalankan parallel plungers, mendorong material menuju mixing tip dan keluar menuju impression tray atau syringe; sedangakan impeler yang menggunakan motor untuk bergerak, dimana didalam mixing tip, mencampur material bersamaan dengan ekstrusi melalui ujungnya. Fungsi dari impeler hanya untuk mencampur material sejalan material melaluinya; bukan untuk mendorong material. Material-material disediakan dalam kantong plastik yang dapat dilipat pada tabung. Jumlah dari material yang disimpan dalam mixing tip sedikit lebih banyak dibandingkan pada static mixing. Dalam menggunakan alat tersebut, campuran material dengan viskositas tinggi dapat diperoleh dengan usaha yang minimal.
Polieter dan material impresion silikon tambahan dari viskositas yang beragam tersedia bergantung pada sistem (Anusavice dkk, 2013)
b. Komposit
1. Flowable composites
Campuran komposit mikrofiler dan komposit hibrida disebut flowable composites. Resin ini memiliki viskositas lebih rendah melalui pengurangan filler loading, yang menyebabkan resin siap mengalir, menyebar merata, beradaptasi secara menyeluruh dalam rongga kavitas, dan menghasilkan anatomi dental yang diinginkan. Hal ini meningkatkan kemampuan klinisi untuk membentuk kavitas dasar atau garis dengan baik, khususnya dalam persiapan kelas II posterior dan situasi lain dengan akses yang sulit. Karena kemudahan yang lebih besar dalam adaptasi dan fleksibilitas sebagai material perbaikan, flowable composites jugaberguna dalam restorasi kelas I di area gusi.
Mereka juga digunakan dengan cara yang serupa dengan fissure sealant sebagai restorasi minimal kelas I untuk mencegah karies.
Karena mereka mengalir ke dalam celah bersamaan dengan margin restorasi, beberapa dokter gigi menyebut flowable resins sebagai dental caulk(Anusavice dkk, 2013).
2. Consensable (packable) composites
Dibandingkan dengan amalgam, teknik perlekatan komposit membutuhkan waktu lebih banyak. Dikarenakan konsistensi yang tinggi plastik seperti pasta pada kondisi precured, komposit tidak bisa dipasang secara vertikal didalam kavitas dengan cara material mengalir secara lateral. Khususnya dalam restorasi gigi dimana kontak proksimal dengan gigi berdekatan diperlukan. Ini merupakan prosedur yang memakan waktu dan dapat menghasilkan berbagai macam hasil tanpa tingkat kemampuan yang tinggi. condensable composites (yang dikenal juga dengan packable composites) dibentuk dengan menyesuaikan distribusi filler untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan dari uncured material dan menyediakan karakteristik konsistensi dan perawatan yang serupa dengan lathe-cut amalgam.
Secara spesifik karakteristik packable/condensable merupakan turunan dari inklusi memanjang, partikel filler fiber dengan panjang 100 mcg dan permukaan bertekstur kasar atau geometrik bercabang yang cenderung mengunci dan mencegah aliran sehingga menyebabkan uncured resin menjadi kaku. banyak keterbatasan dari resin composites yang masih ada, dan tepatnya dua kali lipat dari waktu yang digunakan untuk penempatan amalgam dibutuhkan. Saat ini, material ini sudah tidak menunjukkan sifat atau karakteristik yang menguntungkan dibandingkan dengan resin hibrida. packable composites belum terbukti untuk menjawab kebutuhan general untuk resisten punggunaan yang tinggi. Namun material ini masih dapat digunakan untuk material restorasi kavitas dan mahkota, agen
16
mengikat adhesif, pit and fissure sealant,endodontic sealants, ikatan dari keramik veneers, dan sementasi untuk mahkota, bridges, dan protesa tetap lainnya (Anusavice dkk., 2013).
c. Akrilik
a. Heat-cured resins
Material ini terdiri dari bubuk dan cairan, bila mana dicampur dengan panas yang berterusan, akan membentuk sebuah slid yang rigid.
Formulasi bahan-bahan dalam resin heat cured bertujuan supaya (1) proses dough technique dapat dilakukan, (2) shrinkage akibat polimerisasi dapat diminimalkan, dan (3) panas dari reaksi polimerisasi dapat dikurangi. Dough technique membantu untuk memudahkan proses pembuatan gigi tiruan. Shrinkage akibat polimerisasi dapat dikurangi jika dibanding dengan spenggunaan monomer lain (bukan beads atau granules PMMA), karena kebanyakan material yang digunakan telah terpolimerisasi.
b. Cold-cured resins
Sifat kimiawi resin ini sama seperti resin heat-cured, kecuali diinisiasi oleh amina tersier (contohnya dimetil-P-toluidin) berbanding oleh heat.
Metode ini tidak seefisien metode heat- cure dan pada kebiasaannya akan menghasilkan material yang mempunyai berat molekular rendah.
Ini dapat berakibat kepada efek yang kurang baik terhadap kekuatan material tersebut. Proses ini juga menyebabkan adanya peningkatan monomer residual yang tidak teraktivasi dalam resin tersebut.
Stabilitas warna juga tidak sebaik pada resin heat-cured sehingga cenderung untuk menjadi warna kuning. Material ini sangat mudah untuk terjadinya penyebaran (creep) sehingga dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada gigi tiruan sewaktu pemakaian.
2.5.2 Aplikasi a. Elastomer
Elastomer digunakan dalam membuat crown dan bridge.
b. Komposit
Resin komposit digunakan secara luas untuk restorasi kelas 3, 4, dan 5,kavitas gigi anterior, veneering pada permukaan dafial atau labial dari gigi natural, serta kini digunakan untuk restorasi terbatas acclusal surfaces (Hincal, 2000).
c. Akrilik
Aplikasi heat-cured resins pada kedokteran gigi digunakan pada denture base resins, resin untuk gigi akrilik artifisial, dan bridge polimers (Bradna, 2017). Juga digunakan untuk restorasi menggunakan cement, dan facings dan temporary crowns (Hincal, 2000).
2.6 Polimerisasi Dental Polimer
Polimer dihasilkan melalui suatu proses yag disebut polimerisasi di mana terdiri dari unit-unit monomer yang terikat secara kimiawi untuk molekuldengan berat molekular yang tinggi (Noort, 2008). Secara umum, proses polimerisasi dibagi menjadi dua kelompok dasar yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Baqar dkk, 2012)
2.6.1 Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi adalah reaksi antara dua molekul (ikatan rangkap/ikatan jenuh), baik molekul yang sama yang akan membentuk homopolimer atau molekul yang berbeda yang membentuk heteropolimer sehingga menghasilkan molekul yang lebih besar tanpa mengeliminasi molekul yang kecil seperti air (Noort, 2008). Pada umumnya polimerisasi adisi dilakukan dengan bantuan inisiator. Reaksinya diawali dengan
18
pemutusan ikatan rangkap, kemudian dilanjutkan dengan reaksi adisi monomer lain yang belum bereaksi. Polimerasi adisi mengakibatkan terbukanya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal.
Beradasarkan mekanisme reaksinya, polimerisasi adisi dibagi menjadi dua, yakni: polimerisasi adisi radikal bebas dan polimerisasi adisi ionik (Satibi, 2010).
a. Polimerisasi Adisi Radikal Bebas
Polimerisasi adisi radikal bebas merupakan metode yang banyak digunakan pada polimer kedokteran gigi dan untuk mensintesis polimer.
Radikal bebas ini dihasilkan agen reaktif atau inisiator, yang mana inisiator merupakan suatu molekul yang mempunyai satu ikatan yang relatif lemah dan bisa melalui proses degradasi untuk membentuk dua gugus reaktif yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Jenis reaktor yang sering digunakan pada bidang kedokteran gigi adalah benzoil peroksida, pada keadaan tertentu iktana peroksida dapat terpisah dan membentuk dua radikal yang identik. Proses dekomposisinya diperoleh dengan pemanasan atau reaksi menggunakan akivator kimia yang terjadi pada suhu yang rendah (McCabe &
Walls, 2008). Proses polimerisasi adisi yang membentuk polimer terdiri dari empat tahapan yaitu aktivasi, inisiasi, propagasi, terminasi dan chain transfer (Noort, 2008).
1. Aktivasi
Proses polimerisasi memerlukan radikal bebas. Radikal bebas adalah spesis kimia yang reaktif dan mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Proses memproduksi radikal bebas ini disebut sebagai proses aktivasi. Radikal bebas juga dikenal sebagai inisiator yang menginisiasi proses polimerisasi. Tetapi sebelum proses inisiasi, benzoil
peroksida tersebut perlu di aktivasi terlebih dahulu, melalui panas, senyawa kimia, dan sinar (Dykema dkk, 2010)
2. Inisiasi
Polimerisasi terinisiasi apabila radikal yang terbentuk pada aktivasi, bereaksi dengan monomer (McCabe & Walls, 2008).
3. Propagasi
Setelah inisiasi, radikal bebas yang baru dapat bereaksi dengan monomer lainnya. Setiap tahap reaksi menghasilkan satu gugus reaktif yang mampu berekasi lagi (McCabe & Walls, 2008).
4. Terminasi
Reaksi ini mengahasilkan rantai polimer yang sempurna berpolimerisasi dan tidak mampu lagi untuk adisi. Contohnya adalah gabungan dua rantai yang berkembang untuk satu rantai lengkap (McCabe & Walls, 2008).
5. Chain Tranfer (Alih Rantai)
Reaksi chain transfer merupakan reaksi yang mungkin terjadi pada proses polimerisasi adisi radikal bebas. Pada awalnya reaksi ini merupakan reaksi yang menganggu karena dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan. Namun mekanisme ini kemudian dapat digunakan sebagai cara untuk mengontrol polimerisasi adisi radikal bebas.
b. Polimerisasi Adisi Ionik
Reaksi polimerisasi ionik ditandai dengan (Cowd, 1982):
1. Polimerisasi adisi ionik biasanya dilakukan pada suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan polimerisasi radikal.
2. Ionik polimerisasi reaksi energi aktivasi selalu kurang dari energi aktivasi sesuai polimerisasi radikal, dan bahkan mungkin negatif.
3. Polimerisasi ionik media reaksi dan polaritas pelarut sensitif terhadap perubahan kapasitas
2.6.2 Polimerisasi Kondensasi
20
Polimer yang mengalami kondensasi yaitu polimer yang mempunyai formula molekular dengan unit berulang dalam rantai polimer dan mengandung atom yang tidak berpasangan pada monomer asalnya. Reaksi kondensasi melibatkan dua berekasi dan menghasilkan molekul ketiga yang besar (McCabe & Walls, 2008 ; Noort, 2008).Untuk memastikan reaksi tersebut dapat menghasilkan polimer, setiap molekul yang bereaksisekurang-kurangnya perlu mempunyai dua kelompok reaktif sehingga dapat terjadi reaksikondensasi yang lebih lanjut.
2.7 Isu Terkini
Penggunaan Polimer sebagai Bahan Restorasi Estetika Masa Kini
Dewasa ini, pengaruh gigi pada penampilan sudah terlihat dan mulaidiperhatikan oleh sebagian besar masyarakat. Gigi-gigi dimodifikasi dengan mengubah bentuk, warna dan menambahkan permata atau emas dalam upaya meningkatkan standart penampilan. Salah satu upaya memperbaiki nilaiestetika gigi yaitu dengan cara menutupi gigi yang mengalami kelainan dengan sebuah pelapis agar mempunyai kualitas penampilan yang lebih baik, yang biasa disebut dengan Veneer. Restorasi veneer digunakan untuk melapisi bagian gigi yang mengalami kerusakan, perubahan warna, fraktur sebagian gigi, gigi displasia maupun hipoplasia. Veneer dapat digunakan untuk merestorasi gigi tertentu (partial veneer) maupun untuk merestorasi gigi secara keseluruhan (full veneer) (Octarina, 2013).
Salah satu polimer kedokteran gigi yang erat hubungannya denganrestorasi veneer yaitu resin komposit. Resin komposit dipilih sebagai bahan restorasiveneer karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat menghasilkan estetika dengan bentuk anatomi, morfologi serta warna yang menyerupai gigi asli, menghasilkan batas tepi yang baik, serta cukup kuat untuk menahan beban kunyah. Tak heran jika kini komposit tak hanya digunakan sebagi bahan tumpatan yang berfungsi untuk mengembalikan fungsi gigi, tapi juga digunakan untuk memperbaiki estetika gigi (Maulidar, 2015).
Komponen restorasi veneer sama dengan resin komposit yang digunakansebagai tumpatan, yaitu terdiri dari campuran matriks resin organik, filler anorganik dan coupling agent. Seperti halnya tumpatan, dibutuhkan perekatan yang kuat antara permukaan gigi dengan restorasi veneer resin komposit agar tidak mudah lepas. Perekatan ini umumnya menggunakan bahan adhesif. Resin semen merupakan bahan adhesif yang paling sering digunakan untuk melekatkan inlay, onlay, veneer, crown yang terbuat dari material keramik, logam maupun resin komposit. Berdasarkan penelitian olehBagian Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mendapatkan hasil bahwa semen resin yang dianjurkan karena memiliki kekuatan rekat yang paling baik untuk restorasi veneer yaitu semen resin Multi-step atau resin semen yang tahapan aplikasinya meliputi etsa, prime dan bonding yang dilakukan pada permukaan email (Octarina, 2013).
Restorasi veneer dengan resin komposit dapat dibagi ke dalam dua teknik, yaitu veneer komposit tidak langsung (indirect veneer) dan veneer komposit langsung (direct veneer).Restorasi direct veneer dikerjakan secara langsungpada rongga mulut pasien, biasanya terdiri dari satu atau beberapa lapisan dari komposit light curing, biasanya menggunakan microfill composite resin (resin komposit dengan partikel filler yang kecil). Direct veneer sangat berguna untuk anak-anak atau pasien usia remaja serta kosmetik tambahan pada pasien orang dewasa. Direct veneer mempunyai sejumlah keuntungan, seperti preparasi gigi yang minimal dan tidak memerlukan kerja laboratorium, biasanya digunakan pada restorasi partial veneer (Maulidar, 2015).
Restorasi indirect veneer dengan menggunakan resin komposit memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat menghasilkan estetika dengan bentuk anatomi dan morfologi menyerupai gigi asli, menghasilkan batas tepi yang baik, serta cukup kuat untuk menahan beban kunyah. Apabila terjadi fraktur pada restorasi indirect veneer, serta harganya yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan veneer dengan bahan sepeerti keramik (Octarina, 2013).
22
Oleh karena kelebihan-kelebihannya di bidang estetik tersebut, resin komposit dipilih sebagai bahan restorasi estetik masa kini, yaitu veneer.
23 BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Polimer merupakan suatu makromolekul yang terbentuk susunan monomer yang terikat melalui ikatan kimia. Dalam kedokteran gigi material polimer banyak digunakan karena harganya relatif murah, estetik yang baik, biokampatibilitas baik, manipulasi mudah, serta cukup kuat untu menahan beban kunyah. Polimer dapat dibedakan menjadi polimer alami dan polimer sintetik. Beberapa jenis polimer yang sering digunakan dalam kedokteran gigi yaitu elastomer, komposit, dan akrilik. ikatan rantai yang dapat terjadi pada polimer dapat berupa rantai linier, bercabang, dan crosslink. Berdasarkan komposisi monomernya, polimer diklasifikasikan menjadi homopolimer dan kopolimer. Secara umum polimer berfungsi untuk membuat gigi palsu dan digunakan di berbagai bidang kedokteran gigi. Penggunaan material polimer harus kuat secara mekanis dan memiliki sifat fisik yang stabil, mudah dimanipulasi, memiliki kualitas estetik yang sempurna, stabil secara kimiawi selama penyimpanan maupun di dalam mulut, memiliki kompabilitas biologikal, dan memiliki harga ekonomis. Polimer dihasilkan melalui suatu proses yag disebut polimerisasi. Kesadaran masyarakan akan estetika penanpinan menyebabkan polimer digunakan sebagai bahan restorasi estetika masa kini.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sertakan pada student project ini, yaitu:
1. Diperlukan peningkatan kemampuan sintesis untuk merangkum informasi tanpa mengurangi substansinya.
2. Diperlukan adanya penelusuran literatur yang lebih banyak lagi untuk menambah pengetahuan mengenai polimer dan dapat pengaplikasian polimer
dalam bidang kedokteran gigi.
24 BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U., Karim, K. J. B. A., & Buang, N. A. 2015. A review of the properties and applications of poly (methyl methacrylate)(PMMA). Polymer Reviews, 55(4), 678-705.
Anusavice, K. J., Shen, C., Ralph, R. H. 2013. Philips’ science of dental materials 12nd ed. Missouri: Elsevier. 474-82.
Baqar, M., dkk. 2012. Methylol‐functional benzoxazines as precursors for high‐performance thermoset polymers: Unique simultaneous addition and condensation polymerization behavior. Journal of Polymer Science Part A:
Polymer Chemistry, 50(11), pp.2275-2285. Tersedia di:
https://onlinelibrary.wiley.com [Diakses pada 10 September 2018].
Bhola, R., Bhola, S. M., Liang, H., & Mishra, B. 2010. Biocompatible denture polymers-a review. Trends Biomater Artif Organs, 23(3), 129-136.
Budiati, T. 2006. Kimia Organik Sebagai Dasar Pemahaman Senyawa Obat.
Surabaya. Tersedia di: http://repository.unair.ac.id [Diakses pada 12 September 2018].
Dykema, R.L., Goodacre, C.J., Phillips, R.W. 2010. Johnston’s modern practice in fixed prosthodontics. 4th ed. Philadelphia, WB. Saunders Company.110-126.
Halpern, B.D. 2006. Dental polymers. Annals New York Academy of Science. Hal.
106-113. Tersedia di: https://doi.org,10.1111/[Diakses pada 15 September 2018].
Hanhi, K., Poikelispaa, M., & Tirila, H. M. 2007. Elastomeric materials. Tampere University of Technology. 1-84.
Hussain, S. 2004. Textbook of dental materials. New Delhi: JBM Publishers. Hal 1-2
Maulidar. 2015. Direct veneer composite pada gigi premolar satu kiri rahang atas (laporan kasus). Cakradonya Dent J. 7(1):745-806. Tersedia di:
http://jurnal.unsyiah.ac.id/ [Diakses pada 15 September 2018].
McCabe, J.F., Walls, A. 2008. Applied dental materials. 9th ed. Singapore: Blackwell Publishing. 1,101-123.
Milosevic, M. 2016. Polymers mechanics of dental composites.International Conference on Manufacturing Engineering and Materials. Hal 313-320.
Tersedia di: https://doi.org/[Diakses pada 15 September 2018].
Morales, C. 2018. Operative Dentistry,UF Health, College Of Dentistry University Of Florida. Tersedia di: https://dental.ufl.edu/ [Diakses pada 10 September 2018].
Noort, R.V. 2008. Introduction to dental material 3rd ed. Philadelphia:Mosby Elsevier.
Octarina, Eriwati, Y.K., Soufyan, A. 2013 Analisis patahan veneer indirek resin komposit yang direkatkan pada email menggunakan dua resin semen berbeda.
Jurnal Material Kedokteran Gigi.1 (1): 50-58. Tersedia di:
http:/jurnal.pdgi.or.id/ [Diakses pada 15 September 2018].
Satibi, L. 2010. Pengaruh umur katalis ziegler natta pada kecepatan awal polimerisasi asetilen. Majalah LAPAN, 3(3).
Sulistyawati, E. 2010. Polimerisasi akrilamida dengan metode, Mixed Solvent Precipitation Menggunakan Inisiator Kalium Persulfat. EKSERGI, 10(1), pp.21- 28.
Yildiz, O., dkk. Dental polymers: effects on vascular tone. Encyclopedia of Biomedical Polymers and Polymeric Biometarials. New York: Taylor &
Francis, 1-13.
26
Deb, S. 1998. Polymers in dentistry. Journal of Engineering in Medicine. 212: Hal.
453-467. Tersedia di: http://www.mdpi.com/ [Diakses pada 15 September 2018].
Sideridou, I.D. 2010. Dental polymer composites. Encyclopedia of Polymer Composites: Properties, Performance and Applications. Hal. 593-619. Tersedia di: https://gudcare.netforce.co.th/[Diakses pada 15 September 2018].
Ismail, A.F. 2010. Material Kedokteran Gigi Yang Mempunyai Bahan Dasar Polimer. Universitas Sumatera Utara.
Bhola, R., dkk. 2010. Biocompatible denture polymers-a review. Trends Biomater Artif Organs, 23(3), 129-136. Tersedia di: http:// medind.nic.in/ [Diakses pada 15 September 2018].
Ali, U., Karim, K. J. B. A., & Buang, N. A. 2015. A review of the properties and applications of poly (methyl methacrylate)(PMMA). Polymer Reviews, 55(4), 678-705. Tersedia di: https://www.tandfonline.com/[Diakses pada 15 September 2018].
Yildiz, O., dkk. 2014. Dental polymers: effects on vascular tone. encyclopedia of biomedical polymers and polymeric biometarials. New York: Taylor & Francis, 1-13.
Hanhi, K., Poikelispaa, M., & Tirila, H. M. 2007. Elastomeric Materials. Tampere University of Technology. 1-84.
Boraldi, F., Coppi, C., Bortolini, S., Consolo, U., & Tiozzo, R. 2009. Cytotoxic evaluation of elastomeric dental impression materials on a permanent mouse cell line and on a primary human gingival fibroblast culture. Materials, 2(3), 934-944.
Din, S. U., Hassan, M., Parker, S., & Patel, M. 2016. Setting characteristics of three commercial vinyl polysiloxane impression materials measured by an oscillating rheometer. Pakistan Oral & Dental Journal, 36(3).