• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

D. ManfaatPenelitian

Manfaat dari penelitian ini mencakup 2 dimensi yakni dimensi keilmuan (teoritis) dan dimensi praktis. Manfaat penelitian ini dapat dirumuskan yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Mendeskripsikan gaya penulisan lirik-lirik lagu ciptaan Iwan Fals, serta mendeskripsikan manipulasi paduan (kesamaan) bunyi yang terdapat pada lirik-lirik lagu tersebut.

2. Manfaat Praktis

Menjadi acuan dasar dalam mempelajari sastra di sekolahan ataupun perkuliahan pada fokus analisis stilistika, serta memberi terapan kajian stilistika pada analisis lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan Soemanang Muttakin (2013) judul “Analisis Struktur Lagu Puing Karya Iwan Fals” membuktikan:

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa syair lagu “puing” karya Iwan Fals bercerita tentang perang yang mengakibatkan gedung-gedung menjadi puing yang berserakan. Lagu ini menggunakan bentuk tiga bagian, AA’, BB, C, AA, dengan birama ¾ serta nada dasar Em = la. Sebagian besar melodi dalam biramanya menggunakan interval perfect unison yang bisa mengakibatkan kebosanan pada penghayat. Namun lagu ini sangat unik, karena lagu “puing” karya Iwan Fals dalam Album Mata Dewa terdiri dari 263 bar yang terdiri atas 176 bar syair yang dinyanyikan, dengan bahasa kritik yang mudah dipahami.

Penelitian yang kedua, dilakukan oleh Jusia Sembiring (2013) judul “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals ysng Berjudul Ujung Aspal Pondok Gede’)”

membuktikan:

Dari penelitian yang dilakukan melalui semiologi Roland Barthes, peneliti mengetahui bahwa lirik lagu Ujung Aspal Pondik Gede memilikimakna komplek yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, dan hak asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede saling berkaitan satu dengan lainnya.

Selanjutnya setelah diketahui seluruh maknayang terkandung maka akan timbul representasi kehidupan masyarakat indonesia yang terkandung dalam makna lirik lagu tersebut.

Penelitian ketiga, dilakukan oleh Anita Arrang Sugi (2014) judul “Strategi Menyindir Dalam Lirik Lagu Iwan Fals: Kajian Stilistika” membuktikan:

7

Penelitian menunjukka bahwa strategi sindiran dalam lirik lagu Iwan Fals ada tujuh yaitu: penggunaan gaya bahasa simile, penggunaan gaya bahasa repetisi, penggunaan gaya bahasa personifikasi, penggunaan gaya bahasa hiperbola,penggunaan gaya bahasa simbolik, penggunaan gaya bahasa gaul, dan pola pelepasan. Strategi yang paling banyak digunakan adalah gaya bahasa repetisi. Sasaran sindiran dalam lirik lagu Iwan Fals yaitu:

kalangan pemerintah, kalangan bangsawan, dan kaum terdidik. Adapun strata sosial yang paling banyak disindir dalam lirik lagu Iwan Fals adalah kalangan pemerintah dan bangsawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian gaya bahasa dan paduan bunyi empat lirik lagu lirik lagu Iwan Fals suatu tinjauan stilistika berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang lirik lagu Iwan Fals. Dari ketiga penelitian sebelumnya hanya berfokus pada pemaknaan dan penyindiran saja, sedangkan penelitian ini selain membahas tentang pemaknaan dan penyindiran, juga membahas keunikan-keunikan lirik lagu Iwan Fals melalui analisis paduan bunyinya.

2. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale(Tarigan, 2013: 4).

Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato. Pada masa yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu, berbagai macam gaya bahasa sangat

penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah meberi nama yang terhadap berbagai macam seni persuasif ini (Tarigan, 2013: 4)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik Keraf (dalam Tarigan, 2013: 5)

Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakinkaya kosa kata seseorang, semakin beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas memperkaya kosa kata pemakainya. Itulah sebabnya dalam pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa sangat penting untuk mengembangkan kosa kata.

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa a. Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan adalah jenis gaya bahasa yang membandingkan hal yag satu dengan hal yang lain, Tarigam (dalam Acmad, 2012: 16).

Perbandingan tersebut dilukiskan baik secara eksplisit maupun implisit. Hal-hal yang diperbandingkan meliputi manusia, binatangatau tingkah laku binatang, benda-benda alam, lingkungan sekitar kenyataan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sehari-hari, dan sebagainya. Gaya bahasa perbandingan terbagi dalam beberapa bagian yaitu:

1) Perumpamaan

Yang dimaksud dengan perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa inggris. Kata simile berasal dari bahsa latin yang bermakna “seperti”.

Perumaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja kita anggap sama. itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamaka saja dengan persamaan. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, umpama, ibarat, bagai, laksana, serupa, bak, dan lain sebagainya.

Contoh:

Seperti air dengan minyak Ibarat mengeja bayangan Bak merpati dua sejoli

Bagai mencari kutu dalam ijuk

Umpana memaduk minyak dengan air Laksana bulan kesiangan

Serupa perahu tiada berawak

2) Metafora

Suatu gaya bahasa seringkali juga menambahkan kekuatan pada suatu kalimat. Metafora misalnya, dan tergolong seorang pembicara atau penulis suatu gambaran yang jelas melalui koparasi atau kintras. Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphorayang berarti memindahka, dari meta yang artinya di atas atau melebihi, serta phereinyang artinya membawa. Metafora membuat perbandingan antara dua hala atau benda untuk menciptakan suatu kesan menta yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.

Menurut Moeliono (1984: 3) metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata “seperti” atau “sebagai” di antara dua hal yang berbeda. Metafora pemakai kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebuah lukisan yangberdasakan persamaan atau perbandigan.

Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, dan tersusun rapi. Di dalamnya tersusun dua gagasan, pertama adalah suatu kenyataan, sesuai yang dipikirkan, dan yang menjadi objek. Kedua, merupakan pembanding tehadap kenyataan tadi, dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi.

Jadi, metafora merupakan majas yang berisi ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Metafora meggunakan kata bukan dengan arti sebenarnya yang digunakan dalam persamaan dan perbandingan.

Contoh:

Ali mata keranjang

Aku terus memburu untung Perpustakaan gudang ilmu Koran sumber informasi Mina buah hati Edi 3) Personifikasi

Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona yang artinya orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama, dan fic artinya membuat. Oleh karena itu, apabila kita menggunakan gaya bahasa persoifikasi, kita memberikan ciri-ciri kualitas, yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan.

Dengan kata lain, penginsanan atau personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Personifikasi bersifat membandingkan benda-benda yang tidak bernyawa atau hidup seperti sifat manusia. Bunga ros menjaga diri dengan duri

Cerita dongengku menidurkan dikau 4) Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari majas personifkasi atau penginsanan. Apabila personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersinifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara ekspisit memanfaatkan kata “kalau” dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.

Contoh:

Kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi bahtera.

Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.

Bila kakanda menjadi darah, maka adinda menjadi danging.

Sekiranya suami menjadi ombak, maka istri menjadi pantai.

Rupa-rupanya jikalau si Ani menjadi kembang, tentu si Ali menjadi kumbang.

Jadi, gaya bahasa depersonifikasi adalah majas yang menampilkan manusia sebagai binatang, benda-benda alam, atau benda lainnya.

5) Alegori

Alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti berbicara secara kias, diturunkan dari allos artinya yang lain, serta agoreuen artinya berbicara.

Alegori adalah cerita yang dikisah kan dalam lambang-lambang, atau merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek-objek, atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual mabusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata.

Dengan kata lain, dalam alegori unsur-unsur utama menyajikan sesuatu yang terselubung dan tersembunyi. Karena keterselubungannya dan ketersembunyiannya itu justru membuat para pembaca semakin semangat menyikapinya, maka akan tumbuh rasa ingin tahu yang tinggi . justru hal ini yang menyebabkan tujuan itu semakin jelas. Alegori dapat berbentuk puisi atau prosa.

Contoh:

Menjalani kehidupan rumah tangga sama halnya seperti kia mengarungi lautan dengan sebuah bahtera. Terkadang kita di bawah menyaksikan keindahan samudra yang begitu menakjubkan.

Tajam dan membuatnya semakin disegani orang. Namun tatkala ia dibiarkan begitu saja tergeletak, ia akan berkarat dan mulai tumpul dengan sendirinya

6) Antitesis

Secara ilmiah antitesis berarti lawan yang tepat atau petentangan yang benar-benar. Entitesis adalah sejenis gaya bahasa gaya bahasa yang mengadakan

komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.

Antitesis adalah oposisi antara dua gagasan, dengan menggunakan dua kata (bentuk lain) yang disandingkan agar lebih jelas dan mennjol kontasnya. Kedua kata (bentuk lain) mengandung makna berlawanan dan keduanya muncul bersamaan, jadi tidak bersifat implisit.

Contoh:

Dia bergembira di atas kegagalanku dalam ujian itu.

Pada saat kami berduka cita atas kematian paman, mereka menyambutnya dengan kegembiraan tiada tara.

Gadis yang secantik si Risma diperistri oleh si Dedi yang jelek itu.

Segala fitnahan tetangganya dibalasnya dengan budi bahasa yang baik.

Kecantikannyalah justru yang mencelakakannya.

7) Pleonasme dan Tautologi

Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat, saling tolong-menolong).

Suatu acuan disebut pleonasme bila kata uang dihilangkan itu artinya tetap utuh Keraf (dalam Tarigan, 2013: 28).

Pleonasme merupakan pemakaian kata yang tidak seharusnya digunakan, suatu kalimat dapat disebut pleonasme jika kata yang berlebihan itu dihilangkan namun artinya tetap utuh. Sehingga kalimat dapat mejadi efektif dan dapat membantu memperlancar jalan bahasa serta serta menjadikan kalimat tersebut lebih memiliki kesan yang kuat.

Kita sering menemukan kata sambung dengan makna yang sama dalam sebuah kaliamat. Padahal, menurut kaidah yang berlaku, hal semacam itu termasuk pemakaian kata yang mubazir atau penggunaan kata kurang hemat.

Contoh:

Kami tiba di rumah jam 4.00 subuh.

Orang yang meninggal itu menutup mata buat selama-lamanya.

Kegemiraanku menyenangkan hatiku.

Anak-anak asyik menyepak bola yang bundar bentuknya itu Mereka mendengar fitnah itu dengan telinga mereka sendiri.

8) Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Walau begitu terdapat perbedaan yang penting antara keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.

Perifrasis adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuat dengan menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikannya itu.

Comtoh:

Anak saya telah menyelesaikan kuliahnya di Unismuh Makassar (anak saya telah lulus kuliah di Unismuh Makassar)

Ayahanda telah tidur dengan tenang dan beristirahat dengan damai untuk selama-lamanya.

(Ayahanda telah meninggal dunia)

Putri kami yang sulung telah melayarkan bahtera ke pulau idamannya bersama tunangannya.

(Putri kami yang sulung telah menikah dengan tunangannya)

Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat berharga dari Bapak Lurah.

(Saya meerima nasihat dari Bapak Lura)

9) Antisipasi atau Prolepsis

Dalam berbicara dan menulis, ada saatnya kita mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya tterjadi. Sebagai contoh, dalam menjelaskan peristiwa perampokan itu, maka para pembicara atau para penulis sudah menggunakan kata-kata wanita malang itu. Sebenarnya kemalangan itu terjadi kemudian. Gaya bahasa yang seperti ini kita sebut antisipasi atau prolepsis.

Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipation yang berarti

‘mendahului’ atau ‘penetapan yang mendahului sesuatu yang masih akan dikerjakan atau yang akan terjadi’. Misalnya, mengadakan peminjaman uang berdasarkan perhitungan uang pajak yang mash akan dipungut.

Antisipasi atau prolepsis merupakan gaya bahasa dalam pernyataannya menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya memiliki makna akan dikerjakan atau akan tejadi.

Contoh:

Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari bapak bupati.

Mobil yang malang itu ditabak oleh truk pasir dan jatuh kejuang.

Pemuda yang berbahagia itu ditugasbelajarkan oleh pemeringtah selama selama dua tahun di Universitas Leidenuntuk mencapai gelar dokter linguistik.

Almarhum ayahku pada saat itu mengakui bahwa dia mempunyai piutang pada rumah makan Cordova.

Jelas seluruh kaum kerabat merasa sedih dan malu, lusa si Dono dijemblokan kedalam penjara karena terlibat penjualan ganja.

10) Koreksi dan Epanortosis

Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian kita memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Gaya bahasa yang seperti ini bisa disebut koreksi atau epanortosis. Dengan kata lain, koreksiatau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa atau memperbaiki sesuatu yang kurang tepat atau salah.

Contoh:

Dia benar-benar mencintai Neng Isma, eh bukan, Neng Risma.

Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.

Marliani pasti gagal, maaf tidak, pasti lulus dalam tes PNS.

Pak Tarigan memang orang Bali, ah salah, orang bata.

b. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk mempehebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar. Gaya bahsa pertentagan terbagi atas beberapa jenis yaitu:

1) Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukuranya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atu situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan, dan pengarangnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat.

Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemborosan atau berlebih-lebihan. Diturunkan dari hyper yang artinya ‘melebihi’ dan ballien artinya ‘melemparkan’. Hiperbola merupakan suatu cara yang berlebih-lebihan mencapai efek, suatu gaya bahasa yang di dalamnya berisi kebenaan yang direntangpanjangkan.

Dengan kata lain hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.

Contoh:

Udara kota Berastagi sungguh menyegarkan badan melegakan pernapasan menyejukan hati dan pikiran.

Dalam beberapa hari ini saya merasa tiada karuan maka tak enak tidur tak nyenyak.

Tak usah kalian memeinta sumbangan kepada irang itu karena dia tidak mau tahu pada orang lain, jangankan memberi bantuan kepada rang lain, pada keluarganya sendiri pun dia harus berpikir tujuh keliling unruk mengeluarkan uang, sekalipun untuk keperluan penting.

Jangan kamu berdebat dengan ayah, dia mengetahui segala hal dari yang kecil sampai yang besar, serta pengaaman yang tiada bandingnya mengenai masalah ini.

2) Litotes

Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentung yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kakuatan pernyataan yang sebenarnya.

Litotes kebalikan dari hiperbola, yaitu sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.

Litotes berasal dari bahasa yunani yaitu litos yang artinya ‘sederhana’.

Litotes, lawan dari hiperbola, merupakan sejenis gaya bahasa yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya.

Litotes adalah majas yang mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan dari hal yang diungkapkan.

Contoh:

Silahkan mampir kegubukku.

Jika berkenan, akan saya antarkan anda dengan motor buntut ini.

Hanya kado kecil ini yang bisa aku berikan.

Mampirlah sejenak untuk mencicipi hidangan yang ala kadarnya.

Hanya hal remeh seperti ini yang bisa saya perbuat.

Jika diperkenankan, hamba yang lemah ini akan membantu sekuat tenaga.

3) Ironi

Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan: (a) makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya; (b) ketidaksesuaian antara suara yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya; dan (c) ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Moeliono, 1984: 3).

Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimpikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan serigkali bertentangan dengan yang sebenarnya yang dikatakan itu. Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor tetapi ironi berat atau ironi keras

biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire, walaupun pembatasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sulit dibuat dan jarang sekali memuaskan orang.

Majas ironi merupakan majas yang digunakan untuk menyinggung atau menyindir secara halus karena tujuan dari pembicaraan yang menggunakan majas ironi adalah untu menyindir atau memberi teguran secara halus kepada lawan bicaranya. Dengan kata lain, menyatakan sesuatu dengan maksud untuk mengolok-olok menggunakan kosa kata yang seakan-akan meninggikan atau memuji namun kenyataannya malah merendahkan atau mengejek.

Contoh:

Aduh bersinya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.

Kamu bangun terlalu pagi, sekarang baru pukul sembilan pagi.

Risma terlalu cantik, hingga membuat orang muntah.

Kamu terlalu kaya, biar koran saja kamu tidak dapat beli.

Motormu terlalu bagus, sampai-sampai melewati tanjakan saja tidak mampu

4) Oksimoron

Kata oksimoron berasal dari bahasa latin yaitu okys artinya tajam dan moros artinya goblok atau gila. Oksimoron adalah jenis gaya bahasa yang mengandung penegasan atau pendirian suatu sintaksis (baik koordinasi maupun determinasi) antara dua antoim. Atau dengan kata lain, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.

Jadi, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama .

Contoh:

Olah raga mendaki gunung memang menarik hati walau sangat berbahaya.

Siaran televisi dapat dipakai sebagai sarana perdamaian namun dapat pula sebagai penghasut peperangan.

Bahasa memang dapat dipakai sebagai alat pemersatu tetapi dapat jga sebagai alat pemecah-belah.

Musyawarah memang wadah memperoleh kata sepakat tetapi tidak jarang sebagai area pertentengan pendapat antara para perserta.

5) Paronomasia

Paranomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajara kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain, kata-kata yang sama bunyinya tetepi artinya berbeda.

Istilah paronomsia ini jga senring disamakan dengan yang mengandung makna yang sama.

Paranomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi berbeda maknanya.

Contoh:

Oh adinda sayag, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

Kami menerima bantuan ini sebagai bantuan yang sangat berharga sebab dengan ini kami dapat meneruskan perjalanan yang masih jauh.

Waktu saya sibuk mengukur luas kamar ini dan ibu sedang mengukur kelapa di dapur, maka terdengarlah burung balam tetangga mengukur bershut-sahutan.

Di ganggang papan lantai kamar mandi itu tumbuh ganggang hijau yang amat licin.

Pada pohon paku di muka rumah kami tertrancap beberapa buah paku tempat menyengkutkan pot bunga.

6) Paralipsis

Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunaka sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Gaya bahasa paralipsis adalah majas yang dipergunakan untuk sarana untuk menerang apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Comtoh:

Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan, maksud saya mengebulkannya.

Biarlah masyarakat mendenger wasiat tersebut, yang (maafkan saya) saya maksud bukan membacanya.

Pak Guru sering memuji anak itu, yang (maafkan saya) saya maksud justru memarahinya.

Tidak ada orang yang menyayangi kamu, (maaf) yang saya maksud membenci kamu di desa ini.

7) Zeugma dan Silepsis

Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua kontriksi rapatan dengan cara memghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain

Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua kontriksi rapatan dengan cara memghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain

Dokumen terkait