• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Penutup, yang berisikan Kesimpulan dan Saran penelitian

TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI KONSTITUSI, DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM

C. NEGARA HUKUM

2. Prinsip-Prinsip Negara Hukum

Lazimnya dalam berbagai kajian selalu di dapati upaya untuk

menyederhanan gagasan dan konsep negara hukum, dengan cara

memformulasikannya menjadi poin-poin yang mudah di pahami sebagai elemen

fundamental dari negara hukum. Adapun dari beberapat sebagai berikut:343

a. Menurut Barry M. Hager, sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara hukum jika memenuhi sembilan prinsip hukum, yaitu:

1) Constitusionalism;

2) Law govern the government; 3) An independent judiciary;

4) Law must be fairly and consistenly applied; 5) Law is transparent and accessible to all; 6) Application of law is efficient and timely;

7) Property and economic rights are protected including contract; 8) Human and intellectual rights are protected;

343

9) Law can be change by an established process which itset is transparent and accessible to all.

b. Julius Stahl mengemukakan empat prinsip negara hukum yang belakang

di sebut sebagai elemen negara hukum formil, yaitu:344

1) Pengakuan dan perlindungan terhadap HAM;

2) Negara yang di dasarkan pada trias politica atau pemisahan kekuasaan; 3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang (wetmatig bestuur); dan 4) Adanya peradilan administrative untuk menilai perbuatan melanggar

hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).

c. Scheltema mengemukakan prinsip rechsstaat adalah sebagai berikut:345

1) Permasamaan (equality); 2) Demokrasi; dan

3) Pemerintahan yang melayani kepentingan umum.

d. Albert Venn Dicey memperkenalkan gagasan negara hukum dengan

istilah rule of law, merumuskan prinsip negara hukum sebagi berikut:346

1) Supremacy fo law; 2) Equality before the law; 3) Due process of law.

e. Carl Schmitt mengemukakan bahwa tujuan rechtsstaat untuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan negara sebagai konsepsi

344 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum … op. cit, hlm 98.

345 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum … Ibid, hlm 99.

346

rechtsstaat yang liberal, selanjutnya oleh Carl Schmitt diberikan batasan

sekaligus menjadi prinsip rechtstaat, yaitu:347

1) Campur tangan negara dalam urusan-urusan individu dilakukan berdasarkan undang-undang;

2) Seluruh aktvitas negara tercakup dalam seperangkat kewenangan yang batasannya di tentukan secara pasti;

3) Independensi atau kemerdekaan hakim.

Di latari oleh pemikiran tersebut diatas, selanjutnya Carl Scmitt merumuskan dua prinsip utama konstitusi, yaitu prinsip distribusi (distribution principle) artinya bahwa kebebasan individu sebagai sesuatu yang ada mendahului negara pada dasarnya tidak di batasi, sedangkan wewenang negara untuk campur tangan dalam urusan-urusan individu harus dibatasi dan prinsip organisasional (organizational principle) artinya bahwa pembatasan terhadap kekuasaan untuk ikut campur dalam

urusan individu tercakup dalam sistem pembatasan kekuasaa.348

Pandangan Schmitt tersebut disebut liberal karena sejalan dengan pandangan filosofis liberal klasik yang menyatakan bahwa individu yang bebas tidaklah tunduk pada aturan yang dibuat oleh pribadi lainnya,

melainkan hanya tunduk pada nalar.349

347 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan … op. cit, hlm 81.

348 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan … Ibid, hlm 82.

349

d. J.B.J.M. ten Berge mengemukakan prinsip-prinsip negara hukum adalah sebagai berikut:350

1) Asas legalitas artinya bahwa pembatasan kebebasan warga negara harus berdasar hukum;

2) Pelindungan HAM;

3) Pemerintah terikat pada hukum;

4) Monopoli paksaan pemerintah untuk menegakkan hukum; 5) Pengawasan oleh hakim yang merdeka;

e. H.D. van Wijk/Willem Konijnebelt juga mengemukakan hal yang hampir

serupa dengan ten Berge, sebagai berikut:351

1) Pemerintah berdasar undang-undang; 2) Penghormatan terhadap HAM; 3) Pembagian kekuasaan; dan 4) Pengawasan lembaga kehakiman.

f. The Internation commission of jurists pada 1965 di Bangkok yang menekankan pada aspek sosial, ekonomi, edukasi dan kultural membuat

ciri negara hukum sebagai berikut:352

1) Kemanan harus terjamin;

350

Ridwan HR, Hukum Administasi Negara, Edisi Revisi, Cetakan Keenam (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm 9.

351 Ridwan HR, Hukum Administasi … Ibid, hlm 10-11.

352 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara. Dikuti Dari Margarito Kamis, Kekuasaan Presiden Indonesia, Cetakan Pertama (Malang: Setara Press, 2014), hlm 59.

2) Tidak ada hak fundamental yang dapat di ingkari dengan alasan apapun;

3) Setiap orang harus di jamin kebebasan meyatakan pendapatnya; 4) Kehidupan pribadi seseorang tidak bisa dilanggar;

5) Kebebasan beragama harus dijamin;

6) Hak untuk mendapat pengajaran harus di jamin; 7) Kebebasan berserikat dan berkumpul;

8) Hak untuk mengambil bagian secara lansung atau melalui wakil-wakil yang di pilih;

9) Pengakuan terhadap hak menentukan nasib sendiri;

10) Keadilan mengehendaki seseorang atau kelompok tidak akan ditiadakan hak-hak alamianya.

g. Jimly Asshiddiqie mengemukakan 12 pilar utama penyangga negara

hukum berdasarkan hasil elaborarinya, yaitu:353

1) Supremasi hukum; 2) Persamaan dalam hukum; 3) Asas legalitas;

4) Pembatasan kekuasaan;

5) Organ-organ pemerintahan yang independent; 6) Peradilan bebas dan tidak memihak;

353 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis (Jakarta: Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi), hlm 182-185.

7) Peradilan tata usaha negara; 8) Peradilan tata negara; 9) Perlindungan HAM 10) Bersifat demokratis;

11) Berfungsi sebagai intrumen mewujudkan tujuan benegara; 12) Tranparansi dan control sosial.

Selain beberapa yang telah penulis kemukakan tersebut teoritikus Amerika berpengaruh seperti Josep Raz juga mengemukakan the basic intuition underlying the doctrine of the rule of law ti be that the law must be capable of guiding the behavior of its subjecs. Dari pernyataan tersebut, selanjutnya merusumkan prinsip negara hukum, yaitu: (1) prospektif, (2) umum, (3) jelas, (4) sebuah pengadilan yang independen, (5) open and fair hearing without bias, (6) limited view of legislative and administrative officials, dan (7) pembatasan terhadap discretion of the police.354 Termaksud juga Soetandyo Wignyosoebroto mengemukakan sekurang-kurangnya 3 karakter konsep rechtsstaat dalam kehidupan bernegara bangsa antara lain

Pertama ialah, bahwa apa yang disebut hukum itu harus dibentuk dalam wujudnya yang

positif. Kedua, apa yang disebut hokum harus merupakan hasil proses kesepakatan melalui suatu proses yang disebut proses legislasi. Ketiga, hukum yang telah diwujudkan dalam bentuk undang-undang (berikut undang-undang yang paling dasar yang disebut Undang-Undang Dasar) dan bersifat kontraktual yang akan mengikat seluruh warga

354 Susi Dwi Harijanti, dalam Negara Hukum yang berkeadilan. Kumpulan pemikiran dalam rangka purna bakti, Prof. Dr. Bagir Manan, SH.,M.CL. hlm 87.

bangsa secara mutlak.355 Richard H. Fallon, menggolongkan negara hukum ke dalam empat tipe negara hukum, yakni tipe negara hukum historis, formalis, prosedural, dan

substantif.356

1) Konsepsi negara hukum historis memaknai ―the Rule of Law with rule by norms laid down by legitimate authorities prior to their application to particular cases‖. Artinya, negara hukum tipe historis lebih menekankan pada makna orisinal hukum sebagaimana yang dimaksudkan oleh para pembuatnya;

2) Konsepsi negara hukum formalis terungkap dalam ungkapan Hakim Antonin Scalia yang mengatakan ―The Rule of Law as a Law of Rules‖ (Negara Hukum adalah hukum dari aturan-aturan). Konsepsi negara hukum formalis ini menekankan pada ―aturan‖ yang menyediakan ―maximally effective guides to behaviour and ensure that judges, as much as other officials, are bound by law‖. Konsepsi negara hukum formal ini sangat memusatkan pada penegakan aturan hukum tertulis, khususnya aturan perundang-undangan, dengan tujuan terutama untuk kepastian hukum;

3) Konsepsi negara hukum prosedural menekankan pada gabungan dari: (i)

procedural fairness in the development and application of legal norms, (ii) an (assumed) internal connection between notions of law and reasonableness, (iii) reasoned elaboration of the connection between recognized, pre-existing sources of legal authority and the determination

of rights and responsibilities in particular cases, and (iv) judicial review as a guarantor of procedural fairness and rational deliberation by legislative, executive, and administrative decisionmakers. Intinya, negara hukum prosedural

menekankan pada pemaknaan hukum sebagai produk dari proses deliberasi yang rasional;

4) Konsepsi negara hukum substantif memaknai ―the Rule of Law implies the intelligibilty of law as a morally authoritative guide to human conduct.‖ Jadi, tipe substantif tidak memandang negara hukum semata-mata penegakan aturan tertulis, maksud dari pembentuk hukum, atau proses deliberatif yang rasional, melainkan lebih menekankan pada aspek etis atau moralitas dari hukum, seperti keadilan dan HAM.

355 Wignyosoebroto, Soetandyo, Makalah Bahan Diskusi, Memperbincangkan Hukum dari Perspektif Filsafat: Paradigma Hukum dan Pergeserannya Dalam Sejarah, dikases dari http://soetandyo.wordpress.com/.

356