• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TAMBAK UDANG VANAME (Litopenaeus Vannamei) DI KABUPATEN PURWOREJO NUR KHOMSAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN USAHA TAMBAK UDANG VANAME (Litopenaeus Vannamei) DI KABUPATEN PURWOREJO NUR KHOMSAH"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

NUR KHOMSAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TAMBAK UDANG

VANAME (Litopenaeus Vannamei) DI KABUPATEN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usaha Tambak Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) di Kabupaten Purworejo adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2017 Nur Khomsah NIM H34120022

(4)
(5)

ABSTRAK

NUR KHOMSAH. Analisis Pendapatan Usaha Tambak Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) di Kabupaten Purworejo. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.

Pengusahaan udang vaname di Indonesia secara umum dilakukan secara mandiri dan berkelompok. Secara teknis pegusahaan udang vaname secara berkelompok dapat menghasilkan biaya produksi yang lebih kecil dan meningkatakan posisi tawar petani, sehingga pendapatan petani meningkat. Namun, petani masih mengusahakan usaha budidaya tambak udang vaname secara mandiri. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat keuntungan dan efisiensi usaha pada usaha budidaya udang vaname secara mandiri dan kelompok. pengumpulan data dilakukan dengan metode probablility sampling terhadap 15 petani mandiri dan 15 petani kelompok. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan petani kelompok lebih besar namun memiliki efisiensi yang lebih kecil. Kondisi ini yang menjadikan usaha budidaya dengan pola mandiri masih tetap bertahan karena memberikan efisiensi tidak berbeda nyata.

Kata kunci: pendapatan petani, struktur biaya, udang vaname

ABSTRACT

NUR KHOMSAH. Income Analysis of Vaname Shrimp (Litopenaeus Vannamei) Cultivation in Purworejo Regency. Supervised by TINTIN SARIANTI.

Shrimp is a fishery commodity that has high economic value. Vaname shrimp farming in Indonesia is generally done individually or groups. Technically vaname shrimp companies in groups result in smaller production costs and increase bargaining position of farmers. However, farmers are still working on the cultivation of shrimp farms vaname independently. This research was conducted to analyze the level of profit and business efficiency in self-cultivation of vaname shrimp and group. Data collection is done by probablility sampling methode to the 15 independent farmers and 15 group farmers. Based on the results of the analysis show that the farmers groups provides higher income but has a smaller efficiency. This condition causes the vaname shrimp are still exist because it provides a higher efficiency.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TAMBAK UDANG

VANAME (Litopenaeus Vannamei) DI KABUPATEN

PURWOREJO

NUR KHOMSAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usaha Tambak Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) di Kabupaten Purworejo.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tintin Sarianti, SP, MM selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam pebuatan karya ilmiah ini serta Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Rita Nurmalina, MS dan Dr Suprehatin, SP, MAB selaku penguji sidang skripsi serta saudari Rillia Lazuardiana selaku pembahas seminar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada petani udang vaname Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi terkait pertanyaan penelitian, Pihak Desa Ketawangrejo dan Dinas Perikanan Kabupaten Purworejo atas bantuannya untuk mendapatkan data sekunder. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Slamet Supriyadi, Ibu Sopiyah, Mbak Mamah, Mbak Nanik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan doa yang tak pernah henti. Terima kasih kepada sahabat Dinita Elyni, Shofia Zidni, Sania Nala Salma, Lien Amalia O’Neal Elmi yang selalu memberikan semangat, menemani selama pengerjaan karya ilmiah ini dalam susah dan senang. Terima kasih kepada teman-teman se-bimbingan yang telah memberikan dukungan. Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga Agribisnis 49, Wisma Tanjung, Birena Al-Hurriyyah IPB 2012-2016, Formasi 2013-2014, dan Salam Invaleri 2014 yang selalu memberi dukungan dan doa dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2017 Nur Khomsah

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSATAKA 6

Keragaan Usahatani 6

Penggunaan Input Usahatani Pola Mandiri dan Kelompok 7 Biaya dan Penerimaan Usahatani Mandiri dan Kelompok 8

Pendapatan Usahatani Mandiri dan Kelompok 9

R/C Usahatani Mandiri dan Kelompok 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Keragaan Usahatani 10

Biaya Usahatani 11

Penerimaan Usahatani 11

Pendapatan Usahatani dan R/C rasio 12

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengumpulan dan Penentuan Sampel 15

Metode Pebgolahan dan Analisis Data 15

Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani 16

Analisis Pendapatan Usahatani 16

Analisis Efisiensi Biaya Usahatani 17

Analisis Uji Mann Whitney 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18

(14)

Kondisi Geografis 18

Kependudukan 19

Gambaran Umum Pokdakan Minaloka Jaya 19

Pengukuhan Kelompok 20

Perkembangan Kolam Budidaya 20

Efek Positif Adanya Kelompok Budidaya Udang Minaloka Jaya 20

Karakteristik Petani Responden 21

Jenis Kelamin 21

Usia 22

Tingkat Pendidikan 22

Pengalaman Budidaya 23

Penguasaan Lahan Tambak 23

Status Usaha 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Keragaan Usaha Budidaya Tambak Udang Vaname Mandiri dan

Kelompok di Desa Ketawangrejo 24

Teknik Budidaya Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan

Kelompok 25

Penggunaan Input Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan

Kelompok 30

Biaya Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan Kelompok 36 Produktivitas Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan Kelompok 40 Penerimaan Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri dan Kelompok 40 Keuntungan dan Pendapatan Usaha Tambak Udang Vaname Mandiri

dan Kelompok 41

Analisis Efisiensi R/C 42

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah produksi udang di Indonesia tahun 2010-2014 3 2 Produksi udang vaname di Kabupaten Purworejo tahun 2016 3 3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Ketawangrejo

tahun 2015

19 4 Jenis kelamin petani responden di Desa Ketawangrejo Kecamatan

Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015 22

5 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015 22 6 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria tingkat pendidikan di

Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015

23 7 Jumlah petani responden berdasarkan pengalaman budidaya di Desa

Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015 23 8 Jumlah petani responden berdasarkan luas penguasaan tambak di Desa

Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015 24 9 Jumlah petani responden berdasarkan status usaha Desa Ketawangrejo

Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015 24 10 Rata-rata kebutuhan input per hektar per musim budidaya pada usaha

budidaya tambak udang vaname pola mandiri dan kelompok Di Desa

Ketawangrejo tahun 2016 31

11 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar per musim budidaya pada usaha budidaya tambak udang vaname pola mandiri dan

kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016 35

12 Perbandingan biaya usaha budidaya tambak udang vaname per hektar per musim budidaya pola mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016

39 13 Perbandingan produktivitas udang vaname per hektar per musim

budidaya berdasarkan pola budidaya di Desa Ketawangrejo tahun 2016

40 14 Perbandingan penerimaan usaha budidaya tambak udang vaname per

hektar per musim budidaya pola mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016

41 15 Perbandingan keuntungan dan pendapatan usaha budidaya tambak

udang vaname per hektar per musim budidaya pola mandiri dan

kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016 41

16 Perbandingan R/C rasio usaha budidaya tambak udang vaname per hektar per musim budidaya pola mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo tahun 2016

(16)

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 Volume produksi perikanan di Indonesia tahun 2012-2016 1 2 Volume ekspor perikanan menurut komoditas ekspor utama

Indonesia tahun 2010-2015 2

3 Kerangka pemikiran analisis usaha budidaya tambak udang vaname pada pola budidaya kelompok dan mandiri di Desa Ketawangrejo

Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo 14

4 Kandang ayam petelur yang diberdayakan oleh kelompok bersama PKK dan Karang Taruna

21 5 Alur budidaya udang vaname pola mandiri dan kelompok 25

6 Persiapan tambak udang vaname 26

7 Pengisian air tambak budidaya 27

8 Penebaran benur 28

9 Pemeliharaan udang vaname 29

10 Panen usaha budidaya udang vaname 30

1 Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2012-2016 45

2 Perkembangan Jumlah Anggota Kelompok Pokdakan Minaloka Jaya 45 3 Biaya, Penerimaan dan R/C Rasio Usaha Tambak Udang Vaname per

Hektar per Musim Budidaya Petani Kelompok di Desa Ketawangrejo Tahun 2016

46 4 Biaya, Penerimaan dan R/C Rasio Usaha Tambak Udang Vaname per

Hektar per Musim Budidaya Petani Mandiri di Desa Ketawangrejo Tahun 2016

47 5 Hasil Output SPSS Uji SPSS Mann Whitney terhadap Penggunaan

Input Produksi Produkstivitas Biaya Total Penerimaan Pendapatan Total dan R/C

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor perikanan yang tidak hanya berperan dalam pembentukan PDB, tetapi juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, sumbangan devisa negara, dan ketahanan pangan dalam memenuhi konsumsi protein dalam negeri. Kontribusi sektor perikanan dalam pembentukan PDB terus mengalami kenaikan. PDB subkategori perikanan atas dasar harga berlaku triwulan I-2015 sebesar Rp68 045.4 miliar meningkat pada triwulan I-2016 sebesar Rp76 732.4 miliar, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 pada triwulan I-2015 sebesar Rp48 768.4 miliar triwulan I-2016 sebesar Rp52 639.7 miliar. Kenaikan PDB perikanan sejalan dengan pertumbuhan PDB nasional yang juga mengalami peningkatan sebesar 4.91 persen pada periode yang sama (Badan Pusat Statistik 2016)

Sumberdaya perikanan dapat dikelompokkan menjadi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rentang waktu lima tahun yaitu tahun 2012 sampai tahun 2016 produksi perikanan budidaya lebih besar daripada perikanan tangkap. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa produksi perikanan budidaya menunjukkan trend yang positif dan mengalami kenaikan rata-rata 15.24 persen per tahun. Peningkatan produksi ini sejalan dengan peningkatan konsumsi perikanan Indonesia. Rata-rata kenaikan konsumsi per kapita dari tahun 2012 sampai tahun 2016 sebesar 6.68 persen atau 33.89 kilogram/kapita/tahun di tahun 2012 meningkat menjadi 43.88 kilogram/kapita/tahun di tahun 2016 (Lampiran 1). Pencapaian tersebut telah memenuhi standar konsumsi ikan suatu negara Food and Agriculture Organisation (FAO) yaitu sebesar 30 kg/kapita/tahun. Kenaikan konsumsi ini lebih besar berasal dari perikanan budidaya yang diprediksi terus mengalami peningkatan produksi.

Sumber: Ditjen Prikanan Tangkap dan Budidaya (2016)

Gambar 1 Volume produksi perikanan di Indonesia tahun 2012-2016 0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000 16000000 18000000 2012 2013 2014 2015 2016 P ro d u k si ( to n ) Tahun Budidaya Tangkap

(18)

2

Usaha budidaya tambak merupakan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya pesisir pantai dan menggunakan media tambak. Usaha budidaya tambak dapat diusahakan hampir di seluruh wilayah Indonesia yang berada di daerah pesisir. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani maupun nelayan pesisir pantai, meningkatkan devisa negara dan mengurangi ketergantungan dari produksi perikanan tangkap yang tengah mengalami stagnasi. Potensi budidaya tambak dapat dilihat dari luas lahan tambak Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Luas tambak Indonesia mencapai 2.96 juta hektar dan baru dimanfaatkan sekitar 0.67 juta hektar. Artinya masih terdapat peluang sekitar 2.29 juta ha untuk mengembangkan pesisir pantai Indonesia (KKP Pusdatikin 2015). Berbagai komoditas perikanan dapat dibudidayakan di media tambak, salah satunya yaitu udang. Udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan termasuk komoditas ekspor utama perikanan Indonesia. Gambar 2 menunjukkan bahwa volume ekspor udang pada tahun 2014 mengalami pertumbuhan paling tinggi dibandingkan komoditas ekspor utama lainnya. Ekspor udang mencapai 196 623 ton atau mencapai 17.34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2016

Gambar 2 Volume ekspor perikanan menurut komoditas ekspor utama Indonesia tahun 2010-2015

Beberapa jenis udang yang dapat dibudidayakan yaitu udang vaname, udang windu, dan udang galah. Diantara jenis udang tersebut, udang vaname paling banyak diminati petani budidaya udang untuk dibudidayakan dibandingkan dengan udang lainnya karena memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan udang vaname dibandingkan dengan udang lainnya yaitu relatif lebih tahan terhadap penyakit, memiliki laju pertumbuhan yang cepat, produkstivitasnya tinggi, waktu pemeliharaan relatif singkat, dan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) selama masa pemeliharaan tinggi1. Selain itu, jumlah produksi udang vaname lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksi udang jenis lainnya. Secara lebih lengkap data disajikan pada Tabel 1.

1Remi. 2016. Keunggulan dari udang vaname. [diunduh tanggal 25 Juli 2017] tersedia pada:

https://ternakpedia.com/433/keunggulan-udang-vaname/ 0% 20% 40% 60% 80% 100% 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Lainnya Ikan Lainnya Kepiting Rumput Laut Mutiara

Tuna, Cakalang, Tongkol Udang

(19)

3 Tabel 1 Jumlah produksi udang di Indonesia tahun 2010-2014

*angka sementara

Sumber: Kementerian kelautan dan Perikanan (2014)

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa komoditas udang vaname memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 10 provinsi produsen utama udang vaname di Indonesia dengan produksi sebesar 13.872 ton pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2014). Salah satu daerah di Propinsi Jawa Tengah yang mengembangkan komoditas udang vaname adalah Kabupaten Purworejo. Direktur Jenderal (Dirjen) perikanan budidaya Slamet Soebijakto menyatakan bahwa potensi pengembangan budidaya udang di wilayah pantai selatan jawa khususnya Kabupaten Purworejo sangat tinggi. Di pantai selatan Purworejo udang ditebar selama 60 hari bisa mencapai size (ukuran) 70-80 gram, sedangkan di pantai utara untuk mecapai size tersebut, membutuhkan waktu hingga tiga bulan2.

Selama tahun 2016, jumlah produksi udang vaname di Kabupaten Purworejo mencapai 2 906 147 kilogram. Keseluruhan produksi ini berlokasi di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Grabag, Kecamatan Ngombol, dan Kecamatan Purwodadi. Kecamatan Grabag merupakan kecamatan dengan produksi paling besar di Kabupaten Purworejo yaitu 1 357 534 kilogram dengan luas areal tambak sebesar 95 hektar. Data produksi udang vaname di Kabupaten Purworejo dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi udang vaname di Kabupaten Purworejo tahun 2016

Kecamatan Luas (Ha) Produksi (Kg)

Grabag 95.00 1 357 534

Ngombol 57.40 885 525

Purwodadi 45.34 663 088

Jumlah 197.74 2 906 147

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Purworejo (2016)

Susanti (2013) menyatakan bahwa dalam upaya pengembangan komoditas pertanian atau usahatani, petani di Indonesia pada umumnya dihadapkan pada beberapa kendala. Petani pada umumnya menghadapai masalah keterbatasan skala usahatani baik pengusahaan lahan yang kecil, permodalan yang lemah, teknologi sederhana, produksi yang rendah sehingga rentan terhadap guncangan, dan ketidakjelasan informasi pasar serta posisi tawar yang rendah dalam menentukan harga.

2Humas. 2014. Pantai selatan jawa potensi lebih berpotensi pengembangan budidaya udang.

[diunduh tanggal 25 Juli 2017] tersedia pada http://www.purworejokab.go.id/news/seputar-ekonomi/2361-pantai-selatan-jawa-lebih-berpotensi-pengembangan-budidaya-udang Volume Produksi (ton) Tahun Kenaikan rata-rata (%) 2010 2011 2012 2013 2014* Udang windu 125.519 126.157 117.888 171.583 126.595 3.32 Udang vanname 206.578 246.420 251.763 390.278 411.729 20.49 Udang lainnya 48.875 28.577 46.052 77.094 53.895 14.23 Total produksi 380.972 401.154 415.703 638.955 592.219 13.83

(20)

4

Salah satu pengembangan komoditas usahatani yang juga mengalami kendala tersebut yaitu pengembangan usaha tambak udang vaname. Dengan berbagai kendala yang dihadapi, petani harus dapat mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala tersebut yaitu dengan mejalankan usaha tambak udang vaname secara berkelompok. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah subsistem penunjang agribisnis yaitu kelembagaan agribisnis berupa kelembagaan kelompok.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.14/Men/2012 tentang pedoman umum penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pelaku utama perikanan, fungsi kelembagaan kelompok3 diantaranya yaitu sebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerjasama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi perikanan, unit produksi perikanan, unit pengolahan dan pemasaran, unit jasa penunjang, sebagai organisasi kegiatan bersama, serta kesatuan swadaya dan swadana, misalnya melakukan pemupukan modal bersama untuk menyediakan modal bagi anggotanya melalui penumbuhan budaya menabung, iuran, dan sebagainya. Dengan demikian, anggota mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan modal usaha, bermitra dengan lembaga keuangan, serta mempermudah dalam akses pemasarannya.

Fungsi kelembagaan kelompok seperti yang telah disebutkan di atas, jika dijalankan dengan baik dapat menghasilkan biaya produksi per unit output menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pengusahaan secara mandiri. Hal ini dikarenakan pengadaan input pada pengusahaan secara berkelompok (skala besar) lebih banyak dibandingkan dengan pengusahaan secara mandiri (skala kecil), sehingga biaya pengadaan input persatuan input menjadi lebih murah. Selain itu, posisi tawar menawar harga yang dilakukan dengan cara berkelompok lebih tinggi dibandingkan dengan cara mandiri, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani udang vaname yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Secara teknis usaha tambak udang vaname yang dilakukan secara berkelompok dapat menurunkan biaya produksi per unit output dan meningkatkan posisi tawar petani. Namun, masih banyak petani yang mengusahakan usaha tambak udang vaname secara mandiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbedaan pola usaha tambak udang vaname yaitu pola usaha mandiri dan kelompok terhadap pendapatan yang diterima petani.

Perumusan Masalah

Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo merupakan kecamatan yang mempunyai kontribusi terbesar dalam produksi udang vaname pada tahun 2016 di Kabupaten Purworejo. Di kecamatan Grabag terdapat salah satu kelembagaan kelompok yaitu kelompok budidaya ikan (Pokdakan) Minaloka Jaya yang berlokasi di Desa Ketawangrejo. Pada tahun 2015 Pokdakan Minaloka Jaya mendapat juara pertama kategori kinerja kelompok terbaik dalam lomba yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Perikana Budidaya tahun 2015.

3Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.14/Men/2012. 2012.

Pedoman umum penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pelaku utama perikanan. [diunduh tanggal 25 Juli 2017] tersedia pada http://aplikasipupi.kkp.go.id/download/61660_KEP_14_MEN_2012_PENUMBUHAN_KELEMB AGAAN_PELAKU_UTAMA_PERIKANAN.pdf

(21)

5 Usaha tambak udang vaname di Desa Ketawangrejo memiliki skala usaha yang relatif kecil, modal yang terbatas, teknologi budidaya yang sederhana, dan ketidakjelasan harga jual. Oleh karena itu, beberapa petani tambak udang vaname di Desa Ketawangrejo memilih bergabung dengan Pokdakan Minaloka Jaya yang telah berdiri selama empat tahun. Ketika petani memutuskan untuk menjalankan usahanya secara berkelompok, petani berharap dengan berkelompok dapat meminimlisir kendala-kendala yang dihadapi pendapatan usaha tambak udang vaname yang mereka jalankan dapat meningkat karena tujuan petani dalam menjalankan usaha tambka udang vaname adalah memaksimalkan keuntungan. Petani tambak udang vaname di Desa Ketawangrejo tidak semuanya melakukan usaha tambak udang vaname dengan berkelompok. Jumlah petani udang vaname yang mengusahakan usaha tambak udang vaname secara mandiri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok meskipun kedua pola budidaya tersebut sama-sama berkembang di Desa Ketawangrejo. Jumlah petani udang di Desa Ketawangrejo yaitu 93 petani, namun hanya 20 petani udang vaname atau sebesar 21.50 persen yang mengusahakan budidaya udang vaname secara berkelompok.

Berdasarkan hasil turun lapang yang dilakukan, kelembagaan kelompok petani budidaya ikan yaitu Pokdakan Minaloka Jaya di Desa Ketawangrejo belum menjalankan fungsi kelompok sebagaimana mestinya yaitu sebagai unit penyedia sarana dan prasarana produksi perikanan, unit produksi perikanan, unit pengolahan dan pemasaran. Pokdakan Minaloka Jaya baru berperan sebagai wadah pembelajaran, dimana mereka dapat mempertukarkan pengalaman masing-masing, sehingga membuat para petani udang semakin mudah keluar dari masalah yang dihadapai dalam melakukan usaha budidaya udang vaname. Selain sebagai wadah pembelajaran, juga sebagai wahana kerjasama dalam upaya mengembangkan usaha budidaya udang vaname.

Pada dasarnya, tujuan utama petani dalam menjalankan tambak udang vaname yaitu memaksilmalkan keuntungan. Adanya petani yang tidak bergabung dengan Pokdakan Minaloka Jaya di desa Ketawangrejo dan belum berfungsinya kelompok sebagaimana mestinya, maka timbul pertanyaan apakah dengan menjalankan usaha tambak udang vaname secara berkelompok dapat menghasilkan pendapatan lebih tinggi dan memberikan tingkat efisiensi yang lebih tinggi?

Tujuan Penelitian

Untuk menjawab masalah penelitian maka perlu melakukan analisis pendapatan serta analisis biaya untuk menyimpulkan pola budidaya mana yang memberikan manfaat lebih besar kepada petani udang vaname, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keragaan usaha tambak udang vaname di Kabupaten Purworejo baik usaha dengan pola kelompok maupun mandiri.

2. Menganalisis struktur biaya usaha tambak udang vaname di Kabupaten Purworejo baik dengan pola kelompok maupun mandiri.

3. Menganalisis tingkat pendapatan usaha tambak udang vaname di Kabupaten Purworejo baik dengan pola kelompok maupun mandiri.

4. Menganalisis efisiensi usaha budidaya tambak udang vaname di Kabupaten Purworejo baik dengan pola kelompok maupun mandiri.

(22)

6

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak, antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan bidang ilmu yang telah dipelajari serta melatih dalam kemampuan berpikir secara analitik untuk menghadapi persoalan di lapang yang berkaitan dengan agribisnis.

2. Bagi petani udang vaname diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usaha tambak yang dijalankan, sehingga dapat mempertimbangkan untuk mengusahakan budidaya udang vaname secara mandiri atau kelompok.

3. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian bisa menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijakan terkait potensi perikanan yang ada di Kabupaten Purworejo secara khusus.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis keragaan usaha tambak udang vaname pada petani udang yang melakukan usaha tambak udang vaname secara mandiri dan kelompok di Desa Ketawangrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo dilihat dari proses budidaya, penggunaan input, struktur biaya, pendapatan, serta efisiensi usaha tambak udang vaname. Analisis efisiensi usaha tambak udang vaname dilihat berdasarkan analisis R/C rasio. Analisis usahatani yang digunakan merupakan analisis finansial, data yang digunakan adalah data riil dari lokasi penelitian.

Usaha tambak udang vaname dengan pola mandiri yang dimaksud pada penelitian ini ialah usaha budidaya yang dilakukan secara individu tanpa menjadi anggota kelompok budidaya ikan. Sedangkan usaha budidaya udang kelompok yaitu usaha yang dilakukan secara individu namun menjadi anggota kelompok dari kelompok budidaya ikan (Pokdakan). Penelitian ini dilakukan pada satu kali musim panen dengan menggunakan beberapa asumsi agar memudahkan dalam proses analisis dan diharapkan dengan adanya batasan ini tidak mengurangi esensi yang akan disampaikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Keragaan Usahatani

Tinjuan empiris berkaitan dengan keragaan usahatani membahas mengenai sistem budidaya dan penggunaan input produksi. Pada umumnya sistem budidaya yang dilakukan oleh petani mandiri dan kelompok sama yaitu meliputi persiapan tambak, penebaran benih, pemeliharaan, dan pemanenan (Kristiawan 2014). Namun, yang membedakan adalah penggunaan input pada kegiatan budidaya seperti benih, pupuk, dan obat-obatan.

(23)

7

Penggunaan Input Usahatani Pola Mandiri dan Kelompok

Usahatani dengan pola mandiri berbeda dengan usahatani kelompok dalam hal penggunaan input produksi. Perbedaan ini dikarenakan petani yang melakukan usaha secara berkelompok lebih mudah mendapatkan input produksi dari kelembagaan kelompok yang diikuti. Perbedaan penggunaan input ini berpengaruh terhadap output produksi yang dihasilkan oleh petani karena banyak sedikitnya penggunaan input produksi berkorelasi positif terhadap output produksi dari kegiatan usahatani.

Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013) dengan judul Pengaruh Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Sayuran (Studi Kasus: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor) menunjukkan usahatani dengan pola kelompok lebih banyak dalam penggunaan input produksi dibandingkan dengan pola mandiri. Beberapa input produksi seperti benih, pupuk, dan obat-obatan lebih banyak digunakan oleh petani kelompok dibandingkan mandiri, karena petani kelompok lebih mudah mendapatkan input produksi tersebut melalui kelompok. Selaian itu, kelompok juga menyediakan pinjaman natura saprodi yang dapat dibayarkan setelah panen. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) oleh petani kelompok lebih besar dibandingkan dengan mandiri yaitu 45.09 HOK untuk petani kelompok dan 41.34 HOK untuk petani mandiri, dikarenakan rata-rata usia petani kelompok lebih tua atau berusia lanjut sehingga kurang produktif dan kesulitan dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan di lahan terutama untuk kegiatan-kegiatan yang berat.

Penelitian lain pada Milliondry (2014) yang berjudul Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan oleh petani yang bermitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra dikarenakan petani mitra ingin mengurangi hama dan penyakit yang ada sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanam. Sedangkan penggunaan input produksi lain yaitu pupuk, petani non mitra lebih banyak menggunakan pupuk dibandingkan petani mitra. Namun penggunaan pupuk kandang petani mitra lebih banyak dikarenakan petani mitra diberikan penyuluhan untuk menjaga keadaan tanah yang digunakan untuk kegiatan usahatani. Total pupuk yang digunakan petani mitra yaitu sebanyak 2 095.66 kilogram dan petani non mitra sebanyak 2 121.6 kilogram. Penggunaan tenaga kerja oleh petani mitra yaitu 45.24 HOK sedangkan petani non mitra sebesar 43.8 HOK. Pada petani mitra total HOK lebih banyak dibandingkan petani non mitra.

Penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas memberikan hasil yang berbeda untuk penggunaan input produksi antara petani mitra dan non mitra. Pada penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013) dapat diketahui bahwa penggunaan input produksi petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Pada penelitian Milliondry (2014), tidak semua input produksi digunakan lebih banyak oleh petani mitra, ada beberapa input produksi yang digunakan lebih banyak oleh petani non mitra. Perbedaan penggunaan input petani mitra dan non mitra dikarenakan perbedaan keputusan yang diambil oleh petani dalam melakukan usahatani.

Berdasarkan dari kedua penelitian terdahulu tersebut diketahui bahwa penggunaan input produksi petani mandiri dan kelompok berbeda. Hal ini dikarenakan kelompok ada yang menyediakan input produksi seperti benih, pupuk,

(24)

8

dan obat-obatan sehingga akses petani untuk mendapatkan input produksi lebih mudah. Namun, ada juga kelompok yang tidak menyediakan sarana produksi.

Biaya dan Penerimaan Usahatani Mandiri dan Kelompok

Penelitian Susanti (2013) menunjukkan bahwa biaya produksi petani pola mandiri lebih rendah dibanding pola kelompok atau bermitra. Rata-rata biaya usahatani petani responden per hektar per tahun sebesar Rp15 543 070 untuk petani mitra dan Rp14 384 189 untuk petani non mitra. Rata-rata biaya yang dikeluarkan digunakan untuk biaya variabel seperti biaya untuk benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan lain-lain. Biaya terbesar yang dikeluarkan baik petani mandiri maupun petani kelompok yaitu biaya untuk benih yaitu sebesar 38.93 untuk petani mandiri dan 44.19 persen untuk petani kelompok. Lebih dari 90 persen dari total biaya yang dikeluarkan digunakan untuk biaya tunai ushatani. Biaya ini rata-rata digunakan untuk membiayai benih dan lahan.

Petani mitra lebih banyak mengeluarkan biaya untuk pembelian benih disusul berikutnya secara berturut-turtu yaitu biaya lahan, pembelian pupuk kimia, pengadaan pupuk kandang, pembelian obat-obatan, upah tenaga kerja luar keluarga, dan pengeluaran pada biaya diperhitungkan, sedangkan petani non mitra mengeluarkan biaya terbesar untuk biaya pembelian benih, biaya lahan, pembelian pupuk kimia, pembelian obat-obatan, pengeluaran pada biaya diperhitungkan, upah tenaga kerja luar keluarga, dan terakhir pembelian pupuk kandang. Perbedaan pengeluaran biaya ini menunjukkan perbedaan cara pandang masing-masing petani terhadap pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani sayuran.

Penelitian lain oleh Nurdiana (2016) yang berjudul Sistem Kemitraan dalam Usahatani Peternakan Ayam Broiler di Kabupaten Jember, menunjukkan bahwa biaya terbesar yang dikeluarkan yaitu digunakan untuk membiayai DOC dan pakan. Biaya pakan untuk petani mitra lebih kecil dibandingkan petani non mitra yaitu sebesar 63.03 persen untuk petani mitra dan 74.12 persen untuk petani non mitra.

Dilihat dari sisi penerimaan, berdasarkan data Susanti (2013) petani yang mengikuti kemitraan atau kelompok dalam melakukan usahatani memperoleh penerimaan yang lebih kecil dibandingkan dengan petani yang melakukan usahatani secara mandiri. Penerimaan yang diperoleh yaitu sebesar Rp154 699 148 untuk petani mitra dan Rp157 907 025 untuk petani non mitra. Hal ini disebabkan karena petani mitra mempunyai produksi yang lebih kecil dibandingkan petani non mitra tetapi memperoleh harga yang lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra karena mempunyai posisi tawar yang lebih besar dengan mengikuti kemitraan atau berkelompok.

Penelitian Nurdiana (2016) menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra dikarenakan produksi dan harga jual lebih tinggi, meskipun biaya yang dikelurkan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra dengan persentase tertinggi yang terkait dengan biaya adalah biaya pembelian DOC dan pakan. Penerimaan yang diperoleh petani mitra yaitu sebesar Rp413 210 317 dan Rp343 147 254 untuk petani non mitra. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan atau kelompok petani tidak selalu memperoleh penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan petani mandiri atau non mitra karena penerimaan

(25)

9 usahatani dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan petani dan harga jual yang diterima petani.

Pendapatan Usahatani Mandiri dan Kelompok

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani sudah banyak dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diperoleh petani dan biaya yang dikeluarkan. Setelah melakukan analisis pendapatan usahatani diharapkan petani dapat mengetahui keadaan usahatani yang sedang dilakukan. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.

Penelitian Susanti (2013) menyimpulkan bahwa petani anggota Gapoktan memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai untuk petani anggota Gapoktan yaitu sebesar Rp140 144 509 per hektar per tahun dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp139 156 078, sedangkan pendapatan yang diperoleh petani bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar Rp144 858 093 untuk pendapatan atas biaya tunai dan Rp143 522 836 untuk pendapatan atas biaya total. Meskipun petani anggota Gapoktan memperoleh pendapatan yang lebih kecil, tetapi petani anggota Gapoktan memperoleh beberapa keuntungan menjadi anggota kelompok, diantaranya yaitu memperoleh jaminan harga dan pasar untuk hasil produksinya.

Penelitian Sipayung (2014) yang berjudul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram: Putih di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor menunjukkan hasil yang sama dari penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013). Pendapatan usahatani petani non mitra lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani mitra. Pendapatan yang diperoleh petani mitra sebesar Rp6 556 914 sedangkan pendapatan petani non mitra sebesar Rp10 371 840 per 10 000 baglog. Hal ini dikarenakan petani non mitra membuta baglog sendiri sehingga biaya yang dikeluarkan lebih kecil.

R/C Usahatani Kelompok dan Mandiri

R/C merupakan ukuran efisiensi dengan membandingkan penerimaan dengan biaya berbagai jenis usahatani. Petani sebagai seorang produsen akan memilih nilai R/C yang tinggi untuk memanfaatkan faktor produksi yang dimili ki. Susanti (2013) menunjukkan usahatani yang dilakukan dengan sistem kemitraan atau kelompok memiliki R/C lebih kecil dibandingkan dengan usahatani mandiri. Nilai R/C untuk usahatani dengan sisitem kelompok sebesar 9.95, sedangkan usahatani mandiri sebesar 10.98. Namun penelitian yang dilakukan Sipayung (2014) menunujukkan hasil yang berbeda. Nilai R/C sahatani yang dilakukan dengan bermitra lebih kecil dibandingkan dengan mandiri yaitu 1.34 untuk usahatani mitra dan 1.68 untuk usahatani mandiri. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan baik dengan sistem kemitraan maupun mandiri efisien. Hal ini yang menyebabakan kedua sistem usahatani tersebut berjalan secara berdampingan.

(26)

10

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Keragaan Usahatani

Usahatani merupakan kegiatan produksi yang dilakukan oleh seseorang, badan, atau organisasi untuk menghasilkan suatu output tertentu dengan penggunaan input tetentu. Tujuan dari usahatani ini selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsistence farm) juga memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan (commercial farm). Menurut Soekartawi (1985), usahatani ialah organisasi yang didirikan secara sengaja oleh sesorang maupun kelompok yang terikat geneologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolaannya. Tujuan dari usahatani yaitu ingin memaksimumkan laba dan meminimumkan biaya. Cara memaksimumkan keuntungan dilakukan dengan cara mengalokasikan sumberdaya seoptimal mungkin agar memperoleh keuntungan semaksimal mungkin, sedangkan konsep minimisasi biaya dilakukan dengan cara menekan biaya sekecil-kecilnya sehingga tercapai produksi tertentu. Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari petani itu sendiri sebagai pengelola, lahan yang diusahakan petani, tenaga kerja yang digunakan, modal serta tingkat teknologi yang dimiliki. Faktor eksternal meliputi sarana dan prasarana, komunikasi, fasilitas kredit, peraturan pemerintah, peran penyuluh, dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemasaran. Selain itu, Hernanto (1996) menyatakan terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani, yaitu:

1. Lahan

Lahan merupakan unsur terpenting dalam melakukan kegiatan usahatani, karena lahan ini memiliki sifat yang terbatas atau langka, dan tidak dapat dipindah-pindahkan, namun dapat diperjual-belikan. Menurut jenisnya lahan dibedakan menjadi kolam, tambak, sawah, perkarangan, perkebunan, tegalan dan lain sebagainya.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan sumberdaya manusia yang melakukan kegiatan usahatani. Berdasarkan jenisnya tenaga kerja dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia itu sendiri dibagi atas tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak. Sumbernya dapat dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga.

3. Modal

Modal merupakan barang atau uang bersama-sama dengan faktor produksi lain untuk menghasilkan produk pertanian. Modal menurut jenisnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri dari bangunan, tanah. Modal tidak tetap meliputi alat-alat pertanian, piutang, uang tunai, tanaman, ternak, ikan dikolam. Pada dasarnya modal ini digunakan untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Modal ini dapat bersumber dari modal sendiri, pinjaman, hasil sewa, maupun warisan.

(27)

11 4. Manajemen

Manajemen usahatani suatu kegiatan yang dilakukan oleh petani dalam hal perencanaan, mengorganisir dan mengkoorganisasikan faktor-faktor produksi, sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan.

Pada usahatani budidaya udang vaname tujuan utama yaitu untuk memaksimumkan keuntungan baik pada pola mandiri maupun kelompok. Untuk melihat keragaan pada kedua usaha tersebut, maka dianalis menggunakan biaya, penerimaan, keuntungan, pendapatan, dan efisiensi R/C rasio

Biaya Usahatani

Biaya merupakan nilai semua yang dikorbankan atau yang dikeluarkan atas penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan output tertentu pada waktu tertentu. Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi biaya variabel (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pakan, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Contoh biaya tetap adalah sewa tanah, biaya pajak, biaya penyusutan alat, biaya pemeliharaan, dan iuran irigrasi (Soekartawi 1985). Sedangkan Hernanto (1991) mengembangkan konsep biaya usahatani yang dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (non tunai). Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani untuk pembelian barang dan jasa, contoh dari biaya tunai adalah biaya pembelian benih, pupuk, obat-obatan, pakan, dan upah tenaga luar keluarga. Sementara biaya non tunai merupakan nilai atas pemakaian barang dan jasa yang berasal dari kegiatan usahatani itu sendiri. Biaya non tunai dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi.

Penerimaan Usahatani

Penerimaan merupakan hasil perkalian antara output total yang hasilkan pada kegiatan usahatani dengan harga output tertentu (Soekartawi 1985). Output total atau total produksi terbagi menjadi output yang dijual dan output yang tidak dijual. Output yang tidak dijual biasanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga petani, dibagikan, digunakan untuk pembayaran usahatani, digunakan kembali dalam kegiatan usahatani, dan disimpan. Dengan demikian penerimaan usahatani dibagi menjadi dua, yaitu: penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan total merupakan nilai output total baik yang dijual maupun nilai output yang tidak dijual pada waktu tertentu. Secara matematis penerimaan usahatani dirumuskan sebagai berikut:

(28)

12 Dimana

TR = penerimaan total usahatani P = harga ouput

Q = output total yang dihasilkan pada kegiatan usahatani (baik output yang dijual maupun output yang tidak dijual)

Pendapatan Usahatani dan R/C rasio

Pendapatan merupakan balas jasa dari kerja faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja dan pengelolaan. Soekartawi (2002) mendefinisikan pendapatan sebagai selisih penerimaan dan semua biaya. Setiap kegiatan usahatani bertujuan agar mencapai produksi dalam bidang pertanian dan pada akhirnya produksi tersebut akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi dengna biaya yang telah dikeluarkan selama masa produksi. Konsep ini dikenal dengan konsep pendapatan usahatani.

Analisis R/C rasio yang menunjukan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal.

Kerangka Pemikiran Operasional

Udang vaname merupakan salah satu komiditas yang berpotensi untuk dikembangkan. udang vaname juga merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan pasar yang luas, terutama di luar negeri. Pengembangan usaha budidaya tambak udang vaname di Indonesia dilakukan secara mandiri dan kelompok. Usaha budidaya tambak udang vaname secara berkelompok hadir untuk meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi petani dalam melaksanakan usaha budidaya secara individu atau mandiri. Pada umumnya pengusahaan yang dilakukan secara berkelompok dapat menghasilkan biaya produksi per unit output menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pengusahaan secara mandiri. Hal ini dikarenakan pengadaan input pada pengusahaan secara berkelompok (skala besar) lebih banyak dibandingkan dengan pengusahaan secara mandiri (skala kecil), sehingga biaya pengadaan input persatuan input menjadi lebih murah. Selain itu, posisi tawar menawar harga yang dilakukan dengan cara berkelompok lebih tinggi dibandingkan dengan cara mandiri. Sehingga dapat meningkatakan pendapatan petani udang vaname yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Salah satu daerah yang mengembangkan usaha budidaya tambak undang vaname secara berkelompok ialah Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo. Proporsi pola budidaya udang vaname mandiri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok meskipun kedua pola budidaya tersebut sama-sama berkembang di Desa Ketawangrejo. Dari 93 petani udang hanya 20 petani udang vaname atau sebesar 21.50% persen yang bergabung dengan kelompok petani budidaya ikan atau mengusahakan budidaya udang vaname secara

(29)

13 berkelompok. Berjalannya kedua pola budidaya secara berdampingan menimbulkan pertanyaan, sebaiknya pola budidaya mana yang digunakan petani yang mampu memberikan pendapatan dan keuntungan serta efisiensi yang lebih tinggi.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti melihat permasalahan ini dari sisi finansial dengan menggunakan pendekatan struktur biaya dan pendapatan. Langkah awal yang dilakukan dengan menganalisis teknik budidaya tambak udang vaname. Perbedaan teknik budidaya pada masing-masing pola budidaya akan menyebabkan perbedaan penggunaan faktor produksi seperti jumlah bibit yang ditebar, jumlah pakan yang digunakan, obat-obtan, dan tenaga kerja. Perbedaan penggunaan faktor produksi pada masing-masing pola budidaya memnyebabakna perbedaan biaya yang dikeluarkan. Setelah menganalisis struktur biaya pada masing-masing pola budidaya langkah selanjutnya ialah membandingkan penerimaan yang diperoleh. Nilai penerimaan dihasilkan dari perkalian output dengan harga output.

Langkah selanjutnya yaitu menentukan pendapatan usaha budidaya tambak udang vaname. Pendapatan dihasilkan dari pengurangan biaya total dengan penerimaan total. Salah satu cara untuk menganalisis efisiensi biaya adalah dengan melihat R/C rasio. Nilai ini menunjukkan jumlah penerimaan usahtani yang diperoleh setiap satu satuan dan biaya yang dikeluarkan petani. Selain itu, nilai R/C rasio juga mengindikasikan nilai ekonomi (tingkat keuntungan) suatu usahatani, karena semakin tinggi nilai R/C rasio maka semakin besar keuntungan yang diperoleh petani.

Setelah diketahui rata-rata penggunaan input, biaya total, penerimaan total, pendapatan total, dan R/C rasio kemudian dilakukan analisis perbandingan melalui uji statistik Mann Whitney untuk melihat apakah berbeda signifikan secara stastistik atau tidak. Selanjutnya, hasil analisis dan perhitungan akan dijelaskan secara deskriptif. Berdasarkan uraian di atas, dibuat kerangka pemikiran operasional yang dapat dilihat pada Gambar 3.

(30)

14

Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis usaha budidaya tambak udang vaname pada pola budidaya kelompok dan mandiri di Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ketawangrejo, Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yang merupakan salah satu Desa yang ada di Kabupaten Purworejo. Desa Ketawangrejo dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan yaitu Desa Ketawangrejo merupakan daerah yang mengembangkan usaha budidaya udang vaname dimana petani budidaya udang yang membudidayakan udang dibagi menjadi dua kelompok yaitu petani budidaya yang melakukan usaha budidaya tambak udang vaname secara mandiri dan kelompok, sehingga mampu menjawab pertanyaan penelitian. Pengambilan data dilakukan selama bulan Februari 2016.

Budidaya tambak udang mandiri Budidaya tambak udang kelompok

Keragaan Usahatani: - Sistem budidaya

tambak udang vaname - Penggunaan input

Struktur biaya, penerimaan,

pendapatan usahatani

Efisiensi biaya: R/C rasio

Diuji dengan Uji Mann Whitney)

Pola budidaya mana yang sebaiknya digunakan

1. Salah satu daerah yang menggunakan pola budidaya kelompok ialah Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo

2. Budidaya secara mandiri masih menjadi pola budidaya yang banyak dilakukan oleh petani dibanding pola budidaya kelompok.

Pola budidaya kelompok hadir untuk meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi petani dalam melaksanakan usaha budidaya udang secara

(31)

15

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan responden petani budidaya udang vaname dengan menggunakan susunan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya dalam bentuk kuesioner. Data primer pada penelitian penelitian mencakup karakteristik responden, keragaan usaha, budidaya tambak udang vaname, seperti teknis budidaya, jumlah yang diproduksi, harga output, penggunaan input untuk menghitung biaya yang dikeluarkan serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini.

Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari pihak atau instansi yang terkait, seperti: Kementerian Kelautan dan Perikana, Badan Pusat Statistik, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik setempat. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui internet, buku serta penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagia bahan rujukan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Populasi pada penelitian yang dilakukan adalah seluruh petani budidaya udang vaname di Desa Ketawangrejo baik yang menjadi anggota kelompok maupun mandiri. Total populasi untuk petani budidaya udang vaname menjadi anggota kelompok adalah sebanyak 15 orang. Sedangkan petani budidaya udang vaname yang mandiri jumlahnya adalah sebanyak 74 orang.

Dari populasi tersebut, petani budidaya yang menjadi anggota kelompok yaitu sebanyak 15 petani budidaya seluruhnya dijadikan responden dalam penelitian dan dari 74 petani budidaya mandiri dimbil 15 orang, sehingga jumlah responden yang digunakan sebanyak 30 petani budidaya udang vaname. Metode penarikan sampel ini dilakukan secara probability sampling untuk petani budidaya mandiri dimana penarikan sampel dilakukan dengan memberi peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Teknik yang digunakan adalah simple random sampling.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempermudah dalam memahami akan dilakukan tabulasi data primer dari kuesioner. Pada penelitian ini menggunakan alat bantu seperti kalkulator, aplikasi SPSS dan Software Microsoft Excel 2007. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik petani budidaya responden, keadaann umum lokasi penelitian, dan keragaan usaha budidaya tambak udang vaname.

Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Analisis ini digunakan untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, pendapatan, dan efisiensi pada usaha budidaya tambak udang vaname.

(32)

16

Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total usahatani dengan biaya total usahatani. Apabila nilainya lebih dari nol, artinya usahatani yang dilakukan memberikan keuntungan dan sebaliknya apabila kurang nol, artinya usahatani yang dilakukan tidak memberikan keuntungan atau mengalami kerugian. Pada penelitian ini dilakukan analisis perbandingan keuntungan per hektar per musim budidaya atas usaha budidaya tambak ikan bandeng dari berbagai tingkat teknologi yang diduga sebelumnya memiliki struktur biaya dan penerimaan berbeda. Oleh karena itu, sebelum menganalisis pendapatan maka dilakukan analisis penerimaan dan biaya.

a. Penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usaha tambak udang vaname. Soekartawi (2002) memformulasikan pebnerimaan usahatani sebagai perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual atau dapata dituliskan sebagai berikut

Total Penerimaan (TR) = P x Q Dimana:

TR = total penerimaan (Rp) P = harga output (Rp/unit)

Q = jumlah output yang dihasilkan (unit)

b. Biaya merupakan nilai atas pengorbanan faktor produksi yang digunakan dalam usahatani untuk menghasilkan sejumlah output pada waktu tertentu. Biaya usaha budidaya tambak udang vaname dalam penelitian ini digolongkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai usaha budidaya tambak udang vaname terdiri dari benih, pakan, obat-obatan, solar, bensin dan biaya tenaga kerja. Biaya tidak tunai dari usaha budidaya tambak udang vaname terdiri dari biaya sewa tambak, pajak tambak, biaya penyusutan perlatan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukaan (Soekartawi et al. 2011). Perhitungan penyusutan dalam penelitian ini menggunakan metode garis lurus dengan asumsi peralatan tidak laku dijual setelah habis umur ekonomis. Penyusutan menggunakan metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut:

Penyusutan (Rp) = Nilai Beli - Nilai Sisa Usia Ekonomis Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani udang vaname. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara semua penerimaan (revenue) dan biaya total, baik biaya total yang bersifat tunai maupun tidak tunai, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002):

(33)

17 Pendapatan (π) = TR – TC

Pendapatan (π) = (P x Q) – (Biaya Tunai + Biaya Non Tunai) Dimana:

TR : Total Penerimaan

TC : Biaya Tunai + Biaya Non Tunai

Pendapatan dikatan positif atau mengalami keuntungan apabila nilai pendapatan (π) bernilai positif yang berarti total penerimnaan yang diterima petani lebih besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan petani. Sebaliknya jika nilai pendapatan (π) bernilai negatif, maka dapat dikatakan petani mengalami kerugian yang berarti total biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan total penerimaan yang diperoleh petani.

Analisis Efisiensi Biaya Usahatani

Return cost rasio atau imbangan penerimaan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Semakin tinggi nilainya maka usahatani yang dilakukan semakin efisien. Secara matematis perhitungan rasio R/C sebagai berikut:

R/C atas biaya tunai

=

Total Penerimaan Biaya Tunai

R/C atas biaya total

=

Total Penerimaan

Biaya Tunai + Biaya Non Tunai

Dalam melaksanakan kegiatan usahatani petani budidaya harus mendapatkan rasio/imbangan antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan harus lebih besar dari satu (R/C > 1). Jika nilai R/C kurang dari satu petani budidaya akan mengalami kerugian karena hal ini menunjukkan biaya yang dikelurakan oleh petani budidaya lebih besar daripada total penerimaan yang diterima petani budidaya. nilai R/C rasio juga digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan petani yaitu dengan mengukur besarnya rupiah pengembalian dari setiap Rp. 1 yang dikeluarkan petani.

Analisis Uji Mann Whitney

Analisis uji beda Mann Whitney digunakan untuk mengetahu apakah terdapat perbedaan dari dua populasi data yang saling independen. Uji Mann Whitney merupakan salah satu uji non parametrik yang bertujuan untuk melihat perbedaan media dua kelompok bebas. Uji ini merupakan alternatif dari uji-T untuk dua sampel yang diambil dari populasi yang bebas (independen) dan tidak terdistribusi normal. Pada penelitian ini Uji Mann Whitney digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan biaya total, penerimaan dan keuntungan antara petani kelompok dan mandiri.

(34)

18

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan biaya/penerimaan/pendapatan, R/C rasio petani kelompok dan mandiri

H1 : Terdapat perbedaan biaya/penerimaan/pendapatan, R/C rasio petani kelompok dan mandiri

Taraf nyata yang digunakan ialah 5 persen (α = 5%). Pada output SPSS dapat dilihat informasi nilai Exact sig (2-tailed). Apabila nilai Exact sig (2-tailed) lebih kecil dari α maka dapat disimpulkan tolak H0. Apablila nilai Exact sig (2-tailed) lebih besar dari α maka dapat disimpulkan terima H0. Berikut rumus yang digunakan: Z = U - n1. n22 √n1. n2 (n1+ n2+1) 12 Keterangan: U = Uji statistik U

n1 = jumlah sampel pola kelompok n2 = jumlah sampel pola mandiri

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian berlokasi di Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo. Gambaran umum lokasi penelitian yang dibahas pada penelitian ini terdiri dari karakteristik wilayah dan karakteristik patani responden. Karakteristik wilayah meliputi kondisi geografis, kependudukan dan pertanian. Sementara karakteristik petani responden yang dijelaskan meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman budidaya udang, penguasaaan lahan tambak, dan status usaha budidaya tambak udang.

Karakteristik Wilayah

Kondisi Geografis

Desa Ketawangrejo merupakan bagian dari Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag apabila ditinjau dari peta Kabupaten Purworejo berada di daerah selatan Kabupaten Purworejo. Jarak Desa Ketawangrejo dengan Ibukota Kecamatan adalah 1 Km. Ketinggian wilayah Desa Ketawangrejo dari permukaan laut adalah 1.5 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 130 mm/tahun. Secara administratif berbatasan dengan:

1. Sebelah Timur : Desa Patutrejo 2. Sebelah Selatan : Samudera Hindia

(35)

19 3. Sebelah Barat : Desa Munggangsari dan Desa Rejosari

4. Sebelah Utara : Desa Banyuyoso, Desa Wonoenggal, dan Desa Aglik Desa Ketawangrejo memiliki luas wilayah 551.19 hektar, terbagi delapan dusun, yaitu: Dusun I (Segoro Wetan), Dusun II (Segoro Kulon), Dusun III (Teges Lor), Dusun IV (Sokerten), Dusun V (Noyosutan), Dusun VI (Keburuhan), Dusun VII (Ketawang), dan Dusun VIII (Karangrejo). Tanah di Desa Ketawangrejo menurut penggunaannya untuk tanah sawah 142.80 hektar, tanah kering 309.60 hektar, Bangunan/pekarangan 27.84 hektar, hutan negara 4.5 hektar, dan 66.45 untuk lainnya.

Kependudukan

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2015 perempuan lebih mendominasi yaitu 1.16 persen lebih tinggi dibanding laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1 824 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 1 867. Secara rinci terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Ketawangrejo tahun 2015

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 1 824 49.42

Perempuan 1 867 50.58

Total 3 691 100.00

Sumber: Kecamatan Grabag dalam Angka (2016)

Banyaknya jumlah penduduk di Desa Ketawangrejo memiliki potensi besar sebagai penyedia tenaga kerja untuk mengembangkan potensi pertanian di Desa Ketawangrejo.

Gambaran Umum Pokdakan Minaloka Jaya

Pokdakan Minaloka Jaya adalah adalah kelompok budidaya ikan dan udang yang berada di area pantai Laut Selatan dengan cita-cita bersama untuk mencapai keberhasilan budidaya yang berkelanjutan sehingga berperan dalam meningkatkan taraf hidup anggota, membawa keberkahan dan kemakmuran dan memberi manfaat positif bagi sosial masyarakat sekitar, daerah serta Negara dalam pembangunan ekonomi, pangan, dan pembangunan.

Pokdakan Minaloka Jaya berdiri pada bulan Januari 2013 dengan anggota awal berjumlah tujuh orang. Seiring berjalannya waktu, masyarakat pun semakin memiliki keinginan untuk mnanamkan saham atau berinvestasi sehingga membuat kelompok ini terus mengalami perkembangan dalam jumlah anggota. Perkembangan itu dapat dilihat dari semakin banyaknya anggota yang menjadi kelompok itu. Pada bulan Maret 2014, anggota kelompok Minaloka Jaya bertambah menjadi 11 orang.

Bertambahnya anggota kelompok ini disambut baik oleh Kepala Desa Ketawangrejo dengan pembuatan SK Kepala Desa. Kepengurusan dalam kelompok tersebut ditetapkan dalam SK Kepala Desa Ketawangrejo Nomor 142.1/ /2013 tentang pembentukan Susunan Kelompok Tambak Udang dan Perikanan Minaloka Jaya Desa Ketawangrejo, Kecaatan Grabag, Kabupaten Purworejo Purworejo. Dan

(36)

20

pada sampai Bulan Oktober 2015 anggota dari kelompok Minaloka Jaya yang ada adalah sebanyak 20 orang.

Pengukuhan Kelompok

Pengukuhan kelompok Minaloka Jaya dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa Ketawangrejo dengan Nomor 141.1/ /2013 tentang pembentukan Susunan Kelompok Tambak Udang dan Ikan Minaloka Jaya Desa Ketawangrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo. Dan pengukuhan yang kedua, kelompok telah terdaftar melakui notaris WILLIBRODUS SUKRISNO, S.H nomor 11 tanggal 13 Juni 2013 tentang pendirian kelompok budidaya ikan dan udang MINALOKA JAYA dan telah terdaftar di Kemnetrian Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak NPWP 31.782.796.2.531.000

Perkembangan Kolam Budidaya

Awal berdiri kelompok Minaloka Jaya hanya memiliki 3 kolam utama yang dikelola oleh 7 orang pertama sekaligus yang memprakarsai terbentuknya kelompok ini. Bulan Januari 2013, kolam yang dimiliki hanya 3 buah. Dan semakin berkembangnya petambak-petambak di Desa Ketawangrejo sehingga mereka bergabung dalam kelompok ini dan pada bulan Februari 2014 bertambah menjadi 3 kolam sehingga keseluruhan yang dimiliki oleh kelompok adalah 6 buah. Pengembangan terus menerus dilakukan oleh kelompok sehingga semakin banyak pula jumlah kolam yang dimiliki. Tidak hanya itu, banyaknya petambak-petambak yang bermunculan yang ikut berinvestasi memberikan dampak yang positif bagi kelompok ini. Pengembangan kolam pada bulan November 2014 bertambah menjadi 5 kolam sehingga pada bulan Januari 2015 menjadi 14 kolam untuk keseluruhan kolam yang ada dalam kelompok tersebut. Sampai saat ini warga desa Ketawangrejo telah tercatat 92 orang petambak, dengan jumlah kolam sebanyak 127 kolam yang dikelola secara berkelompok.

Efek Positif Adanya Kelompok Budidaya Udang Minaloka Jaya

Adanya Budidaya Udang Vaname di Desa Ketawangrejo yang wilayah dan jumlah penduduknya terbesar, maka potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusianya dapat dimanfaatkan untuk menjalankan usahanya secara mandiri dan lebih tertata yang dapat menghasilkan income penduduknya. Desa Ketawangrejo merupakan daerah dalam kriteria merah, dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Adanya kelompok budidaya ini dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di Desa Ketawangrejo.

Dalam peran sertanya membangun desa Ketawangrejo, kelompok Minaloka Jaya sangat membantu dalam hal pembangun desa. Contoh kegiatan yang dilakukan oleh kelompok bersama masyarakat untuk membangun desa diantaranya adalah melakukan perbaikan jalan secara bertahap dan terus-menerus baik secara gotong royong maupun urugan sirtu.

(37)

21 Tidak hanya kegiatan gotong royong yang dilakukan, salah satu anggota kelompok bekerjasama dengan Lembaga Sosial Keagamaaan (Amil Zakat Aziz) untuk mensukseskan Program Pemerintah dalam mengentaskan Kemiskinan. Kegiatan yang sudah dilakukan adalah Program Santunan Pemberdayaan Kambing Indukan, Program Pendidikan anak-anak yatim di Pondok Pesantren dan memberikan santunan kepada keluarga Dhuafa.

Kegiatan sosial lainnya yang dilakukan oleh kelompok adalah adanya sub kelompok dari kelompok taruna dan kelompok wanita. Untuk kelompok wanita yang menjadi sub kelompoknya adalah Kelompok Pengolah dan Pemasar SEKAR ARUM. Kelompok Pengolah dan Pemasar SEKAR ARUM sendiri telah terbentuk sejak tahun 2009. Kelompok Pengolah dan Pemasar SEKAR ARUM yang diketuai oleh Ibu Widiastuti ini produk utama olahannya adalah abon lele. Kelompok ini merupakan usaha pemberdayaan dari kelompok untuk apra ibu-ibu. Selain Kelompok Pengolah dan Pemasar ini, kelompok wanita yang merupakan sub dari kelompok MINALOKA JAYA mengembangkan usaha ternak ayam petelor. Usaha ayam petelor ini guna menunjang keberlangsungan kelompok. Sejak awal bulan September 2015, kegiatan Budidaya Ternak Ayam Petelur dirintis. Diharapkan dengan usaha ini, dapat memberdayakan masyarakat sekitar dan para ibu-ibu yang ada di desa Ketawangrejo.

Gambar 4 Kandang ayam petelur yang diberdayakan oleh kelompok bersama PKK dan Karang Taruna

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan formal, pengalaman budidaya udang vaname, penguasaan lahan tambak, dan status usaha. Karakteristik petani ini yang nantinya akan berpengaruh terhadap usaha budidaya udang vaname serta pemilihan pola budidaya yang digunakan.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terhadap pola budidaya yang digunakan. Pada usaha budidaya tambak udang vaname di lokasi penelitian 100 persen dikerjakan oleh pria baik usaha budidaya secara kelompok maupun mandiri. Hal ini disebabkan jenis pekerjaan dalam mengusahakan budidaya tambak diperlukan kekuatan fisik yang lebih. Mulai dari persiapan tambak sampai pemanenan kegiatan ini dikerjakan oleh laki-laki.

(38)

22

Tabel 4 Jenis kelamin petani responden di Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015

Usia

Usia secara psikologis maupun biologis berpengaruh terhadap pekerjaan yang dijalankan dan pengambilan suatu keputusan untuk keberlanjutan usahanya. Berdasarkan usia petani responden terbagi menjadi empat kelompok. Pembagian kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5 Jumlah petani responden berdasarkan kriteria usia di Desa Ketawangrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo tahun 2015

Tabel 5 menjelaskan bahwa usia petani responden bervariasi dari usia 24 tahun sampai 55 tahun. Petani responden mandiri rata-rata tertinggi berada pada rentang usia 31 sampai 40 tahun yaitu 46.67 persen sebanyak 7 orang, sedangkan petani responden kelompok rata-rata tertinggi berada pada rentang usia 20-30 yaitu 33.33 persen sebanyak 5 orang. Rentang usia 41-50 tahun juga ikut mendominasi kegiatan usaha budidaya tambak udang vaname baik mandiri maupun kelompok, yaitu sebanyak 26.67.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap cara berpikir dan sikap dalam berbudidaya. Tingkat pendidikan petani responden dapat dikatakan cukup tinggi, karena sebagian besar baik petani mandiri maupun kelompok tingkat pendidikan formalnya bertamatan SMA/sederajat. Responden petani mandiri bertamatan SMA/sederajat sebanyak 66.67%, sedangkan petani kelompok sebanyak 60%.

Petani yang tamat diploma hanya satu orang dari petani kelompok. Rendahnya pendidikan mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menjalankan usaha budidayanya. Selain itu, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat keterbukaan informasi baru. Secara rinci sebaran tingkat pendidikan petani responden disajikan pada Tabel 6 di bawah ini.

Karakteristik

Petani Kelompok Petani Mandiri Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Jenis Kelamin Pria 15 100.00 15 100.00 Wanita 0 00.00 0 00.00 Total 15 100.00% 15 100.00% Karakteristik

Petani Kelompok Petani Mandiri Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Usia (tahun) 20-30 5 33.33 2 13.34 31-40 4 26.67 7 46.67 41-50 4 26.67 4 26.67 > 50 2 13.33 2 13.34 Total 15 100.00% 15 100.00%

Gambar

Gambar 1  Volume produksi perikanan di Indonesia tahun 2012-2016
Tabel 2  Produksi udang vaname di Kabupaten Purworejo tahun 2016
Gambar 3   Kerangka pemikiran analisis usaha budidaya tambak udang vaname  pada  pola  budidaya  kelompok  dan  mandiri  di  Desa  Ketawangrejo  Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo
Tabel 3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Ketawangrejo tahun  2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apalbila kita mengalami penderitaan, maka terimalah segala pederitaan yang dialami dengan makna yang baik, maka kita akan tetap mampu merasa bahagia dan bermakna walaupun

1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya

Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang berpengaruh terhadap karakteristik personal auditor

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pemustaka terhadap koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Digital Pertuni DPD Jateng sekaligus untuk

Kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam (PAI) MIM Gonilan Kartasura yaitu menguasai konsep, struktur, materi, dan pola pikir keilmuan yang mendukungmata pelajaran

Penelitian dengan uji t bahwa variabel aset, jaminan dan persepsi suku bunga pinjaman perbankan secara signifikan berpengaruh parsial terhadap keputusan kredit

Metode Analisis data yang dipakai adalah berupa metode analisa dengan regresi yaitu berdasarkan tujuan penelitian serta menggunakan skala pengukuran data untuk setiap

Dalam hal kepemimpinan kelompok, pendekatan yang dilakukan oleh perempuan cenderung menunjukkan suatu perhatian dan pemahaman terhadap orang-orang berusaha untuk