• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (Juli 2001-Oktober 2004)

Dalam dokumen NEGARA DAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN (Halaman 63-66)

Bab IV Hambatan Kebijakan Perlindungan terhadap Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia Masa Pemerintahan SBY 2004-2010

POLITIK TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

III. Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (Juli 2001-Oktober 2004)

independen era orde baru. Langkah ini ditempuh sebagai GusDur juga melakukan pembelaan pada aktifitas buruh ketika menjadi Presiden. Kedua, Gus Dur mencabut Undang Undang No.25 Tahun 1997 Tentang ketenagakerjaan yang eksploitatif, anti serikat dan tidak ada proteksi terhadap tenaga kerja Indonesia. Ketiga, GusDur juga membuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.150 Tahun 2000 Tentang pesangon untuk antisipasi dampak pemberhentian kerja pada buruh.31

III. Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (Juli 2001-Oktober 2004)

Kondisi migrasi tenaga kerja pada era Presiden Megawati di tandai oleh satu peristiwa besar terkait tenaga kerja Indonesia, yaitu deportasi massal tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia melalui Nunukan. Hal ini dimulai dengan akta imigresen nomor 1154 tahun 2002 yang ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2002. Akte ini menggantikan akta imigresen Malaysia No.63 Tahun 1959. Peraturan baru tersebut memberlakukan denda 10.000 ringgit Malaysia, dihukum penjara paling lama 5 tahun dan enam kali hukuman cambuk bagi tiap tenaga kerja illegal yang tertangkap oleh polisi Malaysia.32 Kondisi ini membuat panik para tenaga kerja Indonesia yang mempunyai status illegal, karena jika mereka tertangkap pada 31 Juli 2002, maka mereka akan diserahkan ke KBRI untuk kemudian dipulangkan. Sedangkan jika mereka tertangkap polisi Malaysia setelah tanggal 1 Agustus 2002, maka tenaga kerja ini akan dikenai hukuman yang telah ditetapkan dalam peraturan tersebut. Hal ini menyebabkan banyaknya tenaga kerja Indonesia yang dipulangkan pada puncak pemberlakuan peraturan tersebut, yaitu 30-31 Juli 2002. Pada masa itu, baik Malaysia dan Indonesia mengalami kesulitan mekanisme kepulangan tenaga kerja Indonesia, karena banyak yang tertahan dan belum dapat diangkut di pelabuhan Tawau Malaysia. Akhirnya, Malaysia pun ambil sikap untuk memperpanjang masa tolerir bagi tenaga kerja illegal.

31

http://migrantcare.net diakses pada tanggal 4 maret 2011 pukul 20.40 WIB.

32 Kompas, “Arus Pemulangan TKI Semakin Deras”, 30 Juli 2002, hal.1 dalam tesis Irfan Rusli Sadek, Negara dan Pekerja Migran; Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penanganan

negara terhadap kasus deportasi TKI di Kabupaten Nunukan pada tahun 2002), FISIP UI: Jakarta,

  Kejadian pemulangan tenaga kerja illegal ke Indonesia dari Malaysia pada era Megawati menunjukkan bahwa manajemen pra penempatan tenaga kerja Indonesia masih sangat bermasalah. Pengeluaran kebijakan pemerintah untuk mengakomodir sistem pra penempatan, penempatan dan purna penempatan juga perlindungan tenaga kerja Indonesia dalam sebuah UU tidak dapat ditawar. Akhirnya, pada tahun 2004 di era Megawati, di bentuklah Undang-undang No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Namun, kelahiran Undang Undang tersebut masih berorientasi pada prosedur penempatan tanpa banyak menjelaskan hak perlindungan yang patut dimiliki oleh buruh migran Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh point perlindungan yang minim pada UU tersebut. Dari 109 pasal yang ada dalam UU No.39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN, hanya terdapat 9 pasal yang mengatur tentang perlindungan.33

Dalam pasal 8 Bab III Tentang Hak dan Kewajiban tenaga kerja, ada salah satu poin yang menyatakan bahwa tenaga kerja Indonesia berhak untuk menerima upah sesuai dengan standar upah yang ada di negara tujuan. Pasal ini tidak memperhatikan kebijakan ketenagakerjaan yang ada di beberapa negara penerima seperti Malaysia. Negeri Jiran tersebut tidak mempunyai kebijakan ketenagakerjaan dan standarisasi upah bagi pekerja, khususnya informal. Sedangkan mayoritas pekerja migran dari Indonesia adalah perempuan yang ditempatkan dalam sektor informal (PRT). Bagaimana tenaga kerja perempuan bisa mendapatkan standar upah yang ada, jika pemerintah Indonesia tidak menetapkan ambang batas minimum untuk upah buruh migran perempuan Indonesia, terutama yang berada di sektor informal.

Keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap perlindungan buruh migran Indonesia sejak zaman orde baru hingga pemerintahan Megawati Soekarnoputeri dapat dilihat dari beberapa peraturan pemerintah di bawah ini:

33 Penjelasan dan Meneg PP RI pada rapat kerja komite III DPD RI, 18 mei 2010 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, perdagangan manusia dan KDRT, diakses dari

  Tabel 2.2

Kebijakan Pemerintah terkait Penempatan dan Perlindungan Migrasi Tenaga Kerja mulai tahun 1966-2004

No. Era Pemerintahan dan Kebijakan yang dihasilkan

1. Soeharto (orde baru, 1966-1998)

a. Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1970 Tentang Pengerahan AKAD (antar kerja antar daerah) dan AKAN (antar kerja antar negara).

b. Peraturan Menteri (Permen) No.5 Tahun 1988 Tentang PengirimanTenaga Kerja ke Luar Negeri.

2. BJ Habibie (reformasi, 1998-1999)

a. Kepmenaker No.204 Tahun 1999 Tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri

b. Kepmenaker No.92 Tahun 1998 Tentang Skema Asuransi Sosial untuk Buruh Migran.

3. Abdurrahman Wahid (reformasi, 1999-2001)

a. Keppres No.109 Tahun 2001 jo Kepemenlu yang merupakan pencetus terbentuknya Direktorat Perlindungan WBI dan BHI di Kemenlu RI. b. Permenaker No.150 Tahun 2000 Tentang Pesangon untuk antisipasi

dampak pemberhentian kerja pada buruh. 4. Megawati Soekarnoputeri (reformasi, 2001-2004)

a. UU No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri. Pada masa inilah Indonesia baru mempunyai UU tentang migrasi tenaga kerja sejak orde baru, di mana pengiriman tenaga kerja ke luar negeri telah menjadi kebijakan pemerintah. Pada pasal 94 ayat 1 dan 2 diamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber buku dan informasi lewat situs internet terpercaya.

Tabel klasifikasi kebijakan pemerintah dalam hal migrasi tenaga kerja tersebut, menunjukkan bahwa sejak dicanangkannya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai kebijakan pemerintah hingga UU untuk menempatkan dan melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri keluar, membutuhkan waktu selama 16 tahun (dari 1988-2004) untuk membentuk Undang Undang. Pada era Megawati, UU No.39 Tahun 2004 tentang PPTKILN baru keluar atas desakan berbagai pihak. Namun, ketidak terlibatan buruh migran Indonesia dalam penyusunan kebijakan tersebut dan akomodasi yang sangat baik pada penanam modal dan pengusaha jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI)

  membuat kebijakan perlindungan tenaga kerja dari orde baru hingga demokratisasi tidak dapat berfungsi melindungi buruh migran Indonesia, terutama perempuan.

IV. Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (Oktober 2004 -

Dalam dokumen NEGARA DAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN (Halaman 63-66)