• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Penutup, yang berisikan Kesimpulan dan Saran penelitian

TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI KONSTITUSI, DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM

4. Materi Muatan Konstitusi

Istilah materi muatan berasal dari bahasa belanda ―het onderwerp‖ yang

berarti ―isi kandungan‖ atau subtansi peraturan perundang-undangan.160

Sementara itu di Indonesia istilah ―materi muatan‖ diperkenalkan oleh Hamid Attamimi, dan istilah itu kini telah resmi digunakan baik oleh pemerintah, dikalangan akademisi, maupun praktisi hukum. Terkait materi muatan ini, ada dua tipe teori yang, yakni tipe teori ideal dan teori real. Teori materi muatan konstitusi yang ideal dikemukakan oleh Podsnap, yang mengemukakan bahwa materi

muatan konstitusi meliputi:161

a. A short of manifesto; b. A confession of faith; c. A statemen of ideals; d. A charter of the land;

Kelsen mengemukakan bahwa materi muatan konstitusi yang real meliputi:162

160 I dewa Gede Atmadja, dkk. Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum (Malang: Setara Press, 2015) Hlm 63.

161 K. C. Wheare, Konstitusi … op.cit. Hlm 49.

162

a. Preambule (pembukaan/mukadimah)

Pembukaan bukanlah norma hukum, pembukaan merupakan pernyataan cita-cita dan filsafat hidup sebuah negara. pembukaan bersifat meta juridis, dan berada di pucuk teratas hierarkis peraturan perundang-undangan.

b. Menentukan materi muatan yang harus diatur dalam UU yang akan dibentuk;

c. Menentukan UU yang bertentangan dengan konstitusi; d. Larangan-larangan konstitusi;

e. Pengaturan HAM dalam pasal-pasal sebagai ciri konstitusi modern; dan f. Jaminan-jaminan konstitusi.

Studi yang dilakukan oleh Henc van Maarseveen dan Ger van der Tang terhadap konstitusi-konstiitusi di dunia dan dituangkan dalam buku Written

Constitution, mengemukakan bahwa materi muatan konstitusi adalah:163

a. Constitution a means of forming the states own political and legal system; b. Constitution as a ntional document and as a birth certificate and as a sigh

of adulthood and independent.

Ni‘Matul Huda mengemukakan bahwa menurut kedua ahli hukum belanda tersebut, konstitusi disamping sebagai dokumen nasional juga berfungsi sebagai

163 Ni‘matul Huda, UUD 1945 Dan Gagasan Amandemen Ulang. (Jakarta: Rajawali Press, 2008) Hlm 22.

intrumen untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum suatu negara.164 Lebih jauh merujuk pada pendapat A. A. H. Struycken yang mengemukakan

bahwa konstitusi sebagai dokumen formal berisi:165

a. Hasil perjuangan politik suatu bangsa dimasa yang lampau;

b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan suatu negara; c. Pandangan para pendiri bangsa yang hendak diwujudkan baik sekarang

maupun untuk masa yang akan datang;

d. Suatu kehendak menganai bagaimana suatu ketatanegaraan hendak dijalankan.

Merujuk pada pendapat K. C. Wheare tentang konstitusi, maka Wheare mencoba membagi konstititusi dalam dua pengertian. Jika merujuk pada pengertian pertama sebagaimana telah diuraikan pada bagain awal pembahasan bab ini, maka konstitusi hanya berisi dokumen hukum biasa, sedangkan jika merujuk pada pengertian kedua maka materi muatan konstitusi dapat lebih luas daripada sekedar norma hukum biasa. Ia bisa memuat prinsip, cita-cita atau nilai-nilai yang hendak dibangun atau dipelihara oleh negara itu.

Dalam pengertian yang kedua inilah UUD 1945 dipahami baik sebelum maupun sesudah perubahan. Selanjutnya Wheare juga tidak merinci secara tegas, materi muatan konstitusi baik dalam arti pertama maupun kedua, tapi Wheare mengemukakan bahwa idealnya materi muatan suatu konstitusi itu the very

164 Ni‘matul Huda, UUD 1945 … Ibid. hlm 23.

165

minimum, and that minimum to be rule of law. Berikut Wheare mencoba

mengemukakan bahwa konstitusi minimal harus berisi:166

a. Konstitusi sebagai hukum tertinggi mengatur struktur lembaga legislative, eksekutif dan yudisial;

b. Hubungan antar lembaga negara;

c. Hubungan antara lembaga negara dan komunitasnya; d. Pernyataan perlindungan HAM;

e. Tujuan dan cita-cita suatu bangsa.

Sri Soemantri mengemukakan bahwa meteri muata konstitusi meliputi:167

a. Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental;

b. Pembaginan dan pembatasan tugas-tugas kekuasaan negara yang bersifat fundemnetal;

c. Serta penegasan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Dengan demikian sejalan dengan dengan apa yang dikemukakan oleh Strong, yaitu bahwa constitution is collection of princuples to which the power of the govermnet, the right of the governed, and the relations between the are adjusted. Selain tiga materi tersebut, Bagir Manan dan Kuntana Magnar bahwa konstitusi juga mengatur mengenai hal-hal yang menyangkut identitas negara,

166 I Dewa Gede Atmadja, dkk. op. cit. hlm 65

167 Sri Soemantri. Hukum Tata Negara Indonesia. Pemikiran dan Pandangan. Cetakan Pertama. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014) Hlm 87.

seperti bendera dan bahasa nasional.168 Lebih lanjut dengan merujuk pada konstitusi Amerika, maka Jaome Banker Hames dan Yvonne Ekern

mengemukakan sistematika dan materi muatan konstitusi sebagai berikut:169

a. Article I The Organization of powers of the legislative branch; b. Article II Selection and duties of the president;

c. Article III Function of the supreme court;

d. Article IV Responsibility of one state to another; e. Article V Requirement for amending the constitution; f. Article VI Supremacy of the constitution;

g. Article VII Procedure for ratification of the constitution.

Merujuk pada sejumlah pendapat mengenai materi muatan knstitusi, UUD 1945 lebih dekat pada materi muatan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, dan jika di komparasikan antara UUD 1945 dan Konstitusi Amerika, maka keduanya mempunyai kesamaan, yaitu pada pengaruh preambule dalam penyelenggaraan kehidupan bernegaranya. International Institute for democracy and electoral

assistance (International IDEA) mengemukakan bahwa:170

a constitution is a set of fundamental legal-political rules that: are binding on everyone in the state, including ordinary lawmaking institutions; concern the structure and operation of the institutions of government, political principles and the rights of citizens; are based on widepread public legitimacy; are harder to change than ordinary laws (e.g. a two-thirds majority vote or or a referendum is needed); as a minimum, meet the internationally recognized criteria for a democratic system in terms of representation and human rights.

168 Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi. Hukum Perbandingan Konstitusi (Yogyakarta: Totalmedia, 2010) Hlm 34.

169 I Dewa Gede Atmadja, dkk. Teori … op. cit hlm 68.

170