• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Penutup, yang berisikan Kesimpulan dan Saran penelitian

TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI KONSTITUSI, DEMOKRASI DAN NEGARA HUKUM

C. NEGARA HUKUM

4. Tradisi negara hukum

Negara hukum genus bergrip mempunyai tradisi atau ke-khasan ditiap-tiap negara, bergantung pada tradisi hukum yang berkembang di negara yang bersangkuta. Sebagai perbandingan, tradisi negara hukum di Inggris berbeda

368 Azhary, Negara Hukum … Ibid, hlm 51.

369 Azhary, Negara Hukum … Ibid, hlm 55.

370 Azhary, Negara Hukum … Ibid, hlm 56.

371

dengan tradisi negara hukum Amerika, meskipun embrio negara hukum amerika berasal dari negara Inggris, namun dalam perkembangan selanjutnya masing-masing negara mengembangkan tradisi khasnya masing-masing-masing-masing.

a. Tradisi Anglo Saxon

A.V. Decey adalah eksponen terkuma negara hukum yang melakukan penelitian tentang negara hukum di Inggris. Dari risetnya tersebut Dicey mengemukakan tiga elemen penting negara hukum yang meliputi supremacy of law, equality before the law dan due process of law.372 Tiga elemen negara hukum diatas meripakah ciri khas praktik negara hukum inggris. Atas doktrin tersebut pula Dicey diserang oleh banyak ahli dengan membatah pandangan Dicey mengenai hukum yang relative jelas dan bersifat tetap.373 Sebagimana diketahui bahwa praktik negara hukum dalam tradisi Anglo Saxon betumpuh pada kewibawaan kekuasaan kehakiman. Hukum lebih utama berkembangan melalui putusan pengadilan (judge made law) dibandingkan melalui statute atau act. Berbeda dengan tradisi rechtsstaat dimana hukum lebih utama melalui statute, act. Negara ideal yang mempraktikan tradisi Anglo Saxon ini adalah Inggris, yang juga diikuti oleh sejumlah negara bekas jajahan atau yang terpengaruh dengan tradisi hukum Inggris.

372 Loc.cit.

373 Susi Dwi Harijanti, Negara Hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam Negara Hukum yang Berkeadilan. Kumpulan Pemikiran dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH., M.CL. (Bandung: PSKHTN UNPAD, 2011), hlm 83.

b. Tradisi Eropa Kontinental

Merujuk pada pandangan Simon Chesterman yang menyatakan perbedaan para ahli hukum eropa kontinental dan anglo saxon dalam menempatkan peran hukum dalam masyarakat. Para ahli hukuk eropa continental lebih menitikberatkan pada isu negara, sedangkan para juris dari anglo saxon lebih menekankan pada pengadilan. Hal tersebut dapat reflektif dari istilah-istilah seperti rechtsstaat, Etat de droit, Stato di diritto, Estado de derecho, dan lain-lain. Tradisi Kontinental dipenguri oleh pikiran Imannuel Kant, Kelsen dan lain yang lebih menekankan pada statute yang menekankan prinsip legalitas. Ciri minimum formal legality demikian dapat dilihat antara lain di Jerman sebelum masa perang dunia ke II, namun setelah konstitusi 1949 Jerman memperluas cakupan praktik nergara hukum yang meliputi pemisahan kekuasaan, pengujian oleh badan peradilan, asas legalitas, prosedur yang adil, kepastian hukum dan prinsip proporsionalitas.

Dalam berbagai kepustakaan istilah rechtsstaat yang pertama kali

digunakan oleh Johan Wilhelm Placidus,374 mewakili tradisi continental

secara umum. Istilah tersebut selanjutnya dipopulerkan oleh Robert von Mohl yang mengemukakan bahwa esensi rechtsstaat adalah organizing the living together of the people in such a manner that each member of it will be

374 Johan Wilhelm Placidus memperkenalkan istilah rechtsstaat melalui literature der staatslehre, Ein Versuch pada tahun 1798.

supported and fostered, to the highest degree possible, in te free and conprehensisive exercise and use of his strengths.

Prancis juga mengikuti tradisi rechtsstaat meskipun tidak ada padanan istilah yang tepat untuk rechtsstaat dalam bahasa Prancis. Istilah Etat de droit adalah istilah yang diperkenalkan Leon Diguit pada 1907 hanya merupakan terjemahan literal rechtsstaat. Selanjutnya Raymond Carre de Malberg secara ekstensif melakukan usaha-usaha untuk mengadaptasi konsep rechtsstaat berdasar kebutuhan prancis. Selain itu, konstitusionalisme tidak mengakar kuat dalam tradisi pemerintahan Prancis. Sepanjang praktik ketatanegaraan pun, bentuk pemerintahan pemerintahan pun kerap berubah-ubah dari monarki konstitusional, republic, dikatator dan restorasi kerajaan. Serta dari 1814-1875 setiap terjadi eskalasi politik dan memuncak, akan menghasilkan konstitusi baru yang baik struktur dan nilainya berbeda secara signifikan.

Dari segi sejarah revolusi, Praktik revolusi Prancis berbeda dengan Revolusi Amerika. Revolusi amerika dilatari oleh perlawanan terhadap kesewenang-wenangan publik, sedangkan revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan terhadap feodalisme yang keseluruhannya dilindungi oleh kekuasaan Judicial, aristocrat dan Gereja. Perbedaan tersebut menunjukan bahwa problem yang melatari revolusi Prancis mempunyai kompleksitas permasalahan lebih besar dari revolusi Amerika. Dari sudut pandang lain kegagalan menjalankan supremasi konstitusional juga dikarenakan oleh suprmasi parlemen yang melarang undang-undang untuk diuji, dan

ketidakpercayaan pada kekuasaan kehakiman. Para Jusris dari Anglo saxon juga melihat konsep rechtsstaat berbeda dengan konsep rule of law dalam arti konsep rechtsstaat lebih merujuk pada the rule by law.

c. Tradisi Amerika

Konstitusi Amerika tidaklah secera tegas menyebutkan mengenai rule of law dalam pasal-pasalnya, namun oleh George P. Fletcher dikemukakan bahwa komitmen Amerika atas rule of law dapat dilihat pada larangan pencabutan atau perampasan life, liberty of property without due process of

law.375 Due Process Of Law Principle inilah yang menjadi elemen atau

prinsip fundamental perlindungan HAM di Amerika. Dalam kepustakaan Amerika dikenal istilah ―four themes of liberty‖ sebagai jawaban atas trade-off antara order dan liberty, yaitu:376

1) Political liberty atau self rules artinya bahwa kebebasan seseorang tetap ada sepanjang hukum yang diciptakan merupakan hukum yang demokratis. Jadi istilah ―dari rakyat untuk rakyat‖ (self rules) included dalam pengertian ini.

2) Legal liberty dapat dipersamakan dengan istilah rechtmatigheid van bestur bahwa tindakan pemerintahan harus di dasarkan pada hukum yang sudah terlebih dahulu ada sehingga memiliki kepastian.

375 George P. Fletcher dalam Marjanne Termorshuizen, The Concept Of Rule of Law, Jurnal Hukum Jantera, Edisi 3, Tahun II, November 2004, hlm 96.

376 Brian Z. Tamanaha, Rule Of Law in The United State. Dalam Susi Dwi Harijanti, Negara Hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam Negara Hukum yang Berkeadilan. Kumpulan Pemikiran dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH., M.CL. (Bandung: PSKHTN UNPAD, 2011), hl 86-87.

3) Private Liberty bahwa tindakan pemerintah tidak boleh mengekang kebebasan pribadi. Ketentuan ini diatur dalam bill of right.

4) Institutionalized liberty terkait dengan pimisahan kekuasaan untuk menjamin kekuasaan tidak diselenggarakan untuk mengekang kebebasan, tetapi sebaliknya untuk meningkatkan kebebasan.

Di Amerika sendiri, konsep negara hukum dibagi menjadi dua yaitu formal dan subtative. Konsep negara hukum formal lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Josep Raz, Lon Fuller dan Robert Summers, namun Raz diketahui sebagai yang paling berpengaruh. Senada dengan pandang Friedrich Hayek, Raz berpandangan bahwa the basic institution underlying the doctrine of the rule of law to be that the law must be capable of guiding the behavior of its subjects.377 Raz menambahkan beberapa mekanisme untuk mendukung pandangannya yaitu an independent judiciary, open and fair hearing withaout bias, limited view of legislative and administrative official, and limited discretion of the police.378 Kelebihhan dari konsep formal adalah neutrality, umum, pasti dan jelas. sedangkan kelemahan dari konsepsi formal

ini, ia tidaklah menjelaskan mengenai kriteria ―the good law‖ atau ―just‖.379

Konsep kedua adalah konsep negara hukum substantive banyak dipengaruhi oleh Ronal Dworkin. Negara hukum substantive mengandung

377 Kumpulan Pemikiran … hlm 87.

378 Kumpulan Pemikiran … hlm 87.

379

semua elemen negara hukum formil ditambah dengan beberapa elemen lain

yang bersifat kombinatif. Dworkin mengemukakan,380

I shall call the second conception of the rule of law “the right conception”. It is in several ways more ambitious than the rule-book conception. It assumes that citizen have moral rights and duties with respect to one another, and political right against the state as a whole. It insist that these moral and political rights be recognize of positive law, so that they may be enforced upon the demand of individual citizen through court or other judicial institution … the rule of law on this conception is ideal distinguish, as the rule-book conception does, between the rule of law and substantive justice …

Dworkin berpandangan jika hak-hak tersebut tidaklah diberikan oleh

hukum positif, melalui telah ada dan menjadi aspek integral hukum positif.381

Sekilas dari pandangan Dworkin tersebut, jelas bahwa Dworkin menempatkan hakim sebagai actor hukum yang sangat menentukan.