• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah Etis-Rohani, Bukan Psikologis

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 76-79)

Pertimbangan memilih aborsi atau tidak kadang dialasi atas dasar psikologis. Aborsi dianggap dapat mengganggu kesehatan jiwa pelakunya atau kebalikannya, tidak memilih aborsi justru diidentikkan dengan stres pada si calon ibu. Menurut saya, pertimbangan psikologis tidaklah seharusnya menjadi faktor penentu dalam pertimbangan aborsi. Muatan psikologis dari aborsi sangat bergantung pada

kematangan jiwa si pelaku dan terutama, nilai rohaninya. Walaupun aborsi sering kali membuahkan dampak psikologis yang berkepanjangan, namun masalah intinya tetaplah etis-rohani.

Mungkin ada di antara Saudara yang menanyakan, bukankah aborsi justru merupakan alternatif yang lebih baik bagi seorang remaja putri daripada menanggung malu

mengandung seorang bayi. Apalagi jika pacarnya menolak untuk bertanggung jawab. Mungkin ada pula yang meragukan kesiapan mental seorang remaja putri melahirkan seorang bayi di luar pernikahan. Semua ini adalah seruan keprihatinan yang sah dan sudah seharusnyalah kita memikirkan dampak-dampak ini. Keputusan untuk tidak aborsi harus mengikutsertakan faktor-faktor psikologis seperti ini. Tetapi untuk sejenak marilah kita melihat masalah ini dari sudut yang berbeda. Salah satu ketakutan orang tua adalah hancurnya masa depan si remaja putri apabila ia dibiarkan memelihara bayi dalam rahimnya itu. Namun, apakah ketakutan itu berdasar? Apakah masa depannya sungguh akan hancur bila ia melewati 9 bulan masa kehamilan? Apakah jiwanya sungguh akan mengalami guncangan berat yang tak terbendung? Belum pasti. yang lebih pasti adalah 9 bulan di depannya akan menjadi kurun yang sulit dan ia

memerlukan bantuan untuk bisa melaluinya. Jadi, pertanyaan yang timbul ialah, apakah perbuatan menghilangkan hidup si bayi dapat dibenarkan guna memudahkan hidup si remaja putri selama 9 bulan mendatang? Mana yang lebih penting, pergumulan psikologis atau hidup seorang anak manusia?

Kesimpulan

Aborsi mengandung unsur etis-rohani sebab segala keputusan yang menyangkut mati hidupnya manusia berkaitan dengan pertanyaan- pertanyaan berikut ini.

Siapakah yang menciptakan manusia dalam rahim ibunya? Firman Tuhan berkata, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku." (Mazmur 139:13) Tuhanlah yang menciptakan manusia dalam rahim ibunya. Dengan kata lain, Tuhan tidak berhenti mencipta sejak Ia menciptakan Adam. Ia terus mencipta dan senantiasa terlibat dalam proses penciptaan setiap manusia yang dibuahkan oleh pria dan wanita. Alkitab terjemahan New International Version menggunakan istilah "my inmost being" sebagai ganti kata "buah pinggangku" yang menandakan bahwa Tuhan menciptakan bagian- bagian terdalam dari diri manusia. Di ayat berikutnya (14) pemazmur melantunkan pujiannya, "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat." Ayat ini

77

The Defender's Study Bible, istilah "ajaib" sesungguhnya merujuk pada makna "unik". Dengan kata lain, Tuhan membuat manusia secara unik, tidak ada yang persis sama. Tuhan tidak memproduksi manusia secara massal; Tuhan menenun setiap bayi secara khusus.

Selanjutnya, pemazmur menegaskan bahwa, "Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu..." (ayat 15). The Defender's Study Bible menjelaskan bahwa istilah

"tulang-tulangku" mengacu pada kerangka manusia, sebagaimana diterjemahkan oleh Alkitab New International Version, "frame".

Saya kira firman Tuhan bersikap tegas dalam hal penciptaan manusia. Tuhanlah yang membuat setiap manusia mulai dari kandungan dan semua ciptaan telah Ia ciptakan secara khusus, baik itu bagian dalam tubuh maupun kerangka tulangnya. Semua adalah karya tangan-Nya sendiri.

Sejak kapankah manusia menjadi manusia yang hidup? Injil Lukas 1 mencatat dua peristiwa kelahiran, yaitu kelahiran Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus. Pada

pertemuan antara Maria, ibu Yesus dan Elisabet, ibu Yohanes, terjadilah sesuatu yang penting, yang dicatat di ayat 41-44.

"Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring,

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan."

Perhatikan bahwa Elisabet yang sedang mengandung 6 bulan (ayat 36) memanggil kandungannya, "anak" dan anak itu melonjak kegirangan menyambut kehadiran Maria. Juga, Elisabet menyebut Maria, "ibu Tuhanku." (yang sedang mengandung muda). Sebagai mana dijelaskan oleh The Defender's Study Bible, Elisabet pun sudah menyebut "buah rahim" Maria sebagai "Tuhan." Jadi, semua ayat ini menegaskan bahwa bayi dalam kandungan sudah merupakan manusia yang hidup dan wanita yang mengandungnya disebut "ibu." Pada usia 6 bulan dalam rahim, Yohanes sudah

melonjak kegirangan dan bayi Yesus dalam kandungan sudah dipanggil, "Tuhan." Jawaban dari pertanyaan, "Siapakah yang menciptakan manusia dari rahim ibunya?" adalah, Tuhanlah yang menciptakan setiap manusia. Implikasinya jelas, yakni apa yang kita perbuat kepada manusia - bahkan yang masih berada dalam kandungan sekalipun - harus tunduk pada nilai etis-rohani sebab Dialah pencipta kita. Tuhanlah yang berhak dan telah mengatur hubungan antar manusia, tidak terkecuali manusia yang masih tersimpan di dalam rahim ibunya.

Jawaban untuk pertanyaan, "Sejak kapankah manusia menjadi manusia yang hidup" adalah, sejak ia berada dalam rahim ibunya. Dan, jawaban ini mempunyai dampak yang penting sebab apa pun yang kita perbuat terhadap manusia yang hidup haruslah kita

78

pertanggungjawabkan kepada penciptanya, yakni Tuhan sendiri. Kesimpulannya nampak jelas; masalah aborsi bayi adalah masalah etis-rohani karena bertalian langsung dengan Sang Penciptanya. Tinggal ada dua pilihan; menutup mata atau dengan air mata berlinang mengakui fakta rohani ini.

Sumber:

Bahan diambil dari sumber:

Judul Buletin: Seri Psikologi Praktis: Aborsi: Masalah Etis-Rohani Penulis : Pdt. Paul Gunadi Ph.D

Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001 Halaman : 1 - 8

79

Renungan: Mazmur 22:13-32

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 76-79)