• Tidak ada hasil yang ditemukan

حيحص Wajib berniat waktu belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari

F. MASA BELAJAR 1. Saat-saat Belajar

Ada dikatakan : “Masa belajar itu sejak manusia berada di buaian

hingga masuk keliang kubur. “Hasan bin Ziyad waktu sudah berumur 80

tahun baru mulai belajar fiqh, 40 tahun berjalan tidak pernah tidur di ranjangnya, lalu 40 tahun berikutnya menjadi mufti.

Masa yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan masa-masa jadi pemuda, waktu sahur berpuasa dan waktu di antara magrib dan

isya.’ Tetapi sebaiknya menggunakan seluruh waktu yang ada untuk

belajar, dan bila telah merasa bosan terhadap ilmu yang sedang dihadapi supaya berganti kepada ilmu lain. Apabila Ibnu Abbas telah bosan

mempelajari Ilmu Kalam, maka katanya: “Ambillah itu dia kitab para pujangga penyair?”

Muhammad Ibnul Hasan semalam tanpa tidur selalu bersebelahan dengan buku-bukunya, dan bila telah merasa bosan suatu ilmu, berpindah

ilmu yang lain. Iapun menyediakan air penolak tidur di sampingnya, dan

ujarnya: “Tidur itu dari panas api, yang harus dihapuskan dengan air dingin.”

Dalam belajar diperlukan konsentrasi dalam perwujudan perhatian terpusat. Pemusatan perhatian tertuju pada suatu objek tertentu dengan mengabaikan masalah-masalah lain yang tak diperlukan. Ketika membaca suatu topik dari sebuah buku dengan membiarkan topik-topik lain adalah suatu upaya memusatkan perhatian terhadap apa yang akan dibaca. Tindakan ini merupakan langkah nyata untuk meningkatkan daya konsentrasi dalam membaca (Syaiful, 2002:15).

Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat bagimu. Hal ini didukung dengan hadist Nabi Muhammad saw. berikut ini.

:ثيدلحا مقر

3959

(

9

)عوفرم ثيدح

َََرَ بْخَأ

ُظِفاَْلحا َِّللَّا ِدْبَع وُبَأ

,

ِلَمَْا ِرَصِق ِباَتِك ِِ

اَيْ ن دلا ِبَأ ِنْبلَ

,

َََأ

ِنِاَهَ بْصَْا ُراَّفَّصلا َِّللَّا ِدْبَع ُنْب ُدَّمَُمُ َِّللَّا ِدْبَع وُبَأ

,

ََ

اَيْ ن دلا ِبَأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ

,

ََ

َميِِاَرْ بِإ ُنْب ُقاَحْسِإ

,

َََأ

ُنْب َِّللَّا ُدْبَع

ِكَراَبُمْلا

,

َََأ

ٍدْنِِ ِبَأ ِنْب ِديِعَس ُنْب َِّللَّا ُدْبَع

,

ْنَع

ِهيِبَأ

,

ِنَع

ٍساَّبَع ِنْبا

,

َلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق : َلاَق

ُهُِِعَي َوَُِو ٍلُجَرِل َمَّلَسَو ِهْي

: "

َكِمَرَِ َلْبَ ق َكَباَبَش : ٍسَْخَ َلْبَ ق اًسَْخَ ْمِنَتْغا

,

َكِمَقَِس َلْبَ ق َكَتَّحِصَو

َكِتْوَم َلْبَ ق َكَتاَيَحَو َكِلُغُش َلْبَ ق َكَغاَرَ فَو َكِرْقَِ ف َلْبَ ق َكاَنِغَو

" .

ُتْلُ ق

:

ُهُتْدَجَو اَذَكَِ

ِبَأ ِنْبا ِنَع ُهُرْ يَغ ُهاَوَر َكِلَذَكَو ِلَمَْا ِرَصِق ِباَتِك ِِ

اَم ِداَنْسِلإا اَذَِبِ ُفوُرْعَمْلا اََّنَِّإَو ٌطَلَغ َوَُِو اَيْ ن دلا

.

No : 9575

9 (wawancara mengangkat) mengatakan kepada kami bahwa Abu Abdullah al-Hafiz, dalam buku Istana harapan Ibnu Abi Dunya, saya Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Saffar Asbahani, dunia Na Abu Bakr bin Abi, Na Isaac Ben Abraham, saya Abdullah bin Mubarak, saya Abdul Allah ibn said bin Abi Hind, dari ayahnya, Ibn Abbas berkata: Rasulullah, saw, bagi seorang pria mendesak dia: "mengambil lima lima: mudamu sebelum Sebelum usia tua, kesehatan Anda sebelum Sagmk, dan kekayaan Anda sebelum kemiskinan, dan waktu luang sebelum pekerjaan Anda, dan kehidupan Anda sebelum kematian Anda. " Aku berkata: Jadi saya menemukan dalam kitab Istana harapan, serta yang lain

diriwayatkan dari Ibnu Abi Dunya, kesalahan, tapi apa yang dikenal di atribusi ini

Hadis di atas menganjurkan untuk selalu bersemangat dalam memanfaatkan setiap kesempatan, waktu yang tersedia sekalipun itu sangat sempit. Sebab kesempatan yang ada tidak akan pernah datang untuk kedua atau ketiga kalinya, oleh karenanya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Az-Zarnuji (tt,:16) mengatakan bila seorang murid lebih menghormati seorang guru itu menaikan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian beretika terhadap guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin meningkat maka Allah akan mengangkat harkat dan martabatnya.

Sesunggunya guru dan dokter keduanya tidak akan menasehati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu bila pada dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru (Az-Zarmuji, tt : 88).

BAB IV PEMBAHASAN

A. Adab Mencari Ilmu

Kitab Washōyā memuat banyak pesan diantaranya pesan untuk selalu

menuntut ilmu dan belajar dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Berdasarkan pesan moral dari kitab ini, sebaiknya peserta didik dalam proses studi dan belajarnya hendaknya selalu dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan semangat, tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan baik antar teman maupun di lingkungan sekolah ataupun lingkungan rumah ke dalam hal-hal yang negatif. Banyak contoh perilaku negatif yang dilakukan oleh peserta didik misalnya tawuran antar pelajar yang sering terjadi, membolos sekolah di saat jam efektif pembelajaran, malas belajar dan melakukan kajian di rumah dan lain sebagainya.

Perilaku-perilaku negatif tersebut antara lain disebabkan lunturnya etika dan adab peserta didik dalam menuntut ilmu. Sebab yang lain adalah memudarnya ajaran agama Islam yang dianutnya sebagai prinsip dan pandangan hidupnya. Peserta didik yang memegang teguh etika dalam menuntut ilmu tidak akan mudah terjebak dalam perilaku negatif yang merugikan masa depannya. Sebaliknya peserta didik yang memegang teguh etika dan prinsip ajaran agamanya akan selalu mengutamakan masa depan dan cita-citanya.

B. Analisis Kitab Washōyā Al-Abā’ lil Abnā’

Dalam mukadimahnya pengarang Kitab Washōyā menjelaskan bahwa kitab ini memuat dasar-dasar etika dan adab bagi peserta didik dalam kehidupannya khususnya dalam menuntut ilmu. Diharapkan setelah memahami kitab ini pelajar dapat merealisasikan cita-citanya dan semoga

Allah Subhānahu wa Ta’ala memberkahi mereka dengan akhaqul karimah

(akhlaq yang mulia) dan memberikan kesuksesan, serta memperoleh kesuksesan dari ilmu yang mereka miliki, baik bagi diri sendiri dan maupun orang lain.

Banyak kitab yang membahas tentang akhlak untuk memantapkan pemahaman peserta didik dalam studi mereka. Kitab-kitab tersebut antara lain, kitab Ta’lim Muta’allim, karangan Syaikh Az-Zarnuji, kitab akhlakul

Banin, karangan Asy Syaikh Al Ustadz Umar bin Ahmad Baroja, kitab

Tahliyah wa Targhib, karangan Sayyid Muhammad, dan kitab Izzul adab,

karangan Imam Syafi’i.

C. Aplikasi Etika Menuntut Ilmu

Syaikh Muhammad Syakir menganggap penting untuk menyajikan adab dalam menuntut Ilmu. Dikarenakan adab merupakan bekal utama dalam beraktifitas, termasuk dalam menuntut ilmu. Sedangkan ilmu merupakan bekal kehidupan bagi peserta didik untuk mencapai cita-cita yang diinginkan. Untuk memperoleh hal tersebut, setiap murid harus menghormati yang mengajarkan ilmu (guru) dan menunjukan sikap santun.

Selain peserta didik dapat melakukan studi secara intensif, peserta didik harus membiasakan hal-hal positif yang dapat mendukung studinya. Diantaranya sikap positif itu adalah wara’, menjaga diri dalam beberapa hal antara lain, pertama, menghindari rasa kenyang, kedua, menjaga diri dari dari kebanyakan tidur, ketiga, menjaga diri agar tidak terlalu banyak bicara yang tidak bermanfaat, keempat, menjaga diri dari ghibah (memberikan kejelekan orang lain), kelima, menjaga diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurau. Perkumpulan yang hanya akan mencuri umur, menyia-nyiakan waktu.,

keenam, menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan

maksiat. Sebaiknya siswa hendaknya berdekat-dekat dengan orang-orang sholeh (pada bait lain, Az Zarnuji juga menyampaikan bahwa maksiat menghambat proses hafalan), ketujuh, rajin melaksanakan perbuata-perbuatan baik dan sunah-sunah Rasul, kedelapan, memperbanyak shalat sebagaimana shalatnya orang-orang khusyuk, kesembilan, selalu membawa buku dalam setiap waktu untuk dianalisa.

Selain sifat wara’, peserta didik dibekali dengan sikap-sikap positif dalam beberapa hal. Sikap positif itu sebagai berikut. Pertama, Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dan kotoran sebelum menuntut ilmu, karena belajar adalah semacam ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan bersih hati. Kedua, Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kedudukan. Ketiga,

dinasehatkan agar para peserta didik tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan supaya merantau dari tempat tinggalnya.

Sesuai dengan itu pula Al Abdari pun menasehatkan para seorang peserta didik agar jangan mengganggu guru dengan banyak pertanyaan bila ternyata bahwa ia tidak suka dengan demikian. Jangan berlari dibelakangnya jika di jalanan.

Dalam kitab Ta’lim Muta’allim telah dijelaskan bahwa seorang murid itu harus patuh kepada guru, dan dalam hal ini Az Azarnuji berkata, sebagian dari kewajiban para murid ialah jangan berjalan di depan guru, jangan duduk di tempat guru, dan jangan berbicara kecuali sesudah meminta ijin dari guru (Fahmi, t.th: 174-175). Adapun sikap murid terhadap guru antara lain adalah penghormatan dan pengahargaan kepada ilmu dan guru. Az Zarnuji tidak menjadikan keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara intelektualitas pendidikan dan spiritualnya. Seorang murid tidak dibenarkan hanya menimba intelektualitas seseorang, tetapi hak yang melekat padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai dasar “hak atas karya intelektual” yang

pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan penghargaan material.

Etika murid terhadap guru dalam perilaku taat pada perintah dan menjauhi larangan-Nya selama masih dalam koridor kepatuhan kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada “budi pekerti”

yang di masa sekarang perlu ditegakkan.

“Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka sebaiknya

ahli” (Az Zarnuji, t.th: 17). Dalam kitab Ta’lim Muta’allim menjelaskan bahwa “keberhasilan seseorang tergantung dari penghormatannya, kegagalannya adalah karena meremehkannya”.

Sesunguhnya bagi seorang murid yang baik, agar mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya mempunyai etika yang baik di setiap menerima, mendengarkan, mengerjakan apa yang disampaikan gurunya dan jangan sekali-kali sebaliknya (meremehkan guru). Selanjutnya seorang pelajar juga harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Seorang murid juga harus mencari kerelaan guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama.

Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus menjaga keridhaan gurunya. Ia jangan menggunjing gurunya. Dan jika ia tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang murid hendaknya tidak memasuki ruangan kecuali setelah mendapat izinnya.

Seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghoramati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Karena ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik daripada mentaati.

Az-Zarnuji (tt.: 16) mengatakan bila seorang murid lebih menghormati seorang guru itu menaikkan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian beretika terhadap guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin meningkat maka Allah akan mengangkat harkat dan martabatnya.

Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasehati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika pada dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru (Az Zarnuji, tt.: 18).

Pendidikan Islam mewajibkan kepada setiap guru untuk senantiasa mengingatkan bahwa kita tidaklah sekedar membutuhkan ilmu, tetapi senantiasa membutuhkan etika yang baik di kalangan pelajar dapat dilakukan dengan latihan latihan berbuat baik, berkata benar, menepati janji, ikhlas dan jujur dalam bekerja dan menghargai waktu (Daudy, 1986: 62).

Seorang pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghoramati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam mnuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Karena ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik dari pada mentaati (Az Zarnuji, tt.: 16).

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Adab menuntut ilmu dalam Kitab Washōyā yaitu harus senantiasa menuntut ilmu atau belajar dengan dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh akan menimbulkan sikap tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan baik antar teman maupun di lingkungan sekolah ataupun lingkungan rumah ke dalam hal-hal yang negatif.

Dengan demikian ilmu yang dipelajari akan mudah dipahami dan diamalkan dengan baik.

Aplikasi etika menuntut ilmu dalam pendidikan Islam sekarang ini yaitu dengan cara setiap murid harus menghormati yang mengajarkan ilmu (guru) dan menunjukan sikap santun. Selain peserta didik dapat melakukan studi secara intensif, peserta didik harus membiasakan hal-hal positif yang dapat mendukung studinya.

B. Saran

Telah kita ketahui bahwasannya mencari ilmu merupakan suatu kewajiban bukan hanya bagi kaum Adam, bahkan kaum Hawapun diwajibkan unuk mencarinya dan ilmu tersebut akan diperoleh tentunya dengan melalui proses pembelajaan.

Proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam situasi tertentu. Mengajar lebih Spesifik lagi melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan dapat begitu saja tanpa direncanakan sebelumnnya, akan tetapi mengajar

itu merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan desain sedemekian rupa mengikuti langkah-langkah prosedur tertentu.

Etika / akhlak merupakan salah satu prosedur dalam pembelajaran, Dalam menjalin hubungan antar sesama manusia harus dilandasi dengan ahlakul karimah, Dalam pengertian filsafat islam etika/akhlak ialah salah satu hasil dari iman dan ibadat, bahwa iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau timbul etika/akhlak yang mulia dan muamalah yang baik tarhadap Allah dan MakhlukNya.

Dalam lingkungan pendidikan, peserta didik merupakan suatu subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk memebnatu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimliki serta membimbinnya menuju kedewasaan. Oleh karena itu peserta didik / murid sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan islamnya harus mempunyai etikadan berakhlakul kariamah baik kepada guru maupun maupun dengan yang lainnya Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu pada satu pengertian, yaitu orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakan ilmu agama atau ilmu umum. Karakteristik peserta didik dalam perspektif hadits adalah: peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator utama dalam menuntut ilmu, mendalami pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study) dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan ilmunya kepada orang lain, dan ilmu itu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan agama. Tugas dan tanggung

jawab murid adalah : mengutamakan ilmu yang mempunyai kemaslahatan paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat, mengulangi pelajaran, ikut bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia mampu, mematuhi peraturan yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada amalan sunat lainnya, dan lain-lain.

Dengan begitu besar manfaat dan peranan rendah hati, taat, hormat, patuh, beretika terhadap guru (orang yang berilmu), bersungguh-sungguh dan semangat dalam belajar. maka kami menyarankan sebagai berikut:

1. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, seharusnya kita selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang merupakan pedoman dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan harapan perilaku kita tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2. Agar ilmu menjadi berkah, manfaat baik untuk diri pribadi, maupun dimasyarakat nantinya maka dalam menuntut ilmu hendaknya memuliakan guru, taat, patuh, sopan dan santun terhadap guru (orang yang memberi ilmu).

3. Bahwa yang namanya guru, orang alim harus dihormati, ditaati, dipatuhi, dan jangan sampai membuat sakit hatinya. Sebagai seorang murid haruslah mempunyai etika yang sopan, dan dapat memuliakan guru, pada guru yang tidak zalim.

Dokumen terkait