• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3. Marjin Pemasaran, Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran

Analisis marjin pemasaran dilakukan mulai dari nelayan/petani rumput

laut, pedagang pengumpul yang berada di sentra produksi rumput laut sampai

kepada pedagang besar dan eksportir rumput laut disajikan pada Tabel 9. Marjin

pemasaran tertinggi dari hasil pemasaran rumput laut dari nelayan/petani sampai

ke tingkat eksportir menunjukkan bahwa pada pola jalur pemasaran 4 dengan nilai sebesar Rp 5 831/kg. Tingginya marjin pemasaran pada pola pemasaran 4 tersebut

disebabkan para pedagang pengumpul 1 langsung menjual rumput lautnya ke

tingkat eksportir, sehingga pedagang pengumpul 1 memperoleh harga yang lebih

tinggi karena dapat mengakses pasar dengan mudah. Sementara itu, harga di

tingkat nelayan/petani rumput laut disesuaikan dengan harga yang telah disepakati

oleh para pedagang pengumpul.

Di lain pihak marjin pemasaran terendah diperoleh pada pola jalur

pemasaran 2 dengan nilai sebesar Rp 5 397/kg. Pada pola pemasaran ini

76

sehingga penetapan harga sepenuhnya ditetapkan oleh pedagang pengumpul 1.

Penetapan harga beli rumput laut disesuikan dengan kualitas dan volume rumput

laut yang dibeli dari nelayan/petani. Rincian hasil analisis marjin pemasaran dan

farmer s share pada setiap pola jalur pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Marjin Pemasaran dan Farmer s shareRumput Laut Eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, 2009 (per kg)

No Uraian Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4

1. Petani a. Harga Jual 4 684 5 060 5 035 4 626 2. PP1 a. Harga Beli 4 684 5 060 5 035 4 626 b. Biaya Sortasi 66 66 66 66 c. Biaya Transportasi 337 123 337 948 d. Biaya Retribusi 50 50 50 50 e. Harga Jual 7 133 6 022 6 965 8 255 f. Keuntungan 1 996 773 1 527 2 615 g. Marjin Pemasaran 2 449 962 1 930 3 629 3. PP2 a. Harga Beli - 6 022 - -b. Biaya Transportasi - 363 - -c. Biaya Retribusi - 50 - -d. Harga Jual - 7 171 - -e. Keuntungan - 786 - -f. Marjin Pemasaran - 1 149 - -4. PB a. Harga Beli 7 133 7 171 6 965 -b. Biaya Transportasi 280 280 280 -c. Biaya Retribusi 300 300 300 -d. Harga Jual 9 274 9 274 9 274 -e. Keuntungan 1 561 1 523 1 729 -f. Marjin Pemasaran 2 141 2 103 2 309 -5. Eksportir a. Harga Beli 9 274 9 274 9 274 8 255 b. Biaya Simpan 455 455 455 455 c. Biaya Kirim 820 820 820 820 d. Harga Jual 10 457 10 457 10 457 10 457 e. Keuntungan f. Marjin Pemasaran 1 183 1 183 1 183 1 183 1 183 1 183 2 202 2 202 g. Marjin Pemasaran (total) 5 773 5 397 5 422 5 831

Hasil analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa pada pedagang

pengumpul, biaya transportasi merupakan komponen biaya terbesar dari struktur

biaya pemasaran. Biaya transportasi yang ditimbulkan oleh masing-masing pola

jalur pemasaran juga bervariasi. Biaya transportasi pada tingkat pedagang

pengumpul 1 masing-masing adalah Rp 123/kg, Rp 337/kg dan Rp 300/kg rumput

laut kering sekali angkut. Untuk pola jalur pemasaran 2, biaya transportasi untuk

tingkat pedagang pengumpul 1 adalah Rp 123/kg (menggunakan ojek motor)

karena biaya transportasi dinilai per satuan karung, sedangkan biaya para pedagang pengumpul ke pedagang besar dinilai per satuan mobil per sekali angkut

sehingga biayanya terhitung lebih murah. Kondisi tersebut disebabkan oleh

minimnya sarana transportasi dan prasarana jalan di lokasi budidaya yang kurang

memadai serta jarak tempuh yang cukup jauh dari lokasi budidaya rumput laut ke

ibukota kabupaten.

Margin pemasaran pada setiap pola jalur pemasaran diperoleh dengan cara

mengurangi harga jual di masing-masing tingkatan pedagang dengan harga jual di

tingkat nelayan/petani rumput laut. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh

bahwa semakin banyak jumlah pelaku pemasaran yang terlibat tidak

menyebabkan marjin menjadi lebih besar. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan

farmer s share yang diperoleh juga lebih besar, ini menunjukkan bahwa pola pemasaran tersebut efisien. Selanjutnya, bila dilihat dari segi persentase bagian

harga yang diterima nelayan/petani rumput laut (farmer s share) pada Tabel 9 tampaknya cukup besar pada masing-masing pola jalur pemasaran. Farmer s share terkecil diperoleh pada pola jalur pemasaran 4, yaitu sebesar 44.24 persen,

78

dan farmer s share yang terbesar diperoleh pada pola jalur pemasaran 2, yaitu sebesar 48.39 persen.

Rasio keuntungan dan biaya pemasaran rumput laut disajikan pada Tabel

10. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio keuntungan biaya terbesar terjadi

pada pola pemasaran 4 yaitu 2.06 persen dan yang terkecil ada pada pola

pemasaran 2 yaitu 1.70 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pola pemasaran 2

merupakan pola pemasaran yang rasio keuntungan dan biayanya lebih

menguntungkan para nelayan/petani rumput laut dan para pelaku pemasaran. Efisinsi pemasaran akan tercipta apabila berada dalam mekanisme pasar bersaing

sempurna dengan besarnya marjin pemasaran konstan dan bagian harga yang

diterima nelayan/petani rumput laut besar.

Walaupun pasar berada dalam mekanisme pasar bersaing tidak sempurna

yang sebabkan adanya ikatan sehingga tercipta pembeli yang dominan, namun

berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya menunjukkan bahwa pola jalur pemasaran 2 merupakan

pola pemasaran yang cukup efisien untuk dilakukan karena bagian harga serta

keuntungan dan biaya yang diperoleh cukup memberikan insentif untuk

meningkatkan usaha rumput lautnya dibandingkan dengan pola pemasaran

lainnya. Dengan demikian, ikatan yang terbentuk pada pola pemasaran 2 tidak merugikan para nelayan/petani rumput laut.

Rantai pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang secara

ringkas terdiri dari beberapa pelaku pemasaran, yaitu nelayan/petani rumput laut

di lokasi budidaya, pedagang pengumpul, pedagang besar, serta eksportir di

tergantung dari hubungan yang terbentuk antara nelayan/petani dengan pedagang

pengumpul. Nelayan/petani rumput laut yang memiliki ikatan dengan pedagang

pengumpul dapat meminjam modal usaha atau meminjam untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu mereka juga memiliki ikatan dalam

hubungan keluarga.

Tabel 10. Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottonidi Kecamatan Mangarabombang, 2009

No Lembaga Pemasaran Keuntungan Pemasaran (Rp/Kg) Biaya Pemasaran (Rp/Kg) Rasio Keuntungan Biaya (%) 1. Pola 1 a. PP1 1 996 453 4.41 b. PB 1 561 580 2.69 c. Eksportir 1 183 1 275 0.93 Total 4 740 2 308 2.05 2. Pola 2 a. PP1 773 239 3.23 b. PP2 786 413 1.90 c. PB 1 523 580 2.63 d. Eksportir 1 183 1 275 0.93 Total 4 265 2 507 1.70 3. Pola 3 a. PP1 1 527 453 3.37 b. PB 1 729 580 2.98 c. Eksportir 1 183 1 275 0.93 Total 4 439 2 308 1.92 4. Pola 4 a. PP1 2 615 1 064 2.46 b. Eksportir 2 202 1 275 1.73 Total 4 817 2 339 2.06 6.4. Struktur Pasar

Struktur pasar di Kecamatan Mangarabombang dapat diketahui dengan

menganalisis konsentrasi pasar, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar, dan

80

yang dihadapi oleh para nelayan/petani rumput laut di Kecamatan

Mangarabombang.

6.4.1. Konsentrasi Pasar

Metode yang digunakan untuk analisis struktur pasar adalah dengan

melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing pedagang

pengumpul dengan menghitung konsentrasi rasio empat pedagang terbesar (CR4)

sesuai yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Tingkat konsentrasi pasar mengukur derajat penguasaan pasar oleh empat pedagang. Semakin besar

penguasaan pasar terdapat kecenderungan keempat pedagang tersebut memiliki

kekuatan monopoli/monopsoni. Sehingga ada kecenderungan terjadi penentuan

harga yang tidak seimbang. Dengan demikian, struktur pasar yang terbentuk dapat

diketahui, apakah pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan sempurna atau

pasar persaingan tidak sempurna. Konsentrasi pasar di Kecamatan

Mangarabombang terdapat pada nelayan/petani rumput laut karena jumlah

nelayan/petani rumput laut cukup banyak. Pedagang besar yang berada di ibukota

kabupaten hanya berjumlah 3 orang. Pedagang besar melayani para pedagang

pengumpul 1 dan 2 yang jumlahnya cukup banyak. Ditinjau dari sudut pembeli,

bentuk pasar yang dihadapi pada tingkat nelayan/petani rumput laut bersifat

oligopsoni (banyak penjual sedikit pembeli).

Pada tingkat pedagang pengumpul, bila dilihat dari sudut pembeli,

perbandingan antar jumlah pedagang pengumpul dengan pedagang besar juga

berbanding jauh sehingga cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan jumlah pedagang besar di ibukota kabupaten terbatas. Pedagang besar

yang ada di lokasi penelitian memiliki daerah operasional yang tidak hanya pada

lokasi penelitian saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi

rumput laut lainnya, baik secara langsung maupun melalui perantara pedagang

pengumpul yang telah diberi modal.

Dengan demikian, pedagang pengumpul cenderung menjadi pihak

penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang besar. Jika dilihat dari sudut pembeli dan hasil analisis jalur pemasaran

rumput laut, struktur pasar pada pedagang besar adalaholigopsoni. Namun, dari 3 pedagang besar yang ada di kabupaten, hanya satu pedagang besar yang

menguasai dan paling dominan dalam melakukan pembelian rumput laut di

Kecamatan Mangarabombang. Sebesar 87 persen volume rumput laut yang

dihasilkan di Kecamatan Mangarabombang di jual kepada pedagang besar yang

memiliki modal dan penguasaan terbesar di lokasi tersebut.

Pola pemasaran 2 dan 3 merupakan jalur pemasaran yang dibentuk oleh

pedagang besar untuk mengikat para pedangang pengumpul dan nelayan/petani

untuk mendapatkan suplai rumput laut yang berkelanjutan. Harga rumput laut

sepenuhnya ditentukan oleh pedagang besar berdasarkan mutu rumput laut yang

telah ditetapkan oleh pedagang besar. Sementara itu, pada tingkat eksportir jika

dilihat dari sudut pembeli struktur pasar yang terbentuk mengarah pada pasar

oligopsoni. Daya tawar pedagang besar relatif kecil dimana eksportir yang bertindak sebagai penentu harga dalam pembelian rumput laut. Berdasarkan

uraian di atas terlihat bahwa pasar rumput laut di lokasi penelitian berada dalam

82

Rasio konsentrasi pedagang pengumpul dilakukan pada empat pedagang

pengumpul terbesar (CR4) di Kecamatan Mangarabombang. Pengelompokan

empat pedagang pengumpul tersebut berdasarkan pada volume penjualan yang

dilakukan dalam pemasaran rumput laut tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 11

diketahui bahwa pangsa pasar para pedagang pengumpul 1 adalah 43.68 persen

dan pangsa pasar para pedagang pengumpul 2 adalah 47.20 persen dari total

volume penjualan yang mencapai 2 500 ton pada tahun 2008. Dari data tersebut

menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk di Kecamatan Mangarabombang adalahweak oligopsonist market structure.

Tabel 11. CR4 Pedagang Pengumpul di Kecamatan Mangarabombang, 2009

CR4

PP1 PP2

No

Penjualan (ton) Pangsa Pasar Penjualan (ton) Pangsa Pasar

1. 375 15.00 415 16.6

2. 325 13.00 370 14.8

3. 275 11.00 225 9

4. 117 4.68 160 6.4

Rata-rata 2 500 43.68 2 500 46.80

Hal tersebut menunjukkan adanya hambatan masuk pasar bagi pedagang

pengumpul baru karena membutuhkan modal besar untuk membeli hasil panen

nelayan/petani. Sebanyak 80 persen nelayan/petani rumput laut menerima pembayaran secara tunai. Adanya ikatan yang kuat anatara nelayan/petani rumput

laut dengan pedagang pengumpul juga merupakan hambatan masuk pasar karena

demikian penguasaan terhadap nelayan/petani rumput laut cukup besar sehingga

memiliki peluang untuk menguasai pangsa pasar.

6.4.2. Diferensiasi Produk

Diferensiasi produk berhubungan dengan sifat produk yang

diperdagangkan, produk, pengemasan dan merek serta dari mana produk tersebut

berasal. Pedangang/pembeli akan membeli dengan harga yang lebih tinggi untuk

mutu produk yang lebih baik, pengemasan dan penamaan produk serta dari mana produk tersebut di produksi. Dari hasil pengamatan di lapangan, pada tingkat

nelayan/petani rumput laut tidak dilakukan diferensiasi produk karena rumput laut

yang dihasilkan adalah rumput laut mutu III yang kadar airnya masih tinggi dan

tingkat kotoran dan garam yang cukup tinggi. Pembersihan rumput laut dilakukan

sepenuhnya oleh para pedagang pengumpul 1, sementara itu, pedagang

pengumpul 2 dan pedagang besar tidak melakukan pembersihan rumput laut yang

dibeli.

Rumput laut yang diperdagangkan oleh para pedagang pengumpul 1

adalah rumput laut kering. Kualitas rumput laut yang dipasok sangat diperhatikan

oleh para eksportir. Selama rumput laut yang dipasok tidak terlalu jelek, rumput

laut tersebut akan diterima oleh eksportir untuk memenuhi kuota ekspor rumput laut. Oleh sebab itu, rumput laut yang dibeli masih harus dilakukan pengolahan

ulang agar dapat meningkatkan kualitas yang masih rendah walaupun di tingkat

pedagang pengumpul 1 sudah dilakukan pembersihan terlebih dulu. Pada Tabel

12, sebesar 28.67 persen rumput laut yang dihasilkan oleh nelayan/petani rumput

84

II dengan kadar air dan tingkat kotoran dan garam yang sesuai dengan permintaan

langganan.

Para pedagang pengumpul berperan sebagai penentu harga rumput laut

bagi para nelayan/petani rumput laut. Informasi harga rumput laut ditetapkan

berdasarkan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Kondisi ini menunjukkan

bahwa harga rumput laut sangat dipengaruhi oleh mutu yang dihasilkan, dengan

demikian struktur pasar rumput laut mengarah pada pasar oligopsoni. Menurut Douglas (2001), produk yang dipasarkan dalam pasar oligopsoni ini berupa produk yang atributnya telah distandardisasikan. Berdasarkan uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa struktur pasar rumput laut di tingkat pedagang

pengumpul adalah bersifat bersaing tidak sempurna.

Tabel 12. Persentase Rumput Laut yang Dihasilkan di Kecamatan Mangarabombang, 2009

Produk Persentase (%)

Rumput laut mutu I 0

Rumput laut mutu II 28.67

Rumput laut mutu III 71.33

6.4.3. Hambatan Masuk Pasar

Hambatan masuk pasar merupakan suatu hal yang memungkinkan

terjadinya penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya

pedagang pengumpul baru akan menimbulkan pesaing bagi pedagang pengumpul yang sudah ada dan dapat terjadi perebutan pasar serta perebutan sumberdaya

produksi. Kondisi tersebut dapat menimbulkan ancaman bagi para pedagang

pengumpul yang sudah ada. Hambatan yang cukup besar banyak dihadapi oleh

nelayan/petani rumput laut. Hal ini disebabkan adanya ikatan yang kuat antara

para pedagang pengumpul lama dengan nelayan/petani rumput laut.

Hasil analisis MES (Minimum Efficiency Scale) pada tingkat pedagang pengumpul 1 sebesar 15 persen dan pada tingkat pedagang pengumpul 2 sebesar

16.6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan masuk ke pasar rumput laut di

Kecamatan Mangarabombang cukup sulit, karena nilai MES pada masing-masing

tingkatan lebih dari 10 persen. Sehingga tidak mudah bagi para pedagang

pengumpul baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Selain membutuhkan modal yang cukup besar juga disebabkan telah adanya ikatan yang kuat diantara

nelayan/petani rumput laut dengan pedagang pengumpul setempat.

Hambatan bagi pedagang besar untuk masuk pasar juga relative besar, hal

ini disebabkan telah terjalin ikatan yang kuat antara pedagang besar dengan para

pedagang pengumpul, sehingga sulit bagi pedagang besar yang baru untuk

mengajak pedagang pengumpul beralih menjual rumput lautnya ke pedagang

besar yang lain. Selain itu, para pedagang besar yang baru harus memiliki modal

yang cukup besar untuk dapat memberikan pinjaman modal kepada pedagang

pengumpul agar dapat membeli rumput laut secara tunai dari para nelayan/petani

rumput laut. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa para pedagang

pengumpul 1 yang memiliki rumput laut dalam jumlah banyak dan tidak terikat dengan pedagang besar di tingkat kabupaten dapat melakukan penjualan langsung

ke eksportir. Para pedagang pengumpul 1 yang melakukan pemasaran rumput laut

pada pola jalur pemasaran ini disebabkan adanya ingin untuk mendapatkan harga

yang lebih tinggi, selain itu karena pedagang pengumpul tersebut memiliki

86

Sama halnya dengan para pedagang besar, hambatan untuk memasuki

pasar di tingkat eksportir juga cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya

modal yang harus dimiliki, resiko yang relatif tinggi, akses ke pasar luar negeri

yang cukup sulit, serta persaingan harga diantara para eksportir. Resiko yang

sering dihadapi oleh para eksportir adalah mutu rumput laut yang mereka beli

tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Selain itu, fluktuasi nilai

tukar rupiah yang cukup tinggi, sehingga sering kerugian diakibatkan perubahan

nilai tukar rupiah yang terjadi sewaktu-waktu. Penentuan harga pembelian rumput laut di tingkat pedagang pengumpul sepenuhnya ditentukan oleh eksportir.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Ekspor Daerah Sulawesi

Selatan menunjukkan jumlah eksportir rumput lautEucheuma cottoni yang ada di Makassar sekitar 28 perusahaan. Namun, berdasarkan hasil observari di lapangan

selama penelitian berlangsung, jumlah ekportir yang terkait dengan pedagang

besar rumput laut di kabupaten jumlahnya hanya 3 perusahaan ekspor. Setiap

eksportir memiliki pedagang besar yang bertanggung jawab melakukan pembelian

rumput laut di setiap sentra produksi rumput laut. Struktur pasar di tingkat

eksportir adalah bersifat oligopsoni. Struktur pasar yang terbentuk pada berbagai tingkat lembaga pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang dapat

dilihat pada Tabel 13.

Persyaratan mutu yang telah ditetapkan pihak eksportir adalah kadar air

antara 31–35 persen dengan kadar kotoran dan garam maksimal 5 persen dan

rendemen minimal 25 persen yaitu rumput laut mutu I. Rumput laut yang tidak

memenuhi persyaratan mutu tersebut akan dibeli dengan melakukan penyesuaian

masih dapat ditingkatkan maka rumput laut tersebut akan dibeli oleh para

eksportir. Namun, untuk rumput laut yang berasal dari ikatan kerjasama antara

eksportir dengan pedagang pengumpul, akan diserap seluruhnya oleh para

eksportir walaupun kualitas rumput lautnya rendah. Harga rumput laut yang

diterima oleh para eksportir tergantung dari harga rumput laut dunia, dan harga

tersebut ditetapkan berdasarkan nilai dollar. Para ekportir selain membeli rumput

laut di wilayah Makassar juga melakukan pembelian dari luar Makassar dengan

alasan tingginya harga di Makassar, selain itu rumput laut yang diperoleh dari luar Makassar mutunya lebih baik. Secara keseluruhan pada Tabel 13, struktur

pasar pada masing-masing tingkatan pemasaran adalaholigopsoni.

Tabel 13. Struktur Pasar Berbagai Tingkat Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang, 2009

Tingkatan Pemasaran Struktur Pasar

Pedagang Pengumpul Oligopsoni

Pedagang Besar Oligopsoni

Eksportir Oligopsoni

6.4.4. Informasi Pasar

Informasi pasar yang diperlukan dalam pemasaran rumput laut adalah

informasi harga yang terbentuk antara pedagang pengumpul 1 dan 2 dengan

pedagang besar di ibukota kabupaten serta eksportir di ibukota provinsi.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan wawancara dengan sejumlah 150 responden nelayan/petani rumput laut, diperoleh keterangan bahwa terjadinya

perubahan harga sangat dipengaruhi oleh kondisi musim panen dan ketersedian

88

yaitu dari bulan Desember sampai April (musim hujan) untuk kawasan teluk,

periode tersebut memperoleh hasil produksi cukup berlimpah dengan kualitas

hasil panen cukup baik karena kondisi musim hujan salinitas air agak rendah

sehingga sesuai untuk persyaratan tumbuh rumput laut. Selain itu, pada musim

tersebut kawasan Teluk Puntondo dan Laikang di Kabupaten Takalar cukup

terlindung dari deraan ombak.

Tetapi pada kondisi ini, nelayan/petani rumput laut dihadapkan pada

masalah kesulitan melakukan penjemuran rumput laut segar yang dihasilkan. Pada lokasi penelitian tidak tersedia alat pengering sehingga kualitas rumput laut

kurang baik karena penjemuran rumput laut hanya mengandalkan sinar matahari.

Oleh sebab itu, harga yang diterima petani rendah sesuai dengan kualitas rumput

laut yang dihasilkan. Selain itu, factor volume rumput laut juga cukup

menentukan harga, semakin besar volume rumput laut yang dijual harga per

satuan unit penjualan juga semakin tinggi. Pada kondisi perairan laut lepas

(perairan laut flores), budidaya rumput laut yang produktif berada pada bulan Mei

sampai Nopember (musim kemarau) karena terlindung dari ombak dan suplai air

tawar yang seimbang dari Sungai Allu. Kualitas rumput laut yang dihasilkan juga

cukup bagus karena simar matahari pada periode tersebut cukup tersedia untuk

pengeringan hasil panen rumput laut.

Dalam mengakses informasi harga, para nelayan/petani rumput laut dapat

memperoleh dan mengetahuinya dari para nelayan/petani rumput laut lainnya

yang telah melakukan transaksi penjualan terlebih dahulu. Selain itu, para

nelayan/petani rumput laut juga dapat memperoleh informasi harga rmput laut

informasi harga yang diperoleh nelayan/petani rumput laut tidak membuat posisi

tawar para nelayan/petani rumput laut menjadi lebih kuat atau dapat menjual

rumput laut yang dihasilkannya kepada para pedagang pengumpul yang lain. Hal

ini disebabkan adanya standarisasi produk dan keterikatan nelayan/petani rumput

laut dengan para pedagang pengumpul, sehingga para nelayan/petani rumput laut

harus menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang telah menjadi

langganan tetapnya. Informasi harga yang diperoleh para nelayan/petani rumput

laut hanya dapat dijadikan bahan referensi agar harga rumput laut yang mereka terima tidak terlalu jauh berbeda dengan harga rumput laut yang ada dipasaran.

Hal tersebut terjadi karena para nelayan/petani rumput laut tidak memiliki

kekuatan dalam hal keuangan.

6.5. Perilaku Pasar

Perilaku pasar di analisis secara deskriptif dengan mengacu pada struktur

pasar yang telah berlaku. Perilaku pasar pada tingkat yang paling bawah pada

hakekatnya merupakan turunan secara kumulatif dari sistem dan perilaku dari para

pelaku pemasaran diatasnya. Kesepakatan yang terjadi diantara para

nelayan/petani rumput laut dengan para pedagang pengumpul yang berada di

lokasi budidaya rumput laut adalah para pedagang besar yang berada di ibukota kabupaten tidak diperkenankan melakukan pembelian langsung ke petani/nelayan

rumput luat agar tidak terjadi spekulasi harga beli rumput laut di tingkat

nelayan/petani. Oleh sebab itu, pedagang besar memiliki kaki tangan yang berada

di lokasi budidaya rumput laut tersebut. Hal tersebut menimbulkan beberapa

90

maupun yang akan masuk ke dalam pasar. Pemahaman kondisi pasar di tingkat

nelayan/petani dianalisis berdasarkan proses penentuan harga, sistem pembayaran

dan kerjasama pemasaran.

6.5.1. Penentuan Harga

Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan

pembelian rumput laut di Kecamatan Mangarabombang serta kerjasama diantara

pelaku pemasaran. Penentuan harga beli rumput laut di tingkat nelayan/petani rumput laut oleh pedagang pengumpul setempat dengan mekanisme penentuan

Dokumen terkait