• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA BAHASA DAN PADUAN BUNYI EMPAT LIRIK LAGU CIPTAAN IWAN FALS (SUATU TINJAUAN STILISTIKA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAYA BAHASA DAN PADUAN BUNYI EMPAT LIRIK LAGU CIPTAAN IWAN FALS (SUATU TINJAUAN STILISTIKA)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Penelitian pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

SITTI RUKMANA 10533709212

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Penelitian pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

SITTI RUKMANA 10533709212

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

(3)

udul slripsi Empat Lirik Lagu

\ama

: Sitti Rukmana

\un :

fi533709212

hgram

Snrdi

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ,

a-r,tltas

: Keguruhn dan Ilmu pendidikan

.:' . ...r...rr i,

Setelah drperiksa dan diteliti, skripsi ini telah memenuhi persyaratan untuk ::u1rlian.

Makassar, 26 Oktober 2016 DfueEliui oleh

Pembimbingft Pembimbing II

ft ltt*SbtxW

Dr. Sini

Ai& Azislm{,

Diketahui oleh Dekan FKIP

isrnuh Mg*assar

deft*Jurusan Pendidikan

&ffaCa,daE$ astra Indonesia

NBM:951576

,,KTM,NO

M. Hum.

(4)

skripsi atas Nama

srrrl

RUKMANA, Ir{IM: rcfi370g212 diterirna dar disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: l05Tahun 1437 wz0l6, Tanggal 10 oktober 2016 M, sebagai sarah satu syarat gula memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Peudldikan Universitas lr.{uhammadiyah Makassar pada hari Sabtu tanggal t6 Ohober 2Old.

Mqkssar, 25

Dzulhijjah.,

1437 H

,,,,''

,,.,

27 September '2016 M

I

Pengawas Umum

I

Kehra

3.

Sekretaris

J

Penguji

(

(

(

'Disahkan Oleh :

niversit6 Muhammadiyah Makassar

NBM:858625 PANITLA UJL{N

Dr. H. Abdul Rahrnan Rairim. S. E., M. Iv{.

Dr, H. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum.

Khaenrddin, S. Pd., M. pd.

Br I,

Andi,$11ll* sYamsuri, M Hum.

&{,r$iittiAida,,Azis, M. Pd.

' '

;'"

i

Dr. M. Agus, M. Pd.

Syekh Adiwijaya Latief, S. pd., M. pd.

b

&

3.

4.

(5)

dihantam ombak dan lakukanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain karena hidup tidaklah abadi. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya. Bersabar dalam berusaha, berusaha dengan tekun, dan pantang menyerah, setra bersyukur atas apa yang telah diperoleh”

Ku persembahkan karya ini untuk kedua orang tuaku serta kakak-

kakakku yang telah menjadi motivasi dan inspirasi tiada henti

memberikan dukungan serta doanya “tanpa keluarga, manusia sendiri di

dunia, gemetar dalam dingin”

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa dan paduan bunyi pada empat lirik lagu Iwan Fals. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode kajian pustaka. Data dalam penelitian ini diperoleh dari empat lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dari empat kelompok gaya bahasa hanya tiga kelompok gaya bahasa yang dipergunakan dalam empat lirik lagu ciptaan Iwan Fals didominasi oleh gaya bahasa repetisi dalam jenis gaya bahasa perulangan. Sedangkan gaya bahasa apostrof dan gaya bahasa antiklimaks hanya ditemukan sekali saja. Jumlah gaya bahasa secara berturut-turut yaitu gaya bahasa aportof ditemukan hanya satu kali, gaya bahasa personifikasi ditemukan sebanyak lima kali, gaya bahasa gaya repetisi ditemukan sebanyak 14 kali, gaya bahasa simile dan asonansi ditemukan sebanyak dua kali, serta gaya bahasa antiklimaks hanya ditemukan sekali saja.Lagu-lagu ciptaan Iwan Fals mempunyai suatu ciri khusus dalam segi pencitraan dan segi pemanfaatan bunyi, berupa nada-nada atau tambahan efek musik. Lagu-lagunya mempunyai kandungan makna yang spontan akan tetapi mempunyai arti khusus dari segi pengungkapan terhadap gejolak lingkungannya.

Lagu-lagu ciptaan Iwan Fals mempunyai karakter atau style spontan, tajam dan menyentuh, membuat pendengar tersentuh dalam pelantunan setiap lirik-lirik lagunya. Iwan Fals dalam melantunkan lagu-lagunya terkesan spontan dan sedikit memaksakan penggabungan antara bunyi dengan pemilihan kata atau diksi sebagai liriknya. Akan tetapi dari segi pemanfatan bunyi, Iwan Fals sanggup memanipulasi bunyi pada lagu-lagunya untuk menjadikan penekanan-penekanan di setiap lirik lagu tersebut untuk lebih memperjelas gagasan yang akan disampaikannya.

Kata kunci: Gaya Bahasa, Paduan Bunyi, Stilistika.

(7)

i

Bahasa dan Paduan Bunyi Pada Empat Lirik Lagu Ciptaan Iwan Fals (Suatu Tinjauan Stilistika)” ini dapat terselesaikan.

Tak lupa pula penulis panjatkan salawat dan salam atas junjungan Nabi besar Muhammad saw. Dengan segala dakwahnya yang sarat dengan petunjuk dan nasehat agama.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam merampung tulisan ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua puhak yang turut serta memberikan bantuan baik berupa materi maupun moral, khususnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Ichsan dan Ibunda tercinta Rosniati yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam pencarian ilmu.

Ucapan terima kasih kepada pembimbing I Dr. St. Aida Azis, M.Pd. dan pembimbing II Haslinda, S.Pd., M.Pd. yang telah meluangkan waktu untuk mencurahkan segenap perhatian, arahan, dorongan, dan semangat serta pandangan-pandangan dengan penuh rasa kesabaran sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai.

Ucapan terimakasih kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE., M.M. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Andi Sukri Samsuri, M.Hum. Dekan

(8)

i

Satra Indonesia. Bapak dan Ibu dosen Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.

Rekan-rekan mahasiswa yang menjadi sahabat penulis serta teman seperjuangan khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia angkatan 2012 kelas D.

Penulis berusaha agar karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi, teknik penulisan, maupun bahasa yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, Juni 2016

Penulis

ii

(9)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

SURAT PERNYATAAN ...

SURAT PERJANJIAN ...

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...iii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. ManfaatPenelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka... 7

1. Penelitian yang Relevan ... 7

2. Pengertian Gaya Bahasa... 8

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa ... 9

4. Stilistika... 32

5. Paduan Bunyi ... 35

B. Kerangka Pikir ... 36

iii

(10)

ii

C. Definisi Istilah ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data... 40

E. Teknik Analisis Data... 41

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

1. Paduan Bunyi Empat Lirik Lagu Iwan Fals ... 43

2. Definisi Istilah ... 57

B. Pembahasan... 78

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 81

B. Saran... 82

Daftar Pustaka...

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

RIWAYAT HIDUP PENULIS...

iv

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dilahirkan sebagai makhuk sosial danmakhluk individu. sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk salingberinteraksi antara satu dengan yang lain. Salah satu kebutuhan hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kebutuhan untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Manusia tidak dapat hidup dalam kesendirian dan terisolasi dari orang, dan dunia luar tanpa interaksi dan komunikasi. Dalam segala aspek kehidupan orang membutuhkan orang lain.

Bahkan, sekadar untuk meluapkan emosi saja.

Dalam berinteraksi, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana dalam berkomunikasi, menyampaikan ide,gagasan, dan keinginan kepada orang lain.

Melihat keadaan seperti itu, disadari bahwa bahasa sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa bahasa sebagai alat komunikasi, kegiatan kemasyarakatan dan sosial tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap da dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan sesuatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna.

Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh dapat diartikan bahasa

1

(12)

sebagai alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan.

Bahasa dapat dipahami sebagai sebuah sistem arbitrer yang dikonvensikan lewat ucapan, tulisan, atau simbol-simbol gestural yang memungkinkan anggota masyarakat dapat mengomunikasikan sesuatu yang dapat dipahami orang lain Brown(dalam Nurgiyantoro, 2014:9).

Menurut Nurgiyantoro (2014:10-11) bahasa hadir ditengah masyarakat karena dibutuhkan untuk berkomunikasi. Lewat aktivitas berkomunikas itulah seseorang dapat Saling menyampaikan dan sekaligus menerima informasi dari orang lain. Sebenarnya, komunikasi dapat dilakukan melalui media lain selain bahasa, namun bahasa adalah sarana berkomunikasi yang paling sempurna dan efektif, dan merupakan fungsi utama bahasa. Hampir dalam segala aspek kehidupan komunikasi dapat dilakukan lewat bahasa. Bahkan seandainya komunikasi itu dilakukan lewat media lain, misalnya gambar, isyarat, atau gerakan tertentu, bahasa masih sering dilibatkan untuk lebih memperkuat efek komunikatifnya.

Suatu bahasa akan lebih indah dan menarik jika bahasa tersebut mengalami proses penggayaan di dalamnya. Penggayaan bahasa yang dimaksud ialah bahasa tersebut telah tercampur dengan unsur stilistika di dalamnya khususnya majas atau gaya bahasa. Majas atau gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa supaya bahasa terlihat imajinatif. Maksudnya majas merupakan salah satu cara pengarang dalam mengeksploitasi bahasa sehigga bahasa yang digunakan sebagai bahan pembangun karyanya tersebut. Kedua pendapat tersebut

(13)

dapat disimpulkan bahwa majas merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang untuk memperindah bahasa yang digunakan dalam membangun karyanya.

Keindahan bahasa karena bahasa itu sendiri. Bisa karena kerumitan atau malah adanya kesederhanaan dalam pengungkapannya. Semakin rumit, kadang semakin indah, hanya saja semakin menimbulkan kemungkinan ketaksaan.

Semakin sederhana, maka pesannya akan mudah dicerna, tanpa meninggalkan kesan kepemilikan gaya yang miskin. Karena sederhana itulah sebuah gaya tersendiri yang menarik untuk diteliti termasuk pada sebuah karya sastra.

Sastra adalah suatu karya yang indah baik itu berupa tulisan maupun lisan.

Sebuah karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Karya sastra ini sering menceritakan sebuah kisah. Karya sastra juga merupakan bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian bahasa, serta pedalaman pesan.

Genre sastra atau jenis sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kempok yaitu sastra imajinatif dan nonimajinatif. Dalam praktiknya sastra nonimajinatif terdiri atas karya-karya yang berbentuk esai, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Yang termasuk satra imajinatif ialah karya prosa fiksi (cerpen, novelet, novel, atau roman), puisi (puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik), dan drama (komedi, tragedi, melodrama, dan tragikomedi), Najid (dalam Mariam, 2010:1)

Lirik lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik adalah karya sastra (puisi) yang berisi curahan hati atau perasaan pribadi. Jadi, lirik sama dengan

(14)

puisi tetapi disajikan dengan bentuk yang berbeda yaitu dalam bentuk nyanyian yang termasuk dalam genra sastra imajinatif.

Setiap lirik lagu mengandung maksud atau pesan yang akan disampaikan biasanya, tidak secara eksplisit dituangkan lewat lagu tersebut akan tetapi lebih secara implisit walaupun ada diantara lirik lagu yang tertuang secara eksplisit.

Lirik-lirik lagu ciptaan VirgiawanListanto atau biasa dikenal dengan sebutan Iwan Fals, merupakan pencipta lagu yang liriknya memiliki karakteristik kritis dan tajam dalam menyikapi realita yang terjadi. Setiap lirik lagunya mengandung makna secara lugas dan tegas sehingga makna atau pesan dari lagu tersebut dengan mudah dipahami.

Leech dan Short mengemukaka bahawa stilistika merupakan kajian tentang stile, kajian terhadap wujud performasi kebahasaan khusunya yang terdapat pada teks-teks kesastraan. Kini dalam kajian akademik pendekatan stilistika sering dibedakankedalam kajian bahasa sastra dan nonsastra. Jadi, stilistika dapat menjelaskan fungsi artistik, fungsi keindahan, bentuk-bentuk kebahasaan tertentu dalam sebuah sastra, (Nurgiyantoro, 2014:75).

Lirik-lirik lagu Iwan Fals memiliki gaya bahasa yang luas, tajam, dan akurat sehingga pesan-pesan yang disampaikan lewat lirik lagunya langsung dapat dipahami oleh pendengarnya. Keserasian intonasi atau nada pada lirik-lirik lagu Iwan Fals mempunyai warna yang kental dengan instrumen bunyi yang hampir sama pada bagian larik satu dengan larik lainnya sehigga setiap bunyi yang mengiringi kata-kata pada larik terkesan hidup dan mengandung makna konotatif.

(15)

Stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan sistem tandanya.

Lirik lagu ciptaan Iwan Fals yang menjadi sasaran dalam penelitian ini seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa makna yang terkandung dalam lirik lagunya dapat dengan mudah dipahami apabila ditinjau secara general mendapat pesan yang disampaikan, namun cenderung sukar memaknai setiap larik yang terdapat pada lirik tersebut.

Berangkat dari uraian tersebut, dalam penelitian ini ditetapkan judul “Gaya Bahasa dan Paduan Bunyi Empat Lirik Lagu Iwan Fals, Suatu Tinjauan Stilistika”

B. Rumusan Masalah

Adapun pokok masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah:

1. Bagaimana aspek gaya bahasa pada empat lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

Masalah gaya bahasa akan dianalisis berdasarkan (a) Gaya bahasa apostrof (b) Gaya bahasa personifikasi (c) Gaya bahasa repetisi (d) Gaya bahasa simile (e) Gaya bahasa asonansi (f) Gaya bahasa anti klimaks?

2. Bagaimanakah kesamaan paduan bunyi pada empat lirik lagu Iwan Fals?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini ialah:

(16)

1. Mendeskripsikan penggunaan aspek gaya bahasa pada empat lirik lagu ciptaan Iwan Fals. Masalah gaya bahasa akan dianalisis berdasarkan (a) Gaya bahasa apostrof (b) Gaya bahasa personifikasi (c) Gaya bahasa repetisi (d) Gaya bahasa simile (e) Gaya bahasa asonansi (f) Gaya bahasa anti klimaks.

2. Mendeskripsikan kesamaan paduan bunyi pada empat lirik lagu Iwan Fals?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini mencakup 2 dimensi yakni dimensi keilmuan (teoritis) dan dimensi praktis. Manfaat penelitian ini dapat dirumuskan yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Mendeskripsikan gaya penulisan lirik-lirik lagu ciptaan Iwan Fals, serta mendeskripsikan manipulasi paduan (kesamaan) bunyi yang terdapat pada lirik-lirik lagu tersebut.

2. Manfaat Praktis

Menjadi acuan dasar dalam mempelajari sastra di sekolahan ataupun perkuliahan pada fokus analisis stilistika, serta memberi terapan kajian stilistika pada analisis lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan Soemanang Muttakin (2013) judul “Analisis Struktur Lagu Puing Karya Iwan Fals” membuktikan:

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa syair lagu “puing” karya Iwan Fals bercerita tentang perang yang mengakibatkan gedung-gedung menjadi puing yang berserakan. Lagu ini menggunakan bentuk tiga bagian, AA’, BB, C, AA, dengan birama ¾ serta nada dasar Em = la. Sebagian besar melodi dalam biramanya menggunakan interval perfect unison yang bisa mengakibatkan kebosanan pada penghayat. Namun lagu ini sangat unik, karena lagu “puing” karya Iwan Fals dalam Album Mata Dewa terdiri dari 263 bar yang terdiri atas 176 bar syair yang dinyanyikan, dengan bahasa kritik yang mudah dipahami.

Penelitian yang kedua, dilakukan oleh Jusia Sembiring (2013) judul “Representasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Lirik Lagu Iwan Fals (Analisis Semiotika Lirik Lagu Iwan Fals ysng Berjudul Ujung Aspal Pondok Gede’)”

membuktikan:

Dari penelitian yang dilakukan melalui semiologi Roland Barthes, peneliti mengetahui bahwa lirik lagu Ujung Aspal Pondik Gede memilikimakna komplek yang meliputi berbagai aspek seperti nilai-nilai moral, budaya, dan hak asasi manusia. Keseluruhan makna yang terkandung dalam lirik lagu Ujung Aspal Pondok Gede saling berkaitan satu dengan lainnya.

Selanjutnya setelah diketahui seluruh maknayang terkandung maka akan timbul representasi kehidupan masyarakat indonesia yang terkandung dalam makna lirik lagu tersebut.

Penelitian ketiga, dilakukan oleh Anita Arrang Sugi (2014) judul “Strategi Menyindir Dalam Lirik Lagu Iwan Fals: Kajian Stilistika” membuktikan:

7

(18)

Penelitian menunjukka bahwa strategi sindiran dalam lirik lagu Iwan Fals ada tujuh yaitu: penggunaan gaya bahasa simile, penggunaan gaya bahasa repetisi, penggunaan gaya bahasa personifikasi, penggunaan gaya bahasa hiperbola,penggunaan gaya bahasa simbolik, penggunaan gaya bahasa gaul, dan pola pelepasan. Strategi yang paling banyak digunakan adalah gaya bahasa repetisi. Sasaran sindiran dalam lirik lagu Iwan Fals yaitu:

kalangan pemerintah, kalangan bangsawan, dan kaum terdidik. Adapun strata sosial yang paling banyak disindir dalam lirik lagu Iwan Fals adalah kalangan pemerintah dan bangsawan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian gaya bahasa dan paduan bunyi empat lirik lagu lirik lagu Iwan Fals suatu tinjauan stilistika berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang lirik lagu Iwan Fals. Dari ketiga penelitian sebelumnya hanya berfokus pada pemaknaan dan penyindiran saja, sedangkan penelitian ini selain membahas tentang pemaknaan dan penyindiran, juga membahas keunikan-keunikan lirik lagu Iwan Fals melalui analisis paduan bunyinya.

2. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale(Tarigan, 2013: 4).

Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato. Pada masa yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu, berbagai macam gaya bahasa sangat

(19)

penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah meberi nama yang terhadap berbagai macam seni persuasif ini (Tarigan, 2013: 4)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik Keraf (dalam Tarigan, 2013: 5)

Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakinkaya kosa kata seseorang, semakin beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas memperkaya kosa kata pemakainya. Itulah sebabnya dalam pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa sangat penting untuk mengembangkan kosa kata.

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa a. Gaya Bahasa Perbandingan

Gaya bahasa perbandingan adalah jenis gaya bahasa yang membandingkan hal yag satu dengan hal yang lain, Tarigam (dalam Acmad, 2012: 16).

Perbandingan tersebut dilukiskan baik secara eksplisit maupun implisit. Hal-hal yang diperbandingkan meliputi manusia, binatangatau tingkah laku binatang, benda-benda alam, lingkungan sekitar kenyataan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sehari-hari, dan sebagainya. Gaya bahasa perbandingan terbagi dalam beberapa bagian yaitu:

1) Perumpamaan

(20)

Yang dimaksud dengan perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa inggris. Kata simile berasal dari bahsa latin yang bermakna “seperti”.

Perumaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja kita anggap sama. itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamaka saja dengan persamaan. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, umpama, ibarat, bagai, laksana, serupa, bak, dan lain sebagainya.

Contoh:

Seperti air dengan minyak Ibarat mengeja bayangan Bak merpati dua sejoli

Bagai mencari kutu dalam ijuk

Umpana memaduk minyak dengan air Laksana bulan kesiangan

Serupa perahu tiada berawak

2) Metafora

Suatu gaya bahasa seringkali juga menambahkan kekuatan pada suatu kalimat. Metafora misalnya, dan tergolong seorang pembicara atau penulis suatu gambaran yang jelas melalui koparasi atau kintras. Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphorayang berarti memindahka, dari meta yang artinya di atas atau melebihi, serta phereinyang artinya membawa. Metafora membuat perbandingan antara dua hala atau benda untuk menciptakan suatu kesan menta yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.

(21)

Menurut Moeliono (1984: 3) metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata “seperti” atau “sebagai” di antara dua hal yang berbeda. Metafora pemakai kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebuah lukisan yangberdasakan persamaan atau perbandigan.

Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, dan tersusun rapi. Di dalamnya tersusun dua gagasan, pertama adalah suatu kenyataan, sesuai yang dipikirkan, dan yang menjadi objek. Kedua, merupakan pembanding tehadap kenyataan tadi, dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi.

Jadi, metafora merupakan majas yang berisi ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Metafora meggunakan kata bukan dengan arti sebenarnya yang digunakan dalam persamaan dan perbandingan.

Contoh:

Ali mata keranjang

Aku terus memburu untung Perpustakaan gudang ilmu Koran sumber informasi Mina buah hati Edi 3) Personifikasi

Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona yang artinya orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama, dan fic artinya membuat. Oleh karena itu, apabila kita menggunakan gaya bahasa persoifikasi, kita memberikan ciri-ciri kualitas, yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan.

(22)

Dengan kata lain, penginsanan atau personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Personifikasi bersifat membandingkan benda-benda yang tidak bernyawa atau hidup seperti sifat manusia.

Contoh:

Hujan memandikan tanaman Mentari mencubit wajahku Pepohonan tersenyum riang Rugas menantikan kita

Murai bernyanyi menanti mentari

Bunga melati menghamburkan semerbak wangi Bunga ros menjaga diri dengan duri

Cerita dongengku menidurkan dikau 4) Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari majas personifkasi atau penginsanan. Apabila personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersinifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara ekspisit memanfaatkan kata “kalau” dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.

Contoh:

Kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi bahtera.

Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.

Bila kakanda menjadi darah, maka adinda menjadi danging.

Sekiranya suami menjadi ombak, maka istri menjadi pantai.

Rupa-rupanya jikalau si Ani menjadi kembang, tentu si Ali menjadi kumbang.

Jadi, gaya bahasa depersonifikasi adalah majas yang menampilkan manusia sebagai binatang, benda-benda alam, atau benda lainnya.

(23)

5) Alegori

Alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti berbicara secara kias, diturunkan dari allos artinya yang lain, serta agoreuen artinya berbicara.

Alegori adalah cerita yang dikisah kan dalam lambang-lambang, atau merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek-objek, atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spiritual mabusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata.

Dengan kata lain, dalam alegori unsur-unsur utama menyajikan sesuatu yang terselubung dan tersembunyi. Karena keterselubungannya dan ketersembunyiannya itu justru membuat para pembaca semakin semangat menyikapinya, maka akan tumbuh rasa ingin tahu yang tinggi . justru hal ini yang menyebabkan tujuan itu semakin jelas. Alegori dapat berbentuk puisi atau prosa.

Contoh:

Menjalani kehidupan rumah tangga sama halnya seperti kia mengarungi lautan dengan sebuah bahtera. Terkadang kita di bawah menyaksikan keindahan samudra yang begitu menakjubkan.

Tajam dan membuatnya semakin disegani orang. Namun tatkala ia dibiarkan begitu saja tergeletak, ia akan berkarat dan mulai tumpul dengan sendirinya

6) Antitesis

Secara ilmiah antitesis berarti lawan yang tepat atau petentangan yang benar- benar. Entitesis adalah sejenis gaya bahasa gaya bahasa yang mengadakan

(24)

komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.

Antitesis adalah oposisi antara dua gagasan, dengan menggunakan dua kata (bentuk lain) yang disandingkan agar lebih jelas dan mennjol kontasnya. Kedua kata (bentuk lain) mengandung makna berlawanan dan keduanya muncul bersamaan, jadi tidak bersifat implisit.

Contoh:

Dia bergembira di atas kegagalanku dalam ujian itu.

Pada saat kami berduka cita atas kematian paman, mereka menyambutnya dengan kegembiraan tiada tara.

Gadis yang secantik si Risma diperistri oleh si Dedi yang jelek itu.

Segala fitnahan tetangganya dibalasnya dengan budi bahasa yang baik.

Kecantikannyalah justru yang mencelakakannya.

7) Pleonasme dan Tautologi

Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat, saling tolong-menolong).

Suatu acuan disebut pleonasme bila kata uang dihilangkan itu artinya tetap utuh Keraf (dalam Tarigan, 2013: 28).

Pleonasme merupakan pemakaian kata yang tidak seharusnya digunakan, suatu kalimat dapat disebut pleonasme jika kata yang berlebihan itu dihilangkan namun artinya tetap utuh. Sehingga kalimat dapat mejadi efektif dan dapat membantu memperlancar jalan bahasa serta serta menjadikan kalimat tersebut lebih memiliki kesan yang kuat.

(25)

Kita sering menemukan kata sambung dengan makna yang sama dalam sebuah kaliamat. Padahal, menurut kaidah yang berlaku, hal semacam itu termasuk pemakaian kata yang mubazir atau penggunaan kata kurang hemat.

Contoh:

Kami tiba di rumah jam 4.00 subuh.

Orang yang meninggal itu menutup mata buat selama-lamanya.

Kegemiraanku menyenangkan hatiku.

Anak-anak asyik menyepak bola yang bundar bentuknya itu Mereka mendengar fitnah itu dengan telinga mereka sendiri.

8) Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua- duanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Walau begitu terdapat perbedaan yang penting antara keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.

Perifrasis adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuat dengan menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikannya itu.

Comtoh:

Anak saya telah menyelesaikan kuliahnya di Unismuh Makassar (anak saya telah lulus kuliah di Unismuh Makassar)

Ayahanda telah tidur dengan tenang dan beristirahat dengan damai untuk selama-lamanya.

(Ayahanda telah meninggal dunia)

Putri kami yang sulung telah melayarkan bahtera ke pulau idamannya bersama tunangannya.

(Putri kami yang sulung telah menikah dengan tunangannya)

Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat berharga dari Bapak Lurah.

(Saya meerima nasihat dari Bapak Lura)

(26)

9) Antisipasi atau Prolepsis

Dalam berbicara dan menulis, ada saatnya kita mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya tterjadi. Sebagai contoh, dalam menjelaskan peristiwa perampokan itu, maka para pembicara atau para penulis sudah menggunakan kata-kata wanita malang itu. Sebenarnya kemalangan itu terjadi kemudian. Gaya bahasa yang seperti ini kita sebut antisipasi atau prolepsis.

Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipation yang berarti

‘mendahului’ atau ‘penetapan yang mendahului sesuatu yang masih akan dikerjakan atau yang akan terjadi’. Misalnya, mengadakan peminjaman uang berdasarkan perhitungan uang pajak yang mash akan dipungut.

Antisipasi atau prolepsis merupakan gaya bahasa dalam pernyataannya menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya memiliki makna akan dikerjakan atau akan tejadi.

Contoh:

Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari bapak bupati.

Mobil yang malang itu ditabak oleh truk pasir dan jatuh kejuang.

Pemuda yang berbahagia itu ditugasbelajarkan oleh pemeringtah selama selama dua tahun di Universitas Leidenuntuk mencapai gelar dokter linguistik.

Almarhum ayahku pada saat itu mengakui bahwa dia mempunyai piutang pada rumah makan Cordova.

Jelas seluruh kaum kerabat merasa sedih dan malu, lusa si Dono dijemblokan kedalam penjara karena terlibat penjualan ganja.

(27)

10) Koreksi dan Epanortosis

Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian kita memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Gaya bahasa yang seperti ini bisa disebut koreksi atau epanortosis. Dengan kata lain, koreksiatau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa atau memperbaiki sesuatu yang kurang tepat atau salah.

Contoh:

Dia benar-benar mencintai Neng Isma, eh bukan, Neng Risma.

Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.

Marliani pasti gagal, maaf tidak, pasti lulus dalam tes PNS.

Pak Tarigan memang orang Bali, ah salah, orang bata.

b. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk mempehebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar. Gaya bahsa pertentagan terbagi atas beberapa jenis yaitu:

1) Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukuranya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atu situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan, dan pengarangnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat.

(28)

Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemborosan atau berlebih-lebihan. Diturunkan dari hyper yang artinya ‘melebihi’ dan ballien artinya ‘melemparkan’. Hiperbola merupakan suatu cara yang berlebih-lebihan mencapai efek, suatu gaya bahasa yang di dalamnya berisi kebenaan yang direntangpanjangkan.

Dengan kata lain hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.

Contoh:

Udara kota Berastagi sungguh menyegarkan badan melegakan pernapasan menyejukan hati dan pikiran.

Dalam beberapa hari ini saya merasa tiada karuan maka tak enak tidur tak nyenyak.

Tak usah kalian memeinta sumbangan kepada irang itu karena dia tidak mau tahu pada orang lain, jangankan memberi bantuan kepada rang lain, pada keluarganya sendiri pun dia harus berpikir tujuh keliling unruk mengeluarkan uang, sekalipun untuk keperluan penting.

Jangan kamu berdebat dengan ayah, dia mengetahui segala hal dari yang kecil sampai yang besar, serta pengaaman yang tiada bandingnya mengenai masalah ini.

2) Litotes

Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentung yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kakuatan pernyataan yang sebenarnya.

Litotes kebalikan dari hiperbola, yaitu sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.

(29)

Litotes berasal dari bahasa yunani yaitu litos yang artinya ‘sederhana’.

Litotes, lawan dari hiperbola, merupakan sejenis gaya bahasa yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya.

Litotes adalah majas yang mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan dari hal yang diungkapkan.

Contoh:

Silahkan mampir kegubukku.

Jika berkenan, akan saya antarkan anda dengan motor buntut ini.

Hanya kado kecil ini yang bisa aku berikan.

Mampirlah sejenak untuk mencicipi hidangan yang ala kadarnya.

Hanya hal remeh seperti ini yang bisa saya perbuat.

Jika diperkenankan, hamba yang lemah ini akan membantu sekuat tenaga.

3) Ironi

Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan: (a) makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya; (b) ketidaksesuaian antara suara yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya; dan (c) ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Moeliono, 1984: 3).

Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimpikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan serigkali bertentangan dengan yang sebenarnya yang dikatakan itu. Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor tetapi ironi berat atau ironi keras

(30)

biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire, walaupun pembatasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sulit dibuat dan jarang sekali memuaskan orang.

Majas ironi merupakan majas yang digunakan untuk menyinggung atau menyindir secara halus karena tujuan dari pembicaraan yang menggunakan majas ironi adalah untu menyindir atau memberi teguran secara halus kepada lawan bicaranya. Dengan kata lain, menyatakan sesuatu dengan maksud untuk mengolok-olok menggunakan kosa kata yang seakan-akan meninggikan atau memuji namun kenyataannya malah merendahkan atau mengejek.

Contoh:

Aduh bersinya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.

Kamu bangun terlalu pagi, sekarang baru pukul sembilan pagi.

Risma terlalu cantik, hingga membuat orang muntah.

Kamu terlalu kaya, biar koran saja kamu tidak dapat beli.

Motormu terlalu bagus, sampai-sampai melewati tanjakan saja tidak mampu

4) Oksimoron

Kata oksimoron berasal dari bahasa latin yaitu okys artinya tajam dan moros artinya goblok atau gila. Oksimoron adalah jenis gaya bahasa yang mengandung penegasan atau pendirian suatu sintaksis (baik koordinasi maupun determinasi) antara dua antoim. Atau dengan kata lain, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.

(31)

Jadi, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama .

Contoh:

Olah raga mendaki gunung memang menarik hati walau sangat berbahaya.

Siaran televisi dapat dipakai sebagai sarana perdamaian namun dapat pula sebagai penghasut peperangan.

Bahasa memang dapat dipakai sebagai alat pemersatu tetapi dapat jga sebagai alat pemecah-belah.

Musyawarah memang wadah memperoleh kata sepakat tetapi tidak jarang sebagai area pertentengan pendapat antara para perserta.

5) Paronomasia

Paranomasia ialah gaya bahasa yang berisi penjajara kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain, kata-kata yang sama bunyinya tetepi artinya berbeda.

Istilah paronomsia ini jga senring disamakan dengan yang mengandung makna yang sama.

Paranomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi berbeda maknanya.

Contoh:

Oh adinda sayag, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

Kami menerima bantuan ini sebagai bantuan yang sangat berharga sebab dengan ini kami dapat meneruskan perjalanan yang masih jauh.

Waktu saya sibuk mengukur luas kamar ini dan ibu sedang mengukur kelapa di dapur, maka terdengarlah burung balam tetangga mengukur bershut-sahutan.

Di ganggang papan lantai kamar mandi itu tumbuh ganggang hijau yang amat licin.

Pada pohon paku di muka rumah kami tertrancap beberapa buah paku tempat menyengkutkan pot bunga.

(32)

6) Paralipsis

Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunaka sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Gaya bahasa paralipsis adalah majas yang dipergunakan untuk sarana untuk menerang apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Comtoh:

Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan, maksud saya mengebulkannya.

Biarlah masyarakat mendenger wasiat tersebut, yang (maafkan saya) saya maksud bukan membacanya.

Pak Guru sering memuji anak itu, yang (maafkan saya) saya maksud justru memarahinya.

Tidak ada orang yang menyayangi kamu, (maaf) yang saya maksud membenci kamu di desa ini.

7) Zeugma dan Silepsis

Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua kontriksi rapatan dengan cara memghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubunga dengan kata yang pertama. Walaupun begitu, terdapat perbedaan antara zeugma dan silepsis.

Dalam zeugma terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan. Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua

(33)

kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untk salah satu dari padanya, baik secara logis maupun secara gramatikal.

Contoh:

Anak itu memang rajin dan malas di sekolah.

Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois.

Nenek saya peramah dan pemarah.

Kami menyanyikan lagu itu dengan mulut dan mata kami.

Saya menyanyikan lagu itu dengan mulut dan mata kami.

Saya membaca buku itu dengan mata dan tanga saya.

Dalam silepsis, kontruksi yang digunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik salah Keraf(dalam Tarigan, 2013: 68).

Contoh:

Wanita itu kehilangan harta dan kehormatannya.

Kakaknya menerima uang dan penghargaan.

Makna dan sikap hidup.

Kontruksi yang lengkap adalah keilangan harta dan kehilangan kehormatan, menerima uang dan menerima penghargaan, yang pertama (kehilangan harta; meerima uang) mengandung makna denotatif, dan yang kedua (kehilangan kehotmatan; meneria penghargaan) mengandung makna majasi atau kiasan. Begitu juga ada kontruksi makna hidup dan sikap hidup yang jelas makna gramatikalnya berbeda: makna hidup berarti makna dari hidup, sikap hidup berarti sikap terhadap hidup.

8) Satire

Menurut Keraf (Tarigan, 2013: 70) uraian yang harus ditafsitrkan lai dari makna permukaannya disebut satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang

(34)

berarti tajam yang penuh berisi macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang manertawakan dan menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.

Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang bersaksi secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara yang cukup lucu yang menumbulkan tertawaan. Kita mengenal satire terutama sebagai orang, masyarakat, praktik-praktik, kabiasaan-kebiasaan, serta lembaga-lembaga adat.

Akan tetapi, alau kita cukup jeli memperhatikan serta memahaminya maka kita dapat menemui dalam satire nilai-nilai yang dipromosikan secara tidak langsung.

Memang nilai-nilai tersebut sering tidak diekspresikan secara nyata. Mungkin nilai-nilai itu hanya berada sebagai sejenis tantangan yang tidak dikatakan secara gamblang terhadap praktik-praktik atau kebiasaan-kebiasaan yang menertawakan atau yang menggelikan ataupun kepura-puraan yang terselubung.

9) Inuendo

Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas.

Contoh:

Jadinya sampai kini neng Syarifah belum mendat jodoh karena setiapn ada jejaka yang meminang ia sedikit jual mahal

(35)

Pada pesta rtadi malam, dia sedikit sempoyongan karena terlalu banyak minum minuman keras.

Abangku sedikit gemuk karena tetlalu kebanyakan makan daging berlemak.

Paman menjadi orang kaya baru karena sedikit mengomerrsialisasikan jabatannya.

Pak Ogah agak kurang dipercayai orang karena sering berbohong dan tidak pernah menepati janji.

10) Paradoks

Paradoks adalah suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan pertentangan.

Contoh:

Aku kesepian di tengah keramaian

Teman akrab ada kalanya menjadi teman sejati Dia kedinginan di tengah kota Makassar yang panas

11) Klimaks

Klimaks merupakan gaya bahasa untuk menuturkan satu gagasan atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana meningkat kepada gagasan atau hal yang lebih kompeks.

Contoh:

Ia melangkah pelan sambil meperhatikan wanita yang seketika lewat di hadapannya. Tak berapa lama ia berjalan lalu berlari mengejar wanita itu seraya berharap pencarian akan ibunya telah berakhir.

12) Antiklimaks

Antiklimaks adalah gaya bahasa untuk menentukan suatu hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada hal atau gagasan yang sederhana.

Contoh:

(36)

Bus, mikrolet, mobil umum, mobil pribadi, dan motor tidak boleh melewati jalan-jalan tertentu saat program car free daysedang berlangsung.

13) Apostrof

Apostrof merupakan gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanah dari yang hadir kepada yang tidak hadir.

Contoh:

Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.

Wahai dewa-dewa yang berada di nirwana, segeralah datang dan lepaskanlah kami dari cengkraman yang durjana.

c. Gaya Bahasa Pertautan

Jenis gaya bahasa ini yang berdasarkan pertautan makna atau kesamaan asosiasi, antara satu hal dengan hal yang lain. Bertautan itu, misalnya terlukis melalui pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Dapat pula dilukiskan dengan menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan dan sebagainya.

1) Metonimia

Metonimia ialah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Kita dapat menyebut encipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika kita maksudkan barangnya.

Contoh:

Dalam pertandingan kemarin saya hanya memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.

(37)

Terkadang pena justru lebih tajam dari pada pedang.

Parker jauh lebih mahal daripada pilot, karena kualitasnya lebih tinggi.

2) Sinekdok

Sinekdok adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya.

Contoh:

Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan

Dari kejauhan terlihat berpuluh-puluh layar di pelabuhan itu. Paman saya telah mempunyai dua atap di jakarta.

Sebaiknya kamu tidak mendekati pemuda mata keranjang itu.

3) Eponim

Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh:

Dengan latihan dan makan yang teratur kami harapkan agar anda menjadi Hercules dalam pertandingan nanti.

Kami mengharapkan agar para gadis-gadis yang berkumpul ini lahir Kartini-Kartini baru.

Tahun ini terasa benar bahwa Dewi Sri merestui para petani desa ini.

4) Epitet

Epitet adalah semacam gaya bahasa yang engandung acuan untuk menyatakan suatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau sesuatu hal.

Contoh:

(38)

Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyongsong mentari bersinar menerangi alam. (lonceng pagi = ayam jantan)

Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang diamuk asmara. (putri malam = bulan)

Kalau sedang berada di tengah hutan, usahakan baik-baik agar rimba tidak sempat murka. (rimba = harimau)

5) Antnomasia

Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk kusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

Contoh:

Rakyat mengharapkan agar Yang Mulia dapat menghadiri upacara itu.

Pangeran menandatanganni surat penghargaan tersebut.

Kepala Sekolah mengundang orang tua siswa beserta para guru untuk merundingkan peningkatan kualitas dan kuantitas siswa sekolah tersebut.

6) Erotesis

Erotesis adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.

Contoh:

Apakah sudah wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpahkan seluruhnya kepada para guru?

Para gurukah yang harus menanggung akibat semua kegagalan dan kemerosotan pendidikan di Tanah Air tercinta ini?

Apakah menurut pendapat saudara, bapak, dan ibu semua, penghargaan masyarakat kepada para guru yang mendidik putra-putri kita sudah wajar?

(39)

7) Gradasi

Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai suatu atau beberapa ciri-ciri semantik secara umum dan yang di antaranya paling sedikit suatu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.

Contoh:

Kami berjuang dengan tekad; tekad harus maju; maju dalam kehidupan;

kehidupan layak dan baik

d. Gaya Bahasa perulangan 1) Aliterasi

Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalm puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan, atau untuk penekanan.

Contoh:

Dara damba daku Datang dari danau Diam didiriku

Kalau kanda kala kacau Biar bibir biduan yang bicara

(40)

2) Asonansi

Asonansi adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan.

Contoh:

Muka muda mudah muram Tiada siang tiada biasa Jaga harga tahan raga Lain bangkahulu Lain semarang Lain dahulu Lain sekarang

3) Anafora

Anafora adalah gaya bahasa yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.

Contoh:

Lupakah engkau bahwa nerekalah yang membesarkan dan mengasuhmu?

Lupakah engkau bahwa keluarga itulah yang menyekolahkanmu sampai ke perguruan tinggi? Lupakah engkau bahwa mereka pula yang menikahkanmu dengan istrimu?

4) Epistrofa

Epistrofa adalah semacam gaya bahasa yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.

(41)

Contoh:

Kemarin adalah hari ini Besok adalah hari ini Hidup adalah hari ini Segala sesuatu buat hari ini

5) Simploke

Simploke adalah sejenis gaya bahasa yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut.

Contoh:

Ibu bilang saya pemalas. Saya bilang biar saja Ibu bilang saya lamban. Saya bilang biar saja Ibu bilang saya lengah. Saya bilang biar saja Ibu bilang saya manja. Saya bilang biar saja

6) Mesodilopsis

Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah atau beberepa kalimat berurutan.

Contoh:

Anak merindukan orang tua Orang tua merindukan anak Dia merindukan ketentraman batin Kamu merindukan keberhasilan studimu Kumbang merindukan kembang

Pungguk merindukan bulan Ombak merindukan pantai 7) Epanalepsis

Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa, atau kalimat menjadi terakhir.

(42)

Contoh:

Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya Kami sama sekali tidak melupakan amanat nenek kami

Kupersembahkan bagimu segala sesuatu yang dapat kupersembahkan Tangguhkanlah segala akibat tingah-polahmu, tangguhkanlah

8) Anadiplosis

Anadiplosis adalah gaya bahasa dimana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.

Contoh:

Dalam raga ada darah Dala darah ada tenaga Dalam tenaga ada daya Dalam daya ada segala 9) Repetisi

Repetisi merupakan gaya bahasa yang mengalami perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberinya tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.

Contoh:

Dialah yang kutunggu Dialah yang kunanti

4. Stilistika

a) Hakikat Stilistika

Stilistika berkaitan erat denga stile. Bidang garapan stilistika adalah stile, bahasa yang dipakai dalam konteks tertentu, dalam ragam bahasa tertentu. Jika

(43)

style diindonesiakan dengan diadaptasikan menjadi “stile” atau “gaya bahasa”,

istilah stylistic juga dapat diperlakukan sama, yaitu diadaptasi menjadi “stilistika”.

Istilah stilistika juga lebih singkat dan efesien daripada terjemahannya yang

“kajian gaya bahasa” atau “kajian stile”. (Nuagiyantoro, 2014: 74)

Stilistika dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Secara etimologis stylistic berhubungan dengan kata style yang berarti gaya. Dengan demikian stilistika dalam ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa yang muncul ketika pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa ini merupakan efek seni dan dipengaruhi oleh hati nurani. Melalui gaya bahsa itu seorang penyair mengungkapkan idenya. Pengungkapan ide yang diciptakan melalui keindahan dengan gaya bahasa pengarangnya (Endraswara, 2011: 72-73).

Kajian terhadap wujud performasi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam teks-teks kesastraan. Jika berbicara tentang stilistika, kesan yang muncul selama ini mesti terkait dengan kesastraan. Artinya, bahasa sastra, bahasa yang dipakai dalam berbagai karya sastra itu yang menjadi fokus kajian. Padahal, seperti ditunjukkan sebelumnya, kajian stilistika sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam bahasa yang lain dan tidak terbatas pada ragam satra saja. Keadaan itu mungkin disebabkan oleh faktor yang dilakukan orang dalam melakukan kajian stilistika selama ini lebih sering ditujukan pada bahasa sastra.

Dalam hal ini untuk memahami konsep stilistika secara seksama (Nurhayati, 2008: 7) mengemukakan pada dasarnya stilistika memiliki dua pemahaman dan jalan pikiran yang berbeda. Pemikiran tersebut menekankan pada aspek

(44)

gramatikal dengan memberikan contoh-contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang diamati. Selain itu pula stilistika mempunyai pertalian dengan aspek- aspek sastra dalam wacana sastra yang menjadi objek penelitiannya.

Stilistika secara definitif adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya bahasa.

Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Dalam pengertian secara luas stilistika merupakan ilmu tentang gaya, meliputi berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia (Ratna, 2011: 167).

b) Tujuan Kajian Stilistika

Analisis stilistika biasanya dimaksudkan untukmenerangkan sesuatu yang pada umumnya dalam dunia kesusatraan untuk menerangkan hubungan bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Penjelasan fungsi artistik, fungsi keindahan, bentuk-bentuk kebahasaan tertentu dalam sebuah teks. Dengan kata lain, kajian stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi keindahan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif, sarana retorika, sampai grafologi. Hal ini dipandang sebagai bagian terpenting dalam analisis bahasa sebuah teks dengan pendekatan stilistika. (Nurgiyantoro, 2014: 75-76)

Di samping itu, kajian stilistika dapat juga bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek khusus, kita berasumsi bahwa ketika pengarang menggunakan bentuk-bentuk bahasa tertentu, memilih berbagai bentuk komponen bahasa tertentu, misalnya kata dan ungkapan, itu adalah sesuatu

(45)

yang disengaja. Pemilihan itu pasti memiliki tujuan tertentu, memiliki tujuan untuk mencapai efek estetis yang akan dicapai lewat pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan tersebut(Nurgiyantoro, 2014: 76).

Stilistika sebagai salah satu kajian untuk menganalisis karya sastra.

(Endraswara, 2011: 72) mengemukakan bahasa sastra memiliki tugas mulia.

Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus pembawa makna. Tanpa keindahan bahsa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karya sastra juga memberikan bobot penilaian pada karya sastra itu.

5. Paduan Bunyi

Bunyi merupakan unsur yang bersifat estetik dalam puisi. Bunyi dalam puisi merupakan pengungkapan secara emotif yang terjadi dalam diri pengarang dan hendak mengungkapkan serta mempertegas tanda-tanda sehingga dapat memberikan efek estetis berupa penekanan terhadap makna yang akan diungkapkan. Puisi merupakan cikal bakal lagu, jadi dapat dikatakan bahwa lagu merupakan puisi, akan tetapi puisi bukanlah lagu. Artinya lirik-lirik lagu yang belum diberi nada-nada berupa musik merupakan bentuk puisi.

Penekanan-penekanan bunyi pada lagu. Manipulasi bunyi dimaksudkan sebagai bentuk pemanfaatan bunyi sebagai media penekanan dalam memfokuskan penanda-penanda pada beberapa lagu, sehingga membentuk suatu pemaknaan yang sana terhadap lagu tersebut, dan menjadi ciri khusus akan lagu-lagu tersebut.

Lagu-lagu Iwan Fals mempunyai karakter atau stylesepontan, tajam, dan menyentuh, membuat pendengar tersentuh dalam pelantunan setiap lirik lagunya.

Iwan Fals dalam setiap melantunkan lagu-lagunya terkesan sepontan dan sedikit

(46)

memaksakan antara penggabungan bunyi dengan pemilihan kata atau diksi sebagai liriknya. Akan tetapi dari segi pemanfaatan bunyi, Iwan Fals sanggup memanipulasi bunyi pada lagu-lagu untuk menjadikan penekanan-penekanan disetiap lirik lagu tersebut untuk memperjelas gagasan.

B. Kerangka Pikir

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap da dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan sesuatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna.

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunkan untuk meningkatkan efek dengan dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Dalam menganalisis gaya bahasa suatu karya sastra sangatlah cocok disandingkan dengan teori stilistika.

Setiap lirik lagu mengandung maksud atau pesan yang akan disampaikan.

Biasanya, tidak secara eksplisit dituangkan lewat lagu tersebut akan tetapi lebih secara implisit walaupun ada di antara lirik lagu yang tertuang secara eksplisit.

(47)

Bagan Kerangka Pikir Lirik Lagu Iwan Fals

Gaya Bahasa

Temuan Analisis

Stilistika

Paduan Bunyi Bahasa

Apostrof Personifi kasi

Repetisi Simile Asonansi Antiklim aks

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini hanya mengungkapkan gaya bahasa dan manipulasi paduan bunyi lirik lagu ciptaan Iwan Fals yaitu lirik lagu Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910.

Setiap penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif selalu berangkat dari masalah. Namun terdapat perbedaan yang mendasar antara

“masalah” dalam penelitian kuantitatif dan “masalah” yang akan dipecahkan melalui penelitian harus jelas, spesifik, dan dianggap tidak berubah, tetapi dalam kualitatif “masalah” yang dibawa oleh penetian masih remang-remang, bahkan gelap kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, “masalah” dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah (1) mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci, (2) bersifat deskriptif dengan analisis induktif, (3) proses dan makna lebih ditampakkan, dan (4) laporannya cenderung berbentuk narasi-kreatif-mendalam dan menunjukkan ciri-ciri naturalistik dan otentik.

38

(49)

Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan dua pertimbangan. Pertama, jenis data yang dibutuhkan tidak dimaksudkan untuk menjawab hipotesis, tetapi menggambarkan, mengungkapkan, dan menjelaskan (to describe, explore and explain) “apa yang ada” (apresiasi). Kedua, dalam melakukan kajian terhadap gaya bahasa dan manipulasi paduan bunyi lirik lagu lirik lagu Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910, peneliti terlibat langsung dan berperan sebagai instrumen kunci, baik dalam mengumpulkan data maupun dalam menganalisis data.

B. Data dan Sumber Data 1. Data

Data dalam penelitian ini adalah teks lirik yang diambil dari lirik lagu Iwan Fals. Data yang dimaksud adalah gaya bahasa dan paduan bunyi empat lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

2. Sumber Data

Data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini berasal dari teks-teks yang terdapat dalam kumpulan lirik lagu Iwan Fals. Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu sebanyak empat lagu. Keempat lagu tersebut, yakni Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910.

C. Definisi Istilah

Istilah dalam penelitian ini akan didefinisikan secara operasional untuk lebih jelasnya dipahami berikut ini:

(50)

1. Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunkan untuk meningkatkan efek dengan dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu, yang terdapat dalam lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

2. Paduan bunyi adalah perpaduan dari berbagai bunyi yang menghasilkan sesuatu yang bernilai estetik. Bunyi dalam sebuah lirik merupakan pengungkapan secara emotif yang terjadi dalam diri pengarang dan hendak mengungkapkan serta mempertegas tanda-tanda sehingga dapat memberikan efek estetis berupa penekanan terhadap makna yang akan diungkapkan yang terdapat dalam lirik lagu ciptaan Iwan Fals.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pada penelitian ini berkaitan dengan cara kerja dan strategi yang digunakan dalam pengumpulan data dan anaslisis data. Metode pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh bahan dan data konkrit sesuai dengan objek kajian.Terutama yang berhubungan erat dengan masalah penelitian. Dalam tahap pengumpulan data, penulis melakukan dua teknik penelitian yaitu teknik simak dan teknik catat.

Penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak ini juga memiliki teknik-teknik tersendiri. Ada pun teknik yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, yaitu :

(51)

a) Teknik Simak

Penelitian terhadap gaya bahasa dan manipulasi paduan bunyi dalam 4 lirik lagu ciptaan Iwan Fals yang berjudul Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910, di mana penulis terlihat serius dalam menyimak lagu Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910 yang menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data yang akan menjadi pembahasan mengenai analisis gaya bahasa dan manipulasi paduan bunyi dalam lirik lagu tersebut.

b) Teknik Catat

Data yang diperoleh dari kegiatan menyimak lirik lagu Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi, Surat Buat Wakil Rakyat, Nenekku Okem, 1910 dicatat kemudian dianalisis berdasarkan syarat ketepatan, kesesuaian, dan kelaziman.

Teknik ini dimaksudkan untuk memberkuat data yang diambil dan digunakan sebagai bagian dari sebuah penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data mengenai stilistika dalam empat lirik lagu Iwan Fals dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dengan adanya metode deskriptif kualitatif maka teknik analisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca lirik lagu dengan cermat dan teliti

(52)

2. Menganalisis stilistika, gaya bahasa, dan paduan bunyi empat lirik lagu Iwan Fals.

3. Mencari kata-kata, kalimat yang termasuk gaya bahasa, dan paduan bunyi yang terdapat dalam empat lirik lagu Iwan Fals.

4. Mengelompokkan gaya bahasa dan paduan bunyi yang terdapat dalam empat lirik lagu Iwan Fals.

Referensi

Dokumen terkait

Deteksi outlier merupakan suatu teknik untuk mencari obyek dimana obyek tersebut mempunyai perilaku berbeda dibandingkan obyek-obyek pada umumnya. Deteksi outlier

“ Korelasi Antara Motivasi Belajar dengan Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran Teknik Kerja Bengkel Di SMK Negeri 4 Bandung

Proses merubah dapat dilakukan dengan cara pilih tabel data yang akan. dirubah, kemudian pilih icon simpan maka akan muncul informasi apakah

Masih terdapatnya sebahagian besar siswa yang belum nemenfaatkan jasa kanscler sekelah untuk nsnyelesaikan masalah belajarnya.. Tidak semua guru, teman

KERANGKA TEORI DAN

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen