• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pembinaan Agama

6. Metode Pembinaan Agama

Metode atau metodik berasal dari kata Yunani, yaitu “meta” yang berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Metodik berarti cara yang harus

21 Syamsudin Abin. Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran

Modul, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 45

ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan.22

Dalam Bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah “thariqah” yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.23 Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai cara yang ditempuh agar hal yang akan disampaikan dapat diterima atau difahami dengan baik, mudah dan efisien sehingga dapat mewujudkan tujuan tertentu. Berbagai cara ditempuh oleh seorang pembina dalam menyampaikan pembinaan keagamaan. Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka perlu dipilih cara yang tepat dalam menyampaikan materi pembinaan.

Menurut H.M. Arifin, metode yang dapat digunakan dalam pembinaan berupa kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam, antara lain sebagai berikut:

a. Wawancara

Salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup beragama pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.

b. Metode group guidance (bimbingan secara kelompok)

Bimbingan kelompok adalah cara pengungkapan jiwa/batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok, seperti ceramah, diskusi, seminar, simposium, atau dinamika kelompok (group dinamics).24

22

Zakiah Daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 10

23

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 23 24

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 109

Dalam proses pembinaan kelompok ini pembina hendaknya mengarahkan minat dan perhatian warga binaan kepada hidup kebersamaan dan saling tolong-menolong dalam memecahkan permasalahan yang menyangkut kepentingan mereka bersama. Pembinaan agama juga hendaknya mengendalikan dan mengamati setiap klien atau warga binaan mengenai keaktifan dalam kegiatan kelompok.

c. Metode non-directif (cara yang tidak mengarah) Metode ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Metode client centered, yaitu pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat mereka dalam belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu dua pertanyaan terarah. Selanjutnya mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala uneg-uneg (tekanan batin) yang disadari sebagai hambatan jiwanya.25 Pembina bersikap memperhatikan, mendengarkan serta mencatat point-point penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan.

2. Metode educatif, yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan menggali sampai tuntas perasaan yang menyebabkan hambatan dan ketegangan, dengan cara client centered, yang diperdalam dengan permintaan/pertanyaan yang motivatif dan persuasif (meyakinkan) untuk mengingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai ke akar-akarnya. Pada

25

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 111

akhirnya, pembina memberikan petunjuk-petunjuk tentang usaha apa sajakah yang baik dengan cara yang tidak bernada imperatif (wajib). Akan tetapi hanya berupa anjuran-anjuran yang tidak mengikat.26

3. Metode psikoanalitis (penganalisaan jiwa)

Menganalisa gejala-gejala tingkah laku, baik melalui mimpi (kondisi tidak sadar), ataupun melalui tingkah laku yang serba salah, dengan menitikberatkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan salah itu terjadi berulang. Dengan demikian, maka akhirnya akan diketahui bahwa masalah pribadi mereka akan terungkap dan selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang memberatkan, dan sebagainya.27

Oleh karena itu nilai-nilai iman dan taqwa harus dibangkitkan dalam pribadi warga binaan, sehingga terbentuklah dalam pribadinya sikap tawakkal dan optimisme dalam menempuh kehidupan baru. 4. Metode direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada mereka untuk berusaha mengatasi kesulitan (problem) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan.28

26

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 112

27

Ibid., h. 113

28

Ibid., h. 114

Sedangkan Hamdani Bakran Adz-Dzaky menyatakan bahwa tujuan pembinaan Agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).

2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lngkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.

3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang.

4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.

5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.29

29

Hamdani Bakran. Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru, 2006), h. 221

Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lapas dan Rutan adalah sebagai berikut:

1. Metode pembinaan berdasarkan situasi

Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir Narapidana untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah (bottom down approach).

2. Metode pembinaan perorangan (Individual Treatment)

Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan.

3. Metode pembinaan kelompok (Classical Treatment)

Dalam pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas. Adapun metode tersebut adalah sebagai berikut:30

1) Metode Ceramah

Metode Ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh petugas pembina keagamaan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun pembina dari luar Lembaga Pemasyaraktan. Pembina keagamaan menerangkan atau menjelaskan apa yang akan disampaikan dengan lisan di depan Narapidana wanita.31 Metode ceramah merupakan metode yang sudah lama dipakai dalam proses pembelajaran. Metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab.

30

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 342 31

Ibid., h. 344

2) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang ditempuh biasanya pembina keagamaan mengajukan pertanyaan kepada narapidana tentang materi yang telah diajarkan. Pembina keagamaan mengharapkan jawaban yang diberikan narapidana wanita terhadap fakta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya bukan hanya sebatas dari pembina keagamaan dan narapidana wanita menjawab, akan tetapi pertanyaan ini biasa muncul dari narapidana kemudian pembina keagamaan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh narapidana tersebut. Ada kalanya jawaban itu juga bisa berasal dari narapidana yang lain dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut.

3) Metode demonstrasi atau peragaan

Metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses pembentukan tertentu kepada narapidana wanita. Pada metode demonstrasi, titik tekannya adalah memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya pembina keagamaan memperagakan terlebih dahulu, kemudian narapidana wanita mengikutinya.32

4) Metode diskusi

Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara

32

Harsono.C.I, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 350

terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota narapidana wanita ikut terlibat. Di antara prinsip-prinsip diskusi antara lain: adanya ketua dan anggota, topik yang diangkat jelas dan menarik, narapidana wanita saling memberi dan menerima serta suasana berjalan tanpa tekanan.

5) Metode pemberian tugas

Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian narapidana wanita diminta untuk meringkas kembali di dalam blok sel masing-masing. Pemberian tugas ini biasanya juga digunakan juga dalam penugasan untuk shalat sunah. Metode ini diterapkan agar narapidana wanita dapat bertanggung jawab.33

Dengan demikian dari penjelasan diatas bahwa dalam penelitian ini menggunakan metode perorangan yang terdiri dari individu tersebut dan metode kelompok yang terdiri dari wawancara, tanya jawab, demonstrasi atau perorangan, diskusi, dan pemberian tugas.

Dokumen terkait