• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARO

2.4 Sistem Kekerabatan

Dalam hubungan kekerabatan pada masyarakat karo, baik berdasarkan pertalian darah maupun pertalian karena hubungan perkawinan, dapat dibagi menjadi tiga jenis kekeluargaan, yaitu: kalimbubu, senina atau sembuyak dan anak beru, yang biasanya disimpulkan dalam banyak istilah, tetapi maksudnya sama yaitu: daliken si telu11. Daliken si telu (daliken adalah tungku batu tempat memasak di dapur, sedangkan si telu adalah tiga). Hubungan antara ketiganya tidak dapat dipisahkan di dalam hal adat,

menyusupi aspek-aspek kehidupan secara mendalam, menentukan hak-hak dan kewajiban di berbagai kegiatan dalam masyarakat, seperti di dalam upacara-upacara dan hokum adat.

Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo atau sering disebut Daliken Sitelu atau Rakut Sitelu. Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken : batu tungku, Si : yang, Telu : tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh (kelengkapan hidup)12.

Unsur Daliken Sitelu ini adalah Kalimbubu, Sembuyak/Senina dan Anak Beru. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.

2.4.1 Kalimbubu

Dalam banyak literatur tentang masyarakat Karo, Kalimbubu ini didefinisikan adalah kelompok pemberi dara atau gadis (Prints, 1986: 66; Bangun, 1981: 109). Adapun peranan dan fungsi para Kalimbubu ini dalam struktur daliken si telu adalah sebagai supremasi keadilan dan kehormatan. Menurut Darwan Prints kalimbubu diumpamakan sebagai badan legislatif, pembuat undang-undang (Prints, 1986: 67). Oleh Roberto Bangun, kalimbubu sebagai dewan pertimbangan agung, pemberi saran kalau

12

disadur dari makalah berjudul “Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo :

Kajian Sistem Pengendalian Sosial” oleh Drs. Pertampilan Brahmana, Fakultas Sastra Universitas

diminta (Bangun, 1989: 12). Dan sarannya, berpedoman kepada obyektif konstruktif dalam kaitan keutuhan keluarga.

Masyarakat Karo meyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati kalimbubu sangat dicela. Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anak beru (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.

Kalimbubu dapat dibagi atas dua yaitu Kalimbubu berdasarkan tutur dan Kalimbubu bedasar kekerabatan (perkawinan).

Kalimbubu berdasar tutur dapat dibagi lagi menjadi :

Kalimbubu Bena-Bena (kalimbubu tua) adalah kelompok keluarga pemberi istri kepada keluarga tertentu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi istri sekurang-kurangnya tiga generasi.

Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.

Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan) dapat dibagi lagi menjadi :

Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi istri terhadap generasi ayah, atau pihak semarga dari ibu kandung.

Kalimbubu I Perdemui (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari mertua. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi istri ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.

Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak submarga pemberi anak istri terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak sub marga dari istri saudara laki-laki istri.

Kalimbubu Senina, golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur semarga dari kalimbubu. Dalam pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubu, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok sub marga kalimbubu.

Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon, golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon pemilik pesta.

2.4.2 Anak beru

Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri (Prints, 1986:64; Bangun, 1981:109). Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai badan yudikatif, kekuasaan peradilan (Prints, 1986: 67). Dalam

hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnya mendamaikan perselisihan tersebut.

Sama seperti kalimbubu, Anakberu dapat dibagi menjadi dua yaitu Anakberu bedasarkan tutur dan Anakberu berdasarkan kekerabatan.

Anakberu berdasarkan tutur dapat dibagi lagi menjadi :

Anakberu Tua adalah pihak penerima istri dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus minimal tiga generasi.

Anakberu Taneh adalah penerima istri pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan.

Anakberu berdasarkan kekerabatan dapat dibagi lagi menjadi :

Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang simpanan kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.

Anakberu Iangkip, adalah penerima istri yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.

Anakberu Menteri adalah anakberu dari anakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepada kalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.

Anakberu Singikuri adalah anakberu dari anakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.

2.4.3 Senina/sembuyak

Senina adalah pertalian saudara senenek atau semerga. Hal umum yang menyebabkan terbentuknya hubungan senina/sembuyak adalah pertalian darah, sesubklen (semerga/seberu), sepemeren (ibu bersaudara), separibanen (istri bersaudara), mempunyai istri dari beru yang sama, mempunyai suami yang bersaudara (kandung, gamet, atau semarga). Menurut Darwan Prints senina ini diumpamakan sebagai eksekutif, kekuasaan pemerintahan (Prints, 1986: 67). Hal ini nampak dalam berbagai upacara adat karo di mana Senina dalam musyawarah adat bertugas sebagai penyambung lidah dan juga sebagai dan penengah.

Senina ini dapat dibagi dua yaitu senina berdasarkan tutur yaitu senina semarga dan senina berdasarkan kekerabatan.

Senina bedasarkan kekerabatan dapat dibagi menjadi :

Senina sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru atau ibu) yang sama.

Senina sepengalon (sendalanen) persaudaraan karena pemberi istri yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu submarga (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan marga istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.

Senina secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka sesubmarga (bersembuyak).

Sembuyak adalah mereka yang satu submarga atau orang-orang yang satu keturunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga kadung, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya. Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu marga. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan saudara kandung.

Sembuyak dapat dibagi dua bagian yaitu sembuyak berdasarkan tutur dan sembuyak berdasarkan kekerabatan. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi

menjadi Sembuyak Kakek (kakek yang bersaudara kandung), Sembuyak Bapa (bapak yang bersaudara kandung), Sembuyak Nande (ibu yang bersaudara kandung).

Dokumen terkait