• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekilas tentang Perbedaan Kebijakan Perlindungan terhadap Buruh Migran antara Indonesia dengan Filiphina Migran antara Indonesia dengan Filiphina

Dalam dokumen NEGARA DAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN (Halaman 135-139)

Bab IV Hambatan Kebijakan Perlindungan terhadap Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia Masa Pemerintahan SBY 2004-2010

PARTISIPASI POLITIK BURUH MIGRAN DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TERHADAP BURUH MIGRAN PEREMPUAN

B.3. Tahap Purna Penempatan

3.3. Sekilas tentang Perbedaan Kebijakan Perlindungan terhadap Buruh Migran antara Indonesia dengan Filiphina Migran antara Indonesia dengan Filiphina

Migrasi tenaga kerja Filiphina bisa disusuri secara dimensi politik dari kebijakan yang ada pada masa pemerintahan Ferdinand Marcos. Pada tahun 1974, Marcos mengeluarkan Inpres 442 atau kode buruh yang membuat formal program migrasi buruh migran Filiphina ke semua penjuru tempat. Hal ini adalah merupakan respon politik terhadap pihak yang mengatakan bahwa problem ekonomi mereka telah menjadi semakin buruk. Selain dengan adanya Inpres tersebut, adalah merupakan kebijakan pertama yang konsen pada buruh sejak isu buruh tidak mendapatkan tempat dan perhatian spesial di Filiphina. Inpres ini dikeluarkan untuk mengatur masalah rekrutmen, pendaftaran, dokumentasi dan lainnya. Meski demikian, kebijakan ini tidaklah berbeda dari sebelumnya, yaitu tidak bisa menjadi perlindungan bagi masalah sosial buruh migran.122 Baru pada masa kepemimpinan Aquino, hal yang lebih baik terlihat pada kebijakan terhadap buruh yang dikelurkan. Ada 23 RUU dan 41 pemecahan atas tenaga kerja migran Filiphina yang dicatatkan di Senat dan 32 RUU dan 46 pemecahan dicatat dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Beberapa rancangan sejalan dengan proses rekrutmen, remitens, administrasi dan prosedur lainnya. Sedangkan 23 RUU dan 27 pemecahan lebih spesifik terhadap hak buruh migran dan perlindungannya.123

Sebuah kebijakan secara ideal lahir dari partisipasi yang setara antar berbagai kalangan. B Guy Peters menambahkan bahwa kebijakan publik adalah ”nilai atas aktifitas pemerintahan, apakah perbuatan yang langsung atau melalui agen, yang mana itu mempunyai pengaruh pada kehidupan warga negara”.124 Filipina melindungi buruh migrannya dengan payung hukum yang kuat. Melalui Omnibus Rules and Regulations Implementing The Migrant Workers and Overseas Filipinos Act of 1995 atau yang biasa disebut Republic Act No.8042. Sebagai undang-undang, kebijakan ini lahir dari proses legislasi yang partisipatif. Melalui konsultasi dan perdebatan yang adil di parlemen. Kebijakan nasional ini juga didukung langkah pemerintah Filipina yang meratifikasi International

122

Joaquin Lucero, Philippine Labour Migration: critical dimension of public policy, Institiute of Southeast Asian Studies: Singapore, 1998, hal. 119.

123 Ibid, hal.124.

124 Larry N Gerston, Public Policy Making : Process and Principles, ME Sharp: New York, second edition, 2004, hal.6.

Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families pada Juli 1995.125 Sedangkan di Indonesia, sebelum UU No.39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN terbentuk, kebijakan teknis tertinggi hanya berupa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Departemen dalam negeri Philiphina yang dikenal dengan DOLE (Department of Labor and Employment) turut memberikan perlindungan dengan kerjasama departemen lainnnya.126 Di Filiphina, hanya ada tiga lembaga yang memegang peranan penting bagi pengurusan tenaga kerja-nya, yaitu DOLE, POEA dan OWWA. Jika di bandingkan dengan Indonesia, banyak sekali sektoral departemen yang terlibat di dalam kepengurusan buruh migran. Namun, tidak ada rincian tegas dan jelas akan tugas tiap instansi dalam UU No. 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN. POEA (Philipinne Overseas Employment Administration) berdiri sejak tahun 1982 yang ada di bawah Dewan Pengawasan Lembaga ini berperan penting dalam perlindungan tenaga kerja mereka agar tidak dieksploitasi para majikan atau perusahaan pengerah jasa tenaga kerja (PJTK) di negara manapun mereka berada.127 POEA juga rajin mengkampanyekan sikap hati-hati terhadap PJTK melalui Anti Illegal Recruitment Campaign. Hampir setiap tiga bulan sekali POEA mengeluarkan sertifikasi PJTK yang memenuhi persyaratan, termasuk yang dilarang karena melakukan pelanggaran atau penipuan terhadap tenaga kerjanya. Salah satu tugas dasar POEA adalah perlindungan hak-hak tenaga kerja migran. Ongkos yang dikeluarkan oleh calon tenaga kerja dibuat secara transparan dan dapat diketahui di tiap kantor PJTK atau POEA.128

Selain POEA, ada badan kesejahteraan yaitu OWWA (Overseas Workers Welfare Administration). Pembagian yang jelas seperti dituliskan dalam bagian OWWA, bahwa dengan koordinasi dengan agensi internasional yang cocok, harus menangani pemulangan pekerja migran jika terjadi perang, wabah penyakit,

125 http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=37257, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010, pukul 08.30 WIB.

126 Tri Nuke Pudjiastuti, Kebijakan Tenaga Kerja Migran di Negara-Negara ASEAN dalam buku Ed. Awani Irewati, Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Masalah TKI Illegal di

Negara-Negara ASEAN, P2P LIPI: Jakarta, 2003, hal.21.

127

Tulisan Toni Abdul Wahid, Auditor Perburuhan di Perusahaan Retail Amerika, Soal Tenaga

Kerja Migran, Belajarlah dari Filiphina, di koran KOMPAS, 29 Agustus 2002 dalam Jurnal

Situasi dan Arah Kependudukan Indonesia, Bidang Penelitian dan Informasi Kependudukan Lembaga Demografi FEUI, tahun XIII, Juli-Agustus 2002, Kampus UI Depok, 2002, hal.14. 128

bencana alam, berbagai malapetaka, baik yang alami maupun yang dibentuk oleh manusia dan hal lainnya dengan disertai tanggung jawab dari agensi. Semua biaya pemulangan ditanggung oleh OWWA.129 Perbandingan kebijakan perlindungan, mulai dari pra penempatan hingga purna penempatan antara Indonesia dan Filiphina dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.10

Beberapa Perbandingan Kebijakan Perlindungan Indonesia dan Filiphina130

No. Keterangan Indonesia Filiphina

1. Jumlah Atase Tenaga Kerja Terdapat di 6 kota dan jumlah atase adalah 6 orang131

Terdapat di 34 kota dan jumlah atase adalah 40 orang 2. Perjanjian bilateral Dengan 5 negara Dengan 56 negara 3. Komposisi Organisasi Keanggotaan BNP2TKI

terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintah terkait

POEA terdiri dari unsur pemerintah, perwakilan, serikat pekerja dan agen 4. Agen rekrutmen dan

penempatan

Ijin baru dengan ganti nama perusahaan baru relatif mudah untuk didapatkan oleh

pengusaha yang SIUP-nya dicabut

Jika SIUP dicabut, hampir tidak mungkin pengusaha yang sama dapat mengajukan izin baru dengan

menggunakan nama perusahaan baru

5. Banyak PJTKI dimiliki

sepenuhnya atau sebagian oleh pejabat yang bertugas mengaturnya

UU melarang pejabat terkait atau keluarga mereka smpai 4 tingkat hubungan kekerabatan untuk terlibat langsung atau tidak langsung dalam usaha merekrut TKLN 6. Kontrak kerja Pemerintah tidak dapat POEA dapat

129

Sesuai penjelasan Republic Act 8042 di bagian 15. Dalam UU tenaga kerja di Filiphina, juga diatur bahwa DOLE, OWWA dan POEA dalam waktu 90 hari dari berjalannya Republic Act ini harus memformulasikan sebuah program yang akan memotivasi pekerja migran untuk merencanakan pilihan produktif seperti memasuki pekerjaan teknis atau perbuatan usaha, kehidupan dan pengembangan kewirausahaan,upah pekerjaan yang lebih baik dan tabungan investasi

130 Laporan hasil kajian KPK, Sistem Penempatan TKI Direktorat Monitoring, Agustus 2007 point lampiran.

131

membatalkan kontrak kerja yang telah

ditandatangani oleh kedua belah pihak

membatalkan kontrak kerja berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu Calon TKI diminta

menandatangani kontrak kerja di tempat, tanpa diberi waktu yang cukup untuk memahami isinya

Menyebarluaskan contoh kontrak standar agar dapat dipelajari oleh calon OFW

6. Asuransi -Mengkomersilkan

perlindungan bagi TKI - menimbulkan konflik kepentingan bagi

perusahaan asuransi antara membayar ganti kepada TKI yang rentan atau memaksimalkan laba untuk pemegang saham - layanan tidak memadai

Skema asuransi untuk OFW dikelola oleh pemerintah

Sumber: Laporan hasil kajian KPK, sistem penempatan TKI Direktorat Monitoring, 2007.

BAB 4

HAMBATAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN

Dalam dokumen NEGARA DAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN (Halaman 135-139)