LANDASAN TEORI
C. Materi Pembelajaran PAI Dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa
Pembentukan karakter Religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen stake holders pendidikan dapat berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri.24
Kementrian Lingkungan Hidup (dikutip oleh Thontowi, 2012) menjelaskan 5 (lima) aspek religius dalam Islam, yaitu:
1. Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.
2. Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa dan zakat.
2416 Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah Dasar. dalam, (http://www.elearningpendidikan.com), diakses 11 April 2014.
3. Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain.
4. Aspek ilmu, yang menyangkut pengetahuan seseorang tentang ajaran-ajaran agama.
5. Aspek amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya menolong orang lain, membela orang lemah, bekerja dan sebagainya.
Kemudian secara universal, Thontowi mengemukakan 6 (enam) komponen religius, antara lain:25
a. Ritual, yaitu perilaku seromonial baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
b. Doctrin, yaitu penegasan tentang hubungan individu dengan Tuhan.
c. Emotion, yaitu adanya perasaan seperi kagum, cinta, takut, dan sebagainya.
d. Knowledge, yaitu pengetahuan tentang ayat-ayat dan prinsip-prinsip suci. e. Ethics, yaitu atauran-aturan untuk membimbing perilaku interpersonal
membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. f. Community, yaitu penegasan tentang hubungan manusia dengan makhluk
atau individu yang lain.
Menurut perspektif Thontowi religius memiliki 5 (lima) dimensi utama. Kelima dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
25 Thontowi, Amsia, Kewarganegaraan dalam Ketahanan Nasional. Lampung: KDT, 2012.
1) Dimensi Ideologi atau keyakinan, yaitu dimensi dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai, misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, dsb. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling mendasar.
2) Dimensi Peribadatan, yaitu dimensi keberagaman yang berkaitan dengan sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapakan oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa, berpuasa, shalat atau menjalankan ritual-ritual khusus pada hari-hari suci.
3) Dimensi Penghayatan, yaitu dimensi yang berkaitan dengan perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama atau seberapa jauh seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang dilakukannya, misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
4) Dimensi Pengetahuan, yaitu berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya. 5) Dimensi Pengamalan, yaitu berkaitan dengan akibat dari ajaran-ajaran
agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Karena demikian mendasar kehidupan dan fungsi agama dalam kehidupan manusia maka agama dapat dijadikan nilai dasar bagi pendidikan, termasuk pendidikan karakter, sehingga melahirkan model pendekatan pendidikan berbasis agama. Pendidikan karakter yang berbasis pada agama merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai berdasarkan agama yang membentuk pribadi, sikap, dan tingkah laku yang utama atau luhur
dalam kehidupan. Dalam agama islam, pendidikan karakter memilikikesamaan dengan pendidikan akhlak. Istilah akhlak bahkan sudah masuk dalam bahasa Indonesia yaitu akhlak. Akhlak (dalam bahasa Arab: al-akhlak) menurut Ahmad Muhammad Al-Hufy dalam “Min Akhlak al-Nabiy”, ialah “azimah (kemauan) yang kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi adat (membudaya) yang mengarah pada kebaikan
atau keburukan”. Karena itu, dikenalkan adanya istilah “akhlak yang mulia atau baik” (akhlak al-karimah) dan “akhlak yang buruk” (al-akhlak al-syuu).
Ajaran tentang akhlak dalam Islam sangatlah penting sebagaimana ajaran tentang aqidah (keyakinan), ibadah, dan mu‟amalah (kemasyarakat). Nabi akhiru zaman, Muhammad s.a.w, bahkan diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, “innamaa buitstu li-utannima makaarim al-akhlak”. Menyempurnakan akhlak manusia berarti meningkatkan akhlak yang sudah baik menjadi lebih baik dan mengikis akhlak yang buruk agar hilang serta diganti oleh akhlak yang mulia.Itulah kemuliaan hidup manusia sebagai makhluk Allah yang utama. Betapa pentingnya membangun akhlak sehingga melekat dengan kerisalahan Nabi.26
Karakteristik pembelajaran PAI dan Budi Pekerti pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai.Standar Isi memberikan kerangka
26 Hadedar Nashir, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya”, Yogyakarta: Multi Presindo, 2013, hlm 22-24
konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran PAI dan Budi Pekerti mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), dan tematik internal (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya (project based learning), dan berbasis Adapun karakteristik mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah27:
a) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari materi pokok pendidikan
27 Lampiran III, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah.
agama Islam (al-Qur’an dan Hadis, aqidah, akhlak, fiqih dan
sejarah peradaban Islam).
b) Ditinjau dari segi muatan pendidikannya, PAI dan Budi Pekerti merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk pengembangan moral dan kepribadian peserta didik. Maka, semua mata pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti.
c) Diberikannya mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., berbudi pekerti yang luhur (berakhlak yang mulia), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk memelajari berbagai bidang ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut. d) PAI dan Budi Pekerti adalah mata pelajaran yang tidak hanya
mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, PAI dan Budi Pekerti tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah pada aspek afektif dan psikomotornya.
e) Secara umum mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw., juga
melalui metode ijtihad (dalil aqli), para ulama dapat mengembangkannya dengan lebih rinci dan mendetail dalam kajian fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya.
Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur), yang merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad saw di dunia. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi pendidikan Islam memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya. Untuk mengarah kerarah akhlak mulia tanamkan lebih dulu pada diri anak maupun orangtua dengan rasa iman, islam, ihsan, ilmu dan amal sehingga dalam langkah kehidupan memiliki ketenangan dalam jiwanya.
BAB III
DATA HASIL PENELITIAN