• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO

2.6 Sistem Pengetahuan

3.1.3 Masa Dewasa

Pada tahun 1942, dengan berbekal ijasah yang didapat Djaga Depari dari kursus bahasa Inggris dan bahasa Belanda, Kesultanan Deli Serdang mengajak Djaga Depari untuk bekerja di kantor Wakil Kesultanan Deli Serdang di desa Bangun Purba22. Djaga Depari bekerja sebagai pegawai atau pada saat itu disebut valunteer dengan gaji bersih sebesar 15 gulden setiap bulan. Gaji ini merupakan gaji yang di atas rata-rata bagi seorang yang minim pengalaman kerja pada saat itu.

Djaga Depari menikah pada tahun 1943 di usia 21 tahun. Beliau menikahi impalnya23 yang bernama Djendam Br Pandia, anak kedua dari lima bersaudara dari keturunan pamannya yang bernama Dokan Pandia yang bekerja sebagai petani pada saat itu. Dari pernikahan ini Djaga Depari dan istrinya dikaruniai tujuh orang anak (empat laki-laki dan tiga perempuan). Berikut adalah nama-nama dari putra-putri Djaga Depari24 :

1. Sadarman Depari, lahir pada tanggal 11 Desember 1944 di

Seberaya

2. Sutrisno Depari, lahir pada tanggal 24 November 1946 di

Seberaya

3. Maya Rita Br Depari, lahir pada tanggal 4 Mei 1953 di

Seberaya

4. Agustina Br Depari, lahir pada tanggal 17 Agustus 1959 di Seberaya

22

Impal : Salah satu desa di bawah pemerintahan Kecamatan Tiga Panah 23 Anak perempuan dari paman, saudara laki-laki dari ibu

5. Junita Br Depari, lahir pada tanggal 17 Juni 1960 di Kabanjahe

6. Waktu Depari, lahir pada tanggal 10 Juni 1962 di

Kabanjahe

7. Ngapuli Depari, lahir pada tanggal 17 Juni 1963 di

Kabanjahe

Ketujuh anak Djaga Depari tersebut telah berkeluarga. Dari hasil perkawinan anak-anaknya ini, Djaga Depari memiliki menantu dan 18 orang cucu. Berikut adalah keterangan mengenai menantu dan cucu-cucu Djaga Depari tersebut25 :

1. Anak pertama, Sadarman Depari menikah dengan Kartini br. Lubis, seorang gadis yang berasal dari Kota Pinang, Labuhan Batu. Dari pasangan ini, Djaga Depari memperoleh empat orang cucu yaitu : Prima Depari, Rospita br. Depari, Irma br. Depari dan Juli br. Depari.

2. Anak kedua, Sutirisno Depari menikah dengan Mulianna br. Kaban, seorang gadis yang berasal dari Desa Pernantin Kecamatan Juhar. Dari pasangan ini, Djaga Depari memperoleh dua orang cucu yaitu : Juliaman Depari dan Fitrianai br. Depari.

3. Anak ketiga, Maya Rita br. Depari menikah dengan Sopan Sinuhaji, seorang pemuda yang berasal dari Desa Aji Jahe. Dari pasangan ini, Djaga Depari

memperoleh empat orang cucu yaitu : Ir. Aswin Sinuhaji, Ir. Amri Sinuhaji, M.Si., AKP. Irsan Sinuhaji, S.H. dan Ir. Andri Yosi Sinuhaji, M.Si.

4. Anak keempat, Agustina br. Depari menikah dengan Ali Asri Tarigan. Dari pasangan ini Djaga Depari memperoleh tiga orang cucu yaitu : Ir. Iwan Iqbal Tarigan, Faisal Tarigan, S.E. dan Al-Aini br. Tarigan, AMD. Bakat seni Djaga Depari mengalir pada putrinya yang keempat ini. Agustina adalah generasi kedua yang meneruskan bakat seni Djaga Depari dengan mendirikan Sanggar Gerga Piso Surit. Sanggar ini sudah sering juga mengisi acara kebudayaan di Ibu Kota Jakarta.

5. Anak kelima, Juanita br. Depari menikah dengan Zul Afnan Tarigan, seorang pemuda yang berasal dari desa Sukadame. Dari pasangan ini Djaga Depari memperoleh satu orang cucu yaitu : Sri Rezeki Emia br. Tarigan.

6. Anak keenam, Waktu Depari menikah dengan Ratna br Kaban, seoarang gadis yang berasal dari Desa Pernantin. Dari pasangan ini Djaga Depari memperoleh dua orang cucu yaitu : Sry Wahyuni br Depari dan Arih Salsalina br. Depari. 7. Anak Ketujuh, Ngapuli Depari yang lahir tepat satu bulan sebelum Djaga Depari

meninggal, menikah dengan Lusianna br. Ginting yang berasal dari Desa Bunga Baru. Dari pasangan ini Djaga Depari memperoleh dua orang cucu yaitu Irfansyah Putra Depari dan Eidika Depari.

Dari informasi yang penulis dapat, Djaga Depari hidup di tiga jaman yaitu jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang dan jaman Indonesia merdeka. Di tiga jaman ini Djaga Depari terus menggeluti dunia musik, mencipta lagu dan bermain dalam

panggung-panggung sandiwara sampai akhirnya Djaga Depari menghadap Sang Pencipta26.

Pada tanggal 15 Juli 1963, sekitar pukul 3 dini hari, Djaga Depari meninggal dunia. Djaga Depari Dimakamkan di tempat kelahirannya yaitu Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

Untuk mengabdikan perjuang dan pengabdian Djaga Depari, beberapa tokoh masyarakat Karo di Medan membangun suatu tugu atau monumen Djaga Depari di pintu masuk kota Medan dari arah Tanah Karo tepatnya di persimpangan jalan Iskandar Muda Medan. Gagasan ini awalnya dicetuskan oleh Drs. Nabari Ginting, Drs. Ngasil Ginting dan Drs. Mulia Bangun pada awal Januari 1997, di perladangan milik Ngasil Ginting di daerah Pancur Batu Medan. Kemudian gagasan ini disampaikan ke beberapa tokoh masyrakat Karo kota Medan dan Sumatera Utara. Selanjutnya dibentuklah suatu badan panitia pembangunan yang diketuai oleh Drs. Nabari Ginting, dibantu oleh Drs. Mulia bangun, Drs. Benyamin Tarigan, Tuahta Perangin-angin dan Drs. Lesman Sembiring. Panitia pembangunan ini kemudian bekerjasama dengan Lembaga Permusyawaratan Kebudayaan Karo (LPKK) Sumatera Utara yang waktu itu diketuai oleh Drs. Perdamen Perangin-angin serta sekretaris umum Ir. Kata Ersada Ketaren. Walikota Medan saat itu H. Bahctiar Djafar menyambut baik rencana tersebut. Kemudian panitia pembangunan menunjuk seorang seniman, Arry Darma sebagai orang yang mendesain atau merancang Monumen Djaga Depari.

Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 1 Agustus 1997 oleh Walikota Medan saat itu H. Bahctiar Djafar, Ketua LPKK Sumatera Utara Drs. Perdamen Perangin-angin dan Ketua Umum Pembangunan Drs. Nabari Ginting. Kemudian pada tanggal 18 Februari 1998 Monumen Djaga Depari diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara saat itu yang diwakili oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara saat itu H. Abdul Wahab Dalimunthe, S.H.

Susunan Kepanitiaan pembangunan Monumen Djaga Depari adalah sebagai berikut :

PEMRAKARSA : Lembaga Permusyawaratan Kebudayaan Karo (LPKK)

Sumatera Utara

Ketua Umum : Drs. Perdamen Perangin-angin Sekretaris Umum : Ir. Kata Ersada Ketaren

PANITIA PELAKSANA

Penasehat : Kolonel Purn. Tampak Sebayang

Drs. Janggun B.D. Sitepu

Ketua Umum : Drs. Nabari Ginting

Ketua Harian : Drs. Mulya Bangun

Sekretaris : Drs. Benyamin Tarigan

Koordinator Pelaksana : Tuahta Perangin-angin Darwin Perangin-angin, S.H.

(sumber : Djaga Depari “Komponis dari Tanah Karo” Robert Perangin-angin (2009 : 119-120)

3.2 Proses kreatifitas Djaga Depari 3.2.1 Masa penciptaan karya

Karena banyaknya penekanan dari penjajah Belanda dan jepang terhadap masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat karo secara khusus, maka Djaga Depari menciptakan lagu-lagu untuk mengekspresikan perjuangan melawan penjajah. Proses penciptaan karya ini dimulai pada saat Djaga Depari masih berusia dini.

Dari informasi yang penulis dapat, proses kreatifitas Djaga Depari dimulai pada saat Djaga Depari duduk di bangku sekolah lanjutan pertama yaitu di tahun 1940an. Pada saat itu Djaga Depari sempat membentuk sebuah orkes27 sekolahan. Djaga Depari membentuk orkes ini bersama seorang pensiunan polisi yang berpangkat Mayor yang bernama Pak Yusuf. Orkes yang dibentuk Djaga Depari ini diberi nama “Orkes Melati Putih”. Di grup ini Djaga Depari memegang jabatan sebagai pemain biola. Grup ini langsung popular di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah di medan saat itu. Grup ini sering diundang untuk mengisi acara pesta perkawinan, sunatan dan lain-lain. Melalui orkes ini, Djaga Depari bertemu pertama kali dengan orang-orang terpandang saat itu. Salah satunya adalah seorang dari keturunan Sultan Deli Serdang yang gemar sekali menonton pertunjukkan Orkes Melati Putih.

Sekalipun Djaga Depari sudah terjun ke dunia musik saat itu, namun Djaga Depari belum menciptakan karya-karyanya. Hal itu dikarenakan dalam Orkes Melati Putih, Djaga Depari kebanyakan memainkan lagu-lagu berbahasa asing. Sehingga Djaga Depari belum terpikir untuk mencipta lagu.

Dari informasi yang penulis dapat, kreatifitas Djaga Depari di bidang penciptaan lagu mulai berkembang pada masa akhir penjajahan Belanda atau pada saat awal Jepang masuk ke Indonesia yaitu sekitar tahun 1942. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Djaga Depari mencurahkan perhatian penuh di bidang penciptaan lagu pada masa perang kemerdekaan yaitu sejak pertengahan tahun 1940an sampai dengan awal tahun 1960an.

Dokumen terkait