• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI KEAGAMAAN DALAM MEMBENTUK KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA DI SMPN 1 GRABAG DAN SMPN 2 NGABLAK KAB. MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TRADISI KEAGAMAAN DALAM MEMBENTUK KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA DI SMPN 1 GRABAG DAN SMPN 2 NGABLAK KAB. MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 - Test Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

i

PELAJARAN 2014/2015

Oleh :

AGUS AKHMAD MARDJUKI NIM : MI.12.019

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan Untuk gelar Magister Pendidikan Islam

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

ii oleh

AGUS AKHMAD MARDJUKI NIM. M1.12.019

Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga Sebagai pelengkap persyaratan untuk

gelar Magister Pendidikan Islam

Salatiga, 11 September 2015

Dr. H. M. ZULFA, M. Ag.

PEMBIMBING I

PROGRAM PASCA SARJANA

(3)

iii

Nama : Agus Akhmad mardjuki

NIM : M1.12.019

Program Studi : Pendidikan Agama Islam Konsentrasi : Pendidikan

Tanggal Ujian :

Judul Tesis : Tradisi Keagamaan Dalam Membentuk Karakter Religius Pada Siswa Di SMPN 1 Grabag Dan SMPN 2 Ngablak KAB. Magelang Tahun 2014-2015

Panitia Munaqosah Tesis

1. Ketua Penguji : (Dr. H. Zakiyuddin, M.Ag.) 2. Sekretaris : (Dr. Winarno, M.Pd.)

(4)

iv

“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan

hasil karya sendiri dan sepengetahuan dan keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah diajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga atau perguruan tinggi lainnya.”

Salatiga, September 2016 Yang membuat pernyataan

(5)

v

1. Likulli syai‟in ziinatun filwaro, waziinatul mar‟i tamamul adabi

(Setiap manusia memiliki perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah akhlak mulia)

2. Innamal umamul akhlaku mabaqiat fain dzahabat akhlaquhum dzahabu

(6)

vi

Religius Pada Siswa di SMP N 1 Grabag dan SMP N 2 Ngablak Kab. Magelang Tahun 2014/2015. Tesis Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana IAIN Salatiga, Pembimbing: Prof. Dr. H M Zulfa.

Kata kunci: Tradisi Keagamaan, Karakter Religius, Peran Guru PAI

Beberapa waktu terakhir ini, realitas kehidupan sangat memprihatinkan. Mulai dari tawuran pelajar, tindak kriminal yang kian merajalela, juga kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dibawah umur. dalam dunia pendidikan.Diberitakan juga bagaimana siswi yang diperkosa setelah dibuat mabuk.

Pendidikan berupaya menghasilkan manusia yang sehat dan cerdas dengan kepribadian yang kuat dan religius serta mampu menjunjung tinggi budaya luhur bangsa. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang harus dikedepankan untuk menjadikan seseorang mengenal nilai-nilai kebaikan dan sadar untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak boleh hanya sebagai proses transfer of knowledge, akan tetapi juga transfer of values. Sehingga materi yang diperoleh bisa dipraktikkan dalam kehidupan riil di masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan metode pengamatan, wawancara, dan observasi dan dokumentasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui tradisi keagamaan, usaha guru PAI dalam pembentukan karakter, faktor pendukung dan penghambatnya di SMPN 1 Grabag dan SMPN 2 Ngablak. Guru PAI dalam pembentukan karakter siswa melalui pembiasaan sholat

berjamaah, tadarus Al Qur’an dan asmaul husna, peringatan (Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), infak jum’at

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tradisi keagamaan mampu menumbuhkan karakter religius siswa, sehingga siswa memiliki kepribadian luhur

dan berakhlak mulia. Tertanam jiwa disiplin, sabar, jujur, ikhlas, tawadhu’

(7)

vii

Religious Students of SMP N 1 Grabag and SMP N 2 Ngablak Kab. Magelang

Year 2014/2015. Thesis Graduate Program IAIN Salatiga Supervisor: Prof. Dr .H. M. Zulfa

Keywords: Religious Traditions, religious character, the role of PAI teachers Some times in past, the realities of concerned life. Likeof student brawls, rampant crime, also cases of sexual violence that afflicts young children in education. Reported also how the student who was raped after being made drunk .

This study used qualitative methods, the method of observation, interviews, observation, and documentation. Education must produce healthy and intelligent man with a strong personality and religious and able to uphold the noble culture of the nation. Education is a learning process that must be put forward to make a person know the values of kindness and consciously to practice it in daily life . Education can not be just a process of transfer of knowledge, but also the transfer of values. So that the material obtained can be practiced in real life in the sosiety. This study aimed to know the religious traditions, PAI teachers' efforts in shaping the character, supporting and inhibiting factors in SMPN 1 Grabag and SMPN 2 Ngablak. PAI teacher in shaping the character of students through habituation pray ,reading Qur'an and the Asmaul Husna, admonitions( Days of the Islamic (PHBI ), and Fridaydonation.

(8)

viii

Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah ke hadlirat Allah S.W.T., atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai yang direncanakan. Tesis ini mengungkap tradisi keagamaan dalam membentuk karakter religius siswa pada SMPN 1 Grabag dan SMPN 2 Ngablak tahun 2014/2015.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis sangat menyadari akan keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan, kendatipun sudah berusaha semaksimal mungkin, namun ada pepatah "Tiada gading yang tak retak". Untuk itu, hanya kritik dan saran penulis harapkan, untuk kebaikan di masa yang akan datang.

Secara umum ucapan terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan moril maupun materiil, sehingga penulisan tesis untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam dapat terwujud. Demikian pula pada kesempatan yang berbahagia ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada: 1. Ayah dan Ibuku (Bapak Muh. Usupdan Ibu Anisah. Alm, yang memberikan

pendidikan ketika kecil hingga dewasa serta doa restunya.

2. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, selaku Ketua IAIN Salatiga beserta staf, yang telah membantu kelancaran selama penulis belajar di Pascasarjana IAIN Salatiga

3. Bapak Dr. H. Zakiyudin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana beserta staf, yang telah membantu kelancaran selama penulis studi.

4. Bapak Prof. Dr. H.M. Zulfa selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis secara efektif dan efesien, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Bapak Sugiyarto S.Pd, M.Pd. selaku Kepala SMPN 1 dan Bapak Budi Sayuto,

(9)

ix dan selesai dalam waktu yang sama

7. Rekan-rekan Pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga tesis ini dapat selesai.

Atas segala amal kebaikan dari semua pihak, penulis tidak bisa membalasnya kecuali hanya berdo’a jaza kumullahu khoiron katsiro semoga Allah SWT., mencatat sebagai amal ibadah. Amin.

Salatiga, September 2016 Penulis

(10)

x

F. Sistematika Pembahasan... 17

BAB II LANDASAN TEORI ... 18

A. Tradisi Keagamaan ... 18

1. Pengertian Tradisi Keagamaan ... 19

2. Dasar dan Bentuk Tradisi Keagamaan ... 20

3. Strategi Keagamaan ... 27

4. Metode Keagamaan ... 32

5. Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter ... 37

B. Karakter Religius ... 38

1. Pengertian Karakter ... 38

2. Karakter Religius dalam Pendidikan Islam ... 42

3. Metode Membangun Karakter ... 48

C. Materi Pembelajaran PAI dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa ... 50

BAB III DATA HASIL PENELITIAN ... 57

A. Profil Tempat Penelitian ... 57

1. SMPN 1Grabag ... 57

(11)

xi

D. Tradisi Keagamaan dalam Membentuk Karakter Relegius...80

E. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Karakter.. ... 84

BAB IV ANALISA DATA ... 89

A. Tradisi Keagamaan dalam Membentuk Karakter Relegius... 89

B. Usaha Guru PAI dalam Pembentukan Karakter Religius………… ... 90

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Karakter.. ... 92

BAB V PENUTUP ... 95

A. Simpulan ... 95

B. Saran-saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

xii

1 Tabel 1 Profil SMP Negeri 1 Grabag dan SMP N 2 Ngablak 60

2 Tabel 2 Data Siswa dalam lima tahun terakhir 64

3 Tabel 3 Data Tenaga Pendidik dan Tata Usaha 65

4 Tabel 4 Data Siswa dan Guru 67

5 Tabel 5 Perbandingan Kegiatan antara SMN 1 Grabag dan SMP N 2 Ngablak Kab. Magelang

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa waktu terakhir ini, realitas kehidupan sangat memprihatinkan, mulai dari tawuran pelajar, tindak kriminal yang kian merajalela, juga kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dibawah umur. Dalam dunia pendidikan. seperti diberitakan media online, Tribunnews, sebanyak 11 pelajar SMP ditangkap akibat tawuran.1 Diberitakan juga bagaimana siswi yang diperkosa setelah dibuat mabuk oleh 3 pelajar.2

Fenomena sosial yang menyedihkan di atas seharusnya menjadi renungan dan evaluasi bagi pendidikan kita selama ini. Pendidikan berupaya mampu menghasilkan manusia yang sehat dan cerdas dengan (1) kepribadian yang kuat dan religius serta mampu menjunjung tinggi budaya luhur bangsa, (2) kesadaran akan demokrasi, (3) kesadaran moral hukum yang tinggi, dan (4) kehidupan makmur dan sejahtera.3

Oleh sebab itu, pendidikan adalah proses pembelajaran yang harus paling depan dan bertanggung jawab untuk menjadikan seseorang mengenal nilai-nilai kebaikan dan sadar untuk mengamalkannya dalam kehidupan

1Tribunews.com, 11 Pelajar ditangkap saat tawuran.Diakses 6 Januari 2015.

2News.okezone.com, Mabuk, Tiga Pemuda Gilir Siswi SMP.Diakses 6 Januari 2015. 3 Jalal F. dan Supriyadi D, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adi Citra Karya Nusa, 2001, 67.

(14)

sehari-hari. Pendidikan tidak boleh hanya sebagai proses transfer of knowledge, akan tetapi juga transfer of values. Sehingga materi yang

diperoleh bisa dipraktikkan dalam kehidupan riil di masyarakat. Transfer nilai-nilai ini dilakukan dengan tradisi keagamaan yang dipraktikkan di sekolah. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator budaya agama seseorang, yakni: (1) komitmen terhadap perintah dan larangan agama, (2) bersemangat mengkaji ajaran agama, (3) aktif dalam kegiatan agama, (4) menghargai simbol-simbol agama, (5) akrab dengan kitab suci, (6) mempergunakan pendekatan agama dalam menentukan pilihan, (7) ajaran agama dijadikan sebagai sumber pengembangan ide.4

Penelitian ini hendak mengungkapkan bagaimana proses pendidikan karakter religius ditanamkan dalam diri siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Grabag dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Ngablak Kabupaten Magelang. Penelitian difokuskan pada peran tradisi keagamaan di sekolah dan Guru PAI dalam pembentukan karakter siswa disekolah tersebut.

Di era globalisasi ini, organisasi merupakan hal penting dan sangat dibutuhkan dalam kondisi lingkungan masyarakat, diantaranya untuk menata, mengatur dan mengkoordinasi suatu kehidupan. Lain dari itu Organisasi merupakan institusi yang dapat memberi nafas pada kehidupan. struktur organisasi memungkinkan masyarakat untuk mengejar tujuan yang tidak bisa

(15)

dicapai oleh individu-individu secara sendiri-sendiri.5Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasi secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, tersusun atas dua orang atau lebih yang berfungsi atas dasar yang relatif secara terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.

Kerjasama yang terpadu antara Guru PAI dengan guru mata pelajaran lainnya diharapkan mampu mewujudkan harapan terciptanya siswa-siswi yang memiliki karakter keagamaan yang tinggi sehingga mampu mewujudkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Pentingnya pendidikan karakter diantaranya berfungsi sebagai pembentukan dan pengembangan potensi peserta didik agar berpikiran baik dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Dengan demikian pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi dan membentuk watak peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana bukan hanya sifatnya secara kebetulan, yang mana sisi substansi dan tujuannya sama dengan pendidikan budi pekerti yang bisa membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya ke arah yang baik dan benar.

Bidang studi Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di SMP Negeri 1 Grabag dan SMPN 2 Ngablak kabupaten Magelang, di samping sebagai ilmu teoritis juga sekaligus sebagai ilmu praktis yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan

(16)

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimanai ajaran agama Islam, diringi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.6 Cakupan materi yang harus dipelajari begitu banyak, sedangkan jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas, mengingat kenyataan ini agar siswa dapat mencapai keberhasilan belajar, maka siswa tersebut dituntut keaktifannya.

Sesuai dengan pernyataan diatas bahwa akhlak merupakan faktork yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi atau kehidupan bermasyarakat. Akhlak merupakan sikap pribadi seseorang yang dapat menghantarkan dirinya kepada pribadi yang baik dan terpuji, sehingga orang menilai secara lahiriyah ditentukan bagaimana orang itu bersikap sehari-hari.

Meskipun di sekolah anak sudah mendapat pelajaran bidang studi Pendidikan Agama Islam yang kaya akan nilai-nilai islam, akan tetapi masih ada anak didik yang akhlak, pergaulan, serta sikap atau perilakunya kurang baik. Fenomena yang demikian ini dirasakan oleh para guru, karyawan serta orang tua sendiri. Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai permasalahan tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan, penulis mengambil judul dalam

tesis ini yaitu, TRADISI KEGAMAAN DALAM MEMBENTUK

(17)

KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA DI SMPN 1 GRABAG DAN SMPN 2 NGABLAK KAB. MAGELANG TAHUN 2014/2015

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Tradisi Keagamaan yang ada di SMP Negeri 1 Grabag dan SMP Negeri 2 Ngablak tahun pelajaran 2014/2015? 2. Bagaimana usaha guru PAI dalam membentuk karakter religius

tersebut pada SMP Negeri 1 Grabag Magelang dan SMP Negeri 2 Ngablak?

3. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam pembentukan karakter religius tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut

1. Untuk mengetahui tradisi keagamaan dalam membentuk karakter religius pada siswa SMP Negeri 1 Grabag dan SMP Negeri 2 Ngablak tahun pelajaran 2014/2015.

(18)

3. Untuk mengetahui faktor penunjang dan faktor penghambat dalam membentuk karakter religius pada siswa di SMP Negeri 1 Grabag dan SMP Negeri 2 Ngablak tahun pelajaran 2014/2015.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat menambah khazanah keilmuan di dunia pendidikan.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan terhadap Guru PAI dalam membentuk karakter siswa dalam mewujudkan output siswa yang berimtaq dan berakhlak mulia di SMP Negeri 1 Grabag kabupaten Magelang tahun 2014/20115. b. Hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi acuan bagi tenaga

pendidik terutama guru mata pelajaran PAI mengenai efektifitas pembelajaran PAI dalam meningkatkan iman dan taqwa (imtaq) dan akhlak siswa.

(19)

E. Kajian Pustaka

Penelitian mengenai pendidikan karakter bukanlah hal baru. Terlebih semenjak pemerintah mensosialisasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan di Indonesia. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang memiliki tema yang hampir sama dengan tema yang penulis angkat. Berikut ini di antaranya:

Pertama, tesis karya Rahmad Kamal yang berjudul, “Pendidikan Nilai

Karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Malang 1”. Penelitian

(20)

Kedua, tesis yang ditulis oleh Junaidi mengenai peran Guru PAI dalam

penanaman Nilai-nilai agama pada anak. Junaidi memulai penelitian dengan dilatarbelakangi beberapa hal. Pertama, tujuan pendidikan semata kecerdasan intelektual dan kurang menyentuh nilai-nilai akhlak dari peserta didik. Kedua, pendidikan agama lebih dititikberatkan pada hafalan, bukan pada

perlunya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan di SD N Demangan Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tujuan pendidikan di SD Demangan Yogyakarta adalah berusaha mencetak siswa yang cerdas berprestasi, berakhlak dan bermartabat serta mengembangkan benih-benih keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME. (2) kompetensi pembelajaran PAI di SD N Demangan Yogyakarta meliputi: menghafal surah pendek, pengenalan rukun iman, dan kisah-kisah tokoh dalam sejarah perkembangan Islam. Penelitian Junaidi ini hanya difokuskan pada peran guru dan tidak melibatkan unsur siswa sebagaimana yang hendak penulis lakukan dalam penelitian ini.

Ketiga, tesis Mustofa mengenai peran Organisasi OSWAH dalam

(21)

menjalankan mottonya “Siap Dipimpin Dan Siap Memimpin” melibatkan seluruh santriwati al-Mawaddah. OSWAH merupakan motor penggerak dari pada kehidupan di pesantren putri al-mawaddah, diantaranya adalah pembinaan bahasa yang dilakukan setiap hari dengan pemberian kosakata kepada para santriwati sampai pada pemberian sanksi terhadap mereka yang melanggar bahasa, pembinaan kepramukaan oleh koordinator yang juga merupakan bagian dari OSWAH. Dalam aplikasinya diharapkan OSWAH dapat melaksanakan tugas sebagai pembantu pimpinan dalam menegakkan disiplin pesantren.

Dari ketiga hasil penelitian di atas, penulis hendak memadukan peran sekolah (diwakili guru PAI) dan siswa (diwakili oleh OSIS) dalam upaya menanamkan karakter religius ini dalam diri siswa melalui tradisi keagamaan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah.

F. Kerangka Pemikiran 1. Tradisi Keagamaan

(22)

oleh Nur Syam Tradisi adalah suatu yang diwariskan atau ditranmisikan dari masa lalu ke masa kini. Sedangkan menurut Anton Rustanto tradisi adalah suatu perilaku yang lazim orang lakukan dalam sebuah tatanan masyarakat tertentu secara turun menurun. Hal ini dilakukan semata-mata karena sifat dari tradisi adalah kontinuitas, dilakukan terus menerus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.

Keagamaan jika ditelusuri berasal dari kata agama. Agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang berkaitan dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan komunitas moral yang disebut Gereja atau Masjid, Wihara, Pura dan sebagainya. Menurut Stenbrink (2000: 42) yang dikutip oleh Nur Syam, tradisi keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan sepanjang sejarah; ada unsur baru yang masuk, ada yang ditinggalkan juga.

Dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat penulis simpulkan bahwa tradisi keagamaan adalah suatu tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dengan fenomena pelaksanaan ajaran agama.

2. Karakter Religius

Pengertian karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti yang membawakan seseorang lain dengan yang lain.7 Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa sebagai penanda,

(23)

penciri sekaligus pembeda suatu bangsa dengan lainnya. Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menapaki dan melewati suatu jaman dan mengantarkannya pada suatu derajat tertentu.Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia.8

Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang (Thontowi, 2012). Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan (2010) sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Pembentukan karakter Religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen stake holders pendidikan dapat

(24)

berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri (E-learning Pendidikan, 2011).

Thontowi (2012) mengemukakan 6 (enam) komponen religius, antara lain:

a. Ritual, yaitu perilaku seremonial baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

b. Doctrin, yaitu penegasan tentang hubungan individu dengan Tuhan. c. Emotion, yaitu adanya perasaan seperi kagum, cinta, takut, dan

sebagainya.

d. Knowledge, yaitu pengetahuan tentang ayat-ayat dan prinsip-prinsip suci.

e. Ethics, yaitu atauran-aturan untuk membimbing perilaku interpersonal membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. f. Community, yaitu penegasan tentang hubungan manusia dengan

makhluk atau individu yang lain.

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Secara umum penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif menggunakan pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.9 Karena data yang akan disajikan lebih banyak data

(25)

kualitatif, yakni data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.10

Disamping itu Penelitian ini juga termasuk penelitian eksploratif dengan menggunakan metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting). Adapun paradigma yang melandasinya adalah dari kajian filsafat pospositifisme/intepretatif konstruktif, yang memandang realitas sosial dalam hal ini pengintegrasian nilai Islam11 pembelajaran IPA/IPS, sebagai sesuatu yang utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif.

2. Sumber data

a. Menentukan sumber data yang dapat dipercaya baik dari sumber observasi maupun wawancara sebagai pendukungnya.

b. Menggali data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan focus dalam penelitian.

c. Mendokumentasikan data dan informasi yang diperoleh dalam bentuk catatan lapangan (field note) dan transkrip wawancara (interview transcript).

Field note pada dasarnya merupakan catatan hasil observasi

partisipatorik yang dilakukan penulis dalam mengamati kegiatan/proses

(26)

yang terjadi dalam kaitannya dengan keterlibatannya dalam pengembangan kurikulum. Sedangkan interview transcript adalah catatan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap subyek penelitian. Transkrip wawancara ini ditulis dalam gaya bahasa naratif dari pokok pembicaraan subyek yang tercatat dalam transkrip wawancara. Hal ini didasarkan atas pertimbangan praktis sekaligus untuk memudahkan dalam melakukan analisis data selanjutnya.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Interview

Interview dilakukan oleh penulis dengan para guru di

SMP Negeri 1 Grabag Magelang dan SMP Negeri 2 NgablakKabupaten Magelang.Interview dalam penelitian ini digunakan sebagai metode untuk mencari data tentang tradisi keagamaan yang diterapkan dalam membentuk karakter di SMP Negeri 1 Grabag Magelang dan SMP Negeri 2 Ngablak Kabupaten Magelang. Dalam proses ini, peneliti menerima kenyataan apa adanya dan seobjektif mungkin.

b. Observasi

(27)

lapangan. Peneliti menerima pernyataan seobyektif mungkin, namun sekaligus melibatkan diri dalam konsepsi-konsepsi dan pandangan hidup yang diselidiki melalui pengalaman dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Secara nyata, peneliti mengamati segala fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 1 Grabag Magelang dan SMP Negeri 2 Ngablak Kabupaten Magelang.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan alat pengumpulan data dengan sumber data berupa silabus, kurikulum, jadwal kegiatan dan pengampunya.

d. Teknis Analisis

Data Analisis data dilakukan sejak data

dikumpulkan.Bersamaan dengan pengumpulan data dilakukan reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan cara indentifikasi data, klarifikasi data, dan kodefikasi data. kemudian data dideskripsikan dan dianalisis secara seksama.

(28)

dengan mendiskusikan hasil analisis data dengan pakar atau teman sejawat.

Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, maka metode analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif. Analisa ini dilakukan dengan cara menghubungkan data sehingga akan diketahui adanya relasi kausalitas (hubungan sebab akibat), korelasi (hubungan saling mempengaruhi) dan relasi linear (adanya pengaruh data yang satu terhadap data yang lainnya). Pola pikir yang digunakan dalam analisa ini adalah pola induksi, yaitu proses berpikir yang diawali dengan pengamatan yang khusus untuk kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum.12

H. Populasi dan Sampel

Peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Grabag Magelang dan SMP Negeri 2 Ngablak Kabupaten Magelang.

I. Sistematika Pembahasan

Bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar

(29)

gambar, daftar lampiran, pedoman transliterasi, dan abstrak yang memuat seluruh isi dari tesis secara singkat dan padat.

Bagian isi terdiri dari lima bab dan masing-masing bab berisi sub-bab. Bab I. Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah yang berisi landasan-landasan yang memunculkan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Permasalahan-permasalahan ini nantinya berupa pertanyaan-pertanyaan. Fokus penelitian ini akan dijelaskan pada tujuan penelitian sebagai arah dalam melakukan penelitian. Kegunaan penelitian merupakan kontribusi hasil penelitian baik secara teoritis maupun praktis. Kerangka pemikiran merupakan sub-bab berikutnya yang berisi penjelasan dari variabel penelitian yang masih ambigu. Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang bisa dijadikan pertimbangan dan perbandingan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Sistematika pembahasan sebagai sub-bab terakhir merupakan penjelasan yang berupa urutan-urutan yang akan dibahas.

Bab II. Landasan teori, membahas tentang pengertian tradisi keagamaan, dasar dan bentuk keagamaan, pengertian pendidkkan karakter, metode pendidikan karakter, faktor yang mempengaruhi peembentukan karakter, penegrtian karakter, macam-macam karakter dalam pendidikan islam, metode membangun karakter, materi PAI dalam memebntuk karakter relegius,

(30)

Bab IV Analisa data.Bab ini terdiri dari analisis tentang tradisi keagamaan dalam membentuk karakter siswa, meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis pencapaian karakter keagamaan dan langkah- langkahnya.

Bab V. Penutup. Bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat uraian singkat terkait fokus penelitian. Saran merupakan masukan bagi instansi pihak yang terkait dengan penelitian ini.

(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tradisi Keagamaan

1. Pengertian Tradisi keagamaan

Tradisi keagamaan adalah penggabungan dua istilah antara tradisi dan agama. Untuk lebih jelas alangkah baiknya kita ketahui dulu apa pengertian tradisi. Tradisi yang bahasa Inggrisnya tradition berasal dari kata latin traditio yakni dari tradire yaitu menyerahkan, menurunkan atau mengingkari. Tradisi juga berarti intelek (bukan intelegensi), sedangkan dalam ilmu, tradisi berarti kontinuitas pengetahuan dan motode-metode penelitian.

Tradisi adalah suatu yang diwariskan atau ditranmisikan dari masa lalu ke masa kini. Sedangkan menurut Anton Rustanto tradisi adalah suatu perilaku yang lazim orang lakukan dalam sebuah tatanan masyarakat tertentu secara turun menurun. Hal ini dilakukan semata-mata karena sifat dari tradisi adalah kontinuitas, dilakukan terus menerus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.1

Setelah mengetahui pengertian tradisi, selanjutnya melangkah pada pengertian keagamaan. Keagamaan jika ditelusuri berasal dari kata agama. Agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh

1 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosda Karya, 2001, hal. 294.

(32)

praktik yang berkaitan dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan komunitas moral yang disebut Gereja atau Masjid, Wihara, Pura dan sebagainya. Sementara menurut Stenbrink, tradisi keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan sepanjang sejarah; ada unsur baru yang masuk, ada yang ditinggalkan juga.2

Dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat penulis simpulkan bahwa tradisi keagamaan adalah suatu tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dengan fenomena pelaksanaan ajaran agama.

2. Dasar dan Bentuk Tradisi Keagamaan

Dasar dan bentuk Tradisi keagamaan sering ditemui sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,

tampaknya tradisi keagamaan sudah terbentuk sebagai norma 3yang

dibakukan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pendidikan tradisi keagamaan merupakan unsur sosial yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Pada umumnya, pada masyarakat pedesaan, tradisi keagamaan erat kaitannya dengan mitos dan agama. Mitos lahir dari tradisi yang sudah mengakar kuat di suatu masyarakat, sementara agama dipahami berdasarkan kultur setempat sehingga mempengaruhi tradisi.

(33)

Dasar tradisi keagamaan memang lahir dari suatu ajaran yang bersifat normatif. Dari sudut pandang sosiologis, tradisi merupakan suatu pranata sosial, karena tradisi dijadikan kerangka acuan norma dalam masyarakat Kerangka acuan norma ini ada yang bersipat sekunder dan primer. Yang sekunder, pranata itu bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas, seperti pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pranata ini dapat diubah struktur dan peranan hubungan antar peranannya maupun norma-norma yang berkaitan dengan itu. Tampaknya, pranata sekunder ini bersipat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh pendukungnya. Sedangkan pranata primer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakatrnya, karena, pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri

(34)

menjadi tradisi inilah, maka tradisi keagamaan sulit berubah, karena selain didukung oleh masyarakat, juga memuat sejumlah unsur-unsur yang memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Demikian juga tradisi keagamaan mengandung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan dengan agama yang dianut oleh masyarakat atau pribadi-pribadi pemeluk tersebut. Dalam aspek pendidikan di Indonesia, tradisi keagamaan begitu kental sehingga dapat ditemui pada materi pelajaran yang mengandung banyak tradisi keagamaan. Secara sederhana penulis memaknai bahwa tradisi keagamaan adalah hal-hal yang mengandung ajaran agama, dalam hal ini agama Islam. Dapat kita temui dan lihat beberapa institusi pendidikan yang berbasis pesantren atau agama banyak memakai tradisi keagamaan, misalnya memasukkan materi Yasinan atau tahlilan ke dalam materi atau bahan ajar pendidikan.

Menurut Zakiah Daradjat, sikap siswa terhadap agama dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:4

a) Percaya turut-turutan

Yaitu percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama karena ia terdidik dalam lingkungan beragama, karena orangtuanya orang beragama, teman-teman dan masyarakat sekelilingnya rajin menjalankan ibadah dan ajaran agama. Maka ia ikut percaya dan melaksanakan ajaran agama sekedar mengikuti suasana dan

(35)

lingkungan dimana ia hidup. b) Percaya dengan kesadaran

Sekitar usia 16 tahun, siswa mulai meninjau dan meneliti kembali cara beragama pada masa kecil. Ia tidak puas dengan pengertian atau pemahaman tentang ajaran agama yang diterimanya ketika kecil. Ia ingin menjadikan agama sebagai hal baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan

c) Percaya tapi ragu-ragu

Kebimbangan terhadap ajaran agama yang pernah diterima tanpa kritik semasa kecilnya merupakan tanda bahwa kesadaran agama mulai tumbuh pada siswa yang bertepatan dengan masa remaja. Biasanya kebimbangan itu muncul setelah pertumbuhan kecerdasan mencapai kematangannya, sehingga ia dapat mengkritik, menerima atau menolak apa yang saja yang dijelaskan kepadanya. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja akhir, keyakinan beragama lebih diwarnai oleh pikiran, berbeda dengan pada masa permulaan remaja dimana perasaan yang lebih menguasai keyakinan agamanya.

d) Tidak percaya sama sekali

(36)

mutlak. Seperti diketahui, semakin bertambah kemampuan seseorangan dalam mengetahui sebab-akibat sesuatu, maka semakin kurang kembalinya kepada Tuhan dalam menerangkan sesuatu yang tidak dikenalnya.

Kenyataan ini tentu saja dapat penulis katakan bahwa pendidikan dan tradisi keagamaan sangat erat dan begitu sulit untuk dipisahkan.Kembali pada dasar tradisi keagamaan itu, jika kita melihat rujukan dalil naqli tentang dasar tradisi keagamaan sangat bervariatif dalam menginterpretasikannya.Misalkan kebiasaaan membaca yasin pada saat-saat tertentu.Jika dilihat dasar membaca yasin memang ada anjuran dalam Islam karena yasin adalah bagian dari ayat al-Qur’an, sedangkan bagi kaum muslimin sangat dianjurkan untuk membaca al-Qur’an dan memahaminya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Faathir : 29-30: Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang

kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan

terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,

Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan

menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Mensyukuri (Al-Faathir: 29-30)

Kemudian dalam hadits nabi yang diriwayatkan oleh A’isyah :

(37)

al-Qur‟an dengan mengeja dan ia membacanya dengan sulit, ia

mendapatkan dua pahala( Hadits Muttafaq alaih dan lafal ini dari

Muslim) .

Dari al-Nu’man bin Basyir ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Yang paling utama dari ibadah ummatku adalah membaca al-Qur‟an”.

Dari Ibnu Abbas, ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak ada al-Qur‟an sama

sekali, tak ubahnya seperti rumah yang rusak.” ( Diriwayatkan oleh at

-Tirmidzi, Ahmad bin Hanbal, al-Hakim, dan al—Darimi ).

Pendidikan merupakan suatu yang sangat urgen dalam setiap negara.Indonesia telah merubah dan menyempurnakan kurikulum hingga sekarang. Awalnya menggunakan KTSP sekarang telah menggunakan Pendidikan Karakter.

Berlatar belakang bahwa nilai, norma, dan mental bangsa mulai surut, maka di situlah muncul ide untuk memperbaiki karakter bangsa Indonesia melalui pendidikan karakter. selain itu menurut Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi sedah jelas, bahwa pendidikan merupakan kunci utama untuk menumbuh kembangkan karakter bangsa menjadi baik.

(38)

a. Menurut Suyanto

Pendidikan karakter adalah cara berfikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

b. Menurut Kertajaya

Pendidikan karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individe tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.

c. Menurut Kamus Psikologi

Menurut kamus psikologi pendidikan karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.

d. Menurut Thomas Lickona

Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

(39)

tinggi umum maupun pada sekolah keagamaan (madrasah) dan perguruan tinggi agama Islam, semakin kukuh sebagai bagian integral dari pendidikan nasional. Dalam kerangka pendidikan demokratis, guru bukan lagi satu-satunya pemegang monopoli dalam proses pembelajaran, namun ia tetap merupakan narasumber penting pembelajaran peserta didik. Tetapi pada saat yang sama, kini ia harus lebih siap mendengar, lebih siap memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyatakan pikiran dan ekspresi diri mereka. Bahkan lebih dari itu, guru sepatutnya senantiasa mendorong dan merangsang para peserta didik untuk bicara, mengekpresikan apa yang hidup dalam diri mereka, dan kalau perlu mempersoalkan berbagai substansi pembelajaran yang mereka terima secara kritis.5

3. Stategi Keagamaan

Keagamaan adalah suatu fenomena sosial keagamaan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar sesuai dan sejalan dengan ajaran agama yang mencakup tata keimanan, tata kepribadian, dan tata kaidah atau norma yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi bagian-bagiannya.6

Oleh karena itu penanaman nilai-nilai agama adalah proses menanamkan konsep penghargaan tertinggi yang diberikan masyarakat

(40)

kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keragaman yang bersifat suci menjadi pedoman tingkah laku keagamaan masyarakat. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak. Rasa keagamaan dan nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan pemahaman agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam upacara keagamaan, dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual orang tua dan lingkungan sekitar ketika menjalankan peribadatan.

Sedangkan menurut penulis penanaman nilai keagamaan adalah suatu proses edukatif berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sabar, terencana dan dapat dipertanggung jawabkan untuk memelihara, melatih, membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan pengetahuan keagamaan, kecakapan sosial, dan praktek serta sikap keagamaan anak selanjutnya dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya (insan kamil) dan masyarakat Indonesia seluruhnya (masyarakat pancasila), maka pendidikan agama berfungsi:7

a. Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia yang percaya dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(41)

b. Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk: 1) Melestarikan Pancasila dan melakukan ketentuan UUD 1945. 2) Melestarikan asas pembangunan nasional, khususnya asas

perikehidupan dan keseimbangan.

3) Melestarikan modal dasasr pembangunan nasional yakni modal ruhaniyah dan mental berupa kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4) Membimbing warga Negara Indonesia menjadi warga Negara yang sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya.

Dengan demikian maka hasil yang diharapkan dari kegiatan pendidikan agama pada anak jenjang ini adalah menumbuhkan rasa agama dalam kepribadian anak dan terbentuknya dasar moral yang baik, serta mulai terbina sikap positif terhadap agama. Kegiatan pendidikan agama pada masa ini dikembangkan lebih banyak bersifat pengenalan, latihan dan pembiasaan.

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai agama, yaitu strategi tradisional, strategi bebas, strategi reflektif dan strategi transinternal.8

Pertama, pembelajaran menggunakan strategi tradisional, yaitu

dengan jalan memberikan nasihat atau doktrinasi. Dengan kata lain, strategi ini ditempuh dengan jalan memberitahukan secara langsung nilai mana yang

(42)

baik dan yang kurang. Dengan strategi ini guru memiliki peran yang menentukan, karena kebaikan atau kebenaran datang dari Allah SWT, dan siswa tinggal menerima kebaikan atau kebenaran itu tanpa harus mempersoalkan hakikatnya. Penerapan strategi tersebut akan menjadikan peserta didik hanya mengetahui atau menghafalkan jenis-jenis nilai tertentu yang kurang baik, dan belum tentu melaksanakannya. Sedangkan guru atau pendidik kadang-kadang hanya berlaku sebagai juru bicara nilai, dan ia pun belum tentu melaksanakannya. Karena itu, tekanan strategi ini lebih bersifat kognitif, sementara segi efektifnya kurang dikembangkan.

Kelemahan lainnya terletak pada aspek pengertian peserta didik terhadap nilai itu sendiri yang bersifat paksaan dan paksaan akan lebih efektif bila dengan hukuman atau penggunaan hukuman atau ganjaran yang bersifat material hal ini jelas kurang menguntungkan untuk pembelajaran nilai yang seharusnya mengembangkan kesadaran internal pada peserta didik.

Kedua, pembelajaran dengan menggunakan strategi bebas merupakan

(43)

Stategi tersebut juga mempunyai kelemahan antara lain peserta didik belum tentu memilih nilai-nilai mana yang baik dan kurang baik, karena masih memerlukan bimbingan dari pendidik untuk memilih nilai yang cocok digunakan bagi orang-orang dewasa dan pada objek-objek nilai kemanusiaan.

Ketiga, pembelajaran dengan menggunakan strategi reflektif adalah

dengan jalan mondar-mandir antara menggunakan pendekatan teoritik ke pendekatan empiric, atau mondar mandir antara pendekatan deduktif dan induktif.Dalam penggunaan strategi tersebut dituntut adanya konsistensi dalam penerapan criteria untuk mengadakan analisis terhadap kasus-kasus empiric yang kemudian dikembalikan kepada konsep teoritiknya dan juga diperlukan konsisten penggunaan aksioma-aksioma terapan pada kasus-kasus yang lebih khusus dan operasional.Strategi ini lebih relevan dengan tuntutan perkembangan berfikir peserta didik dan tujuan pembelajaran nilai untuk menumbuhkan kesadaran rasional dan keluasaan wawasan terhadap nilai tersebut.9

Keempat, pembelajaran dengan strategi transiternal merupakan cara

untuk membelajarkan nilai dengan jalan melakukan transformasi nilai, dilanjutkan dengan transaksi dan transinternalisasi. Dalam hal ini guru dan peserta didik sama-sama terlibat dalam proses komunikasi aktif, tetapi juga melibatkan komunikasi batin (kepribadian) antara keduanya.

(44)

4. Metode Keagamaan

Pendidikan Agama Islam pada kenyataannya lebih sulit disbanding dengan pendidikan lainnya, karena pendidikan agama menyangkut masalah perasaan dan lebih menitik beratkan pada pembentukan kepribadian peserta didik.Oleh karena itu para guru di bidang agama dituntut untuk usaha sedemikian rupa sehingga dapat membawa peserta didik ke arah tujuan pendidikan.Oleh karena itu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian keberhasilan kegiatan belajar mengajar.Kerangka berpikir yang demikian bukanlah suatu hal yang aneh, tapi nyata dan memang betul-betul dipikirkan oleh seorang guru.

Beberapa pakar pendidik telah merumuskan beberapa metode penanaman nilai-nilai keagamaan yang berpengaruh terhadap anak, antara lain:

a. Metode keteladanan

(45)

kisah-kisah keteladanan.10Teladan yang baik haruslah diikuti oleh pikiran dan tingkah laku secara bersamaan. Biasanya seorang anak atau siswa akan menfigurkan seseorang dan akan dijadikannya sebagai pedoman dan tak jarang figure yang mereka idolakan adalah yang dekat dengannya.11 Seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan melekat pada diri dan perasaannya baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, indrawi maupun spiritual.12

b. Metode pembiasaan

Pendidikan dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok kependidikan dan merupakan slah satu penunjang pokok kependidikan dan merupakan salah satu sarana dalam upaya menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya. Hal ini berangkat dari perhatian temu muka, memberi peringatan dan motivasi, serta berbagai petunjuk dan pengarahan.13 Dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak hendaknya semakin banyak diberikan latihan pembiasaan nilai-nilai keagamaan yang dilakukan oleh anak dan semakin bertambah usia anak, hendaklah semakin banyak pula penjelasan dan pengertian

10 Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, 154.

11 Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005, 39. 12 Abdullah Nasih Ulwah, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, 1.

(46)

tentang nilai-nilai agama itu sesuai dengan perkembangan kecerdasan anak. Karena pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur yang positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.

Semakin banyak pengalaman agama, maka semakin anak membiasakan diri dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Pembiasaan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat di ingatan dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik akhlak anak.

c. Metode bercerita

Secara tradisional, bercerita dipandang sebagai hiburan di perpustakaan atau selama waktu tambahan khusus di kelas.Bercerita harus di pandang sebagai alat pengajaran yang vital karena strategi ini telah digunakan oleh semua kebudayaan di seluruh dunia selama ratusan tahun. Apabila akan menggunakan metode bercerita di kelas, seorang guru harus menggabungkan konsep, gagasan dasar, dan tujuan pengajaran menjadi sebuah cerita yang dapat guru sampaikan secara langsung kepada siswa.14 Ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan antara lain sebagai berikut:

1) Membaca langsung dari buku

2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

(47)

3) Menceritakan dongeng

4) Bercerita dengan menggunakan media boneka 5) Dramatisasi suatu cerita

d. Metode bermain

Bermain merupakan kegiatan yang spontan dan kreatif, dengan bermain anak menemukan ekspresi sepenuhnya.Bermain penting bagi anak-anak untuk perkembangan kepribadian. Metode bermain adalah metode pengajaran yang dilakukan melalui permainan yang dapat membangkitkan siswa dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan kreatifitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan, memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dan sebagainya.15

e. Metode karya wisata

Karya wisata merupakan salah satu metode melaksanakan kegiatan pengajaran dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataannya yang ada secara langsung meliputi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya. Dengan mengamati secara langsung akan memperoleh kesan yang sesuai dengan pengamatannya. Dan pengamatan ini diperoleh melalui panca

(48)

indera yakni mata, telinga, lidah, hidung, atau penglihatan, pendengaran, pengecap, pembauan, pengecap dan peradaban.

Penerapan metode karya wisata sangat baik digunakan untuk menanamkan jiwa keagamaan pada anak, karena dengan karya wisata akan didik akal mengetahui dan melihatnya secara langsung banyaknya dan indahnya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, selain itu pengalaman langsung dapat membuat setiap anak lebih tertarik kepada pelajaran yang disajikan sehingga anak didik lebih ingin mendalami ikhwal yang diminati dengan mencari informasi dari buku-buku sumber lainnya serta menumbuhkan rasa cinta kepada alam sekitar sebagai ciptaan Tuhan. Metode karya wisata berfungsi pula memberikan hiburan kepada anak didik dan rekreatif.

f. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain sengaja diminta atau murid memperlihatkan pada seluruh kelas tentang kaifiyah melakuan sesuatu.

Segi positif yang dimiliki metode demonstrasi adalah:

1) Perhatian akan terpusat kepada apa yang akan didemonstrsasikan dan memberikan kemungkinan akan berfikir lebih kritis

(49)

Segi negatif yang dimiliki oleh metode demonstrasi adalah:

1) Dalam melaksanakan metode demonstrasi biasanya memerlukan waktu yang banyak

2) Metode ini sukar dilaksanakan apabila anak belum siap untuk melaksanakannya.

g. Metode Tanya jawab

Metode Tanya jawab adalah cara penyampaian pelajaran oleh seorang guru dentan jalan mengajukan pertanyaan kepada murid atau anak didik menjawab, yang diharapkan terjadi dialog antara guru dan murid. Metode Tanya jawab bermaksud memotivasi anak didik untuk bertanya selama proses belajar mengajar. Isi pertanyaan tidak mesti haus mengenai pelajaran yang sedang diajarkan, tetapi bisa mengenai petanyaan yang lebih luas yang berkaitan dengan pelajaran.

5. Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter peserta didik secara umum yaitu16:

a. Faktor internal (pembawaan)

Watak peserta didik didik adalah luwes, lentur, bisa dibentuk dan diubah. Proses pembentukan identitas sifat dan watak dinamakan sosialisasi. Susah dan mudahnya proses ini tergantung pada usia dan cara yang digunakan untuk sampai kepada tujuan.

(50)

b. Faktor lingkungan

Lingkungan tempat peserta didik hidup diyakini besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian dan karakter peserta didik. Factor lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dalam masyarakat luas. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dialami seorang peserta didik. Situasi keluarga akan turut menentukan bagaimana karakter peserta didik dibentuk. Sedangkan sekolah merupakan lingkungan tampat bertemu peserta didik dengan teman-teman yang lain. Pertemuan mereka datang dari berbagai budaya dan social yang berbeda-beda. Seorang peserta didik secara psikologis berada pada masa pencarian identitas, akan mengikuti gaya hidup temannya yang lain yang dianggap cocok dengan dirinya. Adanya pengaruh factor lingkungan ini dapat didasarkan pada QS.asy-Syams ayat 7-10.

B. Karakter Religius

1. Pengertian Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau

(51)

Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.17

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah

“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,

tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian,

berperilaku, bersifat, dan berwatak.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,

(52)

sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).18

Karakter memberikan gambaran tentang suatu bangsa, sebagai penanda, ciri sekaligus pembeda suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Karakter memberikan arahan tentang bagaimana bangsa itu menapaki dan melewati suatu jaman dan mengantarkannya pada suatu derajat tertentu. Bangsa yang besar memiliki karakter yang mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian mempengaruhi perkembangan dunia. Demikianlah yang terjadi dalam sebuah perjalanan sejarah.Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna yang pernah di muka telah memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun karakter bangsa dan mempengaruhi dunia. Sehingga Michael H. Hart penulis buku 100 tokoh yang mempengaruhi di dunia menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan, karena mampu mengubah karakter masyarakat dari realitas masyarakat yang sangat tidak beradab, suka menyembah patung, suatu produk manusia yang disembahnya sendiri, suka berjudi, suka membunuh anak perempuannya karena dianggap melemahkan citra diri keluarga besar (suku), memberikan penghargaan atas wanita dengan cara yang sangat

18 Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa; Pedoman

(53)

murah dan keji, memperjualbelikan manusia dengan sistem perbudakan menjadi beradab dan bermoral.19

Semua realitas itu kemudian diubah dengan cara yang sangat indah dan cerdas melalui keteladanan dan dibangun karakter masyarakatnya, kemudian mampu mempengaruhi karakter bangsanya sehingga dapat diakui dalam percaturan sebuah kawasan (jazirah) bahkan hingga mampu mengubah sejarah perjalanan dunia.

Dalam membentuk karakter seorang peserta didik menurut Abudin Nata dan Fauzan yang dikutip oleh Ahmad Izzan bahwa dalam membentuk karakter seorang peserta didik tentunya harus memerlukan bimbingan dari orang yang lebih dewasa.Hal ini dapat dipahami dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap orang yang baru lahir.20 Hal senada dengan firman Allah SWT yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan

hati agar kamu bersyukur.”

Berdasarkan ayat di atas, bahwa peserta didik mempunyai karakteristik. Diantara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut21:

1. Peserta didik menjadikan Allah SWT sebagai motivator utama dalam menuntut ilmu.

19Akh Muwafik Shaleh, Membangun Karakter Dengan Hati Nurani, Jakarta, Erlangga:2002, 2.

20 Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan, Jakarta, Pustaka Aufa Media: 2012, 94.

(54)

2. Senantiasa mendalami pelajaran secara maksimal, yang ditunjang dengan persiapan dan kekuatan mental, ekonomi fisik dan psikis.

3. Senantiasa mengadakan perjalanan (rihlah; comparative study) dan melakukan riset dalam rangka menuntut ilmu karena ilmu itu tidak hanya dalam satu majelis, tetapi dapat dilakukan ditempat dan majelis-majelis lainnya.

4. Memiliki tanggung jawab.

5. Ilmu yang dimilikinya dapat dimanfaatkan

Beberapa aspek anak didik yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan adalah pertama aspek pedagogis yaitu memandang manusia sebagai animal educandum, binatang yang dapat didik. Kedua, aspek sosiologis dan kultural, memandang manusia sebagai homo socius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki ghanizah (instinct) untuk hidup bermasyarakat. Ketiga, aspek tauhid;

memandang manusia sebagai makhluk yang berketuhanan. 2. Karakter Religius dalam Pendidikan Islam

Perlu diketahui macam-macam karakter peserta didik dalam pendidikan Islam. Macam-macam karakter peserta didik yang paling penting dalam pendidikan Islam yaitu:

a. Sabar

(55)

keadaan seperti ranting-ranting, dan amal seperti buah. Kesabaran terbesar adalah sabar dalam menahan diri melampiaskan syahwat dan berlarut-larut dalam melakukannya, dan juga seseorang peserta didik harus memiliki kesabaran bila diganggu seseorang dalam perkataan dan perbuatan.

b. Jujur

Salah satu sifat seorang peserta didik yang dapat menentukan kepercayaan orang lain, baik guru maupun teman sasama adalah kejujuran. Jujur dapat ditandai dengan sikap terbuka atas apa yang sebenarnya ada atau terjadi pada dirinya. Sifat jujur dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Dalam pandangan pendidikan Islam, kejujuran seorang peserta didik merupakan asas yang menjiwai segala hubungan dengan seorang guru. Sifat jujur yang terpelihara dengan baik dalam diri seorang peserta didik akan menjadikan seorang guru menaruh percaya pada peserta didik tersebut.

c. Ikhlas

(56)

seorang peserta didik perlu membersihkan hatinya agar dapat menyerap ilmu pengetahuan secara baik.

d. Tawadhu’

Tawadhu’ yaitu mengakui kebenaran dari orang lain dan rujuk

dari kesalahan menuju kebenaran. Oleh sebab itu seorang murid

harus bersifat tawadhu’ terhadap ilmu dan guru, karena dengan

sikap tawadhu’ itulah ilmu dapat tercapai.

e. Qana’ah

Qana’ah yaitu menerima segala sesuatu apa adanya dan merasa

cukup. Sifat qana’ah berkaitan erat dengan cara penerimaan dan kondisi psikologis seorang peserta didik terhadap apa yang diperolehnya.

f. Toleran

(57)

g. Ta’at

Ilmu hakikatnya cahaya Allah SWT dan hal itu hanya diberikan kepada hambanya yang patuh dan tunduk terhadap ajaran dan perintah-Nya. Perbuatan maksiat merupakan wujud dari ketidaktaatan seseorang. Hal ini berkaitan dengan ketaatan pada aturan-aturan Allah SWT. Di samping itu seorang peserta didik yang sedang mencari ilmu, memerlukan pertolongan dan bimbingan dari seorang guru. Peserta didik tidak boleh dibiarkan begitu saja untuk tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Dengan demikian seorang peserta didik yang ingin mendapatkan ilmu yang benar itu memerlukan bimbingan, pengarahan, dan pertunjukan dari guru terpercaya. Berdasarkan alasan ini, maka muncul etika pergaulan yang baik yang harus dilakukan oleh peserta didik ketika berhubungan dengan gurunya. Bagian inilah yang pada gilirannya memunculkan perlunya ketaatan pada seorang guru.

h. Tawakal

(58)

belajar supaya dapat memanfaatkan waktu baik di siang hari maupun di malam hari, baik ketika diam atau dalam perjalanan. i. Khauf dan raja’

Takut (khauf) dan harapan (raja’) termasuk kedudukan para penempuh jalan Allah dan keadaan para pencari ridha Allah SWT sifat yang ditunggu apabila menimbulkan kesedihan di hati dinamakan rasa takut (khauf), dan jika menimbulkan

kegembiraan maka dinamakan harapan (raja’).Rasa takut dan harapan adalah dua kendala untuk memimpin orang yang melihat indahnya kebenaran di dalam hatinya.Maka siapa yang melihat keindahan itu dengan hatinya, ia pun terbebas dari rasa takut atau harapan.

j. Syukur

Dalam istilah Kamus Besar Bahasa Indonesia kata syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah. Jadi sifat syukur berkaitan erat dengan cara berterima kasih.

(59)

memberikan kontribusi bahkan menjadi pusat peradaban. Unsur masyarakat yang harus terlibat membangun karakter generasi, antara lain22:

1. Keluarga harus ikut terlibat membangun karakter generasinya melalui kepedulian dan keteladanan orang tua dengan cara memperkenalkan sejak dini dan mendampingi generasi. Kita mengenal arti baik dan buruk dari keluarga melalui apa yang sering dilihat, didengar dalam keluarga, ucapan, tindakan yang

ditampilkan khususnya orang tua. Ada sebuah ungkapan “al

ummu madrasatul „ula” ibu adalah tempat pendidikan pertama

dalam kehidupan seorang manusia.

2. Kalangan pelaku lembaga pendidikan di manapun tingkat dan stratanya khususnya sejak pendidikan dasar, yaitu PAUD, TK, SD, kemudian tingkat yang lebih atasnya SMP hingga perguruan tinggi oleh pendidik (guru, dosen, dsb) juga harus terlibat membangun karakter melalui penanaman nilai dan penguatan nilai-nilai karakter itu dengan cara mengajarkannya dan mendidiknya

3. Organisatoris (termasuk dalam organisatoris adalah para pekerja, karyawan, aktivis organisasi, pemimpin organisasi apapun organisasinya, organisasi professional, pemerintahan

(60)

ataupun lembaga dan instutusi lainnya): mempraktikkannya dan memberikan contoh teladan yang baik.

3. Metode Membangun Karakter

Metode membangun karakter diantaranya23: a. Melalui keteladanan

Dari sekian banyak metode membangun dan menanamkan karakter, metode inilah yang paling kuat.Karena keteladanan memberikan gambaran secara nyata bagaimana seseorang harus bertindak.Keteladanan berarti kesediaan setiap orang untuk menjadi contoh dan miniature yang sesungguhnya dari sebuah perilaku.

b. Melalui simulasi praktek (experiential learning)

Dalam proses belajar, setiap informasi akan diterima dan diproses melalui beberapa jalur dalam otak dengan tingkat penerimaan yang beragam. Terdapat enam jalur menuju otak, antara lain melalui apa yang dilihat, didengar, dikecap, disentuh, dicium, dan dilakukan. Bahkan Confucius, 2400 tahu lalu mengatakan: What I Hear, What I Forget, What I See, What I Remember, What I Do, What I Understanding.

c. Menggunakan metode ikon dan afirmasi (menempel dan menggantung)

(61)

Memperkenalkan sebuah sikap positif dapat pula dilakukan dengan memprovokasi semua jalur menuju otak kita khususnya dari apa yang kita lihat melalui tulisan atau gambar yang menjelaskan sikap positif tertentu. Misalnya dengan tulisan afirmasi dan ikon-ikon positif yang ditempelkan atau digantungkan ditempat yang mudah untuk kita lihat.

d. Menggunakan metode repeat power

Yaitu dengan mengucapkan secara berulang-ulang sifat atau nilai positif yang ingin dibangun.Metode ini dapat pula disebut dengan metode Dzikir Karakter. Metode ini merupakan salah satu cara untuk mencapai sukses dengan menanamkan sebuah pesan positif pada diri kita secara terus menerus tentang apa yang ingin kita raih

e. Metode 99 sifat utama

Metode ini adalah melakukan penguatan komitmen nilai-nilai dan sikap positif dengan mendasarkan pada 99 Sifat Utama

(Asma’ul Husna) yaitu pada setiap harinya setiap orang memilih

salah satu sifat Allah (Asma’ul Husna) secara bergantian kemudian

menuliskan komitmen perilaku aplikatif yang sesuai dengan sifat tersebut yang akan dipraktikkan pada hari itu.

f. Membangun kesepakatan nilai keunggulan

(62)

menjadi budaya sikap atau budaya kerja yang akan ditampilkan dan menjadi karakter bersama. Hal ini haruslah menjadi sebuah kesepakatan bersama.

g. Melalui penggunaan metafora

Yaitu dengan menggunakan metode pengungkapan cerita yang diambil dari kisah-kisah nyata ataupun kisah inspiratif lainnya yang disampaikan secara rutin kepada setiap orang dalam institusi tersebut (siswa, guru, karyawan dll) dan penyampaian kisah motivasi inspiratif tersebut dapat pula selalu diikutsertakan pada setiap proses pembelajaran atau sesi penyampaian motivasi pagi sebelum memulai pekerjaan.

C. Materi Pembelajaran PAI Dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa

Pembentukan karakter Religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen stake holders pendidikan dapat berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri.24

Kementrian Lingkungan Hidup (dikutip oleh Thontowi, 2012) menjelaskan 5 (lima) aspek religius dalam Islam, yaitu:

1. Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.

2. Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa dan zakat.

2416 Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah

Gambar

Tabel 1. Profil SMP N 1 Grabag
Tabel 2. Data Siswa dalam 5 (Lima) tahun terakhir
Tabel 3. Data Tenaga Pendidik dan Tata Usaha
Tabel 4. Siswa Menurut Asal Wilayah Berdasar Tingkat Dan Jenis Kelamin
+2

Referensi

Dokumen terkait