BAB IV ANALISIS TERHADAP KONSEP KESEHATAN MENTAL
B. Relevansi Pemikiran Zakiah Daradjat pada Masa Sekarang
2. Masyarakat Modern, Akhlak Tasawuf dan Konsep Kesehatan
Menurut Alfin Toffler, sebagimana dijelaskan Jalaluddin
71
Pertama, masyarakat pertanian (agricultural society), yakni
masyarakat yang mendasarkan perekonominaya pada sumber daya
alam. Mereka masih sangat sederhana dan tradisional, informasi
terpusat pada seseorang yang ditokohkan, kekeluargaan mereka
menganut sistem batin, yaitu menganut ikatan darah dan keturunan,
mereka selalu berkomitmen dengan lingkungan dan masa lalunya
serta banyak menggunakan kekuatan irasional (Solihin, 2005: 256).
Kedua, masyarakat industri (Industrial society). Masyarakat
ini sudah maju dibandingkan dengan masyarakat pertanian, mereka
sudah menggunakan mesin-mesin dan teknologi tinggi untuk
memproduksi berbagai hal, efektif dan efisien, informasinya
bersifat nasional dan terus berkembang bahkan lebih luas lagi
jangkauannya, kekeluargaan yang dibangun lebih sempit yakni
keluarga inti (orang tua, suami, istri, dan anak) yang hanya
mengandalkan peran dan fungsi sosial ekonominya. Karena
persaingan yang ketat dalam masyarakat industri, maka yang
sangat diperlukan adalah jiwa yang cerdas serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi canggih.
Dan Ketiga, masyarakat informasi (informatical society).
Masyarakat informasi berkembang lebih maju dibanding
masyarakat industri, dari segi teknologi, ekonomi dan industri lebih
72
masyarakat pertanian dan masyarakat industri. Bagi masyarakat
ini, informasi lebih penting dari segalanya. Pada masyarakat
informasi, yang akan bertahan adalah mereka yang berorientasi ke
depan dan bijak sehingga mampu membangkitkan kepribadian
yang suprareligius. Mereka menganggap alam sebagai teman,
bukan musuh.
Seorang ahli psikologi internasional bernama Dr. Donald F.
Klein menjelaskan bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat
yang haus akan informasi, selalu ingin tahu, dan imajinatif. Kita
sekarang bearda di abad modern (ada juga yang menyebutkan post
modern) yang dicirikan dengan melimpahnya informasi. Indonesia
juga telah menuju era informasi di abad modern. Dalam menyikapi
era informasi, masyarakat indonesia terbagai menjadi tiga, yaitu
masyarakat yang optimis, psimis, dan mengambil jalan tengah.
Masyarakat yang optimis biasanya tergantang untuk lebih maju,
sementara itu masyarakat yang psimis akan menerima dampak
buruk karena mereka tidak siap dalam iklim persaingan, bahkan
mungkin akan tersingkir. Sedangkan masyarakat yang mengambil
jalan tengah mencoba mempertimbangkan dampak baik dan buruk
era informasi dan kemodernan.
Setidaknya, ada beberapa ekses dunia modern atau
73
Pertama, ada spesialisasi di bidang keilmuwan di satu sisi,
dan terjadi disintegrasi ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Di sini,
ilmu pengetahuan terpisah atau dipisahkan sama sekali dengan
unsur spiritual. Ilmu pengetahuan mempunyai paradigma sendiri-
sendiri yang kadang saling bertolak belakang sehingga
membingungkan manusia pada umumnya. Hal ini diakui oleh Max
Scheler. Menurut Sayyed Hossein Nasr, manusia modern beada
pada tepi kehancuran karena tidak lagi memiliki etika dan estetika
yang bersumber dari spiritualitas ilahiah. Di era modern, ilmu
pengetahuan dan teknologi dipisahkan dari unsur spiritual. Alih-
alih menjawab problem kemaanusiaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi pun justru menindas manusia dan mengasingkan manusia
dari dirinya sendiri. Manusia modern mengalami apa yang disebut
sebagai gejala split personality, yaitu pribadi yang terpecah dan
terbelah.
Kedua, akibat terpisahnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dari unsur spiritual, maka ilmu pengetahuan dan teknologi sangat
potensial untuk disalahgunakan sesuai kepentingan pragmatis para
penguasanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa di barengi dimensi spiritual justru bisa merusak dan menghancurkan manusia
74
Ketiga, perpisahan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
unsur spiritual tentunya akan mendangkalkan nilai keimanan
seseorang dan akan membentuk pola hidup materialisme yang
tidak sehat. Di sini, individu menjalin hubungan hanya berdasarkan
kalkulasi keuntungan material yang akan diperoleh, tidak memakai
pertimbangan material yang akan diperoleh, tidak memakai
pertimbangan akal sehat, hati nurani, rasa kemanusiaan, dan
keimanan. Manusia modern pun lalu menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuannya.
Keempat, akibat kehidupan modern yang demikian
kompetitif, maka manusia harus bekerja keras dengan cara
mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan kemampuan tanpa
mengenal batas dan kepuasan. Manusia modern sangat ambisius,
mereka selalu kekurangan, dan tidak pernah mau mensyukuri
nikmat Tuhan. Manusia modern pun banyak mengalami stres,
frustasi, depresi berat, dan kegilaan.
Kelima, manusia modern yang sangat ambisius, tidak mau
bersyukur, dan kerasukan ideologi matrealisme lalu
mempergunakan aji mumpung. Sewaktu masih muda, mereka
bersenang-senang, berfoya-foya, dan menuruti hawa nafsunya.
Saat tubuh telah digerogoti usia dan terus menua, mereka baru
75
kumpulkan ternyata tidak mempunyai arti apa – apa. Manusia modern lalu merasakan bahwa dirinya tidak berharga, tidak
mempunyai masa depan, merasakan kekosongan batin, dan
kehampaan spiritual.(Solihin, 2005: 256 – 257)
Karena masyarakat modern menghadapi problematika yang
kompleks, carut – marut, dan berbahaya, maka perlu dicari solusi yang sangat tepat. Masyarakat modern harus menumbuhkan (lagi)
spiritualitas diri. Menurut para ahli, inilah satu – satunya obat yang sangat tepat dan ampuh (Solihin, 2005: 257).
Sayyed Hossein Nasr adalah salah satu pengajur
spiritulalitas yang gigih. Menurutnya, paham sufisme mulai
mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat
Barat) karena mereka merasa kering batinnya. Masyarakat modern
yang terdera problematika hidup yang kompleks dan carut-marut
mencoba lari ke spiritualitas dan sufisme . mereka mencoba
membangun akhlak tasawuf.
Selama ini, masyarakat Barat, masih sangat asing dengan
sosok Muhammad sang tokoh spiritual terbesar. Mereka juga tidak
tahu bahwa Islam memiliki kekayaan rohani luar biasa yang bisa
memuaskan dahaga mereka. Masyarakat barat seringkali
memandang islam secara legal formal belaka dan tidak tahu bahwa
76
sisi esoteris islam dan dimensi tasawufnya perlu diperkenlkan
kepada masyarakat Barat secara segar dan kontekstual sesuai
dengan kondisi zaman. Ironisnya, selama ini, masyarakat barat
menganggap bahwa sufisme merupakan salah satu penyebab
melemahnya daya juang umat islam sendiri (Rosyid Anwar, 2005:
258).
Menurut komaruddin Hidayat, sufisme perlu
dimasyarakatkan setidaknya karena tiga hal. Pertama, sufisme
mampu mengatasi kebingungan manusia akibat hilangnya nilai –
nilai spiritualitas. Kedua, sufisme memberikan referensi dan
pemahaman tentang aspek esoteris islam kepada masyarakat.
Ketiga, sufisme menegaskan kembali akan pentingnya aspek
esoteris islam sebagai jantung ajaran islam itu sendiri.
Sayyed Hossein Nasr menegaskan bahwa tasawuf, sufisme,
dan kerahasiaan (esoteris) dari islam itu sendiri yang menjadi jiwa
dan Al Sunnah. Untuk itu, tasawuf, sufisme, dan tharikat mampu
mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang tampaknya
berserakan (Solihin, 2005: 258).
Disinilah pentingnya integrasi antara ilmu pengetahuan,
dalam hal ini yaitu Psikologi dengn agama. Hal itu secara tidak
langsung nampak dalam pemikiran Zakiah Daradjat tentang
77
Zakiah Daradjat kesehatan mental adalah terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa,
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-
problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif
klebahagiaan dan kemampuan dirinya (Zakiah Daradjat, 1985: 13).
Mencermati ekses dari masyarakat modern sebagaimana
ditulis oleh Harun Nasution tersebut maka akan nampak relevansi
pemikiran Zakiah Daradjat tersebut dalam kontek sekarang baik
secara kuratif maupun preventif.