• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian

2. TV 3 Media cetak

4. Teman 5. Radio 6. Dokter/ahli kesehatan Alasan mengkonsumsi 1. Klaim kesehatan 2. Harga 3. Menghaluskan kulit 4. Ikut keluarga/teman 5. Iklan 6. Rekomendasi dokter 7. Coba-coba 7 Pengetahuan contoh 1. Kurang (< 60%) 2. Sedang (60 – 80%) 3. Tinggi (>80%) Khomsan 2002

8 Aktivitas fisik 1. Ringan (1.40 – 1.69)

2. Sedang (1.70 – 1.99) 3. Berat (2.00 – 2.40)

FAO/WHO/UNU 2001

9 Morbiditas Jenis sakit

Lama sakit Frekuensi sakit

10 Data sekunder - Gambaran umum sekolah Dokumentasi dan

cepat untuk menghitung status gizi remaja. Kategori untuk IMT/U menurut WHO 2007 adalah sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-2 SD≤ z-score < -3 SD), normal

(

-2 SD< z-score < +1 SD)

,

overweight(+1 SD≤ z-score <+2 SD), gemuk (+2 SD≤ z- score < +3 SD, sangat gemuk (≥+3 SD).

Tingkat Kecukupan

Data energi dan zat gizi yang diperoleh melalui metode food record2x24. Food records ini meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram, kemudian dikonversi dalam satuan energi (kkal), protein (g), vitamin C (mg), vitamin E (mg), seng (mg), Besi (mg), Tembaga (mg) dan selenium (µg) dengan merujuk pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Selanjutnya, tingkat kecukupan zat gizi yang diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan (Hardinsyah & Briawan 1994):

TKG = (K/AKG) x 100% Keterangan:

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Asupan zat gizi

AKG = Kecukupan zat gizi yang dianjurkan

Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi pada contoh dengan status gizi normal yaitu dengan memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan dengan berat badan ideal kemudian hasil perhitungan dibuat dalam nilai persentase. Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi pada contoh dengan status gizi sangat kurus, kurus, overweight, gemuk, dan sangat gemuk yaitu membandingkan asupan dengan angka kecukupan gizi dan dibuat dalam nilai persentase. Nilai persentase tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu defisit at (<70%), kurang (70% ≤ TK<80%), sedang (80% ≤ TK < 99%) dan baik

(TK ≥ 100%) (Depkes (1990) diacu dalam Supariasa (2002). Data tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikatakan kurang jika TK < 77% AKG dan dikatakan cukup jika TK ≥77%AKG (Gibson 2005).

Pola Konsumsi Sayur dan Buah

Data konsumsi sayur dan buah contoh didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaires(FFQ). Hasil dari FFQ ini kemudian dioalah dan didapatkan jumlah konsumsi contoh dan frekuensinya. Jumlah konsumsi sayur dan buah contoh di kategorikan menjadi tiga menurut Almatsier (2004), untuk konsumsi sayur (1) < 200 gr/hari (2) 200- 300 gr/hari dan (3) >300 gr/hari, sedangkan untuk konsumsi buah contoh yaitu (1) <150 gr/hari (2) 150-200 gr/hari dan (3) >200 gr/hari.

Pola Konsumsi Suplemen Antioksidan

Data konsumsi suplemen antioksidan contoh didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaires (FFQ). Data kandungan gizi dan bentuk suplemen didapatkan dari label gizi yang tertera pada kemasan suplemen. Frekuensi konsumsi, alasan dan sumber informasi didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik contoh didapat dari Records aktivitas fisik selama 2x24 jam. WHO/FAO (2003), menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (Kal) perkilogram berat badan dalam 24 jam. Data PAR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level(Tingkat Aktivitas Fisik)

PAR : Physical Activity Rate dari masing-masing aktivitas jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)

W : Alokasi waktu tiap aktivitas

Jenis aktivitas yang dilakukan sampel dikategorikan menjadi 17 kategori kegiatan, disajikan pada Lampiran. Physical Activity Level (PAL) selanjutnya

akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001) yaitu ringan (1.40 – 1.69), sedang (1.70 – 1.99) dan berat (2.00 – 2.40).

Angka kebutuhan energi yang ditentukan dengan menghitung angka pengeluaran energi aktual yaitu tingkat aktivitas fisik dikalikan dengan angka metabolisme basal pada remaja yang telah dihitung berdasarkan rumus pengeluaran energi usia remaja FAO/WHO/UNU (1985) dalam Almatsier (2004). Rumus angka kebutuhan energi sebagai berikut :

Angka kebutuhan energi = Tingkat aktivitas fisik x Angka metabolism basal FAO/WHO/UNU (2001)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari.

Analisis Data

Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Pengolahan data selanjutnya adalah uji beda variabel antar kelompok contoh menggunakan uji beda Independent samples t test, dan untuk uji hubungan antar variabel digunakan korelasi rank Spearman dan Pearson.

Tabel 3 Jenis Variabel dan Analisis Data

No. Variabel Analisis

1 Karakteristik keluarga

- Besar keluarga

- Pendapatan orangtua Uji beda T

2 Karakteristik contoh

- Status gizi

- Besar uang saku

- Tingkat pengetahuan

- Aktivitas fisik

- Morbiditas

Uji beda T

3 Konsumsi pangan

- Konsumsi Energi, protein, vit C, vit E, Fe, Zn, Cu, dan Se

- Tingkat Kecukupan Energi, protein, vit C, vit E, Fe, Zn, Cu, dan Se

Uji beda T

4 Pengetahuan antioksidan contoh dengan konsumsi

suplemen antioksidan Korelasi Rank Spearman

Aktivitas fisik contoh dengan konsumsi suplemen

antioksidan KorelasiPearson

Supelemen antioksidan dengan morbiditas Korelasi Rank Spearman

Batasan Istilah

Pendapatankeluarga adalah jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga setiap bulannya.

Pekerjaan adalah jenis kegiatan produktif yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Besar keluargaadalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu atap. Status gizi adalah keadaan fisik seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan, status gizi pada remaja ini menggunakan indikator IMT/U contoh.

Uang Saku adalah pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk bekal sehari yang digunakan anak untuk membeli bahan pangan, transportasi dan lainnya.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi contoh terkait dengan antioksidan, meliputi pengertian, sumber antioksidan dan fungsi antioksidan.

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas yang menjadi racun (toksik) dalam tubuh. Jenis antioksidan Vitamin C dan E, Seng, Tembaga dan Selenium.

Konsumsi sayur dan buah adalah konsumsi sayur dan buah dalam hal jenis, jumlah, dan frekuensi.

Suplemen antioksidan adalah produk kesehatan yang didalamnya mengandung zat-zat antioksidan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E dan terdapat juga mineral-mineral mikro seperti Seng, Tembaga dan Selenium.

Suplemen multivitamin mineral adalah produk kesehatan yang didalamnya mengandung lebih dari satu jenis zat gizi baik vitamin maupun mineral. Aktivitas fisik adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan contoh selama 24 jam

yang meliputi seluruh aktivitas contoh di rumah, dan di sekolah.

Morbiditas adalah kejadian sakit yang diderita oleh contoh selama 2 bulan terakhir, dilihat dari jenis penyakit, lama sakit dan frekuensi sakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 1 leuwiliang terletak di jalan Raya Setu Desa Leuwimekar, Kecamatan leuwiliang, Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. SMP Negeri 1 leuwiliang memiliki total siswa sebanyak 1212 siswa pada tahun ajaran 2011/2012 dan memiliki 58 orang guru yang terdiri dari 33 orang guru PNS,15 guru honorer serta 11 orang staf Tata Usaha (TU). Populasi kelas VIII SMPN 1 Leuwuliang yaitu 360 siswa.

Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah ini antara lain ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang guru, 28 ruang kegiatan belajar mengajar, perpustakaan, ruang laboratorium IPA, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, lapangan olahraga, ruang UKS, WC, dan tempat parkir. Terdapat beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang ada di sekolah ini antara lain kegiatan agama, basket, PMR, pramuka serta paskibra.

SMPN 4 Bogor

Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bogor merupakan sekolah yang berlokasi di Jl. Kartini no. 16 Bogor. Tahun 2008 SMP Negeri 4 Bogor memiliki program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Program RSBI ini diikuti oleh seluruh siswa.

Sekolah ini memiliki fasilitas seperti ruang kelas yang dilengkapi dengan AC, LCD, lemari dan loker, ruang BK, ruang UKS, ruang PMR, OSIS dan ruang pramuka, 2 laboratorium IPA, 2 laboratorium komputer, 2 laboratorium bahasa, laboratorium PTD, IPS, perpustakaan, mesjid, aula, kantin sekolah, serta green house. Sekolah ini juga dilengkapi dengan layanan internet (Hot spot) yang dapat digunakan oleh civitas akademika di SMPN 4 Bogor.

Sekolah ini memiliki tenaga pengajar sebanyak 57 orang guru, dan 26 staf pegawai. Populasi kelas VIII SMPN 4 Bogor ini yaitu 240 siswa.

Karakteristik contoh Jenis kelamin

Persentase jenis kelamin perempuan (51.8%) SMPN 1 Leuwiliang lebih besar dibandingkan laki-laki (48.2%), demikian pula contoh di SMPN 4 Bogor persentase perempuan (51.6%) lebih besar dibanding laki-laki (48.4). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Kelamin di Lokasi Penelitian Jenis

Kelamin

SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total

n % n % n %

Laki-laki 41 48.2 30 48.4 71 48.3

Perempuan 44 51.8 32 51.6 76 51.7

Total 85 100 62 100 147 100

Kebutuhan akan zat-zat gizi bervariasi bergantung pada umur dan jenis kelamin. Masa kehidupan bayi hingga remaja memerlukan zat-zat gizi penting yang jumlahnya lebih banyak untuk menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Arisman 2010). Selain itu, menurut Gibson (2005) jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dan status gizi.

Umur

Mohammad (1994) dalam Notoatmojo (2007) mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13- 25 tahun, dimana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Menurut Sulistyoningsih (2011) umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola makan dan kebutuhan gizi.

Berdasarkan sebaran umur, sebagian besar (76.5%) di SMPN 1 Leuwiliang berumur 13 tahun, demikian pula contoh di SMPN 4 Bogor (93.5%) contoh berumur 13 tahun. Menurut Hurlock (1994), terdapat dua kategori remaja yaitu remaja awal yang berusia 13-17 tahun, dan remaja akhir yaitu berumur 17- 18 tahun. Berdasarkan kategori dari Hurlock (1994) maka contoh pada penelitian ini termasuk kategori remaja awal. Data mengenai sebaran umur contoh disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran Contoh berdasarkan Umur di Lokasi Penelitian

Umur SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total

n % n % n %

13 tahun 65 76.5 58 93.5 123 83.7

14 tahun 20 23.5 4 6.5 24 16.3

Total 85 100 62 100 147 100

Remaja belum sepenuhnya matang, baik fisik, kognitif maupun psikososial. Pada tahap remaja ini terjadi pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial dibandingkan dengan fase anak-anak. Pada fase remaja, seseorang mengalami perubahan karakteristik fisik, psikis, aturan sosial dan tanggung jawab. Salah satu hal penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol

yang berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan minuman ke arah yang kurang baik (Mann & Stewart 2007).

Uang Saku

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak dalam jangka waktu tertentu untuk membeli segala keperluannya (Lusiana 2008). Uang saku yang diterima contoh digunakan untuk keperluan membeli makanan (jajan), transportasi, dan keperluan lainnya. Sebaran uang saku contoh dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran Contoh berdasarkan Uang Saku di Lokasi Penelitian Kategori uang saku SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total n % n % n % Rendah 27 31.8 1 1.6 28 19 Sedang 55 64.7 37 59.7 92 62.6 Tinggi 3 3.5 24 38.7 27 18.4 Total 85 100 62 100 147 100

Kategori uang saku contoh dibagi menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi; dikatakan rendah apabila uang saku contoh berada di bawah rata-rata standar deviasi uang saku keseluruhan, sedang bila berada diantara rata-rata standar deviasi, dan tinggi bila diatas rata-rata standar deviasi. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar contoh di SMPN 1 Leuwiliang (64.7%) dan di SMPN 4 Bogor(59.7%) berada pada kategori sedang. Berdasarkan uji beda independent sample t-test, terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) uang saku contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor. Hal ini diduga karena berbedanya jumlah uang saku yang contoh terima. Rata-rata uang saku contoh yang berada di SMPN 1 Leuwiliang adalah sebesar Rp 8119.05 ± 3681,3/hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan uang saku contoh yang berada di SMPN 4 Bogor Rp 15277.8 ± 5055.9/hari.

Perbedaan uang saku antara contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan di SMPN 4 Bogor disebabkan oleh pendapatan dari orangtua yang relatif berbeda. Hampir separuh dari waktu siswa dihabiskan untuk kegiatan di sekolah. Siswa mempunyai daya beli dari pemberian uang saku oleh orang tua mereka. Siswa yang sudah tergolong usia remaja mempunyai wewenang untuk menentukan pilihannya (Taras et al2004).

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Menurut BKKBN (1998) besar keluarga dibagi menjadi keluarga kecil jika anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-6 orang, dan besar jika ≥ 7 orang. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh di SMPN 1 Leuwiliang termasuk kategori sedang yaitu berjumlah 5-6 orang anggota keluarga, sedangkan di SMPN 4 Bogor lebih dari separuh contoh (56.5%) termasuk kategori kecil. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) besar keluarga contoh yang berada di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.Berikut Tabel 7 merupakan data sebaran contoh berdasarkan besar keluarga.

Tabel 7 Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga di Lokasi Penelitian Besar Keluarga SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total n % n % n % Kecil (≤ 4 org) 27 31.8 35 56.5 62 42.2 Sedang ( 5-7 org) 50 58.8 25 40.3 75 51 Besar (≥ 7 org) 8 9.4 2 3.2 10 6.8 Total 85 100 62 100 147 100

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dan status gizi, khususnya pada keluarga yang berpendapatan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit (Suhardjo 1989).

Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan.

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Berg (1986) menyebutkan tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiiki mengenai gizi menjadi lebih baik. Tingkat pendidikan ayah dan ibu

contoh dibagi menjadi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.

Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 40.7% contoh di SMPN 1 Leuwiliang memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMA, berbeda dengan SMPN 1 Leuwiliang, contoh di SMPN 4 Bogor memiliki ayah dengan tingkat pendidikan sampai dengan perguruan tinggi (85.5%). Pendidikan ibu contoh di SMPN 1 Leuwiliang (35.3%) berada di tingkat SMA, contoh di SMPN 4 Bogor (80.6%) memiliki ibu dengan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran Pendidikan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian Pendidikan Orangtua SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total n % n % n % Ayah Tidak Tamat SD 1 1.2 0 0 1 0.7 SD 18 21.2 0 0 18 12.2 SMP 16 18.8 1 1.6 17 11.6 SMA 40 47.1 8 12.9 48 32.7 PT 10 11.8 53 85.5 63 42.9 Total 85 100 62 100 147 100 Ibu Tidak Tamat SD 1 1.2 0 0 1 0.7 SD 22 25.9 0 0 22 15 SMP 22 25.9 1 1.6 23 15.6 SMA 30 35.3 11 17.7 41 27.9 PT 10 11.8 50 80.6 60 40.8 Total 85 100 62 100 147 100

Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan dapat merubah perilaku yang tidak sesuai dengan norma kesehatan menjadi perilaku yang menguntungkan bagi kesehatan, pendidikan formal dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik (Notoatmojo 1999). Pekerjaan Orangtua

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989).

Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase terbesar pekerjaan ayah contoh di SMPN 1 Leuwiliang adalah sebagai wiraswasta (61.2%). Berbeda dengan SMPN 1 Leuwiliang, persentase pekerjaan ayah contoh terbesar di SMPN 4

Bogor adalah sebagai pegawai swasta (38.7%), namun secara keseluruhan persentase pekerjaan ayah contoh yang paling tinggi yaitu bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 44.9%. Jenis pekerjaan ibu contoh baik di SMPN 1 Leuwiliang maupun SMPN 4 Bogor sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga masing-masing 74.1% dan 51.6%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar (Engel et al1994). Tabel 9 Sebaran Pekerjaan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian

Pekerjaan Orangtua SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total n % n % n % Ayah PNS 6 7.1 18 29.0 24 16.3 Pegawai Swasta 9 10.6 24 38.7 33 22.4 TNI/Polri 2 2.4 4 6.5 6 4.1 Wiraswasta 52 61.2 14 22.6 66 44.9 Lainnya 16 18.8 2 3.2 18 12.2 Total 85 100 62 100 147 100 Ibu PNS 5 5.9 17 27.4 22 15 Pegawai Swasta 5 5.9 9 14.5 14 9.5 TNI/Polri 0 0 1 1.6 1 0.7 Wiraswasta 12 14.1 3 4.8 15 10.2 IRT 63 74.1 32 51.6 95 64.6 Total 85 100 62 100 147 100 Pendapatan Orangtua

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang akan dikonsumsi. Kategori pendapatan orang tua yaitu bedasarkan rata-rata±sd seluruh contoh maka didapatkan Rp 3475170 ±2931421/bulan. Kategori ini dibagi menjadi rendah, sedang dan tinggi. dikatakan rendah apabila pendapatan orangtua contoh berada di bawah rata- rata, standar deviasi pendapatan keseluruhan, sedang bila berada diantara rata- rata standar deviasi, dan tinggi bila diatas rata-rata standar deviasi.

Berdasarkan data penelitian, pendapatan orangtua contoh yang berada di SMPN 4 Bogor lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendapatan orangtua contoh di SMPN 1 Leuwiliang. Pendapatan orangtua contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan di SMPN 4 Bogor masih lebih tinggi dari Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten dan kota Bogor, untuk Kabupaten Bogor pada tahun 2011

UMR kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp. 1172060 dan untuk Kota Bogor yaitu sebesar Rp. 1079100.

Berdasarkan Tabel 10, pendapatan orangtua contoh di SMPN 1 Leuwiliang (83.5%) dan pendapatan orangtua contoh di SMPN 4 Bogor (80.6%) termasuk kategori sedang. Data mengenai sebaran pendapatan orangtua contoh SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan keluarga contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor. Hal ini diduga karena adanya perbedaan yang cukup signifikan antara pendapatan orangtua contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor, dimana rata-rata±sd pendapatan orangtua contoh di SMPN 1 Leuwiliang sebesar Rp 2236309±2674447/bulan sedangkan rata-rata±sd orangtua contoh di SMPN 4 Bogor Rp 5126984±2410073/bulan. Tabel 10 Sebaran Pendapatan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian

Kategori Pendapatan Orangtua SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total n % n % n % Rendah (<Rp 3475170 ± 2931421/bulan) 9 10.6 0 0 9 6.1 Sedang (Rp 3475170 ± 2931421/bulan) 71 83.5 50 80.6 121 82.3 Tinggi (<Rp 3475170 ± 29314214/bulan) 5 5.9 12 19.4 17 11.6 Total 85 100 62 100 147 100

Pendapatan keluarga tergantung dari jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya, pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika ibu bekerja di luar rumah. tingkat pendidikan yang didapat akan mempengaruhi jenis pekerjaan, jenis pekerjaan yang lebih baik akan berpengaruh terhadap pendapatan (Suhardjo 1989).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi seseorang secara langsung dipengaruhi oleh asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi yang mengganggu proses metabolisme, penyerapan, dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001).

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator penilaian status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja, indikator ini memerlukan informasi tentang umur (Riyadi 2001). Menurut WHO (2007) status gizi yang diukur dengan IMT/U dibedakan menjadi sangat kurus, kurus, normal, overweight , gemuk dan sangat gemuk.

Gambar 2 Status Gizi Contoh di Lokasi Penelitian

Gambar 2 menunjukkan status gizi contoh secara keseluruhan. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa lebih dari separuh contoh 66% termasuk kategori status gizi normal, dan terdapat masing-masing 1% yang termasuk kategori sangat kurus dan sangat gemuk. Sebaran status gizi contoh disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran Status Gizi Contoh di Lokasi Penelitian

Sebanyak 89.4% contoh di SMPN 1 Leuwiliang termasuk kategori normal, sementara contoh di SMPN 4 Bogor lebih bervariasi, yaitu sebanyak 43.5% contoh di SMPN 4 Bogor mempunyai status gizi overweight, 33.9% contoh mempunyai status gizi normal, dan terdapat 19.4% dan 3.2% yang termasuk kategori gemuk dan sangat gemuk.

Banyaknya contoh di SMPN 4 Bogor yang termasuk kategori overweight (melebihi berat badan seharusnya) diduga disebabkan karena pola makan yang tidak seimbang dan aktivitas fisik yang cenderung rendah. Penimbunan lemak tubuh yang berlebihan menyebabkan berat badan akan melebihi berat badan normal dan dapat membahayakan kesehatan (Riyadi 2001). Berdasarkan uji beda terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara status gizi contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat mempertahankan kesehatannya. Zat gizi yang diperoleh melaluui konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh untuk melaksanakan berbagai kegiatan internal maupun eksternal, pemeliharaan tubuh, dan pertumbuhan bagi seseorang yang masih berada dalam tahap pertumbuhan seperti bayi, anak-anak dan remaja atau untuk aktivitas serta pemeliharaan tubuh untuk orang dewasa dan yang telah lanjut usia (Hardinsyah & briawan 1994). Menurut Almatsier (2004) energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjuang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik.

Asupan energi contoh secara keseluruhan berkisar antara 611 Kal sampai 2564 Kal, rata-rata konsumsi contoh di SMPN 1 Leuwiliang adalah 1394 ± 334.9 Kal, sedangkan untuk contoh di SMPN 4 Bogor rata-rata asupan energinya adalah 1480 ± 303.5 Kal. Berdasarkan uji beda, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara asupan energi contoh baik di SMPN 1 Leuwiliang maupun SMPN 4 Bogor.

Menurut WKNPG 2004, rata-rata asupan energi pada usia 13-15 tahun laik-laki dan perempuan adalah 2400 Kal dan 2350 Kal, asupan energi contoh di

Dokumen terkait