• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pembinaan Agama

7. Materi Pembinaan Agama

Materi yang dipakai dalam pembinaan agama Islam adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

a. Aqidah

Aqidah menurut bahasa berasal dari kata aqada, ya’qidu, aqdan atau aqidatan yang artinya mengikatkan. Bentuk jama’ dari aqidah adalah aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata I’tiqad yang berarti kepercayaan. Sedangkan aqidah secara

33

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 363

etimologis berarti ikatan atau sangkutan. Secara praktis, aqidah berarti kepercayaan, keyakinan, atau iman.34

Aqidah menurut Zuhairi adalah bersifat I’tikad batin, berfungsi mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur, dan meniadakan ala mini.35 Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman kepada:

1. Iman kepada Allah

Kata “iman” berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan percaya berarti pengakuan terhadap adanya sesuatu yang bersifat ghaib, atau sesuatu itu benar. Iman kepada Alah berarti menyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tempat mengabdi, menghambakan diri, serta mengadu (tauhid al-ibadah), dan Allah sebagai satu-satunya pembuat peraturan yang sempurna (tauhid al-tasyri).

2. Iman kepada Malaikat-Nya

Iman kepada malaikat adalah meyakini malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari nur (cahaya) dan bahwa malaikat adalah makhluk yang paling taat dan tidak sekalipun berbuat maksiat.

3. Iman kepada Kitab-KitabNya

Pengertian kepada kitab-kitab Allah adalah meyakini bahwa kitab Allah itu benar datang dari Allah SWT kepada para nabi atau

34

E. Hassan Saleh, Study Islam Diperguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan

Pengembangan Wawasan, (Jakarta: ISTN, 2000), h. 55

35

Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 50

rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur’an, dengan membaca dan memahami isi Al-Qur’an, maka manusia akan merasa dekat dengan Allah dan tenang dalam menghadapi segala hal.

4. Iman kepada Rasul-RasulNya

Iman kepada Rasul adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu dari-Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar menjadi pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

5. Iman kepada Hari Akhir

Hari akhir adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menetapkan hari akhir sebagai tanda akhir dari kehidupan di dunia dan awal dari kehidupan di akhirat. Karena itu, manusia janganlah lengah, lupa diri ataupun terpesona dengan kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sementara.

6. Iman kepada Qadha dan Qadhar

Iman kepada Qadha dan Qadhar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan segala sesuatu bagi semua makhluk hidup.36

Dengan demikian dapat simpulkan bahwa aqidah merupakan keimanan seseorang baik dalam sikap, ucapan maupun tindakannya.

36

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 60

b. Syari’ah

Secara bahasa syari’ah adalah jalan (ke sumber mata air) yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Sedangkan menurut istilah makna syari’ah adalah sistem norma (kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.37 Syari’ah terdiri dari beberapa aspek yaitu:

1. Ibadah

Ibadah (dalam arti sempit) seperti, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji bila mampu. Ibadah tersebut hukumnya wajib. Ibadah secara umum memiliki arti mengikuti segala hal yang di cintai Allah dan di ridhoi-Nya, baik perkataan maupun perbuatan lahir dan batin. 2. Muamalah

Kata muamalah berasal dari fiil madhi amala yang berarti bergaul dengannya, berurusan (dagang). Sedangkan muamalah adalah ketetapan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungannya (alam sekitar)nya. Muamalah berarti aturan-aturan (hukum) Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan lingkungan sekitarnya.Kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia, maka dalam muamalah ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, sosial, hukum, dan kebudayaan.38

37

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 134

38

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992), h. 1

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa syari’ah merupakan hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia lainnya.

c. Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), ‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).39

Terdapat beberapa pengertian akhlak menurut para ahli, yaitu:

1. Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

2. Menurut Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam) karena kepiawaianya dalam membela Islam dari berbagai faham yang dianggap menyesatkan, Ia mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.40

3. Menurut Zuhairi, akhlak adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi kedua amal yaitu akidah dan

39 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1 40

Ibid., h. 2

syari’ah dan mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia.41

Dengan demikian, akhlak merupakan sifat jiwa yang berhubungan dengan niat baik dan buruk yang berada didalam jiwa manusia tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan sehingga melahirkan suatu perbuatan yang tanpa disengaja dan tanpa dibuat-buat. Maka dari itu dalam pembinaan agama Islam sangat perlu diadakan pembinaan akhlak, dimana akan mengarahkan manusia kea rah tujuan hidup yang bahagia dunia dan akhirat.

Macam-macam akhlak menurut Mohammad Ardani yaitu, sebagai berikut:

a. Akhlak Al-Karimah

Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.

2. Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri

41

Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 60

dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.

b. Akhlak Al-Mazmumah

Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.42

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1. Berbohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

42

Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 49

2. Takabur atau sombong ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3. Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.

4. Bakhil atau kikir ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.43

d. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) melalui dzikir Asmaul Husna Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar bahasa latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan, bergerak’. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-’ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi dapat didefinisikan suatu gejala psikofisiologis yang menimbukan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku tertentu.44

Pengertian EQ istilah kecerdasan emosi (EQ) baru dikenal secara luas pada pertengahan tahun 1990 dengan diterbitnya buku Daniel Goleman : Emotional Intelligence. Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik. Sedangkan pengertian SQ (Spiritual Quotient) menurut Danah Zohar adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kitayang berhubungan 43

Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 56

44

Irfan Mashuri, Konsep Emotional Spiritual Quetiont (ESQ) dalam Membentuk Karakter

Religius Peserta Didik (Studi Pemikiran Ary Ginanjar Agustian), (Sktipsi: UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2014), h. 36

dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar. Selama ini, yang namanya “kecerdasan” senantiasa dikonotasikan dengan “kecerdasan intelektual” saja atau yang lazim dikenal sebagai IQ. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya, yaitu: Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ), dalam istilah Ary Ginanjar dinamakan ESQ (Emotional Spiritual Quotient). ESQ menurut Ary Ginanjar ialah pengsinergian antara rasionalis dunia (EQ dan IQ) dengan akhirat (SQ), manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dapat diibaratkan seperti sebuah bentuk segitiga saling berhubungan antara tiap-tiap sudut tersebut.45

Salah satu pendekatan antara manusia dengan Tuhan adalah dengan berdzikir atau mengingat Allah. Pada penelitian ini, salah satu materi yang dipakai adalah materi bimbingan spiritual melalui dzikir asmaul husna. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang-ulang mengingat Allah (Dzikrullah) merupakan salah satu anjuran yang sangat ditekankan dalam Islam dan merupakan bentuk karya nyata dari penghambaan kita kepada Allah SWT. Salah satu dzikir yang dapat dilakukan adalah dzikir Asmaul Husna, yang artinya mengingat Allah, menyanjung-Nya dengan menyebut keindahan nama-namaNya (Asmaul Husna) dengan lisan dan hati.46

45

Irfan Mashuri, Konsep Emotional Spiritual Quetiont (ESQ) dalam Membentuk Karakter

Religius Peserta Didik (Studi Pemikiran Ary Ginanjar Agustian), (Sktipsi: UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2014), h. 41 46

Ismatun Khasanan, Pengaruh Melakukan Dzikir Asmaul Husna Terhadap Kecemasan

dalam Menghadapi Ujian Nasional Anak Panti Asuhan Darussalam Mranggen Demak, (Skripsi:

UIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2015), h. 23

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa materi yang digunakan untuk pembinaan agama Islam dalam penelitian ini adalah materi aqidah, syari’ah, akhlak dan dzikir asmaul husna.

Dokumen terkait