• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU BERPAKAIAN MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU BERPAKAIAN MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR SKRIPSI"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU

BERPAKAIAN MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN

REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Anastasia Nogo Blikon

NIM : 079114136

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

“ Tidak seorang pun dapat kembali dan membuat awal yang baru,

tapi siapapun bisa memulai dari sekarang

dan membuat akhir yang baru.”

(5)
(6)
(7)

vii

HUBUNGAN PENONTON IMAJINERDAN PERILAKU BERPAKAIAN

MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR

Anastasia Nogo Blikon

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) ada tidaknya hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja, 2) ada tidaknya efek moderasi batasan usia remaja pada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 70 subjek remaja awal dengan batasan usia 13 sampai 17 tahun, dan 70 subjek remaja akhir dengan batasan usia pada usia 18 sampai 22 tahun. Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa kelas I dan II SMP Pangudi Luhur I dan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011. Peneliti berhipotesis bahwa 1) ada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja, 2) batasan usia remaja memoderasi hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode. Data dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan Skala Penonton Imajiner dan Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode. Data batasan usia remaja dilaporkan subjek pada bagian identitas.Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan uji beda nilai koefisien regresi unstandardized. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) ada hubungan yang signifikan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode dengan r=0,231 dan p=0,006 (p<0,05), 2) batasan usia remaja secara signifikan memoderasi hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode (thitung =2,726> ttabel).

(8)

viii

THE RELATION IMAGINARY AUDIENCE AND BEHAVIOR OF

FASHIONABLE DRESS IN EARLY ADOLESCENCE AND LATE

ADOLESCENCE

Anastasia Nogo Blikon

ABSTRACT

The purpose of this research was know 1) whether there is a relationship imaginary audience and fashionably dressed behavior in adolescents, 2) the presence or absence of moderating effects of adolescent age restrictions on the relationship imaginary audience behavior and dress fashionably. Subjects in this study consisted of 70 subjects with early adolescent age limit of 13 to 17 years, and 70 subjects with a late adolescent age limit at 18 to 22 years. Subjects in this study are students from Pangudi Luhur Junior High School 1st and 2nd years and students of Sanata Dharma University who enter the university in the year of 2008, 2009, 2010, and 2011. Researchers hypothesize that 1) there is a relationship imaginary audience and fashionably dressed behavior in adolescents, 2) the age limit teen moderating the relationship imaginary audience behavior and fashionably dressed. The data in this study expressed by using the Imaginary Audience Scale and Behavior Scale Dressing Following Mode. Adolescents limits the data reported on the subject of identity. Data analyzed by using correlation Pearson Product Moment and different test unstandardized regression coefficient values. The result of this research refers to 1) there is a significant relationship imaginary audience behavior and dress fashionably with r = 0.231 and p = 0.006 (p <0.05), 2) limit the teenage years are significantly moderate the relationship imaginary audience behavior and dress follow mode (thitung =2,726> ttabel).

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dengan segala usaha dan upaya penulis akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi ini seperti yang penulis harapkan dengan judul “Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja Awal dan Remaja Akhir”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalm menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada prosess penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang memberikan bantuan, doa, semangat, dan motivasi tiada hentinya kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan saran dengan penuh kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.

(11)

xi

5. Seluruh staf karyawan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis ketika masih menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Kedua orang tuaku dan kakakku tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk penulis.

7. Berbagai pihak yang telah membantu penyebaran skala penelitian: Bapak Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

8. Teman-teman kelompok diskusi skripsi (nenek Reni, Mbah Ti, Erin, Ina, Opie) dan juga teman seperjuangan di Fakultas Psikologi USD, teman-teman kos Wulandari (uyut, puput, dina, yayas, mita, siska, lala, tiwi, dll), teman-teman VITAMIN (kunil, chu2 ita, chu2 tisa, mami mel, intan), jikin, dhotie, terimakasih buat dukungan dan kebersamaannya.

9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima setiap kritik dan masukan yang membangun. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis,

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ……….... ii

Halaman Pengesahan ………. iii

Halaman Motto ………..……… iv

Halaman Persembahan …..……….…… v

Pernyataan Keaslian Karya ………... vi

Abstrak ………... vii

Abstract………...… viii

Pernyataan Persetujuan Publikasi ………...… ix

Kata Pengantar ………...…... x

Daftar Isi ……….. xii

Daftar Tabel ………...…….…....… xvi

Daftar Gambar ……….….……....….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ………...………..………. 1

B. Rumusan Masalah ………...………... 6

C. Tujuan Penelitian ………...……..……. 6

D. Manfaat Penelitian ………..………….. 7

1. Manfaat Teoritis ……….. 7

(13)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ……… 8

A. Remaja ……….………...….. 8 1. Pengertian dan Batasan Remaja …..…………...…. 8 2. Egosentrisme Remaja …...…...……….... 9 3. Ciri Perkembangan Masa Remaja Awal ………..…. 10 4. Ciri Perkembangan Masa Remaja Akhir ………... 12 5. Tugas Perkembangan Remaja ………..…... 15 B. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ………. 16

1. Peran Pakaian Bagi Remaja …..………....… 16 2. Daya Tarik Pakaian bagi Remaja ………...…..…. 20 3. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pakaian

Pada Remaja ………...………....…... 21 4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Remaja

Mengikuti Mode ……..………..………..……….. 23 C. Penonton Imajiner ………... 26

1. Pengertian Penonton Imajiner……….….…. 26 2. Aspek-aspek Skala Penonton Imajiner ………... 27 D. Dinamika Hubungan Antar Variabel ………. 29

1. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada

(14)

xiv

2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada

Remaja Awal dan Remaja Akhir ….……...…….. 30

E. Hipotesis ………..……… 35

BAB III METODE PENELITIAN ………. 36

A. Jenis Penelitian ………...……….. 36

B. Variabel Penelitian ………... 36

C. Definisi Operasional ……….... 37

1. Penonton Imajiner ……….. 37

2. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ………….. 38

3. Batasan Usia Remaja ………....…… 38

D. Subjek Penelitian ………..……... 38

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……….. 39

1. Skala Penonton Imajiner ……… 40

2. Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ……. 42

3. Batasan Usia Remaja ……….. 44

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ….. 44

1. Validitas Alat Ukur ………. 44

2. Seleksi Item ………. 44

(15)

xv

G. Metode Analisis Data ………..………… 48

1. Uji Asumsi ……… 48

2. Uji Hipotesis ………. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 52

A. Persiapan Penelitian ………..…………..……... 52

1. Perizinan Penelitian ……….………... 52

2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ………... 52

3. Pelaksanaan Penelitian ……….. 53

B. Karakteristik Subjek Penelitian …..…………...…….. 53

C. Deskripsi Data Penelitian ……….... 54

D. Hasil Analisis Data Penelitian ……….……… 56

1. Hasil Uji Asumsi ………... 56

2. Hasil Uji Hipotesis ……… 57

E. Pembahasan ……….… 60

BAB V PENUTUP ……… 66

A. Kesimpulan ……...….……….…………... 66

B. Saran ……… 66

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Blueprint Skala Penonton Imajiner……….. 42

Tabel 3.2 Blueprint Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode …....… 43

Tabel 3.3 Skor Item Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Favorabel dan Unfavorabel ………...…… 43

Tabel 3.4 Distribusi Skala Penonton Imajiner Setelah Uji Coba …...… 45

Tabel 3.5 Distribusi Item Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Setelah Uji Coba ……… 46

Tabel 4.1 Deskripsi Umur Subjek ………..…… 54

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek ……….……… 54

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Data Penelitian ……….… 55

Tabel 4.4 Uji Normalitas ……….... 57

Tabel 4.5 Uji Linearitas ………...……… 57

Tabel 4.6 Uji Korelasi ……… 58

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada

Remaja ………. 30 Gambar 2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan

Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa remaja, individu mengalami krisis yakni identitas dan kebingungan identitas. Remaja dihadapkan pada temuan siapa diri mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju kehidupan (Erik Erickson dalam Santrock, 2002). Oleh karena itu, remaja berupaya mengeksplorasi diri dan lingkungannya untuk kemudian membentuk jati dirinya yang sesungguhnya. Hal ini tampak ketika remaja menampilkan berbagai macam perilaku dalam waktu yang cenderung berdekatan. Kemauan dan pilihan remaja terhadap hobi, seni, grup musik, dan khususnya berpakaian dapat berubah-ubah dengan cepat. Pada saat mencari identitas, remaja pun mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi dan menyebabkan mereka sering dijadikan target berbagai produk fashion yang selalu berganti mengikuti mode-mode yang sedang trend.

(19)

rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitikberatkan pada status sosial dan mode daripada pertimbangan ekonomis.

Remaja dapat menjadi korban perubahan mode karena mereka selalu berusaha tampil dengan model pakaian maupun aksesoris yang lagi trend di masyarakat. Walaupun terkadang mode pakaian yang dikenakannya sebenarnya tidak sesuai untuknya, tapi karena tidak ingin ketinggalan model terbaru dalam berpakaian, mereka tetap saja menggunakannya (Halimah, 2010). Berdasarkan pengalaman peneliti ketika naik kendaraan umum, ada seorang remaja yang memakai baju kaos yang pendek, panjang baju itu hanya sampai sedikit dibawah pusarnya (gantung) dan ketat. Remaja ini tampak merasa tidak nyaman dengan pakaian sehingga ketika naik kendaraan dan duduk tangannya terlihat sangat sibuk menarik bajunya untuk menutupi bagian belakangnya yang menggantung. Berdasarkan survei Aldyshekoski (2010), beberapa remaja mengatakan bahwa meskipun terkadang terlihat tidak cocok untuk dirinya asalkan baju tersebut sedang trend dan tampak bagus dipakai oleh orang lain, maka baju tersebut tetap saja akan dipakai.

(20)

sosialisasi dengan teman sebaya, orang yang tidak mengikuti mode biasanya akan cenderung dijauhi. Selain itu, ada juga remaja yang mengatakan bahwa mode sebagai simbol penegas eksistensi mereka dalam ranah sosial menunjukan kermajaannya.

Mode adalah ragam, cara, bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, misalnya, potongan rambut, pakaian, corak hiasan, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Mode merupakan suatu hal yang sering dikaitkan dengan remaja. Remaja cenderung bersaing untuk menampilkan mode terbaru dalam gaya berpakaian. Mode pakaian ini terus berganti dari waktu ke waktu. Model pakaian yang dijual ataupun digunakan sangat tergantung dari mode yang sedang trend.

(21)

rubrik artikel dan gambar yang menawarkan banyak mode berpakaian sesuai

trend.

Seorang remaja mampu menyesuaikan diri dan mengikuti gaya berpakaian yang sesuai mode agar tidak tampil berbeda dan tidak terlihat aneh. Hal ini berkaitan dengan perkembangan sosial kognitif remaja yaitu penonton imajiner. Penonton imajiner menunjukkan adanya peningkatan kesadaran yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka sebesar perhatian mereka sendiri. Remaja bahkan sering memunculkan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya, padahal ini hanyalah bayangan persepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja. Contohnya pada seorang anak perempuan di tingkat SMA, ia menganggap bahwa semua mata terpaku padanya karena ada jerawat kecil di wajahnya, itulah yang remaja rasakan, padahal belum tentu orang lain memperhatikannya.

(22)

Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah benar penonton imajiner berkorelasi dengan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja.

Remaja sendiri dibagi menjadi dua, yaitu remaja awal dan remaja akhir dengan ciri-ciri yang berbeda (Mappiare, 1994). Bagi remaja awal, pada umumnya mereka menarik perhatian melalui tampilan fisik misalnya mengikuti perubahan mode. Menurut pendapat Djiwandono (2002), hal ini mungkin karena karakteristik remaja awal yang labil, mudah dipengaruhi, dan sangat tergantung pada teman sebaya (konformitas tinggi). Sedangkan pada remaja akhir, mereka tidak mudah terpengaruh oleh perubahan mode karena karakter mereka yang lebih stabil dan mampu menguasai diri. Remaja akhir lebih realistis, selektif, dan bertanggung jawab dalam membuat pilihan.

(23)

Perbedaan tugas perkembangan dan perbedaan karakteristik perkembangan pada masa remaja awal dan remaja akhir dapat menyebabkan mereka memilih perilaku yang berbeda meskipun mereka memiliki penonton imajiner yang sama tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian dimoderatori oleh batasan usia remaja awal atau remaja akhir.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah :

1. “Apakah ada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja?”

2. “Apakah batasan usia remaja memoderasi hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji :

1. Ada tidaknya hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja,

(24)

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah khususnya pada psikologi perkembangan dan sosial tentang bagaimana hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja awal dan remaja akhir.

2. Manfaat Praktis

Bagi orangtua, secara tidak langsung diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan orang tua tentang penonton imajiner dan hubungannya dengan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja sehingga dapat membantu mengidentifikasi penonton imajiner sebagai salah satu hal yang berhubungan dengan kecenderungan anak remajanya berpakaian mengikuti perubahan mode.

(25)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Remaja

1. Pengertian dan Batasan Remaja

Istilah remaja diambil dari bahasa Inggris yaitu adolesence, yang berasal dari bahasa latin adorescere, yang berarti to grow (tumbuh) atau to grow up to maturity (tumbuh menjadi dewasa). Dikatakan tumbuh menjadi dewasa karena merupakan jembatan antara anak-anak dan dewasa. Jadi, masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 1990). Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

Santrock (2003) membagi remaja dalam tiga rentang usia, dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun yang biasa disebut masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Selanjutnya masa remaja pertengahan (middle adolescence) mengacu pada usia sekitar 14 sampai 17 tahun dan yang yang terakhir yaitu masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada usia sekitar 18 sampai 22 tahun.

(26)

psikologis bahwa rentang usia remaja berada dalam usia 12/13 tahun sampai 21/22 tahun, dengan pembagian masa remaja awal berada pada usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan masa remaja akhir berada pada usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Selain itu, mengikuti pembagian rentang usia remaja dari Hurlock dan Mappiare dapat disimpulkan bahwa remaja awal dimulai pada usia 13 sampai 17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18 sampai 22 tahun.

2. Egosentrisme Remaja

Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. Elkind (dalam Santrock, 2003) yakin bahwa egosentrisme muncul karena pikiran operasional formal.

(27)

kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis (Piaget dalam Santrock, 2003).

Elkind berpendapat bahwa remaja mengembangkan egosentrisme yang meliputi penciptaan penonton imajiner. Penonton imajiner menggambarkan peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian, yaitu kenginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian (Elkind dalam Santrock, 2003).

3. Ciri Perkembangan Masa Remaja Awal

Ada beberapa tahap perkembangan yang dialami pada usia remaja awal, yaitu (dalam Mappiare, 1994) :

a. Perkembangan Fisik

(28)

wajah dan tubuhnya yang kurang bagus itu. Sehingga mereka akan sering berdiri di muka kaca untuk melihat apakah pertumbuhannya wajar atau tidak. Pemikiran remaja awal tidaklah terutama tertuju pada kesehatan mereka tapi pada kekhawatiran mereka tentang kesempurnaan tubuh.

b. Perkembangan Kognitif

Selama masa remaja awal, terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak dan kemampuan pikir remaja dalam menerima dan mengolah informasi abstrak dari lingkungannya. Hal ini berarti bahwa remaja awal telah dapat menilai benar atau salahnya pendapat orang tua atau orang yang lebih dewasa. Mereka sering tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dan membantah secara terang-terangan pendapat orang lain yang dipikirnya tidak masuk akal karena pengaruh dari kuatnya egosentris. Akan tetapi, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa pola dan cara berpikir remaja awal cenderung mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya.

c. Perkembangan Sosial-Emosi

(29)

solider, simpati, dan merasakan perasaan orang lain mulai berkembang dalam usia remaja awal.

Rasa sedih menonjol dalam masa remaja awal sehingga remaja menjadi sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan kepada diri mereka. Perasaan gembira juga akan muncul jika remaja memperoleh pujian dan penghargaan atas hasil usahanya sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Emosi-emosi ini terus berganti dan umumnya remaja awal belum dapat mengontrolnya dengan baik. Dalam berperilaku sebagian remaja sangat dikuasai oleh emosinya. Hal ini juga terjadi pada penentuan cita-cita dan pilihannya yang tidak bisa direncanakan, mudah bertukar dan berganti ketertarikan.

Pengaruh sosial mengambil peranan dalam memantapkan minat remaja terhadap sesuatu hal. Dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial remaja awal lebih banyak memilih untuk mengubah diri daripada mengubah lingkungannya yang demikian luas.

4. Ciri Perkembangan Masa Remaja Akhir

Ada beberapa perkembangan yang dialami pada usia remaja akhir, yaitu (dalam Mappiare, 1994) :

a. Perkembangan Fisik

(30)

masa remaja akhir pertumbuhan utama menyangkut penyempurnaan bentuk-bentuk tubuh. Badan dan anggota badan menjadi berimbang. Berat badan yang bertambah dengan pesat dalam masa ini mengimbangi pesatnya pertumbuhan tinggi badan yang terjadi dalam masa remaja awal dan periode pubertas. Keadaan jasmani yang berimbang dalam masa remaja akhir ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri.

b. Perkembangan Kognitif

Bertambahnya usia berarti bertambah juga informasi dan pengalaman yang disimpan seseorang termasuk dalam proses memecahkan masalahnya. Kondisi ini menyebabkan remaja akhir mulai mampu menyusun rencana-rencana, menyusun alternatif-alternatif pilihan, membuat perhitungan untung-rugi dalam memilih, serta mengadakan diskusi dengan orang dewasa (orang tua). Selain itu, cara berpikir remaja akhir tergolong operasional formal tahap akhir. Pada tahap ini remaja akhir mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kogntif yang dialaminya.

(31)

perasaan puas yang menjauhkan mereka dari rasa kecewa sehingga remaja akhir dapat mencapai kebahagiaannya.

c. Perkembangan Sosial-Emosi

Sikap remaja akhir relatif stabil, mereka mulai memilih sesuatu berdasarkan hasil pemikiran sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Pertentangan pendapat dihadapi dengan sikap tenang sehingga membuka adanya diskusi bersama.

Perasaan remaja akhir juga lebih tenang dan teratur oleh norma-norma orang dewasa, terutama orang dewasa yang diidentifikasinya. Cetusan-cetusan kemarahan, kekhawatiran, dan kecemasan yang tidak tentu sebabnya di masa remaja awal tidak lenyap sekaligus. Akan tetapi dengan kebebasan yang diperolehnya, sedikit demi sedikit remaja akhir akan dapat menguasai perasaannya. Keadaan yang realistis dalam menentukan sikap, minat, cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan adanya kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai.

Minat yang berkembang dan kuat pada masa remaja akhir berhubungan dengan lawan jenis, cita-cita, pendidikan, dan pekerjaan. Minat remaja akhir terhadap lawan jenis diperkuat dan tidak lagi

menampakkan hubungan “cinta monyet” sehingga pergaulan

(32)

5. Tugas Perkembangan Remaja

Setiap orang dalam masa hidupnya selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan. Begitu pula dengan masa remaja yang juga mempunyai tugas-tugas perkembangan sendiri. Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan pada masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1990) yaitu, mencapai hubungan baru dan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial menurut jenis kelaminnya, menerima keadaaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku.

Status usia remaja (remaja awal, remaja akhir) juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial. Hal ini erat kaitannya dengan tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh remaja tersebut. Semakin tua usia remaja (remaja akhir) tentunya ia semakin dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas perkembangan dewasa (Monks, 2006).

Menurut Fitzhugh Dodson (2006), baik masa remaja awal maupun masa remaja akhir mempunyai tugas perkembangan yang sama, yaitu membentuk identitas diri yang berbeda dari identitas orangtuanya. Pada masa remaja awal mereka mencoba menjawab pertanyaan “Siapakah

saya?” dalam lingkungan keluarganya serta dengan banyak

(33)

pertanyaan tersebut di dalam lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat, dimana ia harus mengatasi persoalan yang amat nyata mengenai pilihan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kematangan seksual. Secara khusus, Dr.Fitzhugh Dodson (2006) menjelaskan bahwa pada masa remaja akhir, mereka harus :

a. memilih dan menyiapkan pekerjaan,

b. menjalin hubungan yang memuaskan dengan lawan jenisnya dan membentuk pola tetap kehidupan cinta heteroseksual,

c. mengisi kebebasan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga.

B.Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

1. Peran Pakaian Bagi Remaja

(34)

Pakaian ini menjadi salah satu hal penting yang mendukung presentasi remaja. Dalam hal berpakaian, remaja laki-laki maupun perempuan memiliki minat yang sama. Remaja perempuan lebih menitikberatkan pakaian sebagai simbol status, sedangkan remaja laki-laki menggunakan pakaian sebagai simbol individualitas (Hurlock, 1974). Minat pada penampilan diri dan pada pakaian termasuk dalam minat pribadi yang merupakan minat terkuat di kalangan remaja.

Remaja belajar bahwa pakaian yang mereka pakai akan memberitahu orang lain sesuatu tentang diri mereka (Hurlock, 1974). Oleh karena itu, pakaian memiliki peran sebagai nilai simbolis penting, yaitu :

a. Identifikasi dengan peer group

Hoult (dalam Hurlock, 1974) menyatakan bahwa pakaian menentukan dikelompok mana seseorang diterima sebagai anggota. Selama masa remaja, milik kelompok sebaya dianggap sebagai simbol status. Rasa milik membantu remaja untuk meningkatkan penerimaan sosial. Remaja menerima dengan antusias gaya terbaru yang paling ekstrim untuk mendapatkan lebih banyak perhatian. Seorang remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan fashion

(35)

b. Status sosial ekonomi

Remaja mengenakan pakaian dalam tiga cara yang berbeda untuk melambangkan status sosial ekonomi mereka. Pertama adalah dengan menggunakan pakaian dari produsen yang memiliki prestise (pakaian bermerk terkenal). Bernard menjelaskan tentang label prestise pada pakaian yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki uang, bahwa dia diperbolehkan untuk menghabiskan uangnya pada pilihannya, dan bahwa dia memilih kualitas. Cara kedua, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka melalui jumlah pakaian mereka dari setiap jenis. Hal ini menunjukkan semakin banyak uang yang mereka miliki untuk membeli pakaian. Cara ketiga, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka dengan menggunakan pakaian fashionable (modis), gaya terbaru, dan paling ekstrim. Remaja yang tidak puas dengan status sosial ekonomi keluarga mereka dan ingin memperbaiki nasib mereka dalam kehidupan berusaha menciptakan kesan bahwa mereka termasuk kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi.

c. Kesesuaian Seks

(36)

kelamin. Bahkan ketika remaja laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian yang sangat mirip, remaja laki-laki tampil dengan kaos polos, tanpa hiasan untuk menyatakan maskulinitas mereka, sementara remaja perempuan tampil dengan kaos yang dihiasi sedikit ornamen untuk membuat penampilan feminin.

d. Individualitas

Sementara remaja nyaman dengan gaya yang sama untuk menunjukkan identitas mereka dengan kelompok, mereka juga ingin pakaian mereka untuk melambangkan fakta bahwa mereka adalah "khusus," tidak hanya seperti orang lain. Untuk mengekspresikan kepribadian sendiri, seperti Bernard telah menyatakan, "seorang gadis harus berpakaian seperti gadis-gadis lain lakukan tetapi hanya dengan sentuhan individualitas."

e. Maturitas

Remaja yang mengenakan pakaian agar tampak lebih tua sebagai simbol status dewasa. Untuk mencapai penampilan yang lebih tua, remaja memilih pakaian yang berhubungan dengan orang dewasa dan memberontak terhadap pakaian yang berhubungan dengan masa kanak-kanak.

f. Independen

(37)

merupakan bukti lebih bagi orang lain untuk melihat bahwa pemakainya adalah orang yang mengendalikan urusan sendiri. Remaja juga melambangkan kemerdekaannya dari gaya ekstrim dan warna karena orang dewasa mendorong konservatisme dalam berpakaian.

2. Daya Tarik Pakaian bagi Remaja

Ada fitur tertentu dari pakaian yang memiliki daya tarik yang kuat bagi remaja dan menjadi fokus perhatian mereka. Yang paling penting adalah sebagai berikut (Hurlock, 1974) :

a. Warna

Para remaja muda umumya menyukai pakaian berwarna cerah, tetapi setiap tahun kecenderungan warna yang ditunjukkan lebih berkembang dan mungkin remaja akan memilih warna yang lebih lembut.

b. Ornamen

Ornamen juga membuat remaja muda terlihat lebih tua dan lebih canggih. Mereka menemukan bahwa penampilan menarik dapat dicapai lebih baik dengan garis dan warna dari ornamen.

c. Keserasian

(38)

d. Kelayakan

Remaja sangat menyadari kesesuaian dia mengenakan pakaian. Mereka mengetahui bahwa pakaian tidak pantas akan menandai individu sebagai seorang yang "bodoh" sehingga remaja akan sangat berhati-hati dan mengabaikan perasaan pribadinya untuk memilih pakaian. Tidak peduli seberapa besar dia menyukai sebuah pakaian, remaja tidak akan memakainya kecuali itu adalah pakaian yang "benar."

e. Perhatian

Remaja ingin pakaiannya untuk menarik perhatian bagi diri sendiri, terutama perhatian lawan jenis kelaminnya.

f. Mode

Remaja selalu sadar mengenai mode, bahkan mungkin lebih dari orang dari usia lain. Mereka tahu mode yang sedang menjadi tren dengan membaca majalah fashion, koran dan menonton film dan televisi. Bagi mereka, mengikuti mode adalah indah, sedangkan tidak mengikuti mode adalah yang buruk.

3. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pakaian Pada Remaja

(39)

a. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka yang mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain, misalnya lari, tertawa, memukul, dan lain-lain. Perilaku terbuka ini terdiri dari perilaku yang disadari, gerakan refleks, dan gerakan otot.

b. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih pada aspek-aspek mental, antara lain perhatian, persepsi, dan ingatan sehingga belum dapat diamati atau dilihat secara jelas oleh orang lain. Perilaku tertutup terdiri dari kognisi (menyadari dan memberi arti serta mengingat), emosi (perasaan, suasana di dalam diri yang dimunculkan), konasi (pemikiran, pengambilan keputusan untuk memilih sesuatu bentuk perilaku), pernginderaan (penyampaian pesan).

(40)

Mode adalah ragam, cara, bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, misalnya, potongan rambut, pakaian, corak hiasan, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Mode merupakan kebiasaan atau kesenangan dalam berpakaian pada suatu waktu dengan semangat berlebih-lebihan. Keberadaan mode bisa bersifat temporer (Vago, 2004).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku berpakaian mengikuti mode adalah kesenangan berpakaian sesuai dengan ragam, cara, atau bentuk terbaru pada suatu waktu dengan semangat berlebih-lebihan. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan aspek-aspek perilaku berpakaian mengikuti mode berupa perilaku terbuka yaitu tindakan berpakaian mengikuti mode dan perilaku tertutup yaitu kesenangan berpakaian mengikuti mode.

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Remaja Mengikuti Mode

Sejauh ini peneliti tidak menemukan penelitian atau pun dasar teori yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi remaja mengikuti mode. Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik perkembangan remaja oleh Erickson dan Mappiare penulis menarik kesimpulan tentang beberapa hal yang mempengaruhi remaja mengikuti mode berpakaian, yaitu :

(41)

1. Keinginan untuk mencoba hal-hal baru

Masa remaja merupakan masa peralihan dan pencarian identitas. Hal ini menimbulkan kebingungan dalam diri remaja. Remaja berusaha mencari aneka informasi dari lingkungan dan dari berbagai media. Remaja menjadi suka mencoba hal-hal yang baru karena rasa ingin tahu yang terlalu tinggi. Hal ini juga tampak pada perilaku berpakaian remaja, mereka akan terus mencoba mode pakaian terbaru sampai mereka menemukan yang paling sesuai untuk diri mereka sendiri.

2. Ketidakstabilan dan kurangnya kontrol diri

Masa remaja adalah masa penuh krisis dan ketidakseimbangan. Perilaku remaja menjadi mudah dipengaruhi, baik oleh lingkungan, teman sebayanya atau pun oleh media. Keadaan yang tidak stabil ini menyebabkan remaja kurang dapat melakukan penyesuaian sehingga selalu mengikuti perubahan tanpa mampu mengontrol diri. Hal ini juga bisa terjadi pada minatnya dalam hal pemilihan pakaian.

3. Keinginan untuk selalu tampil menarik

(42)

dua cara yaitu dengan meningkatkan karakteristik fisik yang baik, dan menyamarkan karakteristik fisik yang buruk. Sebagai contoh, seorang gadis yang kelebihan berat badan, menemukan bahwa warna gelap pada pakaian dapat menyamarkan bentuk tubuhnya. Remaja juga akan berusaha untuk terus menggunakan pakaian baru sesuai dengan mode untuk meningkatkan penampilan mereka. b. Faktor eksternal, merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri

remaja :

1. Kelompok sebaya atau peer group

(43)

2. Media Massa

Media massa berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kemajuan ilmu pendidikan. Media juga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku. Media membantu remaja mendapatkan informasi-informasi terbaru. Melalui media, remaja diperkenalkan dengan mode pakaian-pakaian terbaru. Media elektronik seperti televisi dipenuhi dengan berbagai iklan, sinetron, dan program acara lain yang menampilkan mode pakaian remaja, ditambah lagi dengan media cetak seperti majalah dan katalog baju yang secara perlahan-lahan menuntun remaja lebih mengikuti mode.

C. Penonton Imajiner

1. Pengertian Penonton Imajiner

Penonton imajiner merupakan gambaran peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian, yaitu keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian (Elkind dalam Santrock, 2003).

(44)

uang. Pada kelompok usia remaja, penampilan termasuk cara berpakaian menjadi perhatian utama terkait dengan kekhawatiran tentang evaluasi persepsi negatif dan popularitas (Bell, Bromnick, 2003).

Atas dasar teori Piaget dan pengalaman klinis, Elkind mengembangkan teori untuk menjelaskan mengapa remaja muda tampak sibuk dengan "apa yang orang pikirkan" tentang mereka. Sejak itu, konsep penonton imajiner telah menjadi semakin populer membangun untuk memahami fitur kognisi remaja dan hubungannya dengan karakteristik umum seperti kecemasan remaja, kesadaran diri, dan kerentanan terhadap tekanan kelompok (dalam Bell, Bromnick, 2003).

Ada dua situasi penting yang dilibatkan dalam Skala Penonton Imajiner yang dikembangkan Elkind dan Bowen (dalam Ryan dkk, 1994), yaitu :

a. remaja harus percaya bahwa penonton akan fokus pada perilaku dan atribut-atribut yang dikenakannya

b. penonton sebagian besar dialami sebagai ancaman potensial bahwa remaja akan dinilai negatif

2. Aspek-aspek Skala Penonton Imajiner

(45)

bersedia berpartisipasi dalam lingkungan sosial. Dalam berpartisipasi di lingkungan sosial, ada 2 aspek yang remaja ungkapkan dari dirinya (Elkind dan Bowen,1979), yaitu :

a. Aspek Dalam Diri (Abiding Self) mengungkapkan aspek diri yang lebih dalam dan stabil dari diri seseorang, mengandung karakteristik seperti kemampuan mental dan karakter kepribadian yang remaja yang dianggap sebagai aspek permanen atau konstan diri. Subskala aspek dalam diri dibuat dengan 6 item sebagai hasil modifikasi dari item-item pada skala kesadaran diri yang dibuat oleh Simmon, dkk. Subskala aspek dalam diri mengukur reaksi seseorang dalam situasi pengungkapan diri yang membuat seseorang harus menunjukkan dirinya didepan orang banyak, misalnya ketika diminta memperkenalkan diri di depan kelas.

b. Aspek Sementara Diri (Transient Self) mengungkapkan aspek diri yang lebih dangkal atau sementara dari diri seseorang. Subskala aspek sementara diri mengukur reaksi seseorang dalam situasi yang potensial memalukan dan diketahui orang banyak yang hanya bertahan sementara, misalnya potongan rambut yang buruk atau pakaian kotor.

(46)

(b) pengabaian partisipasi (diberikan skor 2), dan (c) kesediaan untuk berpartisipasi (diberikan skor 1). Skor Skala Penonton Imajiner yang tinggi menunjukkan bahwa subjek memiliki kesadaran serta keyakinan yang tinggi bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap dirinya sehingga subjek tidak bersedia untuk mengekspos aspek dalam diri dan aspek sementara diri pada penonton (audience).

D. Dinamika Hubungan Antar Variabel

1. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian

Mengikuti Mode Pada Remaja

(47)

Gambar 1. Dinamika Hubungan Penonton imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja

2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian

Mengikuti Mode Pada Remaja Awal dan Remaja Akhir

Penonton imajiner menunjukkan adanya peningkatan kesadaran serta keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri (Elkind dalam Santrock, 2003). Remaja percaya bahwa penonton akan fokus pada perilaku dan atribut-atribut yang dikenakannya sehingga kecemasan dan kesadaran diri remaja meningkat. Selain itu, remaja juga semakin rentan terhadap kelompok yang diperlukan untuk menentukan dasar dalam menafsirkan dan menilai diri (Bell, Bromnick, 2003).

 kecemasan meningkat  kesadaran diri meningkat  kerentanan terhadap tekanan

kelompok

 mengalami ketidakstabilan dan ingin selalu mencoba hal yang baru

 ingin selalu tampil menarik  mudah terpengaruh kelompok

sebaya atau peer group  mudah terpengaruh media

(48)

Remaja awal mengalami perkembangan fisik yang pesat dan terkadang berjalan tidak seimbang sehingga ada beberapa bagian tubuh yang sangat cepat pertumbuhannya dan mendahului bagian lain yang mengakibatkan cemasnya remaja melihat wajah dan tubuhnya yang kurang bagus itu. Pemikiran remaja awal tidak tertuju pada kesehatan mereka tapi pada kekhawatiran mereka tentang kesempurnaan tubuh. Selain itu, remaja awal juga belum mampu mengontrol emosi dan perasaan-perasaan yang muncul. Mereka sangat peka terhadap ejekan atau pujian yang dilontarkan kepada diri mereka sehingga rasa sedih dan gembira dapat berganti dengan mudah sewaktu-waktu. Dalam berperilaku remaja awal juga sangat dikuasai oleh emosinya. Hal ini juga terjadi pada penentuan cita-cita dan pilihannya yang tidak bisa direncanakan, mudah bertukar dan berganti ketertarikan. Pengaruh sosial mengambil peranan dalam memantapkan minat remaja terhadap sesuatu hal terutama teman sebaya. Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang pesat karena adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial remaja awal lebih banyak memilih untuk mengubah diri daripada mengubah lingkungannya yang demikian luas.

(49)

anggota badan menjadi berimbang. Berat badan yang bertambah dengan pesat dalam masa ini mengimbangi pesatnya pertumbuhan tinggi badan yang terjadi dalam masa remaja awal. Keadaan jasmani yang berimbang pada masa remaja akhir ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri. Hal ini didukung oleh sikap remaja yang lebih stabil sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain baik dalam menentukan pilihan ataupun dalam kepekaan menerima kritik. Perasaan remaja akhir juga lebih tenang dan teratur. Cetusan-cetusan kemarahan dan kecemasan yang tidak tentu sebabnya di masa remaja awal tidak lenyap sekaligus. Akan tetapi dengan kebebasan yang diperolehnya, sedikit demi sedikit remaja akhir akan dapat menguasai perasaannya. Keadaan yang realistis dalam menentukan sikap, minat, cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan adanya kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai. Citra diri, sikap dan pandangan pada remaja akhir juga lebih realistis. Mereka mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan sesungguhnya. Minat yang berkembang dan kuat pada masa remaja akhir berhubungan dengan lawan jenis, cita-cita, pendidikan, dan pekerjaan. Minat remaja akhir terhadap lawan jenis diperkuat sehingga pergaulan kelompok besar teman sebaya menjadi agak mengendor.

(50)
(51)

Gambar 2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja Awal dan Remaja Akhir

Penonton ImajinerTinggi

 Kecemasan meningkat  kesadaran diri meningkat

 kerentanan terhadap tekanan kelompok

Ciri Perkembangan Remaja Awal :  Pertumbuhan fisik sangat cepat dan

terkadang tidak seimbang sehingga timbul kecemasan karena bentuk tubuh yang kurang bagus

 Cara berpikir terlalu subjektif dan idealistis

 Sikap sosial terhadap teman sebaya berkembang pesat

 Dalam beradaptasi remaja awal lebih cenderung mengubah diri  Belum dapat mengontrol emosi

dan perasaannya

Ciri Perkembangan Remaja Akhir :  Pertumbuhan utama menyangkut

penyempurnaan bentuk-bentuk tubuh sehingga badan menjadi berimbang  Citra diri, sikap dan pandangan pada

remaja akhir lebih realistis  Minat sosial terhadap lawan jenis

meningkat

 Sikap remaja akhir relatif stabil, mereka mulai memilih sesuatu berdasarkan hasil pemikiran sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain

 Pertentangan pendapat dihadapi dengan sikap tenang sehingga membuka adanya diskusi bersama

 Sama-sama ingin mencoba hal yang baru, tapi pada remaja akhir memilih untuk mencoba hal-hal yang sesuai dengan dirinya bukan hanya sekedar mencoba-coba.  Remaja awal masih mengalami ketidakstabilan sehingga kurang kontrol diri,

sedangkan remaja akhir cenderung lebih stabil sehingga mampu mengontrol diri.  Sama-sama memiliki keinginan untuk selalu tampil menarik, tapi remaja akhir

berusaha tampil menarik dengan sesuatu yang pantas dan cocok untuk dirinya, tidak hanya sekedar mengikuti mode.

 Remaja awal mudah terpengaruh kelompok (teman sebaya) dan media. Sedangkan remaja akhir cenderung tidak mudah terpengaruh kelompok (teman sebaya) dan media.

(52)

E. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan yang telah diutarakan tersebut maka dapat diajukan hipotesis untuk ini sebagai berikut :

1. Ada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja.

(53)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel (Azwar, 2004). Pada penelitian ini, penulis ingin menyelidiki sejauh mana variasi pada penonton imajiner berkaitan dengan variasi pada perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja.

Peneliti juga menambahkan variabel batasan usia remaja awal dan remaja akhir yang menjadi variabel moderator pada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode. Variabel moderator adalah variabel bebas bukan utama yang juga diamati oleh peneliti untuk menentukan sejauhmanakan efeknya ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas utama dan variabel tergantung (Azwar, 2004).

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Variabel bebas : Penonton Imajiner

(54)

C. Definisi Operasional

1. Penonton Imajiner

Penonton imajiner adalah peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Tinggi rendahnya penonton imajiner diukur dengan skala penonton imajiner yang diadaptasi dari Elkind dan Bowen (1979) berdasarkan respon-respon dalam dua situasi (dalam Ryan dkk, 1994), yaitu:

a. remaja harus percaya bahwa penonton akan fokus pada perilaku dan atribut-atribut yang dikenakannya

b. penonton sebagian besar dialami sebagai ancaman potensial bahwa remaja akan dinilai negatif

(55)

2. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

Perilaku berpakaian mengikuti mode adalah perilaku berpakaian mengikuti mode adalah kesenangan berpakaian sesuai dengan ragam, cara, atau bentuk terbaru pada suatu waktu dengan semangat berlebih-lebihan.

Perilaku berpakaian mengikuti mode subjek akan diukur dengan skala yang dibuat berdasarkan frekuensi munculnya perilaku berpakaian mengikuti mode dan kesenangan berpakaian mengikuti mode. Semakin tinggi skor skala perilaku berpakaian mengikuti mode, maka semakin tinggi pula tingkat perilaku berpakaian mengikuti mode. Sebaliknya, semakin rendah skor skala perilaku berpakaian mengikuti mode perilaku berpakaian mengikuti mode, maka semakin rendah pula tingkat perilaku berpakaian mengikuti mode.

3. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja adalah pembagian kelompok usia remaja menjadi dua, yaitu remaja awal dengan batasan usia 13 sampai 17 tahun, dan remaja akhir dengan batasan usia pada usia 18 sampai 22 tahunyang dilaporkan subjek pada bagian identitas.

D. Subjek Penelitian

(56)

22 tahun. Dalam penelitian ini pengambilan subjek dilakukan dengan teknik

convenience sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek secara spontan, siapa saja dapat dijadikan subjek asalkan usia subjek sesuai dengan batasan usia remaja awal dan remaja akhir. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Siswa SMP kelas I dan II SMP Pangudi Luhur I dan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma angkatan 2008 sampai angkatan 2011.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang tepat yang kemudian dilanjutkan dengan menyusun alat pembantunya yang disebut instrumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan menyebar skala kepada responden secara langsung. Skala adalah kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pertanyaan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat diinterpretasikan. Skor yang berupa angka-angka berfungsi merepresentasi seberapa banyak atribut yang dimiliki oleh subjek sehingga memiliki arti kuantitas (Azwar, 2009).

(57)

mengungkapkan apa yang akan diungkapkan serta konsisten dalam pengukuran (Azwar, 2009).

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala penonton imajiner dan skala perilaku berpakaian mengikuti mode.

1. Skala Penonton Imajiner

Skala penonton imajiner yang digunakan peneliti merupakan hasil adaptasi dari skala penonton imajiner yang dikembangkan oleh David Elkind dan Robert Bowen pada tahun 1979. Adaptasi skala ini dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia dilakukan dengan menggunakan back translation technique atau teknik penerjemahan kembali (Brislin dalam Supratiknya, 2006).

Proses adaptasi skala dilakukan dengan menerjemahkan item-item skala penonton imajiner yang berbahasa Inggris kedalam Bahasa Indonesia oleh dua orang yang memiliki latar belakang pendidikan sastra Inggris. Awalnya penerjemah menerjemahkan skala dari Bahasa Inggris sebagai bahasa sumber ke Bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Selanjutnya item skala hasil terjemahan dalam Bahasa Indonesia ini diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris tanpa melihat item skala dalam bahasa aslinya. Hasil terjemahan ini kemudian didiskusikan dengan dosen pembimbing sampai disepakati bentuk terjemahan dalam bahasa sasaran yang paling sesuai dengan maksud aslinya.

(58)

oleh peneliti dengan bantuan dosen pembimbing sebagai professional judgement. Hal ini dilakukan dengan cara mengganti beberapa kata pada item, akan tetapi tetap tidak mengubah makna pada item tersebut. Beberapa item mengalami perubahan untuk menyesuaikan keadaan,

misalnya kata “guru” untuk remaja awal yang duduk di bangku sekolah,

diganti dengan kata “dosen” untuk remaja akhir yang duduk di bangku kuliah. Item lain mengalami perubahan yaitu kata “pesta kostum tahunan” diubah menjadi “pesta ulang tahun” yang lebih lazim dilakukan oleh remaja di Yogyakarta, dan kata “jeans” yang diganti dengan rok atau celana yang lebih sesuai dengan kondisi remaja awal yang masih mengenakan seragam sekolah dan tidak mengenakan jeans ke sekolah.

(59)

Tabel 3.1 Blueprint Skala Penonton Imajiner

Aspek Item Total

Abiding self 2, 4, 6, 8, 11, 12 6

Transient self 1, 3, 5, 7, 9, 10 6

Jumlah 12

2. Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

Skala ini digunakan untuk mengungkapkan seberapa besar perilaku berpakaian mengikuti mode yang dilakukan subjek. Skala disusun dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings) atau lebih dikenal dengan penskalaan likert, yaitu metode penskalaan yang berorientasi pada respon yang diberikan oleh responden terhadap seperangkat stimulus (Azwar, 2005).

Skala perilaku berpakaian mengikuti mode ini disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kesimpulan bahwa perilaku berpakaian mengikuti mode terdiri dari dua aspek yaitu perilaku berpakaian mengikuti mode dan kesenangan berpakaian mengikuti mode. Berdasarkan aspek tersebut, peneliti menyusun 28 item yang terdiri dari 14 item favorable,

yaitu item yang berisi pernyataan yang mendukung perilaku berpakaian mengikuti mode dan 14 item unfavorable, yaitu item yang berisi pernyataan yangtidak mendukung perilaku berpakaian mengikuti mode.

(60)

Tabel 3.2 Blueprint Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

Skala perilaku berpakaian mengikuti mode dibuat terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Alternatif jawaban dibuat empat kategori dengan maksud menghindari kecenderungan subjek penelitian menjawab pernyataan dengan alternative jawaban yang bersifat netral atau ragu-ragu (central tendency effect) (Hadi, 2002). Pengukuran alat ini dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu item favorable dari rentang angka skor 4 sampai 1, dan item unfavorable dari rentang angka skor 1 sampai 4. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh, menunjukkan bahwa perilaku berpakaian sesuai mode yang dilakukan subjek penelitian juga semakin tinggi. Di bawah ini tabel yang menunjukkan angka skor skala untuk setiap jawaban yang diberikan pada tiap item.

(61)

3. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja diungkap dengan mengisi kolom usia yang diletakkan pada bagian identitas subjek.

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data

Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang sangat berperan dan menentukan dalam pembuatan suatu alat ukur penelitian. Alat ukur ini nantinya akan menunjukkan baik atau buruknya suatu penelitian.

1. Validitas Alat Ukur

Menurut Azwar (2009), validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2009). Validitas skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi dengan analisis rasional atau lewat

professional judgment yang dilakukan oleh dosen pembimbing sebagai pihak yang telah berpengalaman atau ahli.

2. Seleksi item

Seleksi item dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat korelasi item total (rix) yang akan menghasilkan indeks daya beda item.

(62)

a. Skala Penonton Imajiner

Item akan lolos seleksi bila memiliki koefisien daya beda (rix) ≥

0,25. Penurunan standar rix dilakukan dengan pertimbangan bahwa

meskipun nilai rix pada item berkisar antara 0,25-0,30 kurang

memuaskan, tetapi item tetap dapat digunakan dengan melakukan perbaikan. Penurunan standar tersebut juga dilakukan untuk mengurangi jumlah item yang gugur. Pada skala penonton imajiner diperoleh 7 item yang lolos seleksi dari 12 item yang ada. Distribusi item perilaku berpakaian mengikuti mode yang lolos seleksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.4 Distribusi Skala Penonton imajinerSetelah Uji Coba

Aspek Item Total

Abiding self 6, 8, 11, 12 4

Transient self 1, 3, 10 3

Jumlah 7

Jumlah 7 item yang lolos seleksi telah disesuaikan dengan komposisi tiap aspek yang akan diukur.

b. Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

Item akan lolos seleksi bila memiliki koefisien daya beda (rix) ≥

(63)

Tabel 3.5 Distribusi Item Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Setelah Uji Coba

Jumlah 25 item yang lolos seleksi telah disesuaikan dengan komposisi tiap aspek yang akan diukur serta pernyataan item yang

favorable dan unfavorable.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Menurut Azwar (2009), reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran terhadap subjek yang sama. Tinggi-rendahnya reliabilitas, secara empirik, ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas.

Estimasi realibilitas dalam penelitian ini menggunakan metode konsistensi internal mlalui prosedur Alpha Cronbach yang dinyatakan dalam koefisien reliabilitas alpha (Azwar, 2005). Pendekatan ini digunakan dengan alasan memiliki nilai praktis dan efisisensi. Data yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh melalui penyajian skala pada kelompok responden dengan satu kali penyajian saja

(64)

(single-trial administration). Prinsip yang digunakan daam penyajian tunggal adalah pengujian konsistensi antar bagian atau konsistensi antar item dalam tes. Dalam prinsip ini reliabel memiliki arti tingginya konsistensi diantara komponen-komponen yang membentuk tes secara keseluruhan (Azwar, 2005).

Reliabilitas dianggap memuaskan bila koefisien reliabilitas mencapai 0,900. Namun, kadangkala suatu koefisien yang tidak setinggi itu pun masih dianggap cukup berarti (Azwar, 2009). Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian menggunakan SPSS for windows versi 16.0.

Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh pada skala penonton imajiner adalah 0,588. Setelah seleksi item, dengan menyingkirkan item-item yang tidak terpakai, item-item yang akan digunakan diuji kembali reliabilitasnya, hasilnya diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,601.

(65)

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis korelasi Product Moment Pearson yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel dan teknik analisis uji t yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peran moderator diantara hubungan kedua variabel. Sebelum melakukan uji hipotesis, perlu dilakuakan uji asums terlebi dahulu.

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan atau gangguan terhadap variabel yang ada dalam model. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linearitas. a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran atau distribusi data variabel bebas (penonton imajiner) dan variabel tergantung (perilaku berpakaian mengikuti mode) bersifat normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik

Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test dalam program SPSS for windows versi 16. Normal atau tidaknya sebaran atau distribusi data dapat dilihat dari taraf signifikansi lebih besar dari 0,05.

b. Uji linearitas

(66)

tidak. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan test of linearity

dalam program SPSS for windows versi 16. Limear atau tidaknya variabel-variabel penelitian dapat diihat dari nilai signifikansi (p<0,05).

2. Uji Hipotesis

Ada dua hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

a) Ada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja,

b) Batasan usia remaja memoderasi hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode.

Oleh karena itu, uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu :

a) Tahap pertama adalah mengkorelasikan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada keseluruhan subjek. b) Tahap kedua dengan melakukan regresi linier penonton imajiner

dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada dua kelompok subjek dalam rentang usia remaja awal dan rentang usia remaja akhir. c) Tahap ketiga adalah menghitung uji beda nilai koefisien regresi (B)

(67)

Tahap pertama dilakukan uji korelasi yang ditujukan untuk mengetahui sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel (Azwar, 2004). Uji korelasi dilakukan menggunakan uji korelasi Product Moment dari Pearson, dengan bantuan SPSS for windows versi 16.

Selanjutnya pada tahap kedua dilakukan uji regresi dengan menggunakan uji regresi linier dengan melihat koefisien regresi

unstandardized (bukan versi beta) dalam program SPSS for windows versi 16. Kemudian tahap terakhir, menghitung uji beda nilai koefisien regresi unstandardized (B) pada kelompok subjek dalam rentang usia remaja awal dan kelompok subjek dalam rentang usia remaja akhir.

(68)

Uji beda nilai B ini dilakukan dengan menggunakan rumus (Cohen, 1983):

t = 𝐵𝐸−𝐵𝐹

𝑌𝐸−𝑌 𝐸 2 + 𝑌𝐹−𝑌 𝐹 2 𝑛𝐸 + 𝑛𝐹− 4 ×

𝑋𝐸2 + 𝑋𝐹2 𝑋𝐸2

. 𝑋𝐹2

Keterangan :

𝐵𝐸 : nilai koefisien regresi unstandardized pada remaja awal 𝐵𝐹 : nilai koefisien regresi unstandardized pada remaja akhir

YE : jumlah nilai y pada remaja awal

YF : jumlah nilai y pada remaja akhir

𝑌𝐸 : nilai y estimasi pada remaja awal 𝑌𝐹 : nilai y estimasi pada remaja akhir 𝑋𝐸 : jumlah nilai x pada remaja awal 𝑋𝐹 : jumlah nilai x pada remaja akhir 𝑛𝐸 : jumlah subjek remaja awal 𝑛𝐹 : jumlah subjek remaja akhir

(69)

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Perizinan Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan meminta surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dnegan nomor 66a/D/KP/Psi/USD/VIII/2011, kemudian diajukan ke SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta. Setelah ditindak lanjuti oleh Kepala Sekolah, peneliti mendapatkan izin dengan adanya surat keteragan penelitian dari SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta dengan nomor 3926/SMP PL1/VIII/2011, maka peneliti dapat melakukan penelitian di SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta.

2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur

(70)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta). Semua skala yang disebarkan untuk uji coba diisi dengan baik oleh subjek sehingga semua sampel skala dapat diolah.

3. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan membagikan skala penonton imajiner dan skala perilaku berpakaian mengikuti mode kepada subjek penelitian. Skala yang digunakan adalah skala penonton imajiner yang merupakan hasil adaptasi dari Skala Penonton imajiner yang dikembangkan oleh Elkind dan Bowen yang terdiri dari 7 item dan skala perilaku berpakaian mengikuti mode yang dibuat oleh peneliti sendiri yang terdiri dari 25 item.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 – 27 Agustus 2011, bertempat di sekolah, kampus, dan kost subjek penelitian. Jumlah subjek penelitian ini adalah 140 yang terdiri dari 70 subjek siswa SMP Pangudi Luhur I kelas I SMP dan kelas II SMP serta 70 subjek mahasiswa Universitas Sanata Dharma angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011.

B. Karakteristik Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

(71)

batasan usia remaja awal dan remaja akhir. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Siswa SMP kelas I dan II SMP Pangudi Luhur I dan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011. Data mengenai subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin subjek dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 4.1 Deskripsi Umur Subjek

Umur Jumlah

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek

Jenis Kelamin Jumlah

Perempuan 94 orang

Laki-laki 46 orang

Total 140 orang

C. Deskripsi Data Penelitian

(72)

hasil pengumpulan data teoritik dan data empirik dapat dilihat pada tabel 4.3, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Data Penelitian

Variabel Data Teoritik Data Empirik Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD

IA 7 25 14 2,33 7 20 12,32 2,358

PBMM 21 100 62,5 12,5 32 91 55,28 10,741

Pada variabel penonton imajiner, diperoleh hasil mean teoritik penonton imajiner sebesar 14 dan memiliki mean empirik penonton imajiner sebesar 12,32. Hal ini didukung oleh hasil uji mean dengan teknik

One-sample T-Test dengan menggunakan program SPSS for Windows

versi 16.0, pada variabel penonton imajiner diperoleh nilai sign sebesar p=0,000 (p<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada variabel penonton imajiner. Nilai tersebut menunjukkan bahwa mean empirik lebih kecil dari mean teoritik sehingga dapat diartikan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan penonton imajineryang rendah.

Pada variabel perilaku berpakaian mengikuti mode diperoleh hasil mean teoritik perilaku berpakaian mengikuti mode sebesar 62,5 dan memiliki mean empirik perilaku berpakaian mengikuti mode sebesar 55,28. Hal ini didukung hasil uji mean dengan teknik One-sample T-Test

Gambar

Gambar 1.  Dinamika  Hubungan  Penonton  Imajiner  dan
Gambar 1. Dinamika Hubungan
Gambar 2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku
Tabel 3.1 Blueprint Skala Penonton Imajiner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan kecerdasan emosi dan perilaku seksual pranikah pada remaja yang berpacaran.. Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang

Hal tersebut menyatakan bahwa hipotesis penelitian ada hubungan positif antara citra tubuh dengan perilaku seksual pada remaja akhir diterima.. Hasil penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan sosial orang tua dan minat remaja dengan pengambilan keputusan remaja mengikuti muda mudi Katolik

Perilaku konsumtif merupakan salah satu contoh dampak yang timbul akibat perilaku remaja yang berkonformitas.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan sosial orang tua dan minat remaja dengan pengambilan keputusan remaja mengikuti muda mudi Katolik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara adiksi online games dengan tingkat prestasi belajar pada masa awal remaja... Metode Penelitian :

Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian dari perbedaan perilaku seksual remaja yang

Lebih lanjut Sarwono (1985) mengemukakan usaha mengenai penyesuaian diri sebagai kemampuan mengatasi timbulnya perilaku delinkuen pada remaja. Berhasil tidaknya