• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Marital Role

1. Definisi Pernikahan

Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan memuat definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Gilarso, 1996). Ainsworth (dalam Lemme, 1995) mendefinisikan pernikahan adalah sebuah hubungan timbal balik yang didasarkan pada faktor emosional, seksual, dan saling ketergantungan satu sama lain.

Berdasarkan beberapa definisi pernikahan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah hubungan timbal balik dan kerjasama antara pria dalam perannya sebagai suami dan wanita dalam perannya sebagai istri yang didasarkan pada faktor emosional, seksual, dan saling ketergantungan satu sama lain dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

2. Definisi Peran Gender (Gender Role)

Liff (dalam Brannon, 1996) menyatakan bahwa peran gender sebagai suatu susunan tata perilaku yang layak atau tepat bagi jenis kelamin tertentu. William & Best (dalam Brannon, 1996) mengungkapkan bahwa peran gender adalah aktivitas yang dilakukan oleh pria dan wanita dengan frekuensi yang berbeda.

Konsep peran gender berhubungan dengan stereotipe gender. Stereotipe peran gender mengacu pada kepercayaan dan tingkah laku yang terkait dengan konsep maskulinitas dan feminitas. Ketika seseorang mengasosiasikan suatu pola perilaku pada pria maupun wanita, mereka percaya bahwa perilaku tersebut pasti berasosiasi dengan salah satu gender. Berdasarkan penjelasan tersebut, tampak bahwa stereotipe gender sangat mempengaruhi peran gender pria dan wanita dan membangun kategori peran gender secara sosial (Brannon, 1996).

Hoffman dan Kloska (1995) menjelaskan lebih dalam bahwa peran gender sebagai perbedaan sosial mengenai perilaku yang tepat bagi perempuan dan laki-laki. Brannon (1996) menyatakan bahwa peran gender laki-laki dan perempuan seperti halnya sebuah naskah yang diikuti oleh laki-laki dan perempuan agar dapat bertindak secara maskulin dan feminin dengan tepat. Peran gender lebih merujuk pada perilaku. Perilaku peran gender merupakan perilaku dari pola maskulin dan feminin, di mana bukan karena alasan bawaan adanya perbedaan pada pola tersebut namun karena pola tersebut telah diasosiasikan kepada laki-laki dan perempuan. Handayani dan Sugiarti (2001) menambahkan bahwa perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrat, namun dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi, dan peranan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa peran gender adalah perilaku maskulin dan feminin yang layak atau tepat

untuk diikuti oleh laki-laki dan perempuan yang dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi, dan peranan laki-laki dan perempuan.

3. Definisi Marital Role

Lemme (1995) menyatakan bahwa marital role merupakan pembagian peran dan tugas pasangan suami dan istri dalam pernikahan. Silalahi dan Meinarno (2010) memberikan penjelasan pembagian tugas dalam perkawinan ditentukan oleh bagaimana pasangan suami-istri menentukan tugas dan fungsi masing-masing pihak dalam perkawinan mereka. Scanzoni (dalam Hoffman dan Kloska, 1995) mengungkapkan dalam marital role terdapat pembagian tugas antara pasangan suami dan istri yang secara langsung dipengaruhi oleh pandangan peran gender pasangan tersebut. Cheal (2002) menambahkan bahwa dalam pernikahan terdapat perbedaan jenis aktivitas yang dilakukan oleh suami dan istri dalam rangka memenuhi kepentingan keluarga.

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa marital role adalah pembagian peran dan tugas antara suami dan istri dalam pernikahan yang dilakukan oleh pasangan demi kepentingan keluarga.

4. Tipe-tipe Marital Role

Dua kategori utama dalam marital role diidentifikasi berdasarkan pembagian peran dan tugas pada pasangan dalam pernikahan yaitu tradisional dan egalitarian (Lemme, 1995).

a. Traditional Marital Role

Menurut Altrocchi (dalam Altrocchi & Cosby, 1989)

traditional marital role relatif sangat menekankan peran gender pada pasangan. Pada traditional marital role, suami memiliki peran yang dominan dan merupakan kepala rumah tangga yang tak terbantahkan. Pekerjaan dalam rumah tangga dibagi berdasarkan stereotipe yang ada, di mana istri merawat hal-hal di dalam rumah dan pengasuhan anak, sedangkan suami bekerja di luar rumah (Lemme, 1995).

b. Egalitarian Marital Role

Pada egalitarian marital role peran gender fleksibel dan dapat dinegosiasikan, dan masing-masing individual dapat mencapai kesepakatan yang ditentukan oleh pilihan yang telah disepakati dalam pernikahan (Altrocchi & Crosby, 1989). Egalitarian marital role

mengacu pada hubungan suami istri yang lebih setara, di mana kekuatan dan otoritas dibagi bersama (Lemme, 1995). Pada model

marital role ini, suami dan istri dapat sama-sama bekerja, dan melakukan pekerjaan dalam rumah tangga seperti mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan melakukan pengasuhan anak dengan

lebih setara. Dengan kata lain, tidak ada pemisahan peran dalam keluarga (Cheal, 2002).

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa terdapat dua tipe pernikahan berdasarkan peran dan tugas pasangan dalam pernikahan, yaitu traditional marital role dan

egalitarian marital role.

5. Wanita dalam Traditional Marital Role

Wanita dalam traditional marital role lebih banyak mengurusi masalah pengasuhan anak dan perawatan rumah sedangkan pria mencari nafkah di luar rumah (Brannon, 1996). Fokus pekerjaan wanita jelas, yakni hanya berorientasi pada tugas-tugas domestik tanpa harus memikirkan pekerjaan di luar rumah. Keadaan tersebut menyebabkan wanita dalam

traditional marital role tidak mengalami konflik peran sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja.

Keadaan lain yang secara khas muncul akibat dari peran dan tugas wanita dalam traditional marital role, antara lain wanita yang banyak berorientasi pada urusan perawatan rumah dan pengasuhan anak menyebabkan wanita lebih memiliki banyak waktu di rumah dan bersama keluarga (Roeters, Lippe, & Kluwer, 2010). Selain itu, wanita yang lebih berorientasi pada urusan rumah tangga menjadi merasa memiliki nilai yang penting dan merasa dirinya tidak tergantikan dalam perannya sebagai istri dan ibu (Perry-Jenkins & Crouter dalam Renk et. al., 2003). Wanita

yang tetap setia pada peran domestik juga dapat menimbulkan perasaan bahwa wanita telah berada pada tempat yang tepat dan alamiah dalam masyarakat (Santrock, 2002).

Wanita dalam traditional marital role tidak mendapatkan dukungan dan bantuan suami di dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak sehingga wanita bekerja sendiri dalam pekerjaan tersebut. Selain itu, dalam traditional marital role juga tidak terdapat pembagian kekuatan dan otoritas dalam keluarga antara suami dan istri sehingga tidak ada kombinasi kekuatan antara suami dan istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

6. Wanita dalam Egalitarian Marital Role

Pergerakan kemajuan peran wanita dan meningkatnya pasangan karir ganda membawa pada pergeseran peran wanita dalam perilaku peran gender. Dengan kata lain, terdapat perubahan harapan pada pria dan wanita mengenai dirinya dan sesama pasangan dalam peran mereka di hubungan pernikahan. Tipe traditional marital role kini sudah semakin berkurang dan gagasan kesetaraan pria dan wanita dalam banyak hal semakin meningkat antara pria dan wanita (Mickelson, Claffey, & Williams, 2006). Pada egalitarian marital role tidak ada pemisahan peran di dalam keluarga. Pasangan suami istri cenderung melakukan jenis pekerjaan yang sama berdasarkan siapa yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tersebut (Cheal, 2000).

Keaadan yang muncul akibat dari peran dan tugas wanita dalam

egalitarian marital role ialah fokus pekerjaan wanita tidak hanya pada pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Fokus wanita juga terbagi lagi kepada hal-hal yang berhubungan dengan mencari nafkah, pengambilan keputusan keluarga, dll. Pada ibu yang bekerja, konflik peran dapat terjadi ketika wanita berusaha untuk secara sempurna menjalankan peran gandanya menjadi seorang ibu dan sebagai pekerja (Santrock, 2002). Wanita dalam marital role ini juga menghabiskan lebih sedikit waktu dalam pekerjaan rumah tangga daripada wanita pada tipe traditional marital role.

Kesetaraan peran dan tugas antara suami dan istri dalam

egalitarian marital role membawa dampak pada meningkatkan kontribusi suami pada pekerjaan dalam rumah tangga maupun pengasuhan anak (Cheal, 2000). Pendapat dari Young dan Willmott (dalam Cheal, 2000) pada egalitarian marital role ialah istri dan suami bekerja sama secara seimbang dalam hal pekerjaan rumah dan pengasuhan anak meskipun mereka juga telah bekerja penuh waktu di luar rumah. Pada egalitarian marital role terdapat pula kesetaraan dalam hal kekuatan dan otoritas dalam keluarga. Dengan demikian, istri memiliki kesempatan yang sama dalam hal mencari nafkah bagi keluarga maupun pengambilan keputusan bagi keluarga.

7. Aspek Marital Role

Scanzoni (dalam Hoffman & Kloska, 1995) menyatakan bahwa terdapat dua aspek dalam marital role, yaitu pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga, dan pembagian kekuatan dan otoritas dalam keluarga.

a. Pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga

Tugas dan peran dalam rumah tangga yang utama adalah bagaimana pembagian tugas dan peran antara suami dan istri dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak (Brannon, 1996).

1) Melakukan pekerjaan rumah tangga

Melalui pekerjaan-pekerjaan dalam rumah tangga akan dilihat bagaimana pembagian tugas dan peran pasangan suami dan istri dalam pekerjaan rumah tangga.

2) Melakukan pengasuhan anak

Tanggung jawab pada pengasuhan anak, dapat dilihat dari bagaimana pasangan suami dan istri menentukan pembagian tugas dan peran dalam kegiatan mengasuh anak.

b. Pembagian kekuatan dalam keluarga

Dalam aspek pembagian kekuatan dalam keluarga terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana pasangan suami istri mengatur pembagian kekuatan dalam keluarga. Beberapa hal tersebut antara lain : siapa yang memimpin dan menjadi kepala

keluarga, siapa yang melakukan pengambilan keputusan dalam keluarga, siapa yang menentukan peristiwa penting dalam keluarga, dan siapa yang mencari nafkah bagi keluarga (Altrocchi & Crosby, 1989).

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa terdapat dua aspek dalam marital role, antara lain pembagian peran dalam rumah tangga, dan pembagian kekuatan dalam keluarga.

Dokumen terkait