• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAGA: Mengambil Keputusan

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 191-195)

Bagi Anda yang sampai saat ini masih sering mengalami kesulitan dalam mengambil suatu keputusan, ringkasan tanya jawab bersama Pdt. Paul Gunadi Ph.D berikut ini kami harapkan dapat menolong Anda. Silakan menyimak!

T : Memutuskan sesuatu ternyata bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, apalagi untuk keputusan-keputusan yang cukup berarti, misalnya pindah pekerjaan, pindah rumah, menikah atau tidak. Ini bagaimana, Pak?

J : Ada sebagian orang yang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, misalnya orang yang mudah cemas. Pada umumnya, mereka takut mengambil keputusan karena takut salah, takut harus membayar risiko yang tidak sanggup mereka bayar, jadi mereka menunda-nunda mengambil keputusan atau

bersembunyi di balik orang lain, tidak berani menghadapi fakta kenyataan, dan ini adalah gaya hidup yang tidak sehat.

T : Ada keputusan yang sebenarnya bisa diambil dengan cepat, tapi karena dilanda kecemasan maka keputusannya jadi tertunda-tunda?

J : Ada banyak contoh. Misalkan, membeli rumah. Kita tahu untuk membeli rumah diperlukan waktu untuk melihat beberapa rumah. Untuk orang-orang yang mudah dilanda kecemasan sering bingung dalam mengambil keputusan meskipun sudah melihat rumah, misalkan sepuluh rumah. Dia tidak bisa puas, dan akan terus menerus meminta melihat rumah itu berkali-kali.

Atau dalam hal memilih pasangan hidup (memang ini lebih berat), sudah berjalan bersama-sama, sudah saling mengenal, dan sudah melihat banyak kecocokan, tapi terus bingung, tidak bisa mengambil keputusan apakah orang itu yang harus

dinikahinya. Inilah contoh orang-orang yang dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah untuk mengambil keputusan.

T : Apa yang harus dia lakukan?

J : Karena kita adalah anak-anak Tuhan, kita mesti berdoa sampai kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Sungguh-sungguh berdoa hingga kita dapat berkata, apa pun yang terjadi Tuhan yang mengatur segalanya. Tahap pertama ini adalah tahap pergumulan, dan kita menggumulinya dalam doa dengan Tuhan. Kalau kita bisa sampai ke titik itu, baru kita melangkah ke tahap berikutnya dalam pengambilan keputusan.

T : Berserah itu sesuatu yang aktif, harus ada yang dilakukan. Tapi apa yang bisa dilakukan?

J : Justru setelah berserah dalam doalah seseorang baru melakukan hal lainnya yang lebih konkret, yang lebih manusiawi. Dia harus sampai ke titik penyerahan total, setelah itu baru berkonsultasi dengan orang lain, meminta masukan-masukan orang,

192

dan sebagainya. Jangan lakukan kebalikannya, jangan berbicara dulu dengan orang, bertanya kiri-kanan, baru berdoa. Tidak akan ada damai sentosa. Kalau belum

sampai tahap penyerahan kita sudah kalang kabut, kita akan makin kacau, makin bingung. Tetapi kalau kita bertanya atau berkonsultasi setelah kita berserah, semua jawaban atau masukan yang kita terima itu akan kita bingkai dalam satu bingkai, yaitu Tuhan mengatur, Tuhan berkuasa. Berkonsultasi harus diletakkan sebagai langkah kedua, bukan langkah pertama.

T : Peran konsultasi itu sendiri apa?

J : Membuat orang berpikir lebih jernih atau menolong melihat dari perspektif yang berbeda. Kita mesti keluar dan melihat dari sudut yang lain sehingga kita bisa memandang masalah. Konsultasilah yang membuat orang bisa melihat dari kacamata yang berbeda.

T : Misalnya, setelah konsultasi ada dua pilihan, ke kiri atau ke kanan. Bagaimana memutuskan untuk langkah berikutnya?

J : Kita memang harus menyadari bahwa itulah sesungguhnya proses pengambilan keputusan, yaitu proses menentukan pilihan dari beberapa alternatif yang tersedia. Dengan kata lain, kita memang mesti melihat apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pada setiap alternatif itu. Namun, kita mesti mengingat satu kebenaran bahwa apa pun keputusannya, Tuhan tetap dapat bekerja melaluinya. Jangan sampai kita menjadi takut untuk membuat kesalahan. Sudah tentu kita harus berhati-hati, tapi sampai titik tertentu kita tetap harus mengambil keputusan.

T : Untuk hal-hal yang tidak bersifat jangka panjang, mungkin masih bisa lebih mudah untuk memutuskan. Tapi bagaimana kalau, misalnya, berkaitan dengan pasangan hidup, sebuah komitmen untuk seumur hidup?

J : Sering kali mengambil keputusan menjadi susah sekali karena kita terobsesi

mengambil keputusan yang terbaik. Masalahnya adalah keputusan yang kita anggap terbaik atau yang paling ideal itu tidak ada atau jarang sekali. yang lebih realistik adalah waktu kita menimbang-nimbang beberapa alternatif, pada akhirnya yang kita temukan adalah alternatif ini sedikit lebih baik dari alternatif yang lain. Ini situasi yang sering kali kita hadapi, yang membuat kita bingung. Namun, kita mesti percaya bahwa Tuhan bisa memakai, baik yang kiri maupun yang kanan. Selama kita dalam koridor kebenaran, koridor jalan Tuhan bukan jalan dosa; perbedaan-perbedaan seperti itu tidak terlalu kita pikirkan sebab Tuhan bisa bekerja baik melalui pintu yang kiri maupun melalui pintu yang kanan.

T : Mungkin ada yang lain?

J : Yang lain adalah gunakan kriteria prioritas terbatas. Maksudnya adalah untuk saat ini lihatlah apakah yang lebih baik bagi kita. Selain pernikahan, jarang sekali kita harus mengambil keputusan untuk jangka waktu yang sangat panjang. Kebanyakan pilihan dalam hidup ini terbatasi oleh waktu dan kondisi, tidak ada yang

selama-193

lamanya. Untuk pernikahan, kita tidak boleh menggunakan kriteria ini sebab pernikahan adalah untuk seumur hidup.

T : Dalam mengambil keputusan, selain menggunakan akal sehat pikiran kita, perasaan juga berperan di sana; dan kadang-kadang ini tidak sinkron. Bagaimana ini?

J : Kadang-kadang ketika kita menghadapi sesuatu, sebetulnya ada dua aparatus atau indra yang bekerja pada diri kita. yang pertama lebih bersifat rasional, bisa dilihat, bisa dipastikan dasar- dasarnya, landasan dasar, atau bukti-buktinya. Tapi kadang- kadang ada sesuatu yang tidak bisa kita pikirkan secara rasional, ada reaksi yang lebih bersifat instingtif. Ada faktor firasat, pertimbangkan firasat itu. Ada baiknya kalau firasat itu begitu kuat, kita tunda dulu sampai beberapa waktu, sampai kita melihat dengan lebih jelas alternatif tersebut. Setelah kita lihat memang tidak ada apa-apa, kita berani melewati firasat yang telah muncul itu.

T : Tapi kadang-kadang setelah kita mengambil keputusan masih timbul kebimbangan dalam diri kita; betul atau tidak yang saya putuskan tadi. Bagaimana ini?

J : Itu adalah sebuah reaksi yang wajar, justru seharusnya kita merasakan

kebimbangan itu. Jadi, jangan takut untuk bimbang setelah mengambil keputusan. Kita bimbang sebab kita mau memastikan sekali lagi bahwa kita telah mengambil keputusan yang benar. yang perlu kita lakukan adalah memberikan jeda sampai keputusan itu kita serahkan kepada orang lain, atau kita jawab kepada orang lain, atau kita tindak lanjuti. Jadi, di antara keputusan dan tindak lanjut atau pelaksanaan, sebaiknya kita berikan jeda sehingga kalau rasa bingung atau bimbang muncul, kita masih bisa bergumul lagi apakah itu mengonfirmasi atau justru mendiskonfirmasi apa yang telah kita putuskan. Misalkan, kita bisa mengonfirmasi, kita akan lebih tenang lagi melaksanakan keputusan tersebut.

T : Berkaitan dengan orang yang memang mempunyai perasaan bimbang, kadang-kadang dia bisa terlalu cepat mengambil keputusan karena khawatir kalau tidak diputuskan sekarang nanti diambil orang. Ini bagaimana?

J : Kalau memang mempunyai kecenderungan seperti itu, dia bisa berpikir dengan cepat pula. Kalau kemungkinan besar dia memang benar, tentunya tidak apa-apa. Jadi, dia harus secara rasional melihat berapa besar persentasi benarnya itu. Kalau, misalkan, persentasinya itu hampir setengah-setengah lebih baik jangan karena kemungkinan dia salah juga bisa setengah.

T : Adakah firman Tuhan yang membimbing kita dalam mengambil keputusan? J : Mazmur 103:13-14, "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan

sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." Kita adalah anak dan Allah adalah Bapa kita, dan Alkitab mengatakan Tuhan sayang kepada kita, orang-orang yang takut akan Dia. Ini ayat yang sangat-sangat memberikan kesejukan, Tuhan sendiri tahu siapa kita, dia ingat kita ini debu. Artinya, Tuhan tahu kita ini tak sempurna, jauh dari sempurna,

194

sangat terbatas. Bapa di surga tidak akan membiarkan kita salah dan tersesat, yang penting kita takut akan Dia, mencari kehendak-Nya, berdoa meminta pimpinan-Nya, setelah itu ambillah keputusan. Bapa di surga akan terus mengiringi kita. Jangan sampai kita takut seolah-olah nanti akan berantakan, hidup ini akan hancur; ada Tuhan, yang penting kita gunakan hikmat, takut akan Dia.

Sumber:

Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #203B yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.

Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat

ke: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org> atau: < TELAGA(at)sabda.org >

195

Tips: Bagaimana Prinsip-Prinsip Pengambilan Keputusan

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 191-195)