• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maqashid Syariah dalam Pandangan Jasser Auda 52

TINJAUAN UMUM TENTANG MAQASID SYARIAH DAN KESETARAAN GENDER DALAM CEDAW

A. Tinjauan Umum tentang Maqasid Syariah

3. Maqashid Syariah dalam Pandangan Jasser Auda 52

Jasser Audah memperkenalkan bahwa teori maqasid yang diklasifikasikan dalam berbagai cara, mengacu pada sejumlah dimensi yaitu tingkatan keniscayaan (level of necessity), ruang lingkup peraturan-peraturan yang mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan/, ruang lingkup

50

Abu Zahrah, Ushul al Fiqh, h.133. 51

Bani Syarif Maula, Kajian al Ahwal al Syakhshiyyah dengan Pendekatan Maqasid al Syariah, Stain Purwokerto,T.Th. h.10.

52

Professor Jasser Auda adalah salah satu pakar terkemuka saat ini di bidang maqashid syariah. Beliau anggota Dewan Eropa untuk fatwa dan penelitian; anggota pendiri Komite Dakwah pada Perhimpunan Sarjana Muslim Internasional, mengajar di fakultas studi-studi Islam di Doha, Uni Emirat Arab. Meraih gelar Ph.D di dua bidang, filsafat hukum Islam di universitas Wales, Inggris dan analisis system di universitas waterloo, kanada. Gelar master diraih di Islamic American university dengan tesis tentang maqashid syariah. Pernah menjadi Direktur Maqashid Center di London, Inggris. Pernah menjabat Deputi Direktur di Pusat Legislasi dan Etika Islam Di Doha. Pernah menjadi guru besar di fakultas hukum di Universitas Aleksandria, Akademi Islam di India, dan American University di Syarjah serta Universitas Waterloo, Kanada.

orang yang tercakup dalam tujuan-tujuan dan level-level universalitas sasaran-sasaran, memiliki kemiripan dengan hierarki kebuTuhan manusia yang dikreasi oleh Abraham Maslow di abad ke 20.53

Jasser Audah berusaha merepresentasikan maqasid dari masing-masing sudut pandang cendekiawan untuk melakukan reformasi dan modernisasi dalam hukum Islam. Jadi, pemahaman yang paling baik terhadap struktur maqasid adalah yang mendeskripsikannya sebagai struktur yang multi-dimensi di mana tingkatan keniscayaan, ruang lingkup aturan-aturan, ruang lingkup orang dan tingkatan universalitas, seluruhnya adalah dimensi-dimensi valid yang merepresentasikan pandangan-pandangan dan klasifikasi-klasifikasi yang valid.54

Jasser Audah setuju dengan Al Tahir Ibn „Asyur bahwa maksud kebebasan (huriyah), yang diajukan oleh sejumlah penulis dan para fakih kontemporer, berbeda dengan tujuan al „itq yang dikemukan oleh mazhab-mazhab tradisional. Al „itq hanya bermakna pembebasan dari perbudakan (rumusan yang sesuai dengan nuansa sejarah saat itu). Bagaimanapun juga makna dasar dari huriyah (kebebasan) adalah bagian dari konsep-konsep Islami yang diekspresikan dalam terma-terma yang berbeda-beda.55

Dalam bukunya Jasser Auda menyajikan penelitiannya terhadap evolusi teori-teori dan konsepsi-konsepsi maqasid, serta membuktikan

53

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 35.

54

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 318.

55

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 33.

67

bahwa konsepsi-konsepsi masa kini lebih selaras dengan isiu-isu masa kini dibandingkan konsepsi-konsepsi klasik.

Teori kontemporer menunjukkan, misalnya bahwa hifz al nasl yang berarti pelestarian keturunan, berkembang menjadi kepada keluarga bahkan sampai mengusulkan adanya sistem sosial Islami madani. Adapun hifz al

„aql yang berarti pelestarian akal berkembang menjadi perkembangan pemikiran ilmiah, perjalanan menuntut ilmu, menekan mentalitas ikut-ikutan bahkan menghindari imigrasi ahli ke luar negeri.56

Dalam teori maqasid kontemporer juga konsep hifz al ird, yang berarti pelestarian harga diri manusia dan menjaga hak-hak asasi manusia. Jasser Audah mengusulkan agar pendekatan berbasis maqasid terhadap isu hak-hak asasi manusia dapat mendukung deklarasi Islami hak-hak asasi manusia universal dan memberikan pandangan bahwa Islam dapat menambahkan dimensi-dimensi positif baru pada hak-hak asasi manusia. 57

Pemikirannya, menganjurkan pembangunan sumber daya manusia atau SDM sebagai ekspresi kontemporer dari kemaslahatan, yang bisa diukur secara empiris melalui target-target perkembangan SDM menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Jasser Audah berkesimpulan bahwa spesialisasi ilmu tidak menjadi halangan untuk menggunakan konsep-konsep yang relevan dari ranah-ranah yang berbeda dalam usaha-usaha penelitian. Hal demikian juga tidak

56

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 56.

57

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 320.

memonopoli sumber-sumber referensi sehingga membatasi kreativitas dan mengontrol ide-ide baru. dalam konteks-konteks perkembangan disiplin teori maupun fondasi hukum Islam (usul fikih), maka penting untuk terbuka terhadap ide-ide baru dari disiplin-disiplin lain. Jika tidak demikian, teori hukum Islam akan tetap terikat oleh batasan-batasan literatur-literatur dan manuskrip tradisional sehingga produk hukum Islam akan kadaluwarsa (outdated). 58

Jasser Audah mengajukan sejumlah fitur-fitur dasar sistem dan menggunakannya untuk menganalisis sistem hukum Islam, yaitu watak kognitif sistem (cognitive nature of system), kemenyuluruhan (wholeness), keterbukaan (openness), hierarki yang saling mempengaruhi (interrelated), multi-dimensionalitas (multi-dimensionality), dan kebermaksudan (purposefulness) sebagai inti fitur sistem yang ditekankan.

Teorinya membuktikan bahwa tidak ada asosiasi antara konsep Tuhan dengan ide sebab, kecuali hanya di pikiran para teolog yang menggunakan prinsip sebab untuk membuktikan eksistensi Tuhan. Jadi, prinsip holisme dapat memberikan alternatif dan argumen tekini terhadap eksistensi Tuhan dan bukti-bukti teologi klasik. Oleh karena itu, pendekatan sistem itu berguna untuk memberikan pembaruan kontemporer terhadap teologi.

Jasser Audah juga mengajukan sebuah usulan klasifikasi kecendrungan dalam teori hukum Islam kontemporer, sebuah usulan yang

58

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 321.

69

bersifat multi-dimensi yang menggabungkan antara dimensi otoritas dalil/sumber dan dimensi sikap menghadapi dalil /sumber hukum Islam.

Ia mengidentifikasi sumber-sumber dalam teori hukum Islam yaitu ayat-ayat alquran, sunnah, mazhab-mazhab fikih tradisional, kemaslahatan, argumen-argumen rasional dan nilai dan hak modern yang tertuang dalam beberapa kesepakatan internasional seperti deklarasi internasional HAM. 59

Ada beberapa saran khusus yang dibuat oleh Jasser Auda untuk mendukung fitur kebermaksudan dalam sistem hukum Islam, yang merupakan fitur paling fundamental bagi berfikir sistem,60 diantaranya; a. Otoritas yuridis (kehujahan) diberikan pada dalalah (implikasi) maksud. b. Prioritas adalah maksud, dalam hubungannya dengan implikasi-implikasi

lain, harus tunduk pada situasi yang ada dan pada tingkat kepentingan maksud itu sendiri.

c. Maksud suatu ungkapan harus menentukan validitas mafhum mukhalafahnya.

d. Ungkapan nash-nash tentang maksud-maksud hukum yang agung (maqasid), yang biasanya berupa ungkapan umum dan mutlak, tidak boleh ditakhsis maupun ditakyid (dibatasi) oleh nash-nash individual. e. Nilai-nilai moral harus memiliki status sebagai ilat (rasio legis) bagi

hukum-hukum yang terkait, di samping ilat-ilat literal yang diekstrak metode-metode tradisional.

59

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 326.

60

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 330.

f. Koherensi sistematik merupakan suatu usulan ekspansi koherensi isi versi klasik („adam syuzuz al matn).

g. Pendekatan maqasid dapat mengisi kesenjangan konteks-konteks yang hilang dalam riwayat hadis.

h. Maqasid dalam kaitannya dengan maksud-maksud nabi Saw, dapat juga digunakan dalam kontekstualisasi hadis-hadis berdasarkan usulan Ibnu „Asyur tentang maksud-maksud kenabian, yaitu legislasi, penertiban, peradilan, kepemimpinan, bimbingan, konsiliasi, saran, konseling dan non-instruksi.

i. Analisis yang cermat terhadap istinbath „ilat (konsistensi ilat) menunjukkan bahwa ilat biasanya dapat berubah dan tidak dapat didefenisikan dengan tetap, sebagaimana yang diklaim secara tradisional. j. Kontroversi terkait legitimasi mandiri terhadap kemaslahatan bisa

dihilangkan jika kemaslahatan itu dikaitkan dengan kebermaksudan yaitu diidentifikasikan dengan maqasid.

k. Istihsan adalah salah satu bentuk kebermaksudan dalam penalaran yuridis Islam, dan mazhab-mazhab fikih yang tidak mengesahkan istihsan, berusaha merealisasikan kebermaksudan melalui metode-metode yang lain.

l. Mempertimbangkan sarana seharusnya tidak terbatas pada sisi negatif pendekatan konsekuensialis yaitu pemblokiran sarana keburukan (sadd al

71

m.Ekspansi al Qarafi terhadap pemblokiran sarana yang juga mencakup pembukaan sarana kebaikan (fath al zara‟i), dapat dikembangkan lebih jauh melalui mekanisme pemantauan terus-menerus terhadap tujuan-tujuan kebaikan dan keburukan.

n. Analisis Ibnu „Asyur terkait dampak budaya-budaya arab terhadap hadis-hadis meningkatkan tujuan universalitas dalam hukum Islam.

o. Prinsip istishab disajikan sebagai suatu implementasi maksud-maksud agung hukum Islam, seperti keadilan, kemudahan dan kebebasan memilih.

Jadi, pendekatan maqasid membahas persoalan-persoalan yuridis pada tataran filosofis yang lebih tinggi, dan oleh karena itu melampaui perbedaan (historis) terkait politik antara-antara mazhab-mazhab fikih, dan mendorong kepada budaya konsiliasi dan hidup bersama dalam kedamaian, sebuah budaya yang dibutuhkan saat ini. Lebih dari itu, realisasi maqasid harus menjadi sasaran inti semua metode ijtihad linguistik dan rasional yang bersifat fundamental, dengan mengesampingkan variasi nama dan pendekatan. Oleh karena itu, validitas ijtihad apa pun seharusnya ditentukan berdasarkan tingkat keberhasilannya dalam merealisasikan fitur kebermaksudan dan merealisasikan maqasid syariah. 61

61

Jasser Auda, Maqasid Syariah As Philosophy Of Islamic Law: A System Approach: Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, h. 331.

B. Tinjauan Umum tentang CEDAW