• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

2. Manfaat Praktis

Bagi orangtua, secara tidak langsung diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan orang tua tentang penonton imajiner dan hubungannya dengan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja sehingga dapat membantu mengidentifikasi penonton imajiner sebagai salah satu hal yang berhubungan dengan kecenderungan anak remajanya berpakaian mengikuti perubahan mode.

Bagi remaja, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi tentang penonton imajiner dan hubungannya dengan perilaku berpakaian mengikuti mode sehingga dapat menjadi sarana evaluasi diri.

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Remaja

1. Pengertian dan Batasan Remaja

Istilah remaja diambil dari bahasa Inggris yaitu adolesence, yang berasal dari bahasa latin adorescere, yang berarti to grow (tumbuh) atau to grow up to maturity (tumbuh menjadi dewasa). Dikatakan tumbuh menjadi dewasa karena merupakan jembatan antara anak-anak dan dewasa. Jadi, masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 1990). Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

Santrock (2003) membagi remaja dalam tiga rentang usia, dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun yang biasa disebut masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Selanjutnya masa remaja pertengahan (middle adolescence) mengacu pada usia sekitar 14 sampai 17 tahun dan yang yang terakhir yaitu masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada usia sekitar 18 sampai 22 tahun.

Hurlock (dalam Mappiare, 1994) juga membagi rentang usia remaja antara 13-21 tahun, yang terdiri dari masa remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun. Mappiare (1994) menyimpulkan secara teoritis dan empiris dari segi

psikologis bahwa rentang usia remaja berada dalam usia 12/13 tahun sampai 21/22 tahun, dengan pembagian masa remaja awal berada pada usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan masa remaja akhir berada pada usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Selain itu, mengikuti pembagian rentang usia remaja dari Hurlock dan Mappiare dapat disimpulkan bahwa remaja awal dimulai pada usia 13 sampai 17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18 sampai 22 tahun.

2. Egosentrisme Remaja

Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. Elkind (dalam Santrock, 2003) yakin bahwa egosentrisme muncul karena pikiran operasional formal.

Pada tahap operasional formal ini kognitif remaja bersifat lebih abstrak sehingga remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Remaja sudah mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa

kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis (Piaget dalam Santrock, 2003).

Elkind berpendapat bahwa remaja mengembangkan egosentrisme yang meliputi penciptaan penonton imajiner. Penonton imajiner menggambarkan peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian, yaitu kenginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian (Elkind dalam Santrock, 2003).

3. Ciri Perkembangan Masa Remaja Awal

Ada beberapa tahap perkembangan yang dialami pada usia remaja awal, yaitu (dalam Mappiare, 1994) :

a. Perkembangan Fisik

Secara umum terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat dalam masa remaja awal. Pertumbuhan anggota-anggota badan dan otot-otot sering berjalan tidak seimbang. Hal semacam ini kadang-kadang menimbukan ketidakserasian diri dan kekurangharmonisan gerak. Hal yang kurang menyenangkan bagi remaja adalah adanya beberapa bagian tubuh yang sangat cepat pertumbuhannya, sehingga mendahului bagian lain seperti kaki, tangan dan hidung yang mengakibatkan cemasnya remaja melihat

wajah dan tubuhnya yang kurang bagus itu. Sehingga mereka akan sering berdiri di muka kaca untuk melihat apakah pertumbuhannya wajar atau tidak. Pemikiran remaja awal tidaklah terutama tertuju pada kesehatan mereka tapi pada kekhawatiran mereka tentang kesempurnaan tubuh.

b. Perkembangan Kognitif

Selama masa remaja awal, terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak dan kemampuan pikir remaja dalam menerima dan mengolah informasi abstrak dari lingkungannya. Hal ini berarti bahwa remaja awal telah dapat menilai benar atau salahnya pendapat orang tua atau orang yang lebih dewasa. Mereka sering tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dan membantah secara terang-terangan pendapat orang lain yang dipikirnya tidak masuk akal karena pengaruh dari kuatnya egosentris. Akan tetapi, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa pola dan cara berpikir remaja awal cenderung mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya.

c. Perkembangan Sosial-Emosi

Sikap remaja awal berkembang dan menonjol dalam sikap sosial, terutama yang berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang pesat setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap

solider, simpati, dan merasakan perasaan orang lain mulai berkembang dalam usia remaja awal.

Rasa sedih menonjol dalam masa remaja awal sehingga remaja menjadi sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan kepada diri mereka. Perasaan gembira juga akan muncul jika remaja memperoleh pujian dan penghargaan atas hasil usahanya sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Emosi-emosi ini terus berganti dan umumnya remaja awal belum dapat mengontrolnya dengan baik. Dalam berperilaku sebagian remaja sangat dikuasai oleh emosinya. Hal ini juga terjadi pada penentuan cita-cita dan pilihannya yang tidak bisa direncanakan, mudah bertukar dan berganti ketertarikan.

Pengaruh sosial mengambil peranan dalam memantapkan minat remaja terhadap sesuatu hal. Dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial remaja awal lebih banyak memilih untuk mengubah diri daripada mengubah lingkungannya yang demikian luas.

4. Ciri Perkembangan Masa Remaja Akhir

Ada beberapa perkembangan yang dialami pada usia remaja akhir, yaitu (dalam Mappiare, 1994) :

a. Perkembangan Fisik

Menjelang masa akhir, pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang, maksudnya tidak sepesat dalam masa remaja awal. Pertambahan berat badan lebih banyak dibanding tinggi badan. Pada

masa remaja akhir pertumbuhan utama menyangkut penyempurnaan bentuk-bentuk tubuh. Badan dan anggota badan menjadi berimbang. Berat badan yang bertambah dengan pesat dalam masa ini mengimbangi pesatnya pertumbuhan tinggi badan yang terjadi dalam masa remaja awal dan periode pubertas. Keadaan jasmani yang berimbang dalam masa remaja akhir ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri.

b. Perkembangan Kognitif

Bertambahnya usia berarti bertambah juga informasi dan pengalaman yang disimpan seseorang termasuk dalam proses memecahkan masalahnya. Kondisi ini menyebabkan remaja akhir mulai mampu menyusun rencana-rencana, menyusun alternatif-alternatif pilihan, membuat perhitungan untung-rugi dalam memilih, serta mengadakan diskusi dengan orang dewasa (orang tua). Selain itu, cara berpikir remaja akhir tergolong operasional formal tahap akhir. Pada tahap ini remaja akhir mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kogntif yang dialaminya.

Citra diri, sikap dan pandangan pada remaja akhir lebih realistis. Mereka mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan sesungguhnya. Akibat positif dari keadaan ini adalah timbulnya

perasaan puas yang menjauhkan mereka dari rasa kecewa sehingga remaja akhir dapat mencapai kebahagiaannya.

c. Perkembangan Sosial-Emosi

Sikap remaja akhir relatif stabil, mereka mulai memilih sesuatu berdasarkan hasil pemikiran sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Pertentangan pendapat dihadapi dengan sikap tenang sehingga membuka adanya diskusi bersama.

Perasaan remaja akhir juga lebih tenang dan teratur oleh norma-norma orang dewasa, terutama orang dewasa yang diidentifikasinya. Cetusan-cetusan kemarahan, kekhawatiran, dan kecemasan yang tidak tentu sebabnya di masa remaja awal tidak lenyap sekaligus. Akan tetapi dengan kebebasan yang diperolehnya, sedikit demi sedikit remaja akhir akan dapat menguasai perasaannya. Keadaan yang realistis dalam menentukan sikap, minat, cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan adanya kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai.

Minat yang berkembang dan kuat pada masa remaja akhir berhubungan dengan lawan jenis, cita-cita, pendidikan, dan pekerjaan. Minat remaja akhir terhadap lawan jenis diperkuat dan tidak lagi

menampakkan hubungan “cinta monyet” sehingga pergaulan

5. Tugas Perkembangan Remaja

Setiap orang dalam masa hidupnya selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan. Begitu pula dengan masa remaja yang juga mempunyai tugas-tugas perkembangan sendiri. Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan pada masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1990) yaitu, mencapai hubungan baru dan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial menurut jenis kelaminnya, menerima keadaaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku.

Status usia remaja (remaja awal, remaja akhir) juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial. Hal ini erat kaitannya dengan tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh remaja tersebut. Semakin tua usia remaja (remaja akhir) tentunya ia semakin dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas perkembangan dewasa (Monks, 2006).

Menurut Fitzhugh Dodson (2006), baik masa remaja awal maupun masa remaja akhir mempunyai tugas perkembangan yang sama, yaitu membentuk identitas diri yang berbeda dari identitas orangtuanya. Pada masa remaja awal mereka mencoba menjawab pertanyaan “Siapakah

saya?” dalam lingkungan keluarganya serta dengan banyak

pertanyaan tersebut di dalam lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat, dimana ia harus mengatasi persoalan yang amat nyata mengenai pilihan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kematangan seksual. Secara khusus, Dr.Fitzhugh Dodson (2006) menjelaskan bahwa pada masa remaja akhir, mereka harus :

a. memilih dan menyiapkan pekerjaan,

b. menjalin hubungan yang memuaskan dengan lawan jenisnya dan membentuk pola tetap kehidupan cinta heteroseksual,

c. mengisi kebebasan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga.

B.Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

1. Peran Pakaian Bagi Remaja

Pakaian adalah sesuatu yang dikenakan manusia untuk menutupi dan melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari berbagai gangguan dan perubahan cuaca. Pakaian merupakan suatu penanda yang paling jelas diantara sekian banyak penanda penampilan luar, dengan apa orang membedakan diri mereka dari orang lain, dan pada gilirannya diidentifikasi sebagai sebuah kelompok tertentu (Van Dijk dalam Nordholt, 1997). Pakaian juga merupakan ekspresi dari identitas seseorang karena saat kita memilih pakaian, baik di toko atau di rumah, berarti kita mendefinisikan dan mendeskripsikan diri sendiri (Laurie dalam Nordholt, 1997).

Pakaian ini menjadi salah satu hal penting yang mendukung presentasi remaja. Dalam hal berpakaian, remaja laki-laki maupun perempuan memiliki minat yang sama. Remaja perempuan lebih menitikberatkan pakaian sebagai simbol status, sedangkan remaja laki-laki menggunakan pakaian sebagai simbol individualitas (Hurlock, 1974). Minat pada penampilan diri dan pada pakaian termasuk dalam minat pribadi yang merupakan minat terkuat di kalangan remaja.

Remaja belajar bahwa pakaian yang mereka pakai akan memberitahu orang lain sesuatu tentang diri mereka (Hurlock, 1974). Oleh karena itu, pakaian memiliki peran sebagai nilai simbolis penting, yaitu :

a. Identifikasi dengan peer group

Hoult (dalam Hurlock, 1974) menyatakan bahwa pakaian menentukan dikelompok mana seseorang diterima sebagai anggota. Selama masa remaja, milik kelompok sebaya dianggap sebagai simbol status. Rasa milik membantu remaja untuk meningkatkan penerimaan sosial. Remaja menerima dengan antusias gaya terbaru yang paling ekstrim untuk mendapatkan lebih banyak perhatian. Seorang remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan fashion

dipandang sebagai keras kepala, konservatif, memberontak, sangat individualistis dan patut dikasihani.

b. Status sosial ekonomi

Remaja mengenakan pakaian dalam tiga cara yang berbeda untuk melambangkan status sosial ekonomi mereka. Pertama adalah dengan menggunakan pakaian dari produsen yang memiliki prestise (pakaian bermerk terkenal). Bernard menjelaskan tentang label prestise pada pakaian yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki uang, bahwa dia diperbolehkan untuk menghabiskan uangnya pada pilihannya, dan bahwa dia memilih kualitas. Cara kedua, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka melalui jumlah pakaian mereka dari setiap jenis. Hal ini menunjukkan semakin banyak uang yang mereka miliki untuk membeli pakaian. Cara ketiga, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka dengan menggunakan pakaian fashionable (modis), gaya terbaru, dan paling ekstrim. Remaja yang tidak puas dengan status sosial ekonomi keluarga mereka dan ingin memperbaiki nasib mereka dalam kehidupan berusaha menciptakan kesan bahwa mereka termasuk kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi.

c. Kesesuaian Seks

Setiap remaja mengetahui bahwa anggota dari dua kelompok seks memiliki perbedaan standar tentang arti penampilan yang baik. Remaja perempuan harus terlihat feminin serta bergaya, sedangkan remaja laki-laki harus terlihat maskulin dan bergaya. Kesesuaian seks dilambangkan dengan pakaian jelas berbeda untuk kedua jenis

kelamin. Bahkan ketika remaja laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian yang sangat mirip, remaja laki-laki tampil dengan kaos polos, tanpa hiasan untuk menyatakan maskulinitas mereka, sementara remaja perempuan tampil dengan kaos yang dihiasi sedikit ornamen untuk membuat penampilan feminin.

d. Individualitas

Sementara remaja nyaman dengan gaya yang sama untuk menunjukkan identitas mereka dengan kelompok, mereka juga ingin pakaian mereka untuk melambangkan fakta bahwa mereka adalah "khusus," tidak hanya seperti orang lain. Untuk mengekspresikan kepribadian sendiri, seperti Bernard telah menyatakan, "seorang gadis harus berpakaian seperti gadis-gadis lain lakukan tetapi hanya dengan sentuhan individualitas."

e. Maturitas

Remaja yang mengenakan pakaian agar tampak lebih tua sebagai simbol status dewasa. Untuk mencapai penampilan yang lebih tua, remaja memilih pakaian yang berhubungan dengan orang dewasa dan memberontak terhadap pakaian yang berhubungan dengan masa kanak-kanak.

f. Independen

Berdandan rapi adalah penting untuk orang dewasa, maka kelalaian dalam berpakaian adalah simbol pemberontakan terhadap dominasi orang dewasa. Cara berpakaian sloppier pada remaja

merupakan bukti lebih bagi orang lain untuk melihat bahwa pemakainya adalah orang yang mengendalikan urusan sendiri. Remaja juga melambangkan kemerdekaannya dari gaya ekstrim dan warna karena orang dewasa mendorong konservatisme dalam berpakaian.

2. Daya Tarik Pakaian bagi Remaja

Ada fitur tertentu dari pakaian yang memiliki daya tarik yang kuat bagi remaja dan menjadi fokus perhatian mereka. Yang paling penting adalah sebagai berikut (Hurlock, 1974) :

a. Warna

Para remaja muda umumya menyukai pakaian berwarna cerah, tetapi setiap tahun kecenderungan warna yang ditunjukkan lebih berkembang dan mungkin remaja akan memilih warna yang lebih lembut.

b. Ornamen

Ornamen juga membuat remaja muda terlihat lebih tua dan lebih canggih. Mereka menemukan bahwa penampilan menarik dapat dicapai lebih baik dengan garis dan warna dari ornamen.

c. Keserasian

Bagi remaja, pakaian berfungsi sebagai sarana untuk memperbaiki penampilannya. Oleh karena itu, ia paling tertarik pada apa yang cocok atau serasi baginya dan apa yang akan membuat fiturnya menjadi baik dan pada saat yang sama menutupi fitur-fitur yang buruk.

d. Kelayakan

Remaja sangat menyadari kesesuaian dia mengenakan pakaian. Mereka mengetahui bahwa pakaian tidak pantas akan menandai individu sebagai seorang yang "bodoh" sehingga remaja akan sangat berhati-hati dan mengabaikan perasaan pribadinya untuk memilih pakaian. Tidak peduli seberapa besar dia menyukai sebuah pakaian, remaja tidak akan memakainya kecuali itu adalah pakaian yang "benar."

e. Perhatian

Remaja ingin pakaiannya untuk menarik perhatian bagi diri sendiri, terutama perhatian lawan jenis kelaminnya.

f. Mode

Remaja selalu sadar mengenai mode, bahkan mungkin lebih dari orang dari usia lain. Mereka tahu mode yang sedang menjadi tren dengan membaca majalah fashion, koran dan menonton film dan televisi. Bagi mereka, mengikuti mode adalah indah, sedangkan tidak mengikuti mode adalah yang buruk.

3. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pakaian Pada Remaja

Perilaku adalah setiap cara, reaksi, atau respon manusia, makhluk hidup terhadap lingkungannya (Gunarsa, 2008). Dilihat dari bentuk responnya, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Gunarsa, 2008) :

a. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka yang mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain, misalnya lari, tertawa, memukul, dan lain-lain. Perilaku terbuka ini terdiri dari perilaku yang disadari, gerakan refleks, dan gerakan otot.

b. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih pada aspek-aspek mental, antara lain perhatian, persepsi, dan ingatan sehingga belum dapat diamati atau dilihat secara jelas oleh orang lain. Perilaku tertutup terdiri dari kognisi (menyadari dan memberi arti serta mengingat), emosi (perasaan, suasana di dalam diri yang dimunculkan), konasi (pemikiran, pengambilan keputusan untuk memilih sesuatu bentuk perilaku), pernginderaan (penyampaian pesan).

Salah satu yang menjadi fokus perhatian penting bagi remaja adalah mode. Mode merupakan isu penting yang mencirikan pengalaman hidup sosial dan secara partikular menandai peran konsumerisme didalam pengalaman tersebut. Salah satu ciri alam modern belakangan ini adalah dengan perubahan tanpa henti, dan mode merupakan salah satu akibat dari perubahan tanpa henti tersebut (Soedjatmiko, 2008).

Mode adalah ragam, cara, bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, misalnya, potongan rambut, pakaian, corak hiasan, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Mode merupakan kebiasaan atau kesenangan dalam berpakaian pada suatu waktu dengan semangat berlebih-lebihan. Keberadaan mode bisa bersifat temporer (Vago, 2004).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku berpakaian mengikuti mode adalah kesenangan berpakaian sesuai dengan ragam, cara, atau bentuk terbaru pada suatu waktu dengan semangat berlebih-lebihan. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan aspek-aspek perilaku berpakaian mengikuti mode berupa perilaku terbuka yaitu tindakan berpakaian mengikuti mode dan perilaku tertutup yaitu kesenangan berpakaian mengikuti mode.

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Remaja Mengikuti Mode

Sejauh ini peneliti tidak menemukan penelitian atau pun dasar teori yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi remaja mengikuti mode. Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik perkembangan remaja oleh Erickson dan Mappiare penulis menarik kesimpulan tentang beberapa hal yang mempengaruhi remaja mengikuti mode berpakaian, yaitu :

a. Faktor internal, merupakan faktor-faktor yang berasal dari diri remaja sendiri :

1. Keinginan untuk mencoba hal-hal baru

Masa remaja merupakan masa peralihan dan pencarian identitas. Hal ini menimbulkan kebingungan dalam diri remaja. Remaja berusaha mencari aneka informasi dari lingkungan dan dari berbagai media. Remaja menjadi suka mencoba hal-hal yang baru karena rasa ingin tahu yang terlalu tinggi. Hal ini juga tampak pada perilaku berpakaian remaja, mereka akan terus mencoba mode pakaian terbaru sampai mereka menemukan yang paling sesuai untuk diri mereka sendiri.

2. Ketidakstabilan dan kurangnya kontrol diri

Masa remaja adalah masa penuh krisis dan ketidakseimbangan. Perilaku remaja menjadi mudah dipengaruhi, baik oleh lingkungan, teman sebayanya atau pun oleh media. Keadaan yang tidak stabil ini menyebabkan remaja kurang dapat melakukan penyesuaian sehingga selalu mengikuti perubahan tanpa mampu mengontrol diri. Hal ini juga bisa terjadi pada minatnya dalam hal pemilihan pakaian.

3. Keinginan untuk selalu tampil menarik

Remaja akan berusaha melakukan berbagai cara untuk menjaga dan memperbaiki apa yang menurut mereka kurang menarik. Tampil menarik melalui pakaian yang dikenakan menjadi salah satu hal penting yang mendukung presentasi remaja. Pakaian digunakan remaja untuk memperbaiki penampilan mereka dalam

dua cara yaitu dengan meningkatkan karakteristik fisik yang baik, dan menyamarkan karakteristik fisik yang buruk. Sebagai contoh, seorang gadis yang kelebihan berat badan, menemukan bahwa warna gelap pada pakaian dapat menyamarkan bentuk tubuhnya. Remaja juga akan berusaha untuk terus menggunakan pakaian baru sesuai dengan mode untuk meningkatkan penampilan mereka. b. Faktor eksternal, merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri

remaja :

1. Kelompok sebaya atau peer group

Lingkungan pergaulan remaja punya banyak pengaruh terhadap minat, sikap, pembicaraan, penampilan dan perilaku lebih besar dibandingkan dengan pengaruh keluarga (Hurlock, 1996). Dalam lingkungan pergaulan, remaja biasanya membentuk kelompok sebaya yang memiliki keterikatan yang kuat dan mengembangkan suatu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu. Kelompok sebaya biasanya memiliki ciri-ciri yang tegas pada tingkah laku yang ditampilkan oleh anggotanya. Salah satu dari ciri-ciri ini adalah mode pakaian (Monks, 2006). Oleh karena itu, remaja dalam suatu kelompok akan lebih mudah dipengaruhi oleh mode pakaian, terutama yang dipakai oleh temn-teman sekelompoknya.

2. Media Massa

Media massa berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kemajuan ilmu pendidikan. Media juga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku. Media membantu remaja mendapatkan informasi-informasi terbaru. Melalui media, remaja diperkenalkan dengan mode pakaian-pakaian terbaru. Media elektronik seperti televisi dipenuhi dengan

Dokumen terkait