• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Masalah Terapi Obat

Masalah terapi obat sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu masalah yang terjadi di dalam proses farmakoterapi pada seseorang yang akan atau berpotensi untuk mengganggu hasil terapi yang diharapkan. Pencegahan masalah terapi obat sendiri dapat dilakukan, namun tidak mungkin selalu diterapkan akibat kompleksitas dari ilmu farmakoterapi, kurangnya latihan dan pengetahuan dari paramedis, dan tingkah laku dari pasien itu sendiri (Mil, 2005).

Menurut (PCNE, 2006), klasifikasi masalah terapi obat dapat digambarkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi masalah terapi obat menurut PCNE V5.01

Kelompok Utama Kode Masalah

1. Reaksi Obat Merugikan.

Pasien mengalamireaksi obat yang merugikan

P1.1 Mengalami efek samping (non-alergi)

P1.2 Mengalami efek samping (alergi) P1.3 Mengalami efek toksik

2.Masalah Pemilihan Obat. Pasien menerima atau akan menerima obat (atau tidak menerima obat) yang salah untuk kondisi penyakitnya

P2.1 Obat tidak tepat (tidak terlalu tepat untuk indikasi)

P2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat (tidak terlalu tepat untuk indikasi) P2.3 Tidak tepat duplikasi obat dari

golongan terapi atau zat aktif P2.4

Kontraindikasi pemakaian obat (termasuk kehamilan dan menyusui)

P2.5 Indikasi tidak jelas untuk penggunaan obat

P2.6 Tidak ada obat yang diberikan tetapi indikasi jelas

3. Masalah Dosis.

Pasien menerima lebih atau kurang dosis obat yang dibutuhkan

P3.1

Dosis obat terlalu rendah atau regimen pemberian obat terlalu jarang

P3.2

Dosis obat terlalu tinggi atau regimen pemberian obat terlalu sering

P3.3 Durasi pemberian obat terlalu singkat

P3.4 Durasi pemberian obat terlalu lama 4. Masalah Penggunaan Obat.

Obat salah atau tidak diberikan

P4.1 Obat tidak diberikan sama sekali P4.2 Obat yang diberikan salah 5. Interaksi-Interaksi.

Terjadi kemungkinan potensial interaksi obat atau obat-makanan

P5.1 Potensial Interaksi P5.2 Terjadi Interaksi 6. Lainnya.

P6.1

Pasien tidak puas dengan terapi karena tidak menerima obat dengan benar

P6.2

Kurangnya perhatian akan kesehatan dan penyakit (kemungkinan mengarah pada masalah di masa yang akan datang)

P6.4

diketahui)

Asuhan kefarmasian tidak hanya menyediakan terapi obat, namun juga menyediakan keputusan dalam penggunaan obat yang tepat bagi pasien. Dalam asuhan kefarmasian, farmasis memberikan kontribusi pengetahuan dan keterampilan, guna memastikan hasil terapi yang optimal dari penggunaan obat (Siregar dan Amalia, 2004).

Sasaran dari asuhan kefarmasian adalah meningkatkan mutu kehidupan pasien, melalui berbagai pencapaian hasil terapi, antara lain:

a. menyembuhkan penyakit

b. meniadakan atau mengurangi gejala sakit

c. menghentikan atau memperlambat proses penyakit

d. mencegah penyakit atau gejalanya (Siregar dan Amalia, 2004). Fungsi dari asuhan kefarmasian antara lain adalah untuk: a. mengidentifikasi masalah terapi obat,

b. memecahkan masalah yang terjadi yang berkaitan dengan terapi obat, dan c. mencegah terjadinya masalah terapi obat (Siregar dan Amalia, 2004).

1.1 LatarBelakang

Diabetes melitus

merupakansuatupenyakitdimanaterjadipeningkatankadarglukosa yang tinggi di dalamdarah. Hipertensimerupakansuatupenyakitdimanatekanandarahseseorang tinggi secara persisten. Hipertensi seringkaliterjadibersamaan dengan diabetes melitusterutamapada orang denganusialanjutsehingga dapat menimbulkansuatukomplikasi penyakit berbahaya yang mengarah pada risiko penyakit jantung dan dapat menyebabkankematianbagipasien. Komplikasitersebutmunculsebagaiakibatdariadanyapenyakitsindrom metabolik karena penyakit yang dideritaolehpasientelahterjadiselamabertahun-tahun, sehingga dapat meningkatkan risikomikrovaskulerdanmakrovaskuler.

Kejadian diabetes melitus di dunia sangat tinggi. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 171 juta penderita diabetes melitus di dunia pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi 366 juta penderita di tahun 2030 nanti. Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kasus kematian terjadi karena diabetes melitus. WHO juga memperkirakan bahwa diabetes melitusakan menjadi penyakit nomor 7 yang menyebabkan kematian pada tahun 2030. Selain itu, 50% penderita diabetes melitus mengalami kematian dikarenakan penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan penyakit jantung (WHO, 2015).Menurut data statistika, terdapat sekitar 71% penderita diabetes melitus memiliki tekanan darah tinggi (lebih besar atau sama dengan 140 mmHg) (ADA, 2015).

mengidap diabetes melitus pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta penderita pada tahun 2030 (WHO, 2015). Berdasarkan (Tempo Gaya, 2015), Indonesia menempati peringkat kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yang menderita diabetes melitus, dan akan terus mencapai angka 14,1 juta penderita di tahun 2035 nanti. Menurutriset yang dilakukanpadatahun 2013, prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 2,1% dari total seluruh penduduk Indonesia dan2,6% penderitanyaberada di Aceh. Prevalensihipertensisendirimencapai jumlah 25,8% penderita di Indonesia dan 21,5% terjadi di Aceh (Riskesdas, 2013).

Dikarenakan tingkat kejadian dan faktor risiko yang tinggi,banyak panduan yang menyarankan agar tekanan darah yang diinginkan bagi penderita diabetes melitus adalah ≤140/90 mmHg (AMA, 2013). Untuk itu pengobatan yang

disarankan terkadang membutuhkan lebih dari satu macam jenis obat yang akan diberikan kepada pasien sehingga tingkat kejadian polifarmasi juga akan semakin tinggi yang tentu akan mengarah pada kemungkinan terjadinya Masalah Terapi Obat (MTO).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan (Huri, 2013), telah terjadi MTO pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi. Sekitar 22,5% terjadi masalah pemilihan obat, 16,3% terjadi masalah interaksi obat, dan 25,8% mengalami masalah terapi obat lainnya.

sekitar 15,61% butuh terapi tambahan, 40,62% terapi obat yang tidak perlu, 50% terapi obat yang tidak efektif, 3,12% dosis terlalu rendah, 31,24% reaksi obat merugikan, dan 6,25% dosis terlalu tinggi (Zahara, 2011).

Tingkat kejadian penyakit diabetes melitus dan hipertensi sendiri menjadi salah satu penyakit yang paling sering terjadi sehingga menempatkan diabetes melitus sebagai salah satu dari lima besar penyakit di RSUD Kota Langsa selain penyakit gastrointestinal, heart failure, dyspepsia, dan congestive heart failure. Pada tahun 2014, tercatat ada sekitar 353 kasus pasien yang menderita diabetes melitus (RSUD Kota Langsa, 2015).

Olehkarenaberbagaialasan yang telahdikemukakandiatas, maka penulismerasaperludilaksanakantelaahMTOpadapasienpenderita diabetes melitus komplikasihipertensi di ruangrawatinap RSUD Kota Langsa untuk menelaah masalah terapi obat yang terjadi beserta tingkat kejadiannya.

1.2 KerangkaPikirPenelitian

Penelitianini mengkaji tentang telaahMTOyang terjadi padapasienpenderita diabetes melitus komplikasihipertensi di ruangrawatinap RSUD Kota Langsa pada tahun 2014.

Di dalampenelitianini, klasifikasi MTO dari Pharmaceutical Care Network Europe V5.01 (PCNE, 2016) digunakan sebagai evaluasi MTO. Obat-obatan yang tercatatdalamrekammedis merupakan variabel bebas (independent variable) dan MTOyang terjadi meliputi: indikasi tidak terobati, pemilihan obat yang kurang tepat, potensial interaksi obat, obat dengan mekanisme kerja mirip dan kontraindikasi pemakaian obat, merupakan variabel terikat (dependent variable).

Variabel Terikat

Gambar 1.1 Skemakerangkapikirpenelitian 1.3 PerumusanMasalah

Berdasarkanbeberapahal yang telahdikemukakan, makapenulisdapatmerumuskanmasalah yang terjadi.Perumusanmasalahtersebut

adalah:

a. apakah terjadi masalah terapi obatpada pasien penderita diabetes melitus komplikasi hipertensi di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa tahun 2014? b. seberapa besar tingkat kejadian masalah terapi obatpada pasien penderita

diabetes melitus komplikasi hipertensi di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa tahun 2014?

Dokumen terkait