• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Masa Pembesaran Benur Udang Vaname

Pembesaran benih udang vaname diawali dengan tahap pemberian pakan pada benur. Pemberian pakan dilakukan dua sampai lima kali sehari disesuaikan dengan kebutuhan udang. Pengecekan kebutuhan pakan udang vaname dapat dilihat dengan anco yang dilihat setiap tiga sampai lima jam setelah pemberian pakan. Jika

29 pakan masih tersisa cukup banyak, maka belum diperlukan penambahan dosis pakan untuk pemberian pakan selanjutnya.

Dosis pemberian pakan meningkat seiring dengan penambahan umur udang. Pada usia 60 hari udang perlu ditambah suplemen makan berupa probitik dan vitamin. Probiotik yang digunakan banyak macamnya, namun petani responden biasanya menggunakan merek dagang Super NB dan super PS. Tujuan penambahan suplemen makanana ini yaitu untuk meningkatkan nafsu makan udang vaname agar mampu mencapai ukuran yang optimal.

Selama masa pembesaran, kincir air tetap perlu dihidupkan dengan tujuan meningkatkan kadar oksigen dalam air. Selama 30 hari kincir air tidak dioperasikan selama satu hari penuh. Namun ketika udang telah mencapai umur 30 hari, pengoperasian kincir tidak dapat dihentikan. Hal tersebut dikarenakan ukuran udang yang telah bertambah, sehingga menyebabkan ruang sisa yang semakin sempit dengan kadar oksigen semakin sedikit pula. Penggunaan kincir juga diperlukan untuk mengatur pembuangan kotoran udang dan sisa makanan. Konstruksi tambak yang baik akan membuat sisa pakan dan kotoran udang terkumpul di tengah sehingga mudah untuk dilakukan penyedotan kotoran yang disebut sipon (penyiponan). Kegiatan penyiponan dilakukan selama dua kali dalam seminggu ketika udang vaname berumur 1-60 hari. Ketika umur udang vaname bertambah lebih dari 60 hari maka penyiponan dilakukan selama dua hari sekali untuk menjaga kebersihan kolam agar kualitas udang yang dihasilkan semakin baik.

Gambar 9 Pemeliharaan udang vaname

E. Panen

Tahap terakhir pembesaran udang vaname adalah pemanenan. Proses panen udang vaname di Desa Ketawangrejo umumnya menggunakan teknologi sederhana. Panen dilakukan dengan menggunakan jala untuk menangkap udang. Udang yang sudah dipanen kemudian dicuci dan dimasukkan ke dalam keranjang panen. Selanjutnya udang disimpan ke dalam cold storage yang telah disiapkan oleh pembeli. Perlakuan yang dilakukan sebelum panen di Desa Ketawangrejo adalah pemberian kapur dolomit dan tidak ada pergantian air agar udang tidak mengalami molting (ganti kulit) pada saat panen, sehingga berat udang tidak berkurang. Panen mempertimbangkan aspek harga, pertumbuhan dan kesehatan udang. Sehingga sistem panen yang dilakukan oleh petani responden yaitu secara parsial atau sebagain dan keseluruhan. Ketika kondisi udang di tambak baik kesehatan maupun pertumbuhannya melambat, maka petani segera mengambil tindakan untuk Pemberian pakan oleh petani mandiri Pemberian pakan oleh petani kelompok

30

memanen udang agar udang yang normal tidak tertular. Rata-rata pemanen udang vaname di Desa Ketawangrejo dilakukan pada saat umur udang 60-80 hari. Rata-rata petani mandiri memanen udang pada umur 61 hari sedangkan petani kelompok memanen udang pada umur 68 hari. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan kondisi udang pada masing-masing kelompok petani. Kegiatan panen biasanya dilakukan dengan memekerjakana tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang terbentuk dalam satu tim dengan sistem borongan. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja pada proses panen udang vaname oleh petani mandiri lebih sedikit dibandingkan petani kelompok yaitu 17.20 HOK per hektar untuk petani mandiri dan 17.74 HOK per hektar petani kelompok (Tabel 13).

Gambar 10 Panen usaha budidaya udang vaname

Penggunaan Input Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan Kelompok

Input produksi merupakan komponen utama yang harus tersedia dalam kegiatan usahatani karena tanpa input produksi kegiatan usahatani tidak dapat dilakukan. Penggunaan input yang dianalisis pada usaha budidaya tambak udang vaname baik petani pola mandiri maupun kelompok meliputi benih udang vaname, pakan, kapur, kaporit, planktop, vitamin C, viatmin B, probiotik, fermentasi katul, solar, bensin, oli, dan tenaga kerja. Secara rinci penggunaan input pada masing-masing pola budidaya dapat dilihat pada Tabel 12. Meskipun secara kuantitas kedua pola budidaya memiliki perbedaan, namun berdasarkan analisis uji statistik input variabel, semua input variabel pada kedua pola budidaya tidak bebrbeda nyata pada taraf nyata lima persen (Lampiran 3).

Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam penggunaan input produksi baik petani budidaya pola mandiri dan kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa antara petani pola mandiri dan kelompok telah menggunakan Standart Operating Procedure (SOP) yang sama dalam budidaya udang vaname. SOP ini diperoleh para petani budidaya di Desa Ketawangrejo melalui penyuluhan yang diselenggarakan oleh Pemerintah setempat. Peserta dari penyuluhan tersebut tidak hanya petani yang menjadi anggota dari kelompok budidaya di Desa Ketawangrejo namun juga petani mandiri, sehingga baik petani budidaya pola mandiri maupun kelompok tidak berbeda nyata dalam penggunaan input budidaya.

31 Tabel 10 Rata-rata kebutuhan input per hektar per musim budidaya pada usaha budidaya tambak udang vaname pola mandiri dan kelompok Di Desa Ketawangrejo tahun 2016

Jenis Input Satuan Mandiri (n=15) Kelompok (n=15)

Benih (benur) ekor/ha 877 663.16 879 958.18

Pakan kg/ha 11 513.38 13 304.60 Kapur kg/ha 4 364.69 3 219.21 Kaporit kg/ha 56.54 56.08 Planktop lt/ha 31.09 36.68 Vit.C kg/ha 9.43 8.38 Vit.B kg/ha 5.92 3.92 Probiotik lt/ha 16.29 53.88

Fermentasi katul lt/ha 139.50 102.25

Solar lt/ha 9 498.15 11 786.56

Bensin lt/ha 397.89 429.91

Oli lt/ha 292.74 288.66

Tenaga kerja HOK/ha 100.25 115.07

semua input tidak berbeda nyata taraf 5% A. Benih (benur)

Petani budidaya pola mandiri dan kelompok tidak melakukan pemijahan sendiri untuk mendapatkan benur udang vaname, tetapi membeli pada penjual benur yang sudah siap ditebar. Pada umumnya petani responden membeli benur pada distributor Central Proteina (CP) Prima dan PT Suri Tani Pemuka (STP). Benur terlebih dahulu dipesan oleh petani ketika petani menyiapkan tambak untuk budidaya kemudian benur yang telah dipesan akan diantarkan ke tempat budidaya. Penggunaan input benur antara petani budidaya pola mandiri dan kelompok tidak berbeda nyata. Kebutuhan benur pada petani pola mandiri dan kelompok untuk luasan satu hektar per musim budidaya relatif sama. Rata-rata padat tebar benur pada budidaya pola mandiri yaitu 88.69 ekor per m2 sedangkan pola kelompok sebesar 88.44 ekor per m2. Padat tebar benur yang digunakan oleh kedua pola budidaya tersebut sudah sesuai dengan SOP untuk sistem budidaya udang vaname secara intensif. Padat tebar dengan sistem budidaya udang vaname secara intensif sekitar 75-150 ekor per m2 atau lebih.

B. Pakan

Petani pola mandiri dan kelompok menggunakan pakan yang sama yaitu pakan alami berupa plankton yang terdapat pada air dan pakan buatan berupa pelet. Penggunaan pakan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat masa pertumbuhan udang vaname. Pakan pelet yang digunakan petani pola mandiri dan kelompok bermacam macam jenisnya, namun rata-rata menggunakan merek dagang Irawan karena merek ini masih dapat dijangkau oleh petani.

Pakan buatan yang digunakan oleh petani dalam proses budidaya diperoleh dari distributor secara langsung. Hal ini dikarenakan kelembagaan kelompok yang ada di Desa Ketawangrejo belum mampu menyediakan input produksi terutama pakan. Kelompok di lokasi penelitian hanya berfungsi sebagai tempat bertukar

32

pikiran dalam mengatasi masalah-maslah yang dihadapi pada saat melakukan budidaya. Rata-rata petani pola mandiri dan kelompok dalam pembelian pakan ini menggunakan sitem bayar setelah panen. Selain bertujuan meningkatkan produktivitas, penggunaan pakan ini juga disebabkan sedikitnya pakan alami yang tersedia di tambak budidaya, sehingga untuk merangsang pertumbuhan diberi pakan buatan.

Pakan buatan yang diberikan disesuaikan dengan umur udang vaname. kebutuhan pakan untuk udang vaname akan menjadi semakin banyak bila masa waktu pemeliharaan bertambah. Secara kuantitas penggunaan input pakan budidaya tambak udang vaname pola mandiri dan kelompok berbeda dikarenakan lamanya musim budidaya pada kedua pola budidaya berbeda. Rata-rata lama budidaya petani pola mandiri yaitu 60 hari sedangkan pola kelompok lebih lama yaitu 66 hari, sehingga mempengaruhi penggunaan pakan pada saat budidaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan 2014 menyatakan bahwa kebutuhan pakan dalam budidaya udang vaname semakin bertambah dalam pembesaran udang vaname yang semakin lama. Namun penggunaan pakan pada kedua pola budidaya yaitu pola mandiri dan kelompok tidak berbeda signikan yang berarti perbedaan penggunaan pakan dalam proses budidaya tambak udang vaname tidak terlalu besar atau hampir sama dikarenakan petani responden menggunakan SOP yang sama dalam kegiatan budidaya udang vaname.

C. Kapur

Kapur digunakan petani budidaya pola mandiri dan kelompok untuk kegiatan sterilisasi dan menjaga kebersihan air tambak. Kapur memiliki fungsi untuk menjaga pH air agar tetap stabil saat pembesaran udang vaname. Kapur tidak memiliki dampak negatif pada udang vaname saat diberikan selama masa pembesaran (Kristiawan 2014). Pengapuran yang dilakukan dibagi atas dua tahap yaitu pengapuran dasar dan pengapuran susulan. Pengapuran dasar dilakukan setelah tambak dikeringkan dengan cara disebar merata. Pengapuran susulan dilakukan pada saat masa pemeliharaan udang vaname dengan cara disebar langsung secara merata ke dalam petakan air tambak. Kapur yang biasa digunakan oleh petani responden yaitu kapur dolomit.

Secara kuantitas rata-rata penggunaan kapur dolomit oleh petani budidaya pola mandiri lebih besar dibandingkan dengan kelompok. Hal ini dikarenakan penggunaan kapur dolomit tidak memiliki dampat negatif pada budidaya udang, sehingga petani mandiri menggunakan kapur dolomit sebanyak yang mampu dibeli oleh petani mandiri. Sedangkan petani kelompok menggunakan kapur dolomit secukupnya. Untuk lahan satu hektar selama musim budidaya petani mandiri menggunakan kapur dolomit sebesar 4 364.69 kilogram, sedangkan petani kelompok hanya menggunakan 3 219.21 kilogram. Namun perbedaaan penggunaan kapur ini tidak berbeda signifikan.

D. Kaporit

Input budidaya selanjutnya yaitu kaporit. Kaporit adalah zat yang digunakan dalam pembesaran udang vaname yang berfungsi untuk membunuh bakteri dan virus agar kualitas air dalam tambak tetap terjaga. Pemberian kaporit pada setiap

33 pola budidaya berbeda-beda sesuai dengan kondisi tambak. Penggunaan kaporit pada budidaya udang vaname pola mandiri dan kelompok tidak berbeda nyata yaitu 56 kilogram per hektar.

E. Planktop

Pakan alami berupa plankton dapat ditumbuhkan dan dikembangbiakkan dengan menggunakan obat penumbuh plankton. Petani pola mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo rata-rata menggunakan merek dagang Planktop sebagai obat penumbuh plankton. Selain menggunakan Plangktop, baik petani pola mandiri maupun kelompok membuat plankton sendiri dengan cara fermentasi katul atau bekatul. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan plankton melalui fermentasi bekatul yaitu bekatul, tetes tebu, ragi atau fermipan, dan air.

Petani responden mengaplikasikan hasil fermentasi katul ketika persiapan air pada saat tebar benur karena pada saat awal tebar udang hanya diberi pakan alami berupa plangton dan tidak diberi pakan buatan berupa pelet. Pada saat budidaya berlangsung, plankton juga ditumbuhkan dengan pemberian plangktop dan ditambahkan dengan hasil fermentasi katul. Selain berfungi sebagai pakan alami untuk udang, plangton juga berperan sebagai penghasil oksigen terlarut pada air yang akan membantu menjaga keseimbangan kehidupan udang. Petani mengaplikasikan fermentasi katul pada saat persiapan air tambak untuk budidaya dan selama proses budidaya namun aplikasi planktop hanya saat budidaya berlangsung.

Petani pola mandiri lebih sedikit menggunakan planktop dibandingkan kelompok, namun lebih banyak dalam menggunakan hasil fermentasi bekatul. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perlakuan penumbuhan pakan alami antara petani pola mandiri dan kelompok. Petani pola mandiri lebih banyak mempersiapkan plangton pada saat akan tebar benur, sedangkan petani pola kelompok lebih banyak ketika budidaya berlangsung.

F. Obat-obatan

Petani pola mandiri dan kelompok menambahkan obat-obatan untuk merangsang pertumbuhan udang dan menjaga kesehatan udang dengan pemberian probiotik dan vitamin. Probiotik ini meliputi Super NB, Super PS, Bi Klin, Bio Solution, Omega Protein, Sel Multi, Orego, dan EM4. Penggunaan probiotik ini proporsinya lebih banyak pada budidaya pola kelompok dibanding mandiri. Petani pola mandiri rata-rata hanya menggunakan probiotik Super PS dan Super NB karena mereka meyakini dengan penggunaan probiotik tersebut sudah cukup. Rata-rata penggunaan probiotik pada pola budidaya mandiri yaitu 16 kilogram sedangkan pola kelompok mencapai 53 kilogram. Penggunaan probiotik ini juga tergantung keputusan petani budidaya udang vaname terkait dengan keterbatasan modal yang dimilki.

Petani budidaya udang vaname pola kelompok menggunakan jenis probiotik lebih banyak dibandingkan dengan petani pola mandiri dikarenakan mereka memiliki modal yang lebih besar sehingga mampu untuk membeli probiotik dengan jenis yang lebih banyak. Penggunaan probiotik ini tidak berbeda nyata pada taraf lima persen.

Selain probiotik, petani juga menggunakan vitamin dalam budidaya tambak udang vaname yaitu vitamin C dan vitamin B. Vitamin C dalam budidaya udang

34

berperan dalam pembentukan kekebalan tubuh, sedangkan Vitamin C berfungsi untuk menunjang pertumbuhan dan merangsang nafsu makan udang. Penggunaan vitamin C oleh petani budidaya pola mandiri dan kelompok tidak jauh berbeda yaitu 9.43 kilogram per hektar untuk petani mandiri dan 8.38 kilogram per hektar untuk petani kelompok. Sedangkan penggunaan vitamin B untuk petani mandiri yaitu 5.92 kilogram per hektar dan 3.92 kilogram per hektar untuk petani kelompok. Penggunaan vitamin oleh petani mandiri baik vitamin C maupun vitamin B lebih banyak dibandingkan petani kelompok. Hal ini dilakukan untuk menyiasati penggunaan probiotik oleh petani mandiri yang lebih sedikit dibandingkan petani kelompok agar kesehatan dan pertumbuhan udang tetap terjaga.

G. Bahan bakar

Selain input-input yang telah dijelaskan di atas, petani budidaya tambak udang vaname juga membutuhkan bahan bakar berupa solar dan bensin untuk mengoperasikan mesin yang ada pada tambak. Mesin yang menggunakan solar adalah mesin dompeng untuk menggerakkan kincir yang ada di tambak dan mesin pompa air. Selama masa pembesaran udang vaname, kincir harus selalu dinyalakan sampai udang berusia kurang lebih 30 hari terutama pada saat pemberian pakan. Selain menggunakan solar, petani juga menggunakan bahan bakar bensin. Mesin yang menggunakan bahan bakar bensin yaitu mesin sippon yang digunakan untuk melakukan penyiponan atau pembersihan kotoran udang.

Kebutuhan bahan bakar untuk budidaya udang vaname pola kelompok lebih banyak daripada pola mandiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena budidaya pola kelompok lebih lama dibandingkan pola mandiri. Kristiawan, 2014 menyatakan bahwa semakin lama masa pemeliharaan akan menyebabkan mesin yang digunakan lebih lama beroperasi, sehingga meningakatkan kebutuhan bahan bakar.

H. Oli

Mesin-mesin yang digunakan pada saat budidaya tambka udang vaname perlu dirawat. Perawatan mesin ini salah satunya dengan menggunakan oli. Penggunaan oli untuk perawatan mesin-mesin oleh petani responden baik petani mandiri maupun petani kelompok tidak jauh berbeda. Penggantian oli dilakukan sebanyak 4 sampai 6 kali selama masa pembesaran berlangsung. Tujuan pemberian oli ini untuk menjawa agak mesin tidak mudah rusak dan lebih awet, sehingga umur ekonomis dari mesin tersebut menjadi lebih lama.

I. Tenaga kerja

Perhitungan dalam penggunaan tenaga kerja manusia menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja). Semua kegiatan budiaya pada penelitian ini menggunakan tenaga kerja pria, kecuali pada saat pengairan menggunakan tenaga kerja mesin. Rata-rata upah tenaga kerja di lokasi penelitian berkisar antara Rp50 000 sampai Rp80 000 per hari kerja (8 jam). Semua kegiatan budidaya dilakukan oleh penjaga tambak kecuali pada saat pemanenan. Secara statistik kebutuhan HOK antara budidaya pola mandiri dan kelompok tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen. Hal ini dikarenakan seluruh kegiatan budidaya tambak udang vaname yang dilakukan petani pola mandiri dan kelompok relatif sama. Secara

35 rinci, penggunaan tenaga kerja per hektar per musim budidaya pola mandiri dan kelompok dapat dilihat pada Tbel 13.

Tabel 11 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim budidaya pada usaha budidaya tambak udang vaname pola mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016

Kegiatan Satuan Mandiri (n=15) Kelompok (n=15) TKDK TKLK Total TKDK TKLK Total Persiapan

Tambak

HOK/ha 3.17 10.26 13.43 0.00 14.61 14.61 Pengisian Air HOK/ha 0.58 1.40 1.98 0.00 1.96 1.96 Penebaran Benur HOK/ha 0.58 0.81 1.40 0.00 1.45 1.45 Pemberian Pakan HOK/ha 20.43 37.07 57.50 0.00 66.68 66.68 Pemberian Obat-obatan HOK/ha 0.20 0.35 0.54 0.00 1.35 1.35 Pengecekan Air HOK/ha 2.35 4.40 6.75 0.00 10.02 10.02 Penyeponan HOK/ha 0.80 0.66 1.46 0.00 1.26 1.26 Pemanenan HOK/ha 0.00 17.20 17.20 0.00 17.74 17.74 Total Tenaga

Kerja

28.11 72.14 100.25 0.00 115.07 115.07

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa secara kuantitas penggunaan tenaga kerja budidaya pola kelompok lebih banyak dibandingkan pola mandiri. Hal ini disebabkan ada beberapa kegiatan yang lebih banyak banyak dilakukan oleh petani budidaya pola kelompok. Namun, kegiatan seperti persiapan tambak, pengisian air, penebaran benur, penyeponan, dan pemanenan rata-rata jumlah HOK tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan kegiatan yang dilakukan sama.

Yang menarik disini yaitu semua kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani kelompok menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Hal ini dikarenakan petani budidaya pola kelompok menjadikan usaha budidaya tambak udang vaname ini sebagai pekerjaan sampingan, sehingga semua kegiatan budidaya dilakukan oleh penjaga tambak dan tenaga kerja borongan saat pemanenan. Petani hanya bertugas mengontrol pekerjaan yang dilkukan oleh penjaga tambak. Sedangkan petani mandiri menjadikan usaga budidaya tambak udang vaname sebagai pekerjaan utama, sehingga beberapa kegiatan budidaya seperti persiapan tambak, penebaran benur, dan pemeliharan dilakukan sendiri. Namun, rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha budidaya tambka udang vaname di lokasi penelitian menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK)

Kegiatan persiapan tambak baik budidaya pola mandiri dan kelompok umumnya menggunakan tenaga kerja kerja luar keluarga (TKLK) dengan jumlah HOK tidak jauh berbeda yaitu 10.26 HOK per hektar untuk petani mandiri dan 14.61 HOK per hektar untuk petani kelompok. setelah persiapan tambak yaitu pengisian air yang dilakukan oleh oleh mesin pompa air. Kebutuhan HOK pada kedua pola budidaya ini tidak berbeda nyata. Kebutuhan HOK pada kegiatan pengisian air budidaya pola mandiri sebanyak 1.98 HOK sedangkan budidaya pola kelompok sebanyak 1.96 HOK.

36

Penebaran benur oleh petani responden dilakukan pada pagi hari ketika suhu belum terlalu tinggi. Penebaran benur oleh petani budidaya pola mandiri sebagian dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dn sebagian lain dilakukan oleh tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Kebutuhan HOK budidaya pola mandiri dan kelompok tidak berbeda nyata yaitu 14.40 HOK petani mandiri dan 14.45 HOK petani kelompok.

Kebutuhan HOK budidaya pola mandiri dan kelompok yang terlihat berbeda yaitu pada kegiatan pemberian pakan, pemberian obat-obatan, dan pengecekan kualitas air. Kebutuhan HOK pada kegiatan pemberian pakan oleh petani budidaya pola mandiri lebih kecil dibandingkan kelompok yaitu 57.50 HOK budidaya pola mandiri dan 66.68 HOK budidaya pola kelompok. Hal ini dikarenakan masa pembesaran udang vaname petani budidaya kelompok lebih lama dibandingkan petani budidaya pola mandiri, sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pemberian pakan udanng vaname.

Perbedaan selanjutnya yaitu kebutuhan HOK pada kegiatan pemberian obat-obatan. Petani budidaya pola kelompok lebih banyak dan lebih sering memberikan obat-obatan yaitu probiotik selama pembesaran udang vaname, sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk pemberian obat-obatan. Petani pola budidaya mandiri memberikan obat-obatan tidak lebih sering dari petani kelompok. Kebutuhan HOK pada pemberian obat-obatan yaitu 0.54 HOK untuk petani mandiri dan 1.35 HOK untuk petani kelompok.

Pengecekan kualitas air yang dilakukan oleh petani budidaya pola keompok lebih beragam mulai dari pengecekan pH, salinitas, kecerahan air, suhu, dan oksigen terlarut. Sedangkan petani budidaya pola mandiri hanya melakukan beberapa kegiatan pada pengecekan air yaitu pengecekan pH dan salinitas air. Sehingga HOK yang dibutuhkan pada kegiatan pengecekan air oleh petani kelompok lebih besar yaitu 10.02 HOK, sedangkan petani mandiri hanya 6.75 HOK. Kegiatan panen baik oleh petani budidaya mandiri maupun kelompok menggunakan tenaga kerja borongan dengan upah borongan. Kebutuhan HOK pola mandiri sebanyak 17.20 HOK , sedangkan budidaya pola kelompok sebanyak 17.74 HOK.

Biaya Usaha Tambak Udang Vaname Pola Mandiri dan Kelompok

Penelitian yang dilakukan di Desa Ketawangrejo bertujuan membandingkan struktur biaya usaha budidaya tambak udang vaname pola kelompok dan mandiri selama satu musim budidaya. Biaya yang dibandingkan pada penelitian ini meliputi biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk keperluan usahatani. Komponen biaya tunai usaha budidaya tambak udang vaname di Desa Ketawangrejo baik pada pola kelompok maupun mandiri meliputi biaya benih udang vaname, pakan, pakan, kapur, kaporit, penumbuh plankton, vitamin, probiotik, solar, bensin, oli, sewa tambak, dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan biaya non tunai ialah biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan usahatani. Komponen biaya non tunai terdiri dari biaya sewa tambak per musim budidaya, biaya pajak tambak per musim budidaya, biaya penyusutan per musim budidaya, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

37 Perbandingan struktur biaya usaha budidaya tambak udang vaname pola kelompok dan mandiri disajikan pada Tabel 14.

Secara kuantitas total biaya usaha budidaya tambak udang vaname pola

Dokumen terkait