• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Suplemen Antioksidan serta Kaitannya dengan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik dan Morbiditas Siswa SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi Suplemen Antioksidan serta Kaitannya dengan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik dan Morbiditas Siswa SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

ii

with Nutrition Knowledge, Physical Activity and Morbidity of Junior High School Students in the SMPN 1 Leuwiliang and SMPN 4 Bogor. Under supervised by RIMBAWAN and LEILY AMALIA

The purpose of this research was to analyze antioxidant supplement consumption and its correlation with the nutrition knowledge, physical activity and morbidity of Junior High School Students in Bogor. The design of this study was cross-sectional. This research was conducted from November until December 2011 in SMPN 1 Leuwiliang and SMPN 4 Bogor. Data obtained was analysis using independent sample t test to compare data between the two schools and Rank Spearman and Pearson to correlate two variables. Based on analysis using independent sample t test, there were significant differences between two sample groups on knowledge of antioxidant, but there was no significant difference between two sample groups on level of energy, protein, vitamin C and vitamin E sufficiency, antioxidant supplement consumption, physical activity and morbidity. Statistic analysis showed that there were significant correlation between two sample groups on antioxidant supplement consumption and knowledge of antioxidant (p<0.05, r = 0.195), antioxidant supplement consumption and physical activity (p<0.05, r= 0.175). But, there was no significant correlation between two sample groups on antioxidant supplement consumption and morbidity.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai

melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang

ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup

yang sehat (Depkes RI 2008). Perilaku hidup sehat dapat menjadi salah satu

modal utama seseorang menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas.

Pola makan yang sehat dan seimbang dapat menunjang kesehatan

seseorang secara optimal. Sebaliknya, pola makan yang tidak sehat dapat

memicu timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu pola makan yang tidak

sehat yaitu pola makan yang tidak mengacu pada gizi seimbang untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi tubuh, diantaranya adalah pola konsumsi sayuran dan

buah-buahan yang rendah. Sebuah survey yang dilakukan tahun 2004 menunjukkan

bahwa hanya 15% penduduk Indonesia yang mengonsumsi sayuran dan

buah-buahan dalam jumlah yang mencukupi, yang berarti 85% penduduk Indonesia

kurang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. Hasil Riskesdas 2007 juga

menunjukkan tingginya prevalensi kurang makan sayur dan buah untuk usia >10

tahun yaitu sebanyak 93.6%. Hal ini sangat disayangkan karena sayuran dan

buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral yang berfungsi sebagai zat

pengatur dalam tubuh dan sebagai zat antioksidan yang mampu menangkal efek

buruk dari radikal bebas (Astawan & Kasih 2008).

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang sangat

reaktif karena mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.

Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya, oleh

karena itu tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang

mampu menangkal efek radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat

menginduksi suatu penyakit (Winarsi 2011).

Rendahnya asupan vitamin, mineral sebagai zat gizi dalam tubuh dan zat

antioksidan dari bahan pangan alami, direspon oleh industri dengan

memproduksi suplemen vitamin, multivitamin mineral dan antioksidan. Peter dan

Olson (1996) menyatakan bahwa konsumsi produk suplemen cenderung

meningkat dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

pemenuhan kebutuhan gizi dan peningkatan kesehatan. Kondisi ini merupakan

peluang bagi produsen suplemen untuk memasarkan aneka produk suplemen

(3)

Seiring dengan rendahnya asupan vitamin dan mineral, asupan akan zat

antioksidan pun rendah. Hal ini dapat dipengaruhi salah satunya karena

kurangnya pengetahuan mengenai antioksidan itu sendiri, namun saat ini

berbagai media informasi banyak memuat perilaku konsumen terhadap

suplemen antioksidan. Hasil penelitian Siahaan (2007) menunjukkan bahwa

sebanyak 88.3% contoh mahasiswa TPB IPB tahun 2007 biasa mengonsumsi

suplemen vitamin C, dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi suplemen

antioksidan vitamin E dan multivitamin mineral, yaitu sebanyak 8.3%.

Terbatasnya penelitian tentang konsumsi suplemen antioksidan pada

remaja khususnya remaja awal membuat peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh

mengenai konsumsi suplemen antioksidan pada remaja. Remaja merupakan

Sumberdaya Manusia (SDM) yang paling potensial, generasi penerus serta

penentu masa depan bangsa. Remaja dapat menjadi SDM yang berkualitas jika

sejak dini kebutuhan zat gizinya terpenuhi dengan baik (WKNPG 2004).

Pemenuhan gizi pada remaja tidaklah mudah mengingat remaja merupakan

golongan rawan gizi, dimana pada usia remaja anak mulai menentukan sendiri

makanannya tanpa memperhitungkan aspek gizi bahkan menyalahi

kaidah-kaidah ilmu gizi (Sediaoetama 2006).

Konsumsi sumber antioksidan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh

dan akan berdampak pada tingkat kesakitan seseorang (morbiditas). Kurangnya

konsumsi pangan sumber antioksidan pada remaja dapat mengakibatkan sistem

daya tahan tubuh seseorang atau zat pembentuk antibodi menjadi menurun.

Apabila konsumsi sumber antioksidan tidak dipenuhi maka tubuh akan mudah

terserang penyakit infeksi. Hasil penelitian Siahaan (2007) menyebutkan jenis

penyakit infeksi yang paling sering terjadi di kalangan remaja akhir adalah

influenza sebesar 64.2%, diare sebesar 31.7% dan batuk 30%.

Survey konsumen yang dilakukan Puslitbang Farmasi Depkes RI tahun

2000 di tiga kota besar Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 78,1% wanita

mengkonsumsi suplemen untuk menjaga kesehatan, dan stamina 59,4% untuk

mencegah penuaan dan menghaluskan kulit (Depkes RI dalam Ramadani 2005).

Studi menunjukkan bahwa pengguna dari suplemen makanan berasal dari

golongan dan tingkat pendidikan dan ekonomi yang tinggi dan profil gaya hidup

yang lebih sehat. Pendidikan seseorang juga merupakan salah satu unsur

(4)

tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi

tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik (William 2002).

Masyarakat perkotaan umumnya memiliki status sosial ekonomi yang

lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pendapatan

masyarakat Kota Bogor per kapita pada tahun 2007 sebesar Rp. 6522028 lebih

besar dibandingkan pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Bogor

sebesar Rp. 4633470 (BPS Jawa Barat 2009). Berdasarkan uraian di atas,

peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan antara

konsumsi suplemen antioksidan yang erat kaitannya dengan aktivitas fisik

seseorang serta kaitannya pula dengan morbiditas pada remaja SMP di wilayah

kabupaten yang diwakili oleh SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor yang

mewakili Kota Bogor.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari konsumsi

suplemen antioksidan serta kaitannya dengan pengetahuan gizi, aktivitas fisik

dan morbiditas siswa SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.

Tujuan khusus:

1. Mengukur pengetahuan mengenai antioksidan, aktivitas fisik, dan

morbiditas contoh di kedua sekolah

2. Menilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, vitamin C, vitamin

E, seng, tembaga, dan selenium) contoh di kedua sekolah

3. Mengidentifikasi pola konsumsi sayur dan buah contoh di kedua sekolah

4. Mengidentifikasi pola konsumsi suplemen antioksidan contoh di kedua

sekolah

5. Menganalisis hubungan antara konsumsi suplemen antioksidan dan

pengetahuan gizi terkait antioksidan

6. Menganalisis hubungan antara konsumsi suplemen antioksidan antara

aktivitas fisik

7. Menganalisis hubungan antara konsumsi suplemen antioksidan dan

morbiditas contoh

Hipotesis

Terdapat perbedaan antara pengetahuan gizi mengenai antioksidan,

konsumsi suplemen antioksidan serta aktivitas fisik dan morbiditas siswa SMPN

(5)

Terdapat hubungan antara konsumsi suplemen antioksidan dengan

pengetahuan gizi mengenai antioksidan, aktivitas fisik dan morbiditas siswa

SMPN 1 leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi

mengenai kebiasaan konsumsi suplemen antioksidan siswa dan siswi SMP di

Kabupaten dan Kota Bogor, serta keterkaitannya dengan aktivitas fisik dan

kejadian morbiditas, dan informasi mengenai hubungan dari konsumsi suplemen

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Radikal Bebas

Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa

grup atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada

orbital luarnya. Molekul atau atom tersebut sangat labil dan mudah membentuk

senyawa baru (Muchtadi 2009). Adanya elektron yang tidak berpasangan

menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara

menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya (Winarsi

2011).

Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari dalam

(endogen) dan luar tubuh (eksogen). Secara endogen radikal bebas terbentuk

sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia di dalam tubuh. Secara

eksogen radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber antara lain

terekspos dari radiasi rendah dan sinar elektromagnetis,asap dengan oksidan

kuatnya seperti ozon, nitrogen dioksida dan peroksiasil nitrat, asap rokok serta

obat-obatan dan bahan kimia pencemar lingkungan, polutan, radiasi, ozon, dan

pestisida. Secara fisiologis timbulnya senyawa radikal bebas dalam tubuh

(peroksida) akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen dengan

menggunakan zat atau senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai anti

radikal bebas yang disebut antioksidan (Muchtadi 2009).

Antioksidan

Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors) secara biologis. Pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu

menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan

bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang

bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat diredam

(Winarsi 2011). Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena

berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Sel imun memerlukan

antioksidan dalam kadar tinggi dibandingkan dengan sel-sel lain. Defisiensi

antioksidan yang berupa vitamin C, vitamin E, Selenium, seng dan glutation

dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh terhadap respons imun

(Meydani et al1995 diacu dalam Winarsi 2011).

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan

enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida

(7)

non-enzimatis dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu antioksidan larut lemak seperti

tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin; antioksidan larut air seperti

asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme

(Winarsi 2011).

Menurut Basu et al (1999), antioksidan terdiri dari dua macam, yaitu antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen yaitu sejumlah

komponen protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh yang berperan dalam

menangkal oksidasi oleh radikal bebas yang terdiri dari katalase, superoksida

dismutase, serta protein yang berikatan dengan logam seperti transferin dan

seruloplasmin. Adapun antioksidan eksogen yaitu bersumber dari makanan,

terdiri atas tokoferol (vitamin E), asam askorbat (vitamin C), karotenoid dan

flavonoid. Antioksidan jenis eksogen ini dapat dimodifikasi dengan makanan dan

suplemen. Sistem pertahanan antioksidan dalam sel dapat menurunkan

pengaruh negatif dari radikal bebas.

Sementara menurut Winarno (2004) antioksidan dikelompokan menjadi

dua, yaitu antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat

yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan

hydrogen. zat-zat yang termasuk golongan antioksidan primer dapat berasal dari

alam maupun buatan. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat

mencegah kerja peroksidan.

Suplemen Antioksidan

Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih

zat yang bersifat nutritif atau obat. Umumnya suplemen yang dijual tersedia

dalam bentuk tablet, kapsul, serbuk, cairan, kaplet dan tablet yang larut air

(Yuliarti 2009). Penyerapan suplemen sebagai senyawa tunggal hasil sintesis

kimia oleh tubuh kurang baik dibandingkan dengan bahan dari alam dalam

senyawa kompleks (Krause’s 2000).

Konsumsi suplemen dibutuhkan oleh tubuh jika sering berada atau

melewati lngkungan yang tercemar polusi, mengalami gangguan kesehatan yang

diduga kuat karena kekurangan zat gizi dalam makanan sehari-hari dengan

frekuensi sering, tubuh dalam kondisi masa penyembuhan yang memerlukan

tambahan suplemen, kondisi tubuh yang selalu dituntut prima dengan pekerjaan

sering di luar kewajaran (lembur), dan stres berkepanjangan (Gunawan 1999).

Pemberian suplemen untuk tujuan tersebut mengandung zat gizi, enzim, serta

(8)

kadar kolesterol, gula darah dan tekanan darah (Hardinsyah 2002). Menurut

khomsan (2004) pemberian suplemen makanan diperuntukkan bagi orang-orang

yang dalam kondisi tubuh tidak ideal, misalnya dalam keadaan kurang makan,

pola makan kurang teratur, sakit, proses pemnyembuhan dan sulit makan.

Suplemen hanya mengandung vitamin sesuai yang tertera dalam label

kemasan. Suplemen sama sekali tidak mengandung protein, itulah sebabnya

menu harian yang kaya kalori dan protein masih tetap yang utama, meski sudah

minum suplemen vitamin (Khomsan 2002). Subarnas dalam Siahaan (2007)

mengatakan bahwa dalam suplemen makanan biasanya terdapat zat antioksidan

seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E dan beta karoten yang sangat potensial

dan terdapat pula antioksidan alami dari tumbuh-tumbuhan.

Kandungan Gizi dalam Suplemen

Vitamin C

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa diklasifikasikan

sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat

disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian

besar hewan (Almatsier 2004). Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam

L-askorbat dan asam L-dehidroL-askorbat. Asam L-askorbat sangat mudah teroksidasi

secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat

secara kimia sangat stabil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi

asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno

2004).

Tubuh manusia dan binatang golongan primata tidak dapat mensintesis

vitamin C, sehingga harus disuplai dari makanan sehari-hari. Vitamin C tidak

stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam atau pada suhu

rendah (Almatsier 2004). Perencanaan dosis vitamin C berdasarkan Tolarable Upper Intake Levels (Uls) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa ≥ 19 tahun

menurut food and nutrition Board-Institute of Medicine(FNB-IOM) (2004) adalah 2000 mg/hari, pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, asupan

lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara

proporsional (WKNPG 2004), tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C

bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier 2004). Takaran yang

dianjurkan untuk konsumsi vitamin C pada anak-anak 30-45mg/hari; wanita

(9)

konsumsi vitamin C adalah 60-100 mg/hari, sementara untuk pengobatan

dosisnya bisa mencpai 1000-2000 mg/hari.

Vitamin C merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas serta

mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh molekul superoksidan, peroksida,

radikal hidroksil dan oksigen singlet (Robert 2005). Agar dapat bertindak sebagai

antioksidan seseorang harus mengonsumsi sumber antioksidan melebihi Angka

Kecukupan Gizi (AKG) sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam

tubuh (Muchtadi 2009).

Vitamin E

Vitamin E adalah golongan vitamin yang larut dalam lemak. Dalam

makanan vitamin E terdapat dalam bagian yang berminyak dan dalam tubuh

vitamin E hanya dapat dicerna oleh empedu, di hati, karena tidak larut dalam air.

Bentuk vitamin E merupakan kombinasi dari delapan molekul yang sangat rumit

yang disebut ‘tocopherol’. Tokoferol dan tokotrienol adalah suatu antioksidan

yang sangat efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada

gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas

menjadi tidak reaktif. Adanya hidrogen yang disumbangkan, tokoferol sendiri

menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan

pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik

(Silalahi 2002).

Beberapa fungsi dari vitamin E, yaitu : (1) meningkatkan daya tahan

tubuh, membantu mengatasi stres, meningkatkan kesuburan, meminimalkan

risiko kanker dan penyakit jantung koroner; (2) berperan sangat penting bagi

kesehatan kulit, dengan menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan

kulit, mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat

radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka; (3)

sebagai antioksidan, yaitu dengan menerima oksigen, vitamin E dapat membantu

mencegah oksidasi. Guna melaksanakan fungsinya sebagai antioksidan dalam

tubuh, vitamin E bekerja dengan cara mencari, bereaksi dan merusak rantai

reaksi radikal bebas (4) melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen

ke seluruh jaringan tubuh dari kerusakan.

Vitamin E dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya

mencegah lipid peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan

membantu oksidasi vitamin A serta mempertahankan kesuburan. Vitamin E

(10)

terutama minyak kecambah, gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran

hijau. Menurut Winarno (2002), vitamin E tahan terhadap suhu tinggi serta asam,

tetapi karena bersifat antioksidan, vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada

lemak yang tengik, timah dan garam besi, serta mudah rusak oleh sinar

ultraviolet.

Seng (Zn)

Seng merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300

enzim dan protein. Seng terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam

nukleat, dan pembuatan protein. Seng juga membantu kerja beberapa hormon

termasuk hormon kesuburan, juga hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak,

tiroid, adrenal, dan timus. Contohnya, hormon timulin di kelenjar timus untuk

membuat sel limfosit T hanya akan aktif bila sudah berikatan dengan seng.

Padahal sel-T ini merupakan pasukan sel darah putih yang menunjang daya

tahan tubuh. Hormon prolaktin juga membutuhkan seng untuk menstimulasi ASI

dan pertumbuhan kelenjar payudara (Almatsier 2004).

Sebagai antioksidan kuat seng mampu memberikan perlindungan

menyeluruh bagi tubuh dengan menjalankan fungsinya sebagai antioksidan,

dalam kondisi kekurangan seng, radikal bebeas akan mudah menyerang dan

merusak sel tubuh (Khomsan 2006), seng juga mampu mencegah kerusakan sel

dan menstabilkan struktur dinding sel. Seng berperan dalam proses

penyembuhan luka dengan cara merangsang pembentukan dan pemindahan sel

kulit ke daerah luka. Defisiensi seng dapat terjadi akibat asupan yang tidak

mencukupi dan ketersediaan biologis seng dalam makanan yang rendah, yang

berkaitan dengan konsumsi serat makanan, polifosfat, tembaga, dan fitat yang

tinggi atau berlebihan, disamping itu defisiensi seng juga dapat diakibatkan oleh

gangguan kesehatan (Gibson 2005).

Tembaga (Cu)

Tembaga termasuk trace element yang esensial bagi tubuh dan merupakan komponen dari beberapa jenis enzim dalam sistem erythropoetik, pembentukan tulang dan reaksi redoks. Tubuh manusia mengandung sekitar

100-150 mg tembaga, tersebar di berbagai jaringan. Hati, otot dan susunan saraf

pusat mengandung tembaga dengan kadar tinggi (Sediaoetama 2006).

Tembaga ditemukan pada banyak jenis bahan makanan. Makanan yang

menjadi sumber tembaga adalah kerang, tiram, kacang-kacangan, biji-bijian,

(11)

dari enzim. Enzim-enzim yang mengandung tembaga mempunyai berbagai

macam peran berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal

oksigen. Tembaga juga memiliki peran yang penting bagi fungsi imunologik.

Penelitian dengan menggunakan hewan sebagai model menunjukkan bahwa

tembaga sangat penting untuk pembentukan antibodi, respon imun seluler dan

untuk membangkitkan reaksi radang (Subowo 1993).

Selenium (Se)

Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh

sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas. Selenium tidak

diproduksi oleh tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari.

Sumber utama selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut. Selenium

merupakan trace elementyang termasuk antioksidan karena mengaktifkan enzim glutation peroksidase yang bekerja sama dengan vitamin E untuk mencegah

kerusakan membran sel akibat oksidasi radikal bebas. Selain itu, selenium

membantu tubuh dalam mencegah bahan kimia beracun, menstimulasi sistem

kekebalan tubuh untuk melawan kanker, serta meningkatkan kepekaan terhadap

kerusakan gigi (Vitahealth 2006).

Manfaat Selenium bagi tubuh (1) menangkal radikal bebas, yaitu bekerja

sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi

asam lemak tak jenuh; (2) meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga

memperbaiki sistem imunitas dan fungsi kelenjar tiroid; dan (3) mempertahankan

elastisitas jaringan.

Remaja

Dalam bahasa Inggris, kata remaja adalah “adolescence” berasal dari kata “adolescere” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan

kematangan manusia (Riyadi 2001). Remaja merupakan fase transisi sebelum

anak menjadi dewasa. Hurlock (1994) membagi masa remaja menjadi masa

remaja awal yang berawal dari usia 13 hingga usia 16 atau 17 tahun dan masa

remaja akhir dari usia 16 atau 17 tahun hingga usia 18 tahun. Masa remaja awal

dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah

mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Pada

periode kehidupan ini sering luput dari pemantauan, padahal pertumbuhan dan

perkembangan pada masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa

(12)

mereka saat dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan

50% dari rangka mereka saat dewasa (Mann& Stewart 2007).

Ciri-ciri spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat,

perubahan emosional, dan perubahan sosial, dibandingkan dengan fase

anak-anak, fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik,

psikis, aturan sosial dan tanggung jawab, satu hal yang penting akibat perubahan

tersebut adalah kontrol yangh berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan

minuman kearah yang kurang baik. Remaja belum sepenuhnya matang, baik

secara fisik, kognitif maupun psikososial. Pada masa pencarian identitas ini

remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan

dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama

iklan di televisi) (Mann& Stewart 2007).

Status Gizi Remaja

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa et al 2002). Alat yang sederhana untuk memantau status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa

berumur di atas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja,

ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa et al 2002). Metode ini sering digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif murah.

Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat

karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif

dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas.

Pengukuran status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut

umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Menurut

Riyadi (2001), pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid

jika tidak disertai dengan informasi mengenai TB/U. Namun pengukuran

menggunakan kombinasi BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap

aneh dan memberikan hasil yang bias. Menurut WHO (2007), untuk anak berusia

diatas 10 tahun, BB/U bukanlah indikator yang baik karena tidak dapat

membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang

sedang mengalami pubertal growth spurt. Perubahan komposisi tubuh pada remaja yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan berat badan

(13)

berat badan. IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator

terbaik untuk remaja (Riyadi 2001).

Sayur dan Buah

Kebutuhan zat gizi tubuh dapat dipenuhi dengan pola makan yang

beragam, sebab tidak ada satu pun makanan tunggal yang mengandung semua

zat gizi dalam jumlah yang cukup (Astawan & Kasih 2008). Salah satu sumber

bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi adalah sayur dan buah

(Hardinsyah & Martianto 1988). Sayur dan buah banyak mengandung berbagai

macam vitamin, mineral, senyawa fitokimia, serta serat pangan (Astawan & Kasih

2008). Menurut Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan untuk orang dewasa

adalah sebanyak 200–300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran

dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari adalah 150–200 gram atau 1

½-2 mangkok sehari.

Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi sayur dan buah

dapat mengurangi timbulnya penyakit seperti kanker dan jantung. Sayuran dan

buah-buahan merupakan sumber zat gizi dan zat-zat non gizi yang keduanya

berperan penting bagi kesehatan tubuh. Belakangan ini peranan zat-zat gizi dan

non gizi pada sayuran dan buah-buahan menjadi semakin penting dalam

pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Mengkonsumsi sayuran

dan buah-buahan sangat perlu dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang

optimal, pentingnya sayuran dan buah-buahan sehingga WHO (World Health

Organization) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar paling

sedikit mengkonsumsi tiga porsi sayuran adan dua porsi buah-buahan setiap

harinya (Astawan & Kasih 2008).

Aktivitas Fisik

Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bergabungnya remaja dengan

teman-teman sebayanya akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan.

Perubahan yang penting terjadi adalah dalam hal aktivitas fisik. Remaja akan

melakukan berbagai kegiatan dan bila dilakukan secara rutin, maka akan

terbentuk pola aktivitas yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Pola

aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja tersebut

mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk

melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang-ulang.

Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan

(14)

pengeluaran energi tidaklah sama, aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku,

sedangkan pengeluaran energi merupakan outcome dari perilaku tersebut (Gibney et al2008). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan oleh jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas tersebut (Dwiriani 2008).

Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur dan cukup takarannya dapat

membantu mempertahankan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan fisik

lainnya dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi

menyebabkan energi yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang dikonsumsi,

padahal idealnya energi yang dikeluarkan lebih baik seimbang dengan energi

yang dikonsumsi (Almatsier 2004).

Morbiditas

Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status

kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak

menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan

perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian,

umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes

2008). Menurut Subandriyo dan Hartanti (1993), angka kesakitan (morbiditas)

lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian

kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan,

seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan,

kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Sedangkan

angka kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran

sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya.

Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit,

manusia, dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor

tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan

derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam

maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan

terkena penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar

(15)

KERANGKA PEMIKIRAN

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal efek dari radikal

bebas. Asupan antioksidan dapat berasal dari bahan pangan alami (bahan

pangan sumber vitamin dan mineral) maupun tambahan dari luar berupa

suplemen. Vitamin dan mineral yang termasuk dalam antioksidan yaitu vitamin C,

vitamin E, Seng, Tembaga dan selenium.

Konsumsi bahan pangan sumber antioksidan dan suplemen akan

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan mengenai antioksidan, dimana tingkat

pengetahuan ini dapat berasal dari formal maupun informal. Sumber informasi

dapat berupa pengertian antioksidan, fungsi dan sumber antioksidan baik dari

bahan pangan alami (sayur dan buah) maupun suplemen. Suplemen antioksidan

yaitu suplemen yang didalamnya mengandung zat-zat antioksidan seperti vitamin

C, vitamin E, seng, dan selenium, ataupun gabungan dari vitamin dan mineral

(multivitamin mineral).

Selain dapat menangkal efek buruk dari radikal bebas, asupan

antioksidan juga erat kaitannya dengan imunitas (daya tahan tubuh) dan akan

berdampak pula pada angka kesakitan (morbiditas). Aktivitas seseorang yang

cukup tinggi akan memerlukan sejumlah energi dan zat gizi lainnya termasuk zat

antioksidan didalamnya. Konsumsi pangan yang mencukupi sangat dibutuhkan

oleh tubuh untuk dapat melakukan berbagai kegiatan. Aktivitas fisik.

(16)

keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

: Hunbungan yang diteliti

Gambar 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Antioksidan

Karakteristik Individu - Umur

- Jenis Kelamin - Uang saku

Konsumsi suplemen

- Jenis Suplemen - Frekuensi - Alasan Pengetahuan

Antioksidan

Konsumsi pangan sumber antioksidan

(sayur dan buah) Sumber informasi -Keluarga -TV

- Media Cetak - Teman - Radio

- Dokter/ahli kesehatan

Karakteristik keluarga - Pekerjaan

- Pendapatan

Morbiditas

(17)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan akibat

atau kasus yang terjadi pada obyek penelitian yang diukur dan dikumpulkan

secara simultan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005). Penelitian

dilakukan pada bulan November–Desember 2011 di dua sekolah yaitu di SMPN

1 Leuwiliang Kabupaten Bogor dan SMPN 4 Kota Bogor. Pemilihan lokasi

dilakukan berdasarkan letak sekolah yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor

dan Kota Bogor.

Populasi dan Sampel Penelitian

Pemilihan SMP dilakukan secara purposive dengan asumsi siswa yang berada di sekolah tersebut berasal dari tingkat ekonomi menengah ke atas dan

menengah ke bawah. Contoh yang dipilih yaitu siswa kelas VIII dengan

pertimbangan bahwa siswa kelas VIII berada dalam kondisi yang relatif stabil

untuk mengikuti proses pendidikan, sedangkan siswa kelas VII masih

membutuhkan penyesuaian dengan lingkungan sekolah, sementara siswa kelas

IX sudah sibuk mempersiapkan diri untuk kegiatan Ujian Negara (UN). Jumlah

populasi siswa kelas VIII di SMPN 1 Leuwiliang Kabupaten Bogor sebanyak 360

siswa dan SMPN 4 Kota Bogor yaitu 240 siswa. Pengambilan contoh ditentukan

berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut : siswa dan siswi SMP VIII, usia 13–

15 tahun, bersedia mengisi informed consent dan berpartisipasi dalam penelitian serta bersedia mengisi kuesioner dan mengembalikannya. Adapun untuk kriteria

ekslusi yaitu: tidak hadir secara penuh di dalam kelas selama penelitian

berlangsung

Contoh ditentukan dengan menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportion)yang dikembangkan oleh Lemeshow 1997, sebagai berikut :

Rumus : n =

)

1

(

2

/

1

)

1

(

)

1

(

)

2

/

1

(

2 2 2

P

P

a

Z

N

d

N

P

P

a

z

Keterangan :

n = Besar contoh yang diperlukan Z = Tingkat kemaknaan : 95% (1,96)

P = Proporsivariable yang dikehendaki 50% (0,5)

N = Besar populasi siswa (kelas VIII SMPN 1 Leuwiliang 360 dan siswa kelas VIII SMPN 4 Bogor 240 siswa

(18)

Berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah minimal contoh setiap

sekolah yaitu untuk sebanyak 83 siswa. Pada penelitian ini contoh yang

berpartisipasi dalam penelitian berjumlah 147 siswa, yang terdiri dari 85 contoh

berasal dari SMPN 1 Leuwiliang (Kabupaten) dan 62 contoh berasal dari SMPN

4 Kota Bogor (Kota).

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer yang dikumpulkan terdiri data contoh meliputi karakteristik contoh dan

karakteristik keluarga contoh, status gizi, pengetahuan mengenai antioksidan,

aktivitas fisik, morbiditas, pola konsumsi sayur dan buah, serta pola konsumsi

suplemen antioksidan contoh. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah

dan data-data yang berhubungan dengan sekolah yang diteliti.

Data-data tersebut diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Contoh pada penelitian mengisi kuesioner secara

mandiri dan diberikan pengarahan terlebih dahulu mengenai tata cara pengisian

kuesioner. Data variabel dan cara pengambilan data di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, Jenis Data dan Cara Pengambilan Data

No. Variabel Jenis Data Cara pengambilan

Data

1 Karakteristik contoh Umur, jenis kelamin,uang saku Kuesioner 2 Karakteristik

keluarga

Besar keluarga, pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua

Kkuesioner

3 Status gizi Berat badan, tinggi badan Pengukuran dan

penimbangan dengan alat timbang (ketelitian 0.1 kg), microtoise (0.1 cm) 4 Konsumsi pangan Konsumsi pangan sehari

contoh

Food records2x24 jam

5 Pola konsumsi sayur dan buah

Jumlah dan jenis sayur dan buah yang dikonsumsi contoh satu bulan terakhir

Wawancara dengan metode Food Frequency Questionnaires 6 Pengetahuan antioksidan Pengetahuan mengenai antioksidan Kuesioner pengetahuan

7 Pola konsumsi suplemen

Jenis suplemen Wawancara dengan metode Food Frequency Questionnaires(FFQ) 8 Aktivitas fisik Aktivitas fisik selama 2x24 jam Recordaktivitas 2x24 jam 9 Morbiditas Jenis penyakit, lama sakit, dan

frekuensi sakit selama 2 bulan terakhir

Wawancara langsung dengan kuesioner

10 Gambaran umum sekolah

Data lokasi penelitian

(sekolah), keadaan lingkungan sekolah, data demografi sekolah

(19)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data

Tahap pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data. Data yang akan diolah secara deskriptif dengan menggunakan

program Microsoft excel 2007, nutrisurveydan SPSS 16 for windows. Tabel 2 Jenis Variabel, Kategori pengukuran dan Sumber Acuan

No. Variabel Kategori pengukuran Sumber acuan

1 Karakteristik contoh

Umur

Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

Besar uang saku 1. Kecil (≥ rata-rata ± SD) 2. Sedang (rata-rata ± SD) 3. Besar (≤ rata-rata ± SD) 2 Karakteristik keluarga

Besar keluarga 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Sedang (5 – 6 orang) 3. Besar (≥ 7 orang)

BKKBN 1998

Pendidikan orangtua

1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. SMP 4. SMA 5. PT Pekerjaan orangtua 1. PNS 2.Pegawai swasta 3. TNI/Polri 4. Wiraswasta 5. lainnya Pendapatan orangtua

1. Kecil (≥ rata-rata ± SD) 2. Sedang (rata-rata ± SD) 3. Besar (≤ rata-rata ± SD) 3 Status gizi 1. Sangat kurus (≤ -3 SD)

2. kurus (-2 SD≤ z-score < -3 SD) 3. Normal (-2 SD< z-score < +1 SD) 4. overweight (+1 SD≤ z-score <+2

SD)

5. gemuk (+2 SD≤ z-score < +3 SD) 6. sangat gemuk (≥+3 SD)

WHO 2007

4 Tingkat Kecukupan Vitamin dan mineral

1. Kurang (TK<77% AKG) 2. Cukup (TK≥77% AKG)

Gibson 2005

5 Pola Konsumsi Sayur dan Buah

Jumlah sayur

Jumlah buah

Konsumsi Sayur (g/hr) 1. <200

2. 200 -300 3. >300

Konsumsi buah (g/hr) 1. <150

2. 150-200 3. >200

(20)

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data

karakteristik contoh, data keluarga sosial ekonomi keluarga contoh, morbiditas,

asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain (protein, vitamin C, vitamin

E, Seng. Tembaga, dan Selenium), pola konsumsi sayur dan buah, dan pola

konsumsi suplemen antioksidan. Data status gizi, aktivitas fisik, serta tingkat

kecukupan energi dan zat gizi (protein, vitamin C, vitamin E, Seng. Besi,

Tembaga, dan Selenium) dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu.

Status Gizi

Status gizi contoh diukur berdasarkan berat badan (BB) dan tinggi badan

(TB) contoh. Menurut Suandi (2004) hasil pengukuran BB dan TB menjadi akurat

bila disertai dengan pencatatan usia anak sesuai dengan bulan yang terdekat.

Indeks Massa Tubuh (IMT) per umur (IMT/U) adalah salah satu indikator cara

No. Variabel Kategori pengukuran Sumber acuan

6 Pola Konsumsi Suplemen

Kandungan gizi suplemen

1. Vitamin C 2. Vitamin E

3. Multivitamin mineral

Label gizi

Bentuk suplemen 1. Tablet 2. kapsul 3. Effervescent 4. Sirup Frekuensi konsumsi suplemen

1. 1-3 kali/minggu 2. 4/6 kali/minggu 3. 7 kali.minggu 4. 1 kali/bulan Sumber informasi 1. Keluarga

2. TV

3. Media cetak 4. Teman 5. Radio

6. Dokter/ahli kesehatan Alasan

mengkonsumsi

1. Klaim kesehatan 2. Harga

3. Menghaluskan kulit 4. Ikut keluarga/teman 5. Iklan

6. Rekomendasi dokter 7. Coba-coba

7 Pengetahuan contoh

1. Kurang (< 60%) 2. Sedang (60 – 80%) 3. Tinggi (>80%)

Khomsan 2002

8 Aktivitas fisik 1. Ringan (1.40 – 1.69) 2. Sedang (1.70 – 1.99) 3. Berat (2.00 – 2.40)

FAO/WHO/UNU 2001

9 Morbiditas Jenis sakit Lama sakit Frekuensi sakit

(21)

cepat untuk menghitung status gizi remaja. Kategori untuk IMT/U menurut WHO

2007 adalah sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-2 SD≤ z-score < -3 SD), normal

(

-2

SD< z-score < +1 SD)

, overweight

(+1 SD≤ z-score <+2 SD), gemuk (+2 SD≤

z-score < +3 SD, sangat gemuk (≥+3 SD).

Tingkat Kecukupan

Data energi dan zat gizi yang diperoleh melalui metode food record2x24. Food records ini meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram, kemudian dikonversi

dalam satuan energi (kkal), protein (g), vitamin C (mg), vitamin E (mg), seng

(mg), Besi (mg), Tembaga (mg) dan selenium (µg) dengan merujuk pada Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010). Konversi dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j

Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j

BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Selanjutnya, tingkat kecukupan zat gizi yang diperoleh dengan cara

membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya.

Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan (Hardinsyah & Briawan

1994):

TKG = (K/AKG) x 100%

Keterangan:

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi

K = Asupan zat gizi

AKG = Kecukupan zat gizi yang dianjurkan

Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi pada contoh dengan status gizi

normal yaitu dengan memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan

dengan berat badan ideal kemudian hasil perhitungan dibuat dalam nilai

persentase. Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi pada contoh dengan status

gizi sangat kurus, kurus, overweight, gemuk, dan sangat gemuk yaitu membandingkan asupan dengan angka kecukupan gizi dan dibuat dalam nilai

persentase. Nilai persentase tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu

(22)

(TK ≥ 100%) (Depkes (1990) diacu dalam Supariasa (2002). Data tingkat

kecukupan vitamin dan mineral dikatakan kurang jika TK < 77% AKG dan

dikatakan cukup jika TK ≥77%AKG (Gibson 2005).

Pola Konsumsi Sayur dan Buah

Data konsumsi sayur dan buah contoh didapat dari hasil wawancara

dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaires(FFQ). Hasil dari FFQ ini kemudian dioalah dan didapatkan jumlah konsumsi contoh dan

frekuensinya. Jumlah konsumsi sayur dan buah contoh di kategorikan menjadi

tiga menurut Almatsier (2004), untuk konsumsi sayur (1) < 200 gr/hari (2)

200-300 gr/hari dan (3) >200-300 gr/hari, sedangkan untuk konsumsi buah contoh yaitu

(1) <150 gr/hari (2) 150-200 gr/hari dan (3) >200 gr/hari.

Pola Konsumsi Suplemen Antioksidan

Data konsumsi suplemen antioksidan contoh didapatkan dari hasil

wawancara dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaires (FFQ). Data kandungan gizi dan bentuk suplemen didapatkan dari label gizi yang

tertera pada kemasan suplemen. Frekuensi konsumsi, alasan dan sumber

informasi didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik contoh didapat dari Records aktivitas fisik selama 2x24 jam. WHO/FAO (2003), menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama

setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi.

Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan

seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (Kal)

perkilogram berat badan dalam 24 jam. Data PAR selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran 1. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level(Tingkat Aktivitas Fisik)

PAR : Physical Activity Rate dari masing-masing aktivitas jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)

W : Alokasi waktu tiap aktivitas

Jenis aktivitas yang dilakukan sampel dikategorikan menjadi 17 kategori

(23)

akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001) yaitu

ringan (1.40 – 1.69), sedang (1.70 – 1.99) dan berat (2.00 – 2.40).

Angka kebutuhan energi yang ditentukan dengan menghitung angka

pengeluaran energi aktual yaitu tingkat aktivitas fisik dikalikan dengan angka

metabolisme basal pada remaja yang telah dihitung berdasarkan rumus

pengeluaran energi usia remaja FAO/WHO/UNU (1985) dalam Almatsier (2004).

Rumus angka kebutuhan energi sebagai berikut :

Angka kebutuhan energi = Tingkat aktivitas fisik x Angka metabolism basal

FAO/WHO/UNU (2001)

Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) konsumsi makanan pada

tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan ke dalam bentuk energi,

protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari.

Analisis Data

Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan

inferensia. Pengolahan data selanjutnya adalah uji beda variabel antar kelompok

contoh menggunakan uji beda Independent samples t test, dan untuk uji hubungan antar variabel digunakan korelasi rank Spearman dan Pearson.

Tabel 3 Jenis Variabel dan Analisis Data

No. Variabel Analisis

1 Karakteristik keluarga

- Besar keluarga

- Pendapatan orangtua Uji beda T

2 Karakteristik contoh

- Status gizi - Besar uang saku - Tingkat pengetahuan - Aktivitas fisik

- Morbiditas

Uji beda T

3 Konsumsi pangan

- Konsumsi Energi, protein, vit C, vit E, Fe, Zn, Cu, dan Se

- Tingkat Kecukupan Energi, protein, vit C, vit E, Fe, Zn, Cu, dan Se

Uji beda T

4 Pengetahuan antioksidan contoh dengan konsumsi

suplemen antioksidan Korelasi Rank Spearman Aktivitas fisik contoh dengan konsumsi suplemen

antioksidan KorelasiPearson Supelemen antioksidan dengan morbiditas Korelasi Rank Spearman

Batasan Istilah

Pendapatankeluarga adalah jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga setiap

bulannya.

(24)

Pekerjaan adalah jenis kegiatan produktif yang menghasilkan uang untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

Besar keluargaadalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu atap.

Status gizi adalah keadaan fisik seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan, status gizi pada remaja

ini menggunakan indikator IMT/U contoh.

Uang Saku adalah pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada

anak untuk bekal sehari yang digunakan anak untuk membeli bahan

pangan, transportasi dan lainnya.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi contoh terkait dengan antioksidan,

meliputi pengertian, sumber antioksidan dan fungsi antioksidan.

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas yang

menjadi racun (toksik) dalam tubuh. Jenis antioksidan Vitamin C dan E,

Seng, Tembaga dan Selenium.

Konsumsi sayur dan buah adalah konsumsi sayur dan buah dalam hal jenis,

jumlah, dan frekuensi.

Suplemen antioksidan adalah produk kesehatan yang didalamnya mengandung

zat-zat antioksidan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E dan terdapat

juga mineral-mineral mikro seperti Seng, Tembaga dan Selenium.

Suplemen multivitamin mineral adalah produk kesehatan yang didalamnya

mengandung lebih dari satu jenis zat gizi baik vitamin maupun mineral.

Aktivitas fisik adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan contoh selama 24 jam

yang meliputi seluruh aktivitas contoh di rumah, dan di sekolah.

Morbiditas adalah kejadian sakit yang diderita oleh contoh selama 2 bulan

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 1 leuwiliang terletak di jalan Raya Setu Desa Leuwimekar,

Kecamatan leuwiliang, Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. SMP Negeri 1

leuwiliang memiliki total siswa sebanyak 1212 siswa pada tahun ajaran

2011/2012 dan memiliki 58 orang guru yang terdiri dari 33 orang guru PNS,15

guru honorer serta 11 orang staf Tata Usaha (TU). Populasi kelas VIII SMPN 1

Leuwuliang yaitu 360 siswa.

Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah ini antara lain ruang kepala sekolah,

ruang tata usaha, ruang guru, 28 ruang kegiatan belajar mengajar, perpustakaan,

ruang laboratorium IPA, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, lapangan

olahraga, ruang UKS, WC, dan tempat parkir. Terdapat beberapa kegiatan ekstra

kurikuler yang ada di sekolah ini antara lain kegiatan agama, basket, PMR,

pramuka serta paskibra.

SMPN 4 Bogor

Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bogor merupakan sekolah yang

berlokasi di Jl. Kartini no. 16 Bogor. Tahun 2008 SMP Negeri 4 Bogor memiliki

program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI). Program RSBI ini diikuti

oleh seluruh siswa.

Sekolah ini memiliki fasilitas seperti ruang kelas yang dilengkapi dengan

AC, LCD, lemari dan loker, ruang BK, ruang UKS, ruang PMR, OSIS dan ruang

pramuka, 2 laboratorium IPA, 2 laboratorium komputer, 2 laboratorium bahasa,

laboratorium PTD, IPS, perpustakaan, mesjid, aula, kantin sekolah, serta green house. Sekolah ini juga dilengkapi dengan layanan internet (Hot spot) yang dapat digunakan oleh civitas akademika di SMPN 4 Bogor.

Sekolah ini memiliki tenaga pengajar sebanyak 57 orang guru, dan 26 staf

pegawai. Populasi kelas VIII SMPN 4 Bogor ini yaitu 240 siswa.

Karakteristik contoh

Jenis kelamin

Persentase jenis kelamin perempuan (51.8%) SMPN 1 Leuwiliang lebih

besar dibandingkan laki-laki (48.2%), demikian pula contoh di SMPN 4 Bogor

persentase perempuan (51.6%) lebih besar dibanding laki-laki (48.4). Data

(26)

Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Kelamin di Lokasi Penelitian

Jenis Kelamin

SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total

n % n % n %

Laki-laki 41 48.2 30 48.4 71 48.3 Perempuan 44 51.8 32 51.6 76 51.7

Total 85 100 62 100 147 100

Kebutuhan akan zat-zat gizi bervariasi bergantung pada umur dan jenis

kelamin. Masa kehidupan bayi hingga remaja memerlukan zat-zat gizi penting

yang jumlahnya lebih banyak untuk menunjang proses pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal (Arisman 2010). Selain itu, menurut Gibson (2005)

jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi

sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dan status gizi.

Umur

Mohammad (1994) dalam Notoatmojo (2007) mengemukakan bahwa

remaja adalah anak berusia 13- 25 tahun, dimana usia 13 tahun merupakan

batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika secara biologis sudah

mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka

pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Menurut

Sulistyoningsih (2011) umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pola makan dan kebutuhan gizi.

Berdasarkan sebaran umur, sebagian besar (76.5%) di SMPN 1

Leuwiliang berumur 13 tahun, demikian pula contoh di SMPN 4 Bogor (93.5%)

contoh berumur 13 tahun. Menurut Hurlock (1994), terdapat dua kategori remaja

yaitu remaja awal yang berusia 13-17 tahun, dan remaja akhir yaitu berumur

17-18 tahun. Berdasarkan kategori dari Hurlock (1994) maka contoh pada penelitian

ini termasuk kategori remaja awal. Data mengenai sebaran umur contoh

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran Contoh berdasarkan Umur di Lokasi Penelitian

Umur SMPN 1 Leuwiliang SMPN 4 Bogor Total

n % n % n %

13 tahun 65 76.5 58 93.5 123 83.7 14 tahun 20 23.5 4 6.5 24 16.3

Total 85 100 62 100 147 100

Remaja belum sepenuhnya matang, baik fisik, kognitif maupun psikososial.

Pada tahap remaja ini terjadi pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional,

dan perubahan sosial dibandingkan dengan fase anak-anak. Pada fase remaja,

seseorang mengalami perubahan karakteristik fisik, psikis, aturan sosial dan

(27)

yang berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan minuman ke arah yang

kurang baik (Mann & Stewart 2007).

Uang Saku

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga

yang diberikan pada anak dalam jangka waktu tertentu untuk membeli segala

keperluannya (Lusiana 2008). Uang saku yang diterima contoh digunakan untuk

keperluan membeli makanan (jajan), transportasi, dan keperluan lainnya.

Sebaran uang saku contoh dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran Contoh berdasarkan Uang Saku di Lokasi Penelitian

Kategori uang saku

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 4

Bogor Total

n % n % n %

Rendah 27 31.8 1 1.6 28 19

Sedang 55 64.7 37 59.7 92 62.6

Tinggi 3 3.5 24 38.7 27 18.4

Total 85 100 62 100 147 100

Kategori uang saku contoh dibagi menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan

tinggi; dikatakan rendah apabila uang saku contoh berada di bawah rata-rata

standar deviasi uang saku keseluruhan, sedang bila berada diantara rata-rata

standar deviasi, dan tinggi bila diatas rata-rata standar deviasi. Berdasarkan

Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar contoh di SMPN 1 Leuwiliang (64.7%) dan

di SMPN 4 Bogor(59.7%) berada pada kategori sedang. Berdasarkan uji beda

independent sample t-test, terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) uang saku contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor. Hal ini diduga karena

berbedanya jumlah uang saku yang contoh terima. Rata-rata uang saku contoh

yang berada di SMPN 1 Leuwiliang adalah sebesar Rp 8119.05 ± 3681,3/hari,

lebih rendah bila dibandingkan dengan uang saku contoh yang berada di SMPN

4 Bogor Rp 15277.8 ± 5055.9/hari.

Perbedaan uang saku antara contoh di SMPN 1 Leuwiliang dan di SMPN 4

Bogor disebabkan oleh pendapatan dari orangtua yang relatif berbeda. Hampir

separuh dari waktu siswa dihabiskan untuk kegiatan di sekolah. Siswa

mempunyai daya beli dari pemberian uang saku oleh orang tua mereka. Siswa

yang sudah tergolong usia remaja mempunyai wewenang untuk menentukan

(28)

Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga

Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Menurut

BKKBN (1998) besar keluarga dibagi menjadi keluarga kecil jika anggota

keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-6 orang, dan besar jika ≥ 7 orang. Tabel 7

menunjukkan bahwa sebagian besar contoh di SMPN 1 Leuwiliang termasuk

kategori sedang yaitu berjumlah 5-6 orang anggota keluarga, sedangkan di

SMPN 4 Bogor lebih dari separuh contoh (56.5%) termasuk kategori kecil.

Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) besar

keluarga contoh yang berada di SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.Berikut

Tabel 7 merupakan data sebaran contoh berdasarkan besar keluarga.

Tabel 7 Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga di Lokasi Penelitian

Besar Keluarga

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 4

Bogor Total

n % n % n %

Kecil (≤ 4 org) 27 31.8 35 56.5 62 42.2 Sedang ( 5-7 org) 50 58.8 25 40.3 75 51 Besar (≥ 7 org) 8 9.4 2 3.2 10 6.8

Total 85 100 62 100 147 100

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan

yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara

jumlah anggota keluarga dan status gizi, khususnya pada keluarga yang

berpendapatan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota

keluarganya sedikit (Suhardjo 1989).

Menurut Sediaoetama (2006) pengaturan pengeluaran untuk pangan

sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini

menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga

tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga

juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan

perawatan kesehatan.

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pola asuh anak, termasuk pemberian makan, pola

konsumsi pangan dan status gizi. Berg (1986) menyebutkan tingkat pendidikan

merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena

dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi

(29)

contoh dibagi menjadi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA dan perguruan

tinggi.

Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat 40.7% contoh di SMPN 1 Leuwiliang

memiliki ayah dengan tingkat pendidikan SMA, berbeda dengan SMPN 1

Leuwiliang, contoh di SMPN 4 Bogor memiliki ayah dengan tingkat pendidikan

sampai dengan perguruan tinggi (85.5%). Pendidikan ibu contoh di SMPN 1

Leuwiliang (35.3%) berada di tingkat SMA, contoh di SMPN 4 Bogor (80.6%)

memiliki ibu dengan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran Pendidikan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian

Pendidikan Orangtua

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 4

Bogor Total

n % n % n %

Ayah

Tidak Tamat SD 1 1.2 0 0 1 0.7

SD 18 21.2 0 0 18 12.2

SMP 16 18.8 1 1.6 17 11.6

SMA 40 47.1 8 12.9 48 32.7

PT 10 11.8 53 85.5 63 42.9

Total 85 100 62 100 147 100

Ibu

Tidak Tamat SD 1 1.2 0 0 1 0.7

SD 22 25.9 0 0 22 15

SMP 22 25.9 1 1.6 23 15.6

SMA 30 35.3 11 17.7 41 27.9

PT 10 11.8 50 80.6 60 40.8

Total 85 100 62 100 147 100

Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan lebih memberikan

stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya

dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan

dapat merubah perilaku yang tidak sesuai dengan norma kesehatan menjadi

perilaku yang menguntungkan bagi kesehatan, pendidikan formal dapat

membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik (Notoatmojo 1999).

Pekerjaan Orangtua

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam

seminggu yang lalu. Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi

oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989).

Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase terbesar pekerjaan ayah contoh

di SMPN 1 Leuwiliang adalah sebagai wiraswasta (61.2%). Berbeda dengan

(30)

Bogor adalah sebagai pegawai swasta (38.7%), namun secara keseluruhan

persentase pekerjaan ayah contoh yang paling tinggi yaitu bekerja sebagai

wiraswasta sebanyak 44.9%. Jenis pekerjaan ibu contoh baik di SMPN 1

Leuwiliang maupun SMPN 4 Bogor sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah

tangga masing-masing 74.1% dan 51.6%. Data selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 9.

Besar pendapatan yang diterima individu akan dipengaruhi oleh jenis

pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo1989). Tingkat pendidikan akan berhubungan

dengan jenis pekerjaan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan maka

kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar (Engel et al1994). Tabel 9 Sebaran Pekerjaan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian

Pekerjaan Orangtua

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 4

Bogor Total

n % n % n %

Ayah

PNS 6 7.1 18 29.0 24 16.3

Pegawai Swasta 9 10.6 24 38.7 33 22.4

TNI/Polri 2 2.4 4 6.5 6 4.1

Wiraswasta 52 61.2 14 22.6 66 44.9

Lainnya 16 18.8 2 3.2 18 12.2

Total 85 100 62 100 147 100

Ibu

PNS 5 5.9 17 27.4 22 15

Pegawai Swasta 5 5.9 9 14.5 14 9.5

TNI/Polri 0 0 1 1.6 1 0.7

Wiraswasta 12 14.1 3 4.8 15 10.2

IRT 63 74.1 32 51.6 95 64.6

Total 85 100 62 100 147 100

Pendapatan Orangtua

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

makanan yang akan dikonsumsi. Kategori pendapatan orang tua yaitu

bedasarkan rata-rata±sd seluruh contoh maka didapatkan Rp 3475170

±2931421/bulan. Kategori ini dibagi menjadi rendah, sedang dan tinggi.

dikatakan rendah apabila pendapatan orangtua contoh berada di bawah

rata, standar deviasi pendapatan keseluruhan, sedang bila berada diantara

rata-rata standar deviasi, dan tinggi bila diatas rata-rata-rata-rata standar deviasi.

Berdasarkan data penelitian, pendapatan orangtua contoh yang berada di

SMPN 4 Bogor lebih tinggi bila dibandingkan dengan pendapatan orangtua

contoh di SMPN 1 Leuwiliang. Pendapatan orangtua contoh di SMPN 1

Leuwiliang dan di SMPN 4 Bogor masih lebih tinggi dari Upah Minimum Regional

(31)

UMR kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp. 1172060 dan untuk Kota Bogor yaitu

sebesar Rp. 1079100.

Berdasarkan Tabel 10, pendapatan orangtua contoh di SMPN 1

Leuwiliang (83.5%) dan pendapatan orangtua contoh di SMPN 4 Bogor (80.6%)

termasuk kategori sedang. Data mengenai sebaran pendapatan orangtua contoh

SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan uji

beda, terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan keluarga contoh di

SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor. Hal ini diduga karena adanya

perbedaan yang cukup signifikan antara pendapatan orangtua contoh di SMPN 1

Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor, dimana rata-rata±sd pendapatan orangtua

contoh di SMPN 1 Leuwiliang sebesar Rp 2236309±2674447/bulan sedangkan

rata-rata±sd orangtua contoh di SMPN 4 Bogor Rp 5126984±2410073/bulan.

Tabel 10 Sebaran Pendapatan Orangtua Contoh di Lokasi Penelitian

Kategori Pendapatan Orangtua

SMPN 1 Leuwiliang

SMPN 4

Bogor Total

n % n % n %

Rendah (<Rp 3475170 ±

2931421/bulan) 9 10.6 0 0 9 6.1 Sedang (Rp 3475170 ±

2931421/bulan) 71 83.5 50 80.6 121 82.3 Tinggi (<Rp 3475170 ±

29314214/bulan) 5 5.9 12 19.4 17 11.6

Total 85 100 62 100 147 100

Pendapatan keluarga tergantung dari jenis pekerjaan suami dan anggota

keluarga lainnya, pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika ibu bekerja di

luar rumah. tingkat pendidikan yang didapat akan mempengaruhi jenis pekerjaan,

jenis pekerjaan yang lebih baik akan berpengaruh terhadap pendapatan

(Suhardjo 1989).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan

penggunaan zat gizi makanan. Status gizi seseorang secara langsung

dipengaruhi oleh asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dan penyakit

infeksi yang mengganggu proses metabolisme, penyerapan, dan penggunaan

zat gizi oleh tubuh. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok

orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki

(32)

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator penilaian status

gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk

remaja, indikator ini memerlukan informasi tentang umur (Riyadi 2001). Menurut

WHO (2007) status gizi yang diukur dengan IMT/U dibedakan menjadi sangat

[image:32.595.109.498.72.753.2]

kurus, kurus, normal, overweight , gemuk dan sangat gemuk.

Gambar 2 Status Gizi Contoh di Lokasi Penelitian

Gambar 2 menunjukkan status gizi contoh secara keseluruhan.

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa lebih dari separuh contoh 66%

termasuk kategori status gizi normal, dan terdapat masing-masing 1% yang

termasuk kategori sangat kurus dan sangat gemuk. Sebaran status gizi contoh

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran Status Gizi Contoh di Lokasi Penelitian

Sebanyak 89.4% contoh di SMPN 1 Leuwiliang termasuk kategori normal,

sementara contoh di SMPN 4 Bogor lebih bervariasi, yaitu sebanyak 43.5%

contoh di SMPN 4 Bogor mempunyai status gizi overweight, 33.9% contoh mempunyai status gizi normal, dan terdapat 19.4% dan 3.2% yang termasuk

(33)

Banyaknya contoh di SMPN 4 Bogor yang termasuk kategori overweight (melebihi berat badan seharusnya) diduga disebabkan karena pola makan yang

tidak seimbang dan aktivitas fisik yang cenderung rendah. Penimbunan lemak

tubuh yang berlebihan menyebabkan berat badan akan melebihi berat badan

normal dan dapat membahayakan kesehatan (Riyadi 2001). Berdasarkan uji

beda terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara status gizi contoh di SMPN

1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta

dapat mempertahankan kesehatannya. Zat gizi yang diperoleh melaluui

konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh untuk

melaksanakan berbagai kegiatan internal maupun eksternal, pemeliharaan

tubuh, dan pertumbuhan bagi seseorang yang masih berada dalam tahap

pertumbuhan seperti bayi, anak-anak dan remaja atau untuk aktivitas serta

pemeliharaan tubuh untuk orang dewasa dan yang telah lanjut usia (Hardinsyah

& briawan 1994). Menurut Almatsier (2004) energi dibutuhkan oleh tubuh untuk

mempertahankan hidup, menunjuang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas

fisik.

Asupan energi contoh secara keseluruhan berkisar antara 611 Kal

sampai 2564 Kal, rata-rata konsumsi contoh di SMPN 1 Leuwiliang adalah 1394

± 334.9 Kal, sedangkan untuk contoh di SMPN 4 Bogor rata-rata asupan

energinya adalah 1480 ± 303.5 Kal. Berdasarkan uji beda, tidak terdapat

perbedaan yang nyata (p>0.05) antara asupan energi contoh baik di SMPN 1

Leuwiliang maupun SMPN 4 Bogor.

Menurut WKNPG 2004, rata-rata asupan energi pada usia 13-15 tahun

laik-laki dan perempuan adalah 2400 Kal dan 2350 Kal, asupan energi contoh di

SMPN 1 Leuwiliang dan SMPN 4 Bogor jauh lebih kecil bila dibandingkan

dengan kecukupan gizi di WKNPG 2004, hal ini diduga karena pola makan

remaja yang menghindari makan pagi dan makan siang atau hanya makan satu

kali dalam sehari, dan karena pada masa remaja merupakan masa mencari

identitas diri dan menjaga penampilannya untuk dapat diterima oleh teman

sebaya dan mulai tertarik dengan lawan jenis sehingga mereka cenderung

(34)

Golongan remaja rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang

dapat dengan mudah langsung diikuti. Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat

yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan

sosial. Lingkungan sosial yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah

guru, teman sebaya dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat. Melalui berbagai

macam media massa remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang

ter

Gambar

Gambar 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Antioksidan
Tabel 1 Variabel, Jenis Data dan Cara Pengambilan Data
Tabel 2 Jenis Variabel, Kategori pengukuran  dan Sumber Acuan
Tabel 2 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 21 Tahun 2008 “Tentang Organisasi dan Tata Kerja satuan Polisi Pamong Praja”. Profil

ABSTRAK: HUBUNGAN KADAR pH DARAH FUNICULUS UMBILICALIS DENGAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD CILACAP.. Angka kematian bayi berdasarkan data SDKI tahun 2012

Berdasarkan hasil penelitian pada pemberian ekstrak etanol daun kelor yang dibandingkan dengan kontrol negatif CMC-Na 0,5% dengan dosis 300 mg/kg bb memberikan efek

Dari hasil penelitian sterilisasi dengan menerapkan metoda elektrosterilisasi pada media nutrient broth , di mana voltase yang digunakan sebesar 10 volt dengan waktu

Adapun tujuan yang akan dicapai adalah : Mengetahui arsitektur dan konfigurasi dari system jaringan GPRS, Mengetahui klasifikasi dari kelas GPRS, Mengetahui kelebihan dan

Alasan kami mengadakan pelatihan ini yaitu untuk memberikan inovasi baru dalam mengolah buah labu siam yang sebelumnya memiliki harga jual yang sangat rendah, bahkan jika musim

Jika Ditemukan Bukti Baru Kasus Dugaan Penyelewengan DKA BANtul, Siap Dibuka Kembali, TH 06:30 Sahabat MQ/ Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta/ menyatakan siap

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul