• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar rumput laut Eucheuma cottoni kasus di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar rumput laut Eucheuma cottoni kasus di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN

PASAR RUMPUT LAUT

EUCHEUMA COTTONI

: KASUS DI

KECAMATAN MANGARABOMBANG, KABUPATEN

TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

WIWIEK HIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

WIWIEK HIDAYATI. Analysis of Structure, Conduct and Market Performance of Seaweed: Case Study of Mangarabombang Sub District, the District of Takalar in South Sulawesi (DEDI BUDIMAN HAKIM as a chairman and RATNA WINANDI as a member of the advisory committee)

Seaweed is one of the fisheries commodities could been increase rural farm incomes, absorb labors and increase foreign exchanges. Potential development of seaweed culture in South Sulawesi has not yet been optimally explored. There is a wide opportunity of seaweed both to increase production and export. The demand for seaweed also increases over time. However, farmers are still facing problem of low income earning from the seaweed culture that is being produced in the villages of Mangarabombang (Laikang, Punaga, Pattoppakang, Bontoparang and Panyangkalang),due to marketing problems, i.e. low price received by farmers that cause low income earning from seaweed culture. The objectives of the research were (1) to analyze the performance of seaweed marketing systems in term of market structure, conduct, and marketing performance, (2) to identify the institutional support of seaweed marketing, and (3) to identify the policy implication in term of seaweed marketing systems. The research was carried out from March to May 2009, involving 150 respondents out of the total 1.500 seaweed farmers in five villages of Mangarabombang sub-district. The analysis method was Structure Conduct and Performance (SCP). The results showed that the market structure of seaweed was oligopsony. The supporting component of institutional formation has not been well organized; therefore, its function has not optimal yet. In this connection, there is a need to generate farmer’s groups to improve it farmers’ negotiation power and to co-operate with institution providing assistance in developing seaweed marketing.

(3)

RINGKASAN

WIWIEK HIDAYATI. Analisis Struktur, Perilaku Dan Keragaan Pasar Rumput Laut Eucheuma Cottoni: Kasus Di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. (DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Ketua dan RATNA WINANDI sebagai Anggota Komisis Pembimbing)

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya budidaya rumput laut tersebut, masyarakat pesisir didorong untuk semakin mengembangkan potensi produksi rumput lautnya karena budidaya rumput laut paling cepat mmemberikan pendapatan kepada para nelayan/petani rumput laut. Salah satu daerah yang memiliki potensi sebagai penghasil rumput laut bernilai ekonomis adalah Perairan Flores dan Teluk di Kecamatan Mangarabombang. Model usahatani rumput laut dapat dilakukan dengan skala kecil dan menengah (UKM) maupun industri besar dan dapat menyentuh langsung kehidupan masyarakat di daerah-daerah pesisir. Kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan rumput laut tersebut diharapakan dapat mendorong kesempatan kerja (projob), pertumbuhan ekonomi (pro growth) serta kesejahteraan masyarakat (propoor) khususnya masyarakat di daerah-daerah pesisir.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja sistem pemasaran rumput laut, (2) menganalisis lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang berkaitan dengan pemasaran rumput laut dan (3) mengidentifikasi implikasi kebijakan dari sistem pemasaran rumput laut di Kecamatan mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data bulanan harga rumput laut pada tahun 2008. Model penelitian ini merupakan suatu model yang menganalisis pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan struktur, perilaku dan kergaan pasar.

(4)

kinerja dari lembaga penunjang di Kecamatan Mangarabombang belum optimal. Pola pemasaran yang menguntungkan nelayan/petani rumput laut dengan para pelaku pemasaran perlu dibentuk. Dengan cara membentuk kelompok-kelompok tani yang tergabung dalam suatu lembaga (koperasi) yang dapat mengakomodir kepentingan nelayan/petani, sehingga dapat berjalan dan berkembang dengan baik. Sehingga kontinuitas rumput laut dapat terus berjalan dan berkembang. Penyediaan informasi pasar merupakan salah satu langkah yang perlu dikembangkan lebih lanjut agar nelayan/petani rumput laut dapat mengaksesnya dengan mudah. Dengan melakukan pendampingan dan pembinaan dalam mengakses informasi harga, pendanaan serta kemitraan. Serta pengembangan budidaya rumput laut melalui sistem kemitraan merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan karena dengan kemitraan, kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan dapat terlaksana dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

WIWIEK HIDAYATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Moh. Frdaus, SP, MSi

(Dosen Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang:

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS

(Dosen Departemen Ilmu Ekonomi,

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SW T, atas rahmat dan

karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan

Keragaan Pasar Rumput Laut Eucheuma Cot t oni: Kasus di Kecamatan

M angarabombang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan .

Penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan selama penelitian,

baik berupa petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung hingga tersusunnya laporan penelitian ini. Ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M Ec. dan

Dr. Ir. Ratna W inandi, M S. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat

membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M . Sinaga, M S. selaku Ketua M ayor Ilmu Ekonomi

Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan

proses pembelajaran selama penulis kuliah di M ayor Ilmu Ekonomi

Pertanian.

2. Dr. M oh. Firdaus, SP, M Si selaku Penguji Luar Komisi dan Dr. Ir. Parulian

(9)

3. dan Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan

bagi perbaikan tesis ini.

4. Saudara-saudaraku terkasih (Kak Heri, Kak Kadafi, Kak riri, Rudi, Irda, Atong

dan Nila) untuk doa dan dukungannya kepada penulis.

5. Teman-teman EPN angkatan 2007 (Desi, Dian, M as Roni, W anti, M bak Asri,

Pak Zul, M as Ferry, M as Ambar, Pak Adi, Pak Narta dan Pak Suryadi) untuk

kebersamaan dalam suka dan duka selama perkuliahan dan proses

penulisan tesis ini.

6. Seluruh staf M ayor EPN (M bak Ruby, M bak Yani, M bak Aam, Ibu Kokom

dan Pak Husein) yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk

membantu penulis selama perkuliahan sampai akhir penulis menyelesaikan

studi.

7. Teman-teman 132 (Kak M uli, Kak Suri dan Uni) untuk dukungan dan

kebersamaannya di rumah kita.

8. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

namun telah banyak memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa

selama penulis kuliah di IPB.

Secara khusus dengan penuh rasa cinta kasih dan hormat, penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada budeku Prof. Dr. Ir. Sania

Saenong, M S dan t antaku Nurhalia, Spd atas segala dukungan dan doanya

untuk keberhasilan penulis. Terima kasih tak terhingga kepada yang tercinta

Ayahanda Surya W iraw an Saenong dan Ibunda Siti Helfi yang dengan sabar dan

tulus mendoakan dan memberikan dukungan moril untuk keberhasilan penulis.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Mei 1978

dari orang tua tercinta Bapak Surya Wirawan Saenong dan Ibu Siti Helfi. Penulis

merupakan putri kedua dari enam bersaudara.

Pada tahun 1990, penulis menamatkan pemdidikan dasar di SD Inpres

Watdek Tual, Maluku Tebggara. Pada tahun 1993 menamatkan pendidikan

menengah di SMP Negeri 2 Maros dan pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA

Negeri 2 Manokwari. Pada tahun 1996 penulis diterima pada program Diploma 3

Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin, Makassar,

Sulawesi Selatan dan melanjutkan pada program Sarjana Ekonomi dengam bidang

yang sama dan meraih gelar sarjana Ekonomi pada tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Negeri

Pangkep, Sulawesi Selatan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang. Penulis

melanjutkan Program Magister Sains di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 dengan sponsor Beasiswa

Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1.5. Keterbatasan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Komoditas Rumput Laut... 11

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu ... 12

III. KERANGKA KONSEPTUAL... 16

3.1. Structure Conduct PerformanceModel ... 16

3.2. Konsep Pemasaran ... 23

3.3. Efisiensi Pemasaran... 25

3.4. Kelembagaan Pelaku Pemasaran... 30

3.5. Elastisitas Transmisi... 35

3.6. Kerangka Pemikiran ... 36

IV. METODE PENELITIAN... 38

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 38

4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 38

(12)

4.4. Metode Analisis ... 41

4.4.1. AnalisisStructure Conduct PerformanceModel ... 41

4.4.2. Identifikasi Kinerja Lembaga Penunjang Pemasaran dan Kebijakan ... 46

V. GAMBARAN UMUM RESPONDEN RUMPUT LAUT... 48

5.1. Luas Areal Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang... 48

5.2. Karakteristik Nelayan/Petani Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang... 49

5.3. Karakteristik Lembaga Pemasaran Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang... 51

5.4. Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang... 53

5.5. Persyaratan Lokasi dan Lahan ... 55

5.6. Metode Tali Panjang/Rawai... 56

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 57

6.1. Analisis Usahatani Rumput Laut ... 57

(13)

Halaman

6.6. Perilaku Pasar... 89

6.5.1. Penentuan Harga ... 89

6.5.2. Sistem Pembayaran... 92

6.5.3. Kerjasama Pemasaran ... 94

6.6. Keragaan Pasar... 95

6.6.1. Analisis Marjin pemasaran danFarmer s Share... 96

6.6.2. Elastisitas Transmisi Harga ... 97

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT... 100

7.1. Kinerja Lembaga Penunjang... 100

7.1.1. Pengaturan Pasar... 100

7.1.2. Informasi Pasar ... 101

7.1.3. Penyuluhan dan Pelatihan ... 103

7.1.4. Sumber Dana ... 103

7.2. Implikasi Kebijakan... 104

VIII.KESIMPULAN DAN SARAN... 108

DAFTAR PUSTAKA... 111

LAMPIRAN…... 114

(14)

Nomor Halaman

1. Data Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut di

Sulawesi Selatan, Tahun 2002-2006 ... 6

2. Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Monopolistik,

Oligopoli dan Monopoli ... 22

3. Komposisi Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian

Kecamatan Mangarabombang ... 50

4. Komposisi Nelayan/petani Rumput Laut Menurut Tingkat

Pendidikan di Kecamatan Mangarabombang ... 51

5. Komposisi Tingkat Pendidikan Para Pedagang dan Eksportir ... 52

6. Analisis Usaha Rumput Laut Kering di Kecamatan

Mangarabombang, 2009 ... 114

7. Analisis Penerimaan Komposisi Biaya Usahatani Budidaya

Rumput Laut di Kecamatan Mangarabombang, 2009... 115

8. Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Pelaku

Pemasaran di Kecamatan Mangarabombang, 2009 ... 68

9. Marjin Pemasaran danFarmer s shareRumput Laut

Eucheuma cottonidi Kecamatan Mangarabombang, 2009 ... 76 10. Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Rumput Laut

Eucheuma cottonidi Kecamatan Mangarabombang, 2009 ... 79 11. CR4 Pedagang Pengumpul di Kecamatan

Mangarabombang, 2009 ... 84

12. Persentase Rumput Laut yang Dihasilkan di Kecamatan

Mangarabombang, 2009 ... 84

13. Struktur Pasar Berbagai Tingkat Pemasaran Rumput Laut di

Kecamatan Mangarabombang, 2009... 87

14. Sistem Penjualan Rumput LautEucheuma cottonidi Tingkat

Nelayan/Petani di Kecamatan Mangarabombang, 2009 ... 93

(15)

15. Analisis Elastisitas Transmisi Harga Pemasaran Rumput Laut

Eucheuma cottonidi Kecamatan Mangarabombang, 2009 ... 99

(16)

Nomor Halaman

1. Fluktuasi Harga Rumput LautEucheuma Cottoni ... 4

2. PendekatanStructure Conduct Performance... 19

3. Marjin Pemasaran... 28

4. Kerangka Pikir ... 37

5. Budidaya Rumput LautEucheuma cottoni dengan Metode Longline(rawai)... 58

6. Distribusi Volume Penjualan Rumput LautEucheuma cottonidi Kecamatan Mangarabombang ... 63

7. Jalur Pemasaran Rumput LautEucheuma cottoni di Kabupaten Mangarabombang, Takalar ... 64

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Usahatani Rumput Laut Kering di Kecamatan

Mangarabombang... 115 2. Analisis Penerimaan dan Komposisi Biaya Usahatani Rumput Laut di

Kecamatan Mangarabombang ... 116

(18)

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki perairan laut yang cukup luas dengan garis pantai

sepanjang 81 290 kilometer merupakan pantai terpanjang kedua di dunia setelah

Kanada. Perairan yang kaya akan mineral dan sinar matahari itu merupakan lahan

subur untuk pertumbuhan rumput laut. Negara kepulauan yang memiliki potensi

pengembangan rumput laut ini seyogyanya menjadi produsen utama komoditas

rumput laut di pasar dunia. Areal strategis yang dapat digunakan untuk budidaya

rumput laut di seluruh Indonesia meliputi wilayah seluas kurang lebih 1 380 931

hektar. Potensi daerah sebaran rumput laut di Indonesia sangat luas, baik yang

tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan di tambak tersebar hampir di

seluruh wilayah seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, dan Papua (Anggadiredja, 2008).

Potensi perairan laut yang dimiliki Indonesia tersebut, menjadikan

sumberdaya laut sebagai salah satu sumber perekonomian yang sangat penting

dan merupakan sumber mata pencarian nelayan yang hidup di desa-desa nelayan.

Faktor musim dan kejenuhan daerah tangkap merupakan hambatan yang dialami

oleh para nelayan dalam usaha penangkapan ikan untuk memperoleh hasil yang

memadai. Selain itu, keterbatasan modal dan keterampilan yang dimiliki oleh para

nelayan/petani rumput laut yang membuat mereka harus tetap mempertahankan

keberlangsungan hidup keluarganya. Oleh karena itu, pengembangan usahatani

pembudidayaan rumput laut merupakan peluang usaha yang cukup baik. Usaha

(19)

2

memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk bekerja pada pesisir pantai yang

terlindungi.

Usaha rumput laut, baik budidaya (on farm) maupun perdagangan (off farm) sangat prospektif. Rumput laut sangat berguna sebagai bahan makanan maupun bahan baku berbagai produk. Dengan bahan baku yang berlimpah dan

meningkatnya penggunaan lahan untuk budidaya rumput laut, menjadikan rumput

laut sebagai komoditas unggulan. Pada saat ini rumput laut telah dimanfaatkan

sebagai bahan baku industri agar-agar, karagenan, alginat, dan furselaran. Produk

hasil ekstraksi rumput laut banyak digunakan sebagai bahan pangan, bahan

tambahan, atau bahan campuran dalam industri makanan, farmasi, kosmetik,

tekstil, kertas, cat, dan lain-lain. Selain itu rumput laut juga digunakan sebagai

pupuk dan komponen pakan ternak atau ikan. Usahatani rumput laut ini sangat

tepat untuk dikembangkan sebagai upaya penyediaan lapangan kerja dan

memperluas kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan keluarga para

nelayan rumput laut, meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD),

dan penerimaan devisa negara.

Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki

potensi sumberdaya kelautan. Potensi pengembangan rumput laut pada areal

seluas 250 000 hektar di sepanjang 1 973 kilometer garis pantai. Hal tersebut

menyebabkan budidaya rumput laut dapat dilakukan di sepanjang pantai. Sulawesi

Selatan adalah provinsi yang memiliki produksi rumput laut terbesar kedua

setelah Negara Chili. Saat ini rumput laut yang dihasilkan Sulawesi Selatan adalah

rumput laut jenisGracilaria sp. danEucheuma cottoni1.

1

(20)

Data statistik ekspor rumput laut Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa produksi rumput laut tahun 2006 dari jenis

Gracilaria sp. sebanyak 25 261 ton atau 50.28 persen dari total produksi nasional danEucheuma cottoni sebanyak 50 285 ton atau 25.69 persen dari total produksi nasional. Tercatat volume ekspor rumput laut pada tahun 2007 mencapai 15 000

ton, menurun jika dibandingkan ekspor rumput laut pada tahun 2006 yang

mencapai angka 28 000 ton. Sementara itu realisasi ekspor komoditas rumput laut

per posisi September 2008 terhadap Desember 2007 mengalami penurunan hingga

24.29 persen atau 11 000 ton turun menjadi 8 000 ton. Namun dari sisi nilai,

ekspor rumput laut tersebut mengalami peningkatan sebesar 99.89 persen dari

US$ 4 700 000 pada September 2007 menjadi US$ 9 500 000 pada September

2008.

Pada tahun 2010 prediksi kebutuhan dunia akan rumput laut jenis

Eucheuma sp. akan mencapai 284 100 ton, prediksi produksi luar negeri akan mencapai 121 590 ton, prediksi produksi Indonesia akan mencapai 108 000 ton,

sementara itu prediksi produksi Sulawesi Selatan hanya mencapai 75 140 ton,

sehingga masih memiliki peluang pasar yang cukup potensial dalam

pengembangan rumput laut sebesar 72 510 ton untuk memenuhi kebutuhan dunia

akan rumput laut (Anggadiredja, 2007).

Usahatani budidaya rumput laut perlu ditingkatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan para nelayan/petani rumput laut. Salah satu faktor

pendorong yang dapat meningkatkan minat nelayan/petani rumput laut untuk

berproduksi adalah harga dari hasil produksi yang menguntungkan. Untuk

(21)

4

untuk meningkatkan respon nelayan/petani. Pada Gambar 1, menunjukkan bahwa

harga rumput laut pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup tinggi.

Hal tersebut disebabkan Philipinan sebagai salah satu Negara produsen rumput

laut dunia mengalami gangguan dalam memproduksi rumput laut sehingga

menyebabkan stok rumput laut di pasar internasional berkurang. Oleh sebab itu,

permintaan akan rumput laut semakin banyak menyebabkan harga rumput laut

menjadi tinggi. Harga rumput laut di tingkat eksportir mencapai Rp 18 000/kg,

sementara itu harga bibit rumput laut tidak mengalami peningkatan.

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2009

Gambar 1. Fluktuasi Harga Rumput Laut Eucheuma Cottoni, Januari 2006-Mei 2009

Masyarakat nelayan/petani telah menjadikan kegiatan budidaya rumput

laut sebagai sumber mata pencarian utama. Oleh karena itu, pengembangan

budidaya rumput laut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan perekonomian

masyarakat nelayan/petani khususnya dan perekonomian Provinsi Sulawesi

Selatan pada umumnya. Oleh sebab itu, rumput laut dijadikan sebagai salah satu

komoditas primadona dan unggulan daerah di Sulawesi Selatan, khususnya di

(22)

dilakukan kajian-kajian tentang aspek-aspek pemasaran rumput laut di Provinsi

Sulawesi Selatan.

1.2. Masalah Penelitian

Pengembangan pembudidayaan rumput laut Sulawesi Selatan saat ini

dilakukan di 16 kabupaten/kota yang memiliki pantai dan tambak. Daerah yang

kini sedang dilakukan pengembangan budidaya rumput laut secara besar-besaran

adalah Palopo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Bone, Wajo, Sinjai, Selayar,

Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, Barru dan Pinrang.

Jenis rumput laut yang dibudidayakan untuk daerah pesisir pantai adalah

Eucheuma sp. Ini berarti bahwa potensi rumput laut Sulawesi Selatan terbuka lebar dan itu sangat tepat seiring dengan adanya kebijakan pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan untuk menjadikan Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi

rumput laut dunia.

Data produksi rumput laut selama periode 2002-2006 pada Tabel 1,

diketahui bahwa produksi rumput laut basah mengalami penurunan. Penurunan

produksi rumput laut Sulawesi Selatan dari tahun 2002 sampai tahun 2006 adalah

sebesar 23.21 persen, dan penurunan produksi rumput laut Sulawesi Selatan pada

tahun 2005 terhadap 2006 adalah sebesar 1.44 persen. Sedangkan penurunan nilai

produksi rumput laut Sulawesi Selatan dari tahun 2002 sampai tahun 2006 adalah

sebesar 9.24 persen dan penurunan nilai produksi rumput laut pada tahun 2005

terhadap tahun 2006 adalah sebesar 2.90 persen.

Potensi pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan cukup

(23)

6

pengembangan rumput laut areal pesisir baru sekitar 10–20 persen yang

dimanfaatkan oleh para nelayan dari luas areal potensial yang dimiliki2.

Berdasarkan potensi yang dimiliki, maka bisa berpotensi menghasilkan rumput

laut jenisGracilaria sp.sebesar 320 000 ton danEucheuma cottonibisa mencapai 465 000 ton sehingga secara keseluruhan dapat berproduksi sebesar 785 000 ton

per tahun. Produksi maupun ekspor rumput laut Sulawesi Selatan sudah sangat

besar dan permintaan terhadap rumput laut Sulawesi Selatan juga semakin

meningkat. Namun rendahnya harga yang diterima oleh para nelayan/petani

rumput laut Sulawesi Selatan disebabkan adanya permasalahan dalam pemasaran.

Tabel 1. Data Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut di Sulawesi Selatan Tahun 2002–2006

Tahun Volume (ton) Nilai (US $) Harga (US $/ton)

2002 43 244 42 241 140 976.81

2003 58 946 63 715 298 1 080.91

2004 4 643 8 212 895 1 768.88

2005 2 991 8 393 430 2 806.23

2006 2 948 8 150 150 2 764.64

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006

Saat ini rantai pemasaran rumput laut masih menggunakan pola pemasaran

pedagang lokal, antar pulau, dan eksportir yang hampir merupakan model yang

sama di seluruh Indonesia. Nelayan/petani akan menjual hasil panennya pada

pedagang lokal sebagai pengumpul di pulau atau koperasi. Dari pedagang lokal

atau pedagang antar pulau dijual ke pedagang di kota. Selanjutnya, oleh pedagang

di kota rumput laut dijual ke industri di dalam negeri dan eksportir. Pemasaran

(24)

rumput laut di dalam negeri yang memiliki rantai pemasaran yang cukup panjang

disebabkan oleh tersebarnya unit-unit budidaya rumput laut di berbagai wilayah di

Indonesia. Dengan rantai pemasaran yang cukup panjang akan mempengaruhi

efisiensi pemasaran (Anggadiredja, 2008).

Saat ini hasil produksi rumput laut Indonesia berada di posisi kedua dunia

setelah Chili. Dari data Bappeda Sulawesi Selatan pada bidang jasa dan

perdagangan, rumput laut saat ini termasuk satu dari 10 komoditas ekspor yang

menjadi primadona. Pada tahun 2005, sebanyak 23 648 ton rumput laut diekspor

ke berbagai negara dengan nilai ekspor mencapai US$ 4.5 juta. Selain diekspor,

sebagian produksi rumput laut digunakan untuk memenuhi permintaan industri

dalam negeri. Sekitar 53 persen produksi rumput laut Indonesia berasal dari

nelayan/petani Sulawesi Selatan. Rumput laut yang dihasilkan adalah jenis

Gracilaria sp.untuk bahan baku agar-agar danEucheuma cottoniuntuk karagina. Masyarakat pesisir didorong untuk semakin mengembangkan potensi

produksi rumput laut karena budidaya rumput laut paling cepat memberikan

pendapatan kepada para nelayan/petani rumput laut. Salah satu daerah yang

memiliki potensi sebagai penghasil rumput laut bernilai ekonomis adalah Perairan

Flores dan Teluk di Kecamatan Mangarabombang. Model usahatani rumput laut

dapat dilakukan dengan skala kecil dan menengah (UKM) maupun industri besar

dan dapat menyentuh langsung kehidupan masyarakat di daerah-daerah pesisir.

Kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan rumput laut tersebut diharapakan

(25)

8

Perkembangan produksi rumput lau saat ini terkendala oleh masalah

pemasaran. Masalah pemasaran tersebut terkait dengan aspek-aspek kelembagaan,

jaringan pemasaran dan gap komunikasi antara nelayan/petani rumput laut dan pedagang serta eksportir. Dimana, bahan baku yang dipasok oleh nelayan/petani

rumput laut tidak memenuhi kriteria preferensi (kualitas, kuantitas serta ketepatan

waktu) dan harga jual yang terlalu tinggi, sehingga penjualan rumput laut sering

tidak dapat memenuhi biaya produksi. Selain itu, para nelayan/petani rumput laut

juga berhadapan dengan masalah lemahnya posisi nelayan/petani dalam

menetukan harga dari hasil produksi.

Perilaku pasar yang demikian dapat menyebabkan kondisi pemasaran

mengalami masalah. Harga pembelian rumput laut ditentukan secara searah

disebabkan oleh sistem informasi yang asimetri. Sehingga menyebabkan kondisi

yang tidak kondusif untuk mendukung pengembangan produksi rumput laut. Dari

uraian tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ada pada proses pemasaran

akan sangat berpengaruh terhadap usaha pengembangan budidaya rumput laut.

Oleh sebab itu, permasalahan yang terjadi pada pengembangan rumput

laut, khususnya dalam pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang

adalah: (1) lemahnya kelembagaan kelompok nelayan/petani rumput laut, (2)

kualitas rumput laut masih rendah, (3) permintaan pasar tinggi, volume produksi

masih kurang, (4) SDM pembudidaya masih rendah, (5) fluktuasi harga yang

masih tinggi, dan (6) ketersediaan bibit yang berkualitas baik masih kurang.

Dengan demikian, permasalahan utama yang penting untuk diketahui adalah

(26)

nelayan/petani serta bagaimana lembaga penunjang dan kebijakan dari sistem

pemasaran rumput laut yang ada di Kecamatan Mangarabombang.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kinerja sistem pemasaran rumput laut eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang

meliputi struktur, perilaku dan keragaan pasar.

2. Mengidentifikasi lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang berkaitan

dengan pemasaran rumput laut eucheuma cottoni di Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

3. Mengidentifikasi implikasi kebijakan dari sistem pemasaran rumput laut

eucheuma cottoni di Kecamatan mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sektor pemasaran rumput laut di Kecamatan

Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pembudidayaan rumput

di Kecamatan Mangarabombang dilakukan sepanjang pesisir pantai. Aspek yang

dianalisis dalam penelitian ini mencakup struktur pasar meliputi: konsentrasi

pasar, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar dan informasi pasar; perilaku

pasar meliputi: penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama pemasaran;

(27)

10

bagian keuntungan dan biaya pemasaran lembaga pemasaran, bagian yang

diterima oleh nelayan, mengukur derajat konsentrasi penjual atau pembeli yang

ada pada satu wilayah dalam pasar, dan elastisitas transmisi harga. Disamping itu

juga mempelajari keragaan lembaga pemasaran dan lembaga penunjang

pemasaran yang berkaitan dengan pemasaran rumput laut di Kabupten Takalar,

Sulawesi Selatan.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :

1. Rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan/petani rumput laut jenis

Eucheuma cottoni.

2. Lokasi budidaya rumput laut di Provinsi Sulwesi Selatan tersebar di beberapa

kabupaten, namun yang ditetapkan sebagai wilayah penelitian hanya pada

Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar yang merupakan salah

satu daerah sentra produksi rumput laut. Sehingga kesimpulan dari hasil

penelitian hanya berlaku pada lokasi penelitian.

3. Harga input dan harga output yang dihasilkan dalam usahatani rumput laut

ini menggunakan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung,

walaupun pada kenyataannya harga input dan harga output bervariasi

sepanjang tahun. Hal tersebut menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat

menggambarkan sistem pemasaran rumput laut secara komperhensif karena

baru dilakukan satu kali penelitian dan belum diujikan pada lokasi-lokasi

(28)

2.1. Komoditas Rumput laut

Rumput laut merupakan tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh

melekat pada substrak tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati,

tapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras

lainnya. Selain dapat melekat pada benda mati, rumput laut juga dapat melekat

pada tumbuhan lain secara epifitik. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut

sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi

terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrak, salinitas, temperatur,

intensitas cahaya, tekanan, dan nutrisi. Secara umum, rumput laut dijumpai

tumbuh di daerah perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir,

sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat melekat

(benthic) dan disebut jugabenthic algae (Anggadiredja, 2008).

Rumput laut atau seaweed sangat popular dalam dunia perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, rumput laut dikenal sebagai algae atau

masyarakat biasa menyebutnya ‘ganggang’. Rumput laut merupakan salah satu

komoditas hasil perikanan dan sebagai sumber utama penghasil agar-agar, alginat

dan karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik,

farmasi, dan industri lainnya seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan

pengalengan ikan. Oleh sebab itu, prospek rumput laut sebagai komoditas

perdagangan semakin cerah, baik dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri

(29)

12

Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan

cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di

perairan Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari

kelima marga tersebut, hanya genus-genusEucheumadanGracilaria yang sudah dibudidayakan. Rumput laut Eucheuma sp. mulai dibudidayakan secara masal pada tahun 1984 di Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Cening, Bali, serta

Lombok Timur (NTB). Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis

Eucheuma spinosumdengan bibit lokal dan Eucheuma cottoni dengan bibit asal Filipina. Sesuai dengan perkembangan pasar, saat ini yang lebih banyak

dibudidayakan adalah Eucheuma cottoni. Keberhasilan budidaya rumput laut

Eucheuma sp. sangat ditentukan oleh kondisi perairan yang berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang, dengan kondisi substrat dasar seperti ini

menunjukkan adanya pergerakan air yang baik sehingga cocok untuk budidaya.

SedangkanGracilaria sp. Merupakan jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan di muara sungai atau di tambak, meski habitat awalnya berasal dari laut. Hal ini

terjadi karena tingkat toleransi hidup yang tinggi. Jenis rumput laut ini dapat

ditanam secara polikultur dengan bandeng dan atau udang karena ketiganya

memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya.

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu

Berbagai kajian yang menggunakan pendekatan struktur, perilaku, dan

keragaan pasar telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang

menunjukkan adanya peran Pendekatan SCP dalam menganalisis produk-produk

(30)

umum penelitian Kurniawan mengemukakan bahwa bentuk karakteristik

kelembagaan pemasaran gaharu yang diterapkan adalah sistem patron-klien,

struktur pasar gaharu baik ditingkat kelembagaan pengumpul, maupun pedagang

kota adalah oligopsoni. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi

loyalitasnya kepada patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard. Sementara itu dengan masalah yang sama yaitu kelembagaan, Slameto (2003),

menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran yang menyatakan bahwa struktur

pasar pemasaran kakao cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar

yang cenderung terjadi transaksi pada pedagang yang sama, dimana harga

ditentukan oleh para pedagang karena belum dipatuhinyagrading dan standarisasi produk. Hukama (2003), dalam penelitiannya tentang pemasaran jambu mete

menjelaskan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk tidak memberikan

alternatif kepada petani, banyaknya pelaku pasar yang terlibat menyebabkan

hambatan untuk masuk dan keluar pasar sangat besar, dimana praktek penentuan

harganya didominasi oleh pedagang besar. Struktur pasarnya oligopsoni yang

mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Margin pemasarannya sangat

besar diakibatkan oleh banyaknya tambahan perlakuan-perlakuan pada produk.

Penelitian Harsoyo (1999), tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh

perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di

tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta

bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah

(31)

14

farmer s share. Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah efisien. Dari analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan

harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat petani.

Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis margin

pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian

harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen.

Penelitian tentang pemasaran rumput laut yang telah dilakukan oleh

Hikmayani et al. (1997), menjelaskan tentang struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di beberapa wilayah potensial di Indonesia. Metode yang

digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey dan analisis data yang

dilakukan adalah analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar

serta efisiensi pemasaran rumput laut. Hasil analisis pemasaran yang dilakukan

adalah lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut terdiri dari

pedagang pengumpul, pedagang besar serta industri ataupun eksportir dan struktur

pasar rumput laut bersifat oligopoli. Penelitian Zamroni (2005), tentang keragaan

sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di Bulukumba dan

Palopo. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan social dengan

menggunakan metode deskriptif, sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan

menggunakan analisis usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta R/C ratio

antara dua macam budidaya rumput laut. Hasil analisis menunjukkan bahwa

(32)

Gracilaria sp terdiri dari dua pelaku, yaitu pedagang tingkat 1 dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai tersebut digunakan

sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan pengepakan.

Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya tersebut layak untuk

dikembangkan karena mempunyai nilai kelayakan lebih dari satu. Dan penelitian

Yusuf (2005), tentang potensi pasar rumput laut di Indonesia. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif tabulasi. Dari

hasil penelitian diketahui bahwa rumput laut memiliki potensi pasar yang sangat

besar. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan rumput laut, dimana industri rumput

laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri 14 000 ton dan

pasar luar negeri 25 000 ton. Sedangkan di pasar internasional ternyata rumput

laut Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen, ini berarti Indonesia

berada pada posisi nomor dua setelah Philipina yang memasok hampir 80 persen

kebutuhan pasar dunia. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia

yang mengimpor rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia. Rumput

laut Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar sehingga perlu adanya

upaya peningkatan volume produksi rumput laut yang dibarengi dengan

kualitas/mutu sesuai standar yang diinginkan oleh konsumen baik dalam maupun

(33)

III. KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Structure-Conduct Performance Model

Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau

mengkombinasikan semua aspek dari sistem tataniaga, yaitu S (market

structure/struktur pasar), C (market conduct/perilaku pasar), dan P (market performance/keragaan pasar). SCP merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di

pasar. Sistem analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Joe Bain dalam

bukunya “Industrial Organization” yang menjelaskan mengenai hubungan yang dapat diramalkan antara struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar (Joe

Bain dalam Asmarantaka, 2008).

Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar dalam pasar yang secara

bersama-sama menentukan keragaan pasar secara keseluruhan. Penelitian tentang

kompleksitas masalah sistem pemasaran dapat menimbulkan kerancuan tanpa

adanya sistem atau organisasi yang mengarahkan penelitian, sehingga apa yang

menjadi dasar pemikiran dan apa latar belakangnya tidak menjadi jelas. Oleh

sebab itu, pendekatan yang dilakukan pada dasarnya adalah pendekatan deskriptif,

yaitu pendekatan SCP untuk mengevaluasi sistem pemasaran dan memberikan

saran perbaikan.

Satu pendekatan penting dalam studi market performance, antara lain adalah studi organisasi melalui analisis struktur pasar, yang menunjukkan

(34)

para pelaku pasar dan dalam hal ini berpengaruh pada keragaan pasar (Dessalegn

et al. 1998). Diantara karakteristik struktur yang terbesar dari pasar adalah tingkat konsentrasi, yaitu jumlah para pelaku pasar, ukuran distribusinya, dan kasus

kesulitan relatif untuk para pelaku untuk amannya masuk pasar. Pelaku pasar

merujuk pada kebiasaan atau strategi yang mereka gunakan sehubungan dengan

penentuan harga, pembelian, penjualan dan lain-lainnya yang mungkin

menggunakan bentuk informal kerjasama atau kolusi.

Beberapa pendekatan dapat digunakan dalam studi pemasaran (Purcell,

1979; Kohls dan Uhl, 2002) adalah :

1. Pendekatan produk (the commodity approach). Pada pendekatan ini, ditelaah atau dibahas segala aspek barang atau komoditi mulai dari titik produksi

sampai ke titik konsumsi, misalnya tentang sifat-sifat khas dari barang,

lembaga yang mentransfer, sumber-sumber permintaan dan penawaran,

fasilitas pemasaran serta peraturan pemerintah yang berhubungan dengan

barang yang bersangkutan.

2. Pendekatan fungsi (the functional approach). Pada pendekatan ini, pemasaran ditelaah dari sisi fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan. Beberapa fungsi

pemasaran tersebut adalah: (1) fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan),

(2) fungsi fisik (penyimpanan, transportasi dan prosessing), dan (3) fungsi

fasilitas (standarisasi, keuangan/modal, resiko, dan penelitian pasar).

3. Pendekatan institusi (the institutional approach). Pada pendekatan ini, evaluasi pemasaran dilakukan dengan mempelajari perantara dan struktur

bisnis yang membentuk proses pemasaran. Dalam pendekatan serba fungsi

(35)

18

pendekatan institusi difokuskan pada siapa yang mengerjakan fungsi

pemasaran.

4. Pendekatan perilaku (the behavioral systems approach). Dalam pendekatan ini, yang dianalisis adalah kegiatan yang ada dalam proses pemasaran, seperti

perubahan dan perilaku lembaga pemasaran.

Institusi pemasaran merupakan organisasi bisnis atau pelaku pasar yang

membangun kegiatan proses pemasaran. Dalam pendekatan ini elemen

manusianya mendapatkan penekanan. Pendekatan institusional dapat membantu

untuk memahami mengapa ada perantara dalam industri. Pendekatan fungsional

dan institusional sangat berguna untuk menganalisis keberadaan aktivitas

pemasaran.

Menurut Gonarsyah (2003), analisis mengenai struktur pasar meliputi

konsentrasi penjual dan pembeli, halangan untuk keluar masuk pasar serta tingkat

diferensiasi produk yang dihasilkan. Sementara analisis perilaku pasar dapat

dilihat bagaimana kebijakan penetapan harga, kompetisi non-harga yang muncul

serta pengeluaran untuk iklan menyangkut produk yang dihasilkan. Dan dari

analisis perilaku pasar, maka dapat dianalisis keragaan pasar yang tercermin dari

tingkat harga yang ditetapkan suatu industri, tingkat keuntungan yang

diperolehnya, investasi dan kegiatan riset dan pengambangannya.

Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan SCP, dimana dalam struktur pasar

terdapat tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar (market concentration) dan hambatan-hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry). Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya,

(36)

dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi

produk dan perilaku dalam strategi promosi. Kinerja industri biasanya dipusatkan

pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan kesinambungan

dalam distribusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku pasar merupakan

tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu dalam melaksanakan

strateginya dan kemampuannya dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

Sedangkan keragaan pasar adalah gabungan antara struktur pasar dan perilaku

pasar yang pada kenyataannya terjadi interaksi antar struktur pasar, perilaku pasar,

dan keragaan pasar yang tidak selalu linier, tetapi terkadang bersifat kompleks dan

saling mempengaruhi.

Sumber: Firdauset al. 2008

Gambar 2. PendekatanStructure Conduct Performance

Tipikal analisis model SCP untuk mengkaji keragaan pasar yang

umumnya berdasarkan:

1. Apakah margin pemasaran dari beberapa perilaku dalam sistem pemasaran

konsistensi dengan biayanya.

2. Apakah tingkat konsentrasi pasar cukup rendah (dan jumlah

perusahaan-perusahaan yang melakukan operasional dalam suatu pasar cukup besar)

umumnya diasumsikan bahwa suatu pasar dikatakan bersaing jika: (1) banyak

pembeli dan penjual dalan satu pasar, (2) tidak satupun dari pelaku pasar yang

ada memiliki kekuatan yang dominan untuk menekan pesaingnya, (3) tidak

(37)

20

satupun yang membuka atau menyembunyikan keterlibatan diantara para

pelaku pasar terkait dengan penentuan harga dan keputusan-keputusan

pemasaran lainnya, (4) tidak ada pembatasan yang dapat menghalangi dalam

mengakses sumberdaya, (5) para pembeli dan penjual bebas masuk pasar tanpa

ada perlakuan khusus terhadap kelompok tertentu atau individu tertentu, dan

(6) produk yang ada homogen, sehingga para konsumen merasa tidak beda

diantara barang yang ditawarkan dari berbagai jalur alternatif, untuk menjamin

kompetisi, yang asumsinya dapat menyebabkan penurunan biaya sampai pada

taraf terendah (Dessalegnet al. 1998).

Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang sangat penting untuk

diketahui karena akan mempengaruhi pembentukan harga suatu komoditas pada

tiap lembaga pemasaran. Oleh karena itu harga yang diterima produsen dan harga

yang dibayar oleh konsumen akhir akan menentukan seberapa besar marjin

pemasarannya. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar adalah suatu

dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun

industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut

berbagai ukuran seperti ukuran dan konsentrasi, deskripsi produk dan difersifikasi

produk, syarat-syarat kemudahan memasuki pasar dan sebagainya.

Struktur pasar dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan Indeks

Herfindahl untuk melihat derajat konsentrasi penjual atau pembeli pada pasar

rumput laut yang berada pada satu wilayah yang akan menunjukkan bentuk dari

pasar pada wilayah tersebut. Martin (1993) dalam Andriyanty (2005),

menggunakan ukuran Indeks Herfindahl untuk mengukur derajat konsentrasi

(38)

ini hanya menunjukkan kecenderungan struktur pasar, apakah pasar mengarah

pada bentuk pasar yang monopolistik atau bentuk pasar yang bersaing sempurna.

Concentration Ratio (CR) juga merupakan metode untuk mengukur derajat konsentrasi pasar. Cara penghitungan melalui CR terbagi atas CR1, CR2, CR3,

CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang akan

dinilai. Angka 1, 2 dan seterusnya mengindikasikan jumlah share perusahaan yang akan dinilai CR-nya. Rasio konsentrasi merupakan akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total output masing-masing

perusahaan yang mendominasi industri atau pendapatan penjualannya, dibagi

dengan total output atau penjualan keseluruhan industri (rasio pangsa pasar relatif

dari total output industri). Sementara perilaku dan keragaan pasar dianalisis

melalui indikator marjin pemasaran di antara lembaga-lembaga pemasaran rumput

laut di Sulawesi Selatan. Dimana, indikator ini didasarkan pada konsep efisiensi

pemasaran yang menekankan pada kemampuan meminimkan biaya-biaya untuk

melakukan fungsi-fungsi pemasaran.

Perilaku pasar merupakan tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam

menghadapi struktur pasar tertentu dalam rangka mendapatkan keuntungan

tertentu. Menurut Purcell (1979), kriteria untuk mengidentifikasi perilaku pasar

adalah penetapan kebijakan harga, tingkat persaingan non harga, kegiatan

periklanan, dan kegiatan dalam mengubah pangsa pasar. Perilaku pasar

menggambarkan tingkah laku kegiatan pembeli dan penjual, penentuan harga, dan

siasat pasar seperti potongan harga, perilaku curang dalam menimbang atau kolusi

(39)

22

Pada Tabel 2, sisi ekstrim pasar bersaing sempurna adalah pasar monopoli

atau monopsoni. Pasar monopoli ciri utamanya adalah pembeli tunggal. Oligopoli

adalah pasar dengan beberapa penjual, sedangkan oligopsoni adalah dengan

beberapa pembeli. Pasar monopolistik adalah situasi diantara pasar bersaing

sempurna dan oligopoli, yaitu terlalu banyak perusahaan namun pasar tidak cukup

kriteria tersebut menjadi pasar bersaing sempurna. Pada umumnya struktur pasar

hasil-hasil pertanian di pedesaan adalah pasar monopsoni atau oligopsoni. Pasar

tersebut ditandai oleh banyaknya penjual. Pada hakekatnya pedagang-pedagang

yang beroperasi di dalam pasar dikuasai oleh satu orang atau beberapa cukong

saja. Timbulnya pasar tersebut karena kurangnya persaingan diantara para

pedagang yang jumlahnya sedikit. Para pedagang dikuasai oleh satu atau

beberapa pedagang tertentu sehingga terbentuk persekongkolan yang pada

akhirnya akan menciptakan pembeli tunggal.

Tabel 2. Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Monopolistik, Oligopoli dan Monopoli

Keterangan Bersaing Sempurna

Monopolistik Oligopoli Monopoli

Jumlah penjual Sangat banyak Banyak Sedikit Satu Kesamaan

Sumber: Kohls dan Uhl, 2002

Struktur pasar dapat diketahui dengan menganalisis karakteristik dari

(40)

resultan atau saling mempengaruhi dari perilaku pasar dan keragaan pasar.

Perilaku pasar dapat dianalisis dengan melihat perilaku partisipan, strategi atau

reaksi yang dilakukan oleh partisipan pasar baik secara individu maupun

kelompok yang saling kompetitif. Sedangkan keragaan pasar dianalisis dengan

melihat dari hasil atau pegaruh dari struktur pasar dan keragaan pasar yang dalam

kenyataan dapat terlihat dari produk atau output, harga, dan biaya pada

pasar-pasar tertentu, yaitu : efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan

termasuk didalamnya nilai informasi, volume penjualan, dan efisiensi pertukaran.

3.2. Konsep Pemasaran

Definisi pemasaran produk atau komoditi pertanian yang merujuk pada

produksi produk dari tingkat usahatani ke lokasi konsumsi, hal ini disebut dengan

pendekatan gerbang pertanian (farm gate). Pemasaran adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna

tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran

dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Kohls dan Uhl

(2002), mendefinisikan pemasaran pertanian sebagai sistem dimana pemasaran

sebagai kegiatan bisnis yang melibatkan beberapa alur produk pangan dan

melakukan pelayanan mulai dari awal proses produksi sampai pada seluruh

segmen konsumen akhir.

Lamb (2001), berpendapat dari segi ekonomi, pemasaran merupakan

tindakan atau kegiatan yang produktif, menghasilkan pembentukan kegunaan,

yaitu kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan, sehingga mempertinggi

(41)

24

Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian kegiatan atau

aktivitas yang menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen.

Menurut Hammond dan Dahl (1977), pemasaran merupakan suatu rangkaian

kegiatan yang merupakan tahapan-tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk

membentuk atau mengubah input atau produk mulai titik awal produksi sampai ke

titik akhir konsumen.

Berdasarkan definisi tersebut, pemasaran merupakan suatu proses

berkesinambungan dan pada akhirnya membentuk suatu sistem dimana rangkaian

kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan terkoordinasi agar barang

dan jasa tersebut dapat bergulir lancar dari tangan produsen ke tangan konsumen

untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen akhir. Oleh karena tujuan

dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan konsumen akan produk dan jasa

melalui pertukaran, sehingga dengan mengusahakan agar pembeli memperoleh

barang dan jasa yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat

merupakan fungsi dan peranan dari pemasaran.

Purcell (1979), Gonarsyah (1996/1997), serta Khols dan Uhl (2002),

menjelaskan bahwa analisis sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui

pendekatan stuktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Dimana dikenal lima

pendekatan dalam analisis pasar yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan,

pendekatan komoditas, pendekatan system, dan pendekatan

permintaan-penawaran. Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan

sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategi mempengaruhi

penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Ukuran untuk melihat struktur pasar

(42)

diferensiasi produk. Perilaku pasar merupakan seperangkat strategi dalam

pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai

tujuannya masing-masing. Sementara itu keragaan pasar dapat diukur dengan

beberapa ukuran, perilaku pasar diukur melalui perubahan harga, biaya, marjin

serta distribusi pemasaran, jumlah komoditas yang diperdagangkan, dan elastisitas

harga.

3.3. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sering digunakan di pertanian dalam mengukur keragaan pasar.

Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari pada nelayan/petani, lembaga

pemasaran, konsumen, masyarakat umum dan pemerintah. Semakin tinggi

efisiensi pemasaran berarti keragaan pasar semakin baik, demikian pula

sebaliknya. Secara normatif pemasaran yang efisien adalah pasar persaingan

sempurna tetapi struktur pasar ini pada kenyatannya tidak dapat ditemukan.

Ukuran efisiensi pemasaran adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun

lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan produk atau komoditas

mulai dari nelayan/petani sebagai produsen sampai ke konsumen akhir. Purcell

(1979), menyatakan efisiensi pemasaran dapat ditinjau dari input-output yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga, dimana efisiensi operasional diukur

dengan marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya, sedangkan efisiensi harga diukur melalui korelasi harga dan elastisitas transmisi

harga untuk komoditi yang sama pada berbagai tingkat pasar.

Menurut Rogers (1986) dalam Hukama (2003), harga yang efisien adalah

(43)

26

yang optimal, alokasi sumberdaya yang tepat dan penyaluran yang tepat. Pasar

yang tidak efisien terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk

atau komoditas yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh sebab itu

efisiensi pemasaran terjadi jika: (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga

keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbaikan harga yang

dibayarkan konsumen kepada produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedia fasilitas

fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat. Belum efisiennya

pemasaran dari sistem tersebut akan menyebabakan aspek pemasaran ditentukan

oleh peran lembaga-lembaga pemasaran.

Menurut Tomek dan Robinson (1982), dalam menyampaikan komoditas

hasil pertanian dari produsen ke konsumen terdapat biaya pemasaran sehingga

terdapat perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang

diterima oleh produsen. Perbedaan ini disebut marjin pemasaran. Marjin dapat

didefinisikan dengan dua cara, yaitu (1) marjin pemasaran merupakan perbedaan

antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima

nelayan/petani atau (2) marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa

pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa

pemasaran.

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi margin

pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga

pemasaran yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer

share) yang diterima oleh nelayan. Dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang

(44)

pemasaran akan semakin besar dan semakin banyak lembaga pemasaran yang

terlibat dalam penyaluran pemasaran suatu komoditas, maka marjin pemasaran

akan semakin besar pula. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran

disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik

produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh kepuasan

dengan adanya aktifitas pemasaran.

Gambar 3 menjelaskan, bahwa kurva permintaan primer yang berpotongan

dengan kurva penawaran turunan membentuk harga di tingkat pengecer (Pr).

Sedangkan kurva permintaan turunan berpotongan dengan kurva penawaran

primer membentuk harga di tingkat nelayan (Pf). Hubungan antara kurva

permintaan primer (Dr) dengan kurva permintaan turunan (Df) adalah pada jumlah

barang sebanyak Q, maka harga di tingkat pengecer sebesar Pr dan harga di

tingkat petani sebesar Pf. Sedangkan hubungan antara kurva penawaran primer

(Sf) dengan kurva penawaran turunan (Sr) adalah pada jumlah penawaran sebesar

Q, dengan asumsi tidak ada stok sehingga Qr dan Qf adalah sama, maka harga di

tingkat pengecer sebesar Pr dan harga di tingkat nelayan sebesar Pf.

Kohls dan Uhl (2002), menjelaskan bahwa proses pemasaran melibatkan

berbagai kegiatan dan tingkah laku manusia dalam menyalurkan produk sampai

ke tangan konsumen. Analisis margin pemasaran bertujuan untuk melihat efisiensi

pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh

masing-masing pelaku pemasaran. Dimana, harga yang dibayarkan konsumen

adalah harga di tingkat pengecer. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima

oleh masing-masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayarkan

(45)

28

pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pemasaran. Menurut Lau

dan Yotopoulus (1971), efisiensi teknis sebagai hasil produksi yang dapat dicapai

untuk suatu kombinasi faktor produksi yang diberikan, efisiensi harga (alokatif)

didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan

dengan menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan

dengan harga inputnya, sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara

efisiensi teknis dan efisiensi harga.

Sumber: Hammond dan Dahl, 1977 Gambar 3. Marjin Pemasaran

Konsep marjin pemasaran sangat erat kaitannya dengan bagian harga yang

(46)

nelayan/petani merupakan bagian dari harga yang dibayarkan konsumen yang

dinyatakan dalam persentase. Hal ini dilakukan untuk mengetahui porporsi harga

yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati nelayan, atau untuk mengetahui

bagian harga yang diterima nelayan dari harga di tingkat pedagang pengecer.

Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran akan semakin besar

dan semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran

pemasaran suatu komoditas, maka marjin pemasaran akan semakin besar,

sehingga bagian harga yang diterima oleh nelayan akan semakin kecil. Hal

tersebut tidak hanya berkaitan dengan panjang atau pendeknya rantai pemasaran,

tetapi juga fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, sehingga dapat

mengakibatkan dorongan untuk berproduksi menjadi kurang.

Marjin pemasaran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang

harga dan biaya pemasaran. Marjin pemasaran merupakan selisih harga yang

dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen. Menurut

Hammond dan Dahl (1977), marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di

tingkat nelayan (Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Marjin pemasaran

hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan kuantitas

yang dipasarkan. Margin pemasaran yang dikalikan dengan kuantitas yang

ditawarkan adalah menghasilkan Nilai Margin Pemasaran atauValue of Marketing Margin (VMM). Menurut Atmakusuma (1984), biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pengaliran komoditi dari produsen sampai

kepada konsumen yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat

didalamnya. Biaya pemasaran pada dasarnya adalah semua biaya yang mencakup

(47)

30

pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, pajak, standarisasi, penyimpanan,

pengolahan, resiko, dan informasi pasar.

3.4. Kelembagaan Pelaku Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang melakukan

aktivitas bisnis pemasaran dalam menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen

kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau

individu lainnya. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran

merupakan badan-badan atau lembaga, baik perorangan maupun kelembagaan

yang berusaha dalam bidang pemasaran yang menggerakkan barang dari titik

produsen sampai ke titik kepada konsumen akhir melalui penjualan. Lembaga

pemasaran timbul disebabkan karena adanya keinginan konsumen untuk

memperoleh barang dan jasa yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang

diinginkan oleh konsumen. Dengan adanya lembaga pemasaran maka

fungsi-fungsi pemasaran dapat berjalan dengan baik guna memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen semaksimal mungkin. Dari jasa lembaga pemasaran tersebut

konsumen memberi balas jasa berupa margin pemasaran.

Rumput Laut merupakan komoditi ekspor yang tidak dikonsumsi

langsung oleh nelayan. Lokasi rumput laut yang tersebar mengakibatkan

diperlukannya lembaga pemasaran untuk memindahkan rumput laut tersebut dari

pusat produksi ke pusat konsumsi. Tersebarnya unit-unit produksi rumput laut ini

dapat menimbulkan struktur pasar yang tidak bersaing sempurna (Anwar, 1995).

Oleh karena itu aspek kelembagaan pemasaran menjadi hal harus diperhatikan.

(48)

produk-produk perikanan sangat beragam sekali tergantung dari jenis yang dipasarkan.

Ada komoditi yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dan ada pula yang

melibatkan hanya sedikit lembaga pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang

terlibat dalam proses pemasaran banyak, satu lembaga pemasaran dapat

melakukan satu atau lebih fungsi pemasaran, serta adanya kekuatan pembeli dan

penjual dalam menentukan harga.

Aliran produk-produk dari produsen sampai kepada konsumen akhir

disertai dengan peningkatan nilai guna, dimana peningkatan nilai guna tersebut

hanya akan terwujud apabila terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang

melaksanakan fungsi-fungsi pemasarannya atas komoditi rumput laut tersebut.

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut akan

mempengaruhi panjang pendeknya rantai pemasaran dan besarnya biaya

pemasaran. Besarnya biaya pemasaran akan mengarah pada semakin besarnya

perbedaaan harga antara nelayan/petani sebagai produsen rumput laut dengan

konsumen. Hubungan antara harga yang diterima oleh para nelayan produsen

dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Apabila semakin besar margin

pemasarannya akan menyebabkan harga yang diterima oleh nelayan/petani

produsen rumput laut semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem

pemasaran yang tidak efisien (Tomek dan Robinson, 1990).

Lembaga pemasaran pada hakikatnya berfungsi untuk memberikan

pelayanan kepada konsumen dengan melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti

fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Dalam memilih saluran

pemasaran, ada beberapa yang perlu dipertimbangkan seperti : (1) pertimbangan

(49)

32

pembeli, geografi pasar, kebiasan membeli dan volume pesanan, (2) pertimbangan

produk yang meliputi nilai barang perunit, berat barang, tingkat kesukaran, sifat

teknis barang, apakah barang tersebut memenuhi pesanan dan pasar, (3)

pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber

permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan,

dan (4) pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yaitu kesesuain

lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan.

Menurut Abbott dan Makeham (1990) bahwa, ada beberapa hal yang dapat

menunjang keberhasilan suatu proses pemasaran, yaitu :

1. Pengaturan pasar. Pemasaran dapat berjalan dengan baik apabila ada kekuatan

legal yang memaksa dalam perjanjian dan adanya perlindungan yang melawan

praktek-praktek kecurangan atau penggelapan.

2. Informasi pasar. Informasi sangat diperlukan oleh produsen, pedagang dan

konsumen untuk terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Informasi pasar

ini akan membantu menyeimbangkan permintaan dan penawaran dan

menghindari banjirnya produk kedalam pasar yang berkaitan dengan fluktuasi

harga. Para nelayan sangat memerlukan informasi tentang kemungkinan

jumlah penawaran dan harga serta kualitas dari rumput laut sebagai dasar

untuk membuat keputusan kapan merencanakan produksi dan penjualan.

3. Penelitian pasar. Membangun dan meningkatkan pemasaran sangat diperlukan

penelitian pasar, karena penelitian pasar mungkin dilakukan oleh perusahaan

agar dapat mengarahkan investasi mereka dan kebijakan pemasaran serta

menurunkan biaya, sehingga meningkatkan efisiensi, ini berarti perusahaan

(50)

4. Penyuluhan dan pelatihan. Banyak negara tropis memiliki kekurangan tenaga

terlatih merupakan pembatas utama dalam membagun pemasaran.

5. Promosi dagang. Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemasaran.

Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan poster, media massa, radio, dan

televisi, atau harga perkenalan secara langsung kepada pengecer. Dengan

cara-cara tersebut sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi penjual dan

konsumen.

6. Sumber dana. Akses terhadap lembaga keuangan sangat penting pada semua

tahap pemasaran. Para nelayan sangat memerlukan dana sebelum dan selama

proses produksi untuk membiayai produksinya, dan dana juga mungkin

dibutuhkan setelah panen agar para nelayan dapat menyimpan sebagian hasil

produksinya sampai harga menjadi naik. Sementara itu pedagang besar

memerlukan dana jangka pendek untuk membayar para nelayan sebelum

menjual kembali barang dagangannya. Dan dana jangka panjang dibutuhkan

untuk membiayai penyimpanan, transportasi, peralatan, dan sebagainya.

3.5. Elastisitas Transmisi

Menurut George dan King (1971), elastisitas transmisi harga digunakan

untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan harga di tingkat pengecer

dengan prosentase perubahan harga di tingkat petani. Elastisitas transmisi harga

adalah nisbi perubahan relatif harga di tingkat produsen (Pf) terhadap perubahan

relatif harga di tingkat pengecer (Pr). Sudiyono (2001), menyatakan bahwa pada

umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil daripada satu, yang artinya

(51)

34

tidak akan melebihi perubahan nisbi harga ditingkat nelayan. Apabila elastisitas

transmisi lebih kecil dari satu (Et < 1) dapat diartikan bahwa perubahan harga

sebesar 1 persen di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga kurang

dari 1 persen di tingkat nelayan/petani.

Apabila diketahui besarnya elastisitas transmisi, maka dapat diketahui pula

besarnya perubahan nisbi harga ditingkat pengecer dan perubahan nisbi harga di

tingkat nelayan. Dengan diketahuinya hubungan ini, maka diharapkan ada

informasi pasar tentang (Sudoyono, 2001):

1. Kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan

memperbaikimarket tranparency.

2. Keseimbangan penawaran dan permintaan antara nelayan dengan pedagang,

sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan.

3. Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah dengan menyajikan

informasi perkembangan pasar nasional atau lokal.

4. Kemungkinan pengurangan resiko produksi dan pemasaran sehingga dapat

mengurangi kerugian.

5. Peluang perbaikan pemasaran dengan menyediakan analisis yang relevan

pada pembuat keputusan.

Dalam kaitannya dengan pemasaran, harga produk ditingkat produsen

yang berfluktuasi secara tajam tidak menguntungkan bagi petani karena hal itu

menyebabkan ketidakpastian penerimaan yang diperoleh dari kegiatan

usahataninya. Resiko usaha yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga

produk yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga tersebut pada

Gambar

Gambar 1. Fluktuasi Harga Rumput Laut Eucheuma Cottoni, Januari 2006-Mei2009
Tabel 1. Data Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut di Sulawesi SelatanTahun 2002–2006
Gambar 2. Pendekatan Structure Conduct Performance
Tabel 2.  Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Monopolistik,Oligopoli dan Monopoli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Unit analisis yang digunakan yaitu lembaga yang terlibat pada pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong meliputi pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul

Berapa banyak jumlah pedagang pengumpul dan pedagan besar rumput laut yang berada di desa atau dusun/ kecamatan/ kabupaten, Apakah terdapat potensi pengembangan lebih

Hal ini menunjukkan bahwa atribut warna dari cemilan stick rumput laut pada perlakuan 4 (RL4) berada pada taraf yang dapat diterima oleh panelis. Hasil analisis

Sampel rumput laut Eucheuma cottonii pada musim kemarau, logam berat Pb karaginan yang terendah yang dihasilkan yaitu pada lokasi perairan Luwu yaitu 0,41 persen

Permasalahan dalam peneneiitian ini adalah (1) berapa besar pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan budidaya rumput laut di Desa Sandi Kecamatan Kaledupa

Hasil pengukuran kecepatan arus yang telah dilakukan pada kawasan budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni) diperoleh nilai kecepatan arus terendah yaitu 0.1 m/dt

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kepadatan bakteri simbion rumput laut Eucheuma spinosumyang dibudidayakan di Perairan Puntondo, Kabupaten

Hasil peta dapat digunakan oleh masyarakat sebagai acuan layak atau tidaknya daerah perairan Lampung Selatan untuk dijadikan lokasi budidaya rumput laut dengan berbagai metode