• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa grup atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Molekul atau atom tersebut sangat labil dan mudah membentuk senyawa baru (Muchtadi 2009). Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya (Winarsi 2011).

Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) dan luar tubuh (eksogen). Secara endogen radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia di dalam tubuh. Secara eksogen radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber antara lain terekspos dari radiasi rendah dan sinar elektromagnetis,asap dengan oksidan kuatnya seperti ozon, nitrogen dioksida dan peroksiasil nitrat, asap rokok serta obat-obatan dan bahan kimia pencemar lingkungan, polutan, radiasi, ozon, dan pestisida. Secara fisiologis timbulnya senyawa radikal bebas dalam tubuh (peroksida) akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen dengan menggunakan zat atau senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas yang disebut antioksidan (Muchtadi 2009).

Antioksidan

Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors) secara biologis. Pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat diredam (Winarsi 2011). Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Sel imun memerlukan antioksidan dalam kadar tinggi dibandingkan dengan sel-sel lain. Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C, vitamin E, Selenium, seng dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh terhadap respons imun (Meydani et al1995 diacu dalam Winarsi 2011).

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-

enzimatis dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin; antioksidan larut air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme (Winarsi 2011).

Menurut Basu et al (1999), antioksidan terdiri dari dua macam, yaitu antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen yaitu sejumlah komponen protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh yang berperan dalam menangkal oksidasi oleh radikal bebas yang terdiri dari katalase, superoksida dismutase, serta protein yang berikatan dengan logam seperti transferin dan seruloplasmin. Adapun antioksidan eksogen yaitu bersumber dari makanan, terdiri atas tokoferol (vitamin E), asam askorbat (vitamin C), karotenoid dan flavonoid. Antioksidan jenis eksogen ini dapat dimodifikasi dengan makanan dan suplemen. Sistem pertahanan antioksidan dalam sel dapat menurunkan pengaruh negatif dari radikal bebas.

Sementara menurut Winarno (2004) antioksidan dikelompokan menjadi dua, yaitu antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hydrogen. zat-zat yang termasuk golongan antioksidan primer dapat berasal dari alam maupun buatan. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja peroksidan.

Suplemen Antioksidan

Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutritif atau obat. Umumnya suplemen yang dijual tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, serbuk, cairan, kaplet dan tablet yang larut air (Yuliarti 2009). Penyerapan suplemen sebagai senyawa tunggal hasil sintesis kimia oleh tubuh kurang baik dibandingkan dengan bahan dari alam dalam senyawa kompleks (Krause’s 2000).

Konsumsi suplemen dibutuhkan oleh tubuh jika sering berada atau melewati lngkungan yang tercemar polusi, mengalami gangguan kesehatan yang diduga kuat karena kekurangan zat gizi dalam makanan sehari-hari dengan frekuensi sering, tubuh dalam kondisi masa penyembuhan yang memerlukan tambahan suplemen, kondisi tubuh yang selalu dituntut prima dengan pekerjaan sering di luar kewajaran (lembur), dan stres berkepanjangan (Gunawan 1999). Pemberian suplemen untuk tujuan tersebut mengandung zat gizi, enzim, serta herbal yang meningkatkan antioksidan dan imunitas tubuh, serta mengendalikan

kadar kolesterol, gula darah dan tekanan darah (Hardinsyah 2002). Menurut khomsan (2004) pemberian suplemen makanan diperuntukkan bagi orang-orang yang dalam kondisi tubuh tidak ideal, misalnya dalam keadaan kurang makan, pola makan kurang teratur, sakit, proses pemnyembuhan dan sulit makan.

Suplemen hanya mengandung vitamin sesuai yang tertera dalam label kemasan. Suplemen sama sekali tidak mengandung protein, itulah sebabnya menu harian yang kaya kalori dan protein masih tetap yang utama, meski sudah minum suplemen vitamin (Khomsan 2002). Subarnas dalam Siahaan (2007) mengatakan bahwa dalam suplemen makanan biasanya terdapat zat antioksidan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E dan beta karoten yang sangat potensial dan terdapat pula antioksidan alami dari tumbuh-tumbuhan.

Kandungan Gizi dalam Suplemen Vitamin C

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan (Almatsier 2004). Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L- askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat stabil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno

2004). Tubuh manusia dan binatang golongan primata tidak dapat mensintesis

vitamin C, sehingga harus disuplai dari makanan sehari-hari. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam atau pada suhu rendah (Almatsier 2004). Perencanaan dosis vitamin C berdasarkan Tolarable Upper Intake Levels (Uls) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa ≥ 19 tahun menurut food and nutrition Board-Institute of Medicine(FNB-IOM) (2004) adalah 2000 mg/hari, pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, asupan lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional (WKNPG 2004), tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier 2004). Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi vitamin C pada anak-anak 30-45mg/hari; wanita dewasa 60 mg/hari, pada RDA (Recommended Dietary Allowances) anjuran

konsumsi vitamin C adalah 60-100 mg/hari, sementara untuk pengobatan dosisnya bisa mencpai 1000-2000 mg/hari.

Vitamin C merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas serta mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh molekul superoksidan, peroksida, radikal hidroksil dan oksigen singlet (Robert 2005). Agar dapat bertindak sebagai antioksidan seseorang harus mengonsumsi sumber antioksidan melebihi Angka Kecukupan Gizi (AKG) sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh (Muchtadi 2009).

Vitamin E

Vitamin E adalah golongan vitamin yang larut dalam lemak. Dalam makanan vitamin E terdapat dalam bagian yang berminyak dan dalam tubuh vitamin E hanya dapat dicerna oleh empedu, di hati, karena tidak larut dalam air. Bentuk vitamin E merupakan kombinasi dari delapan molekul yang sangat rumit yang disebut ‘tocopherol’. Tokoferol dan tokotrienol adalah suatu antioksidan yang sangat efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif. Adanya hidrogen yang disumbangkan, tokoferol sendiri menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik (Silalahi 2002).

Beberapa fungsi dari vitamin E, yaitu : (1) meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi stres, meningkatkan kesuburan, meminimalkan risiko kanker dan penyakit jantung koroner; (2) berperan sangat penting bagi kesehatan kulit, dengan menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan kulit, mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka; (3) sebagai antioksidan, yaitu dengan menerima oksigen, vitamin E dapat membantu mencegah oksidasi. Guna melaksanakan fungsinya sebagai antioksidan dalam tubuh, vitamin E bekerja dengan cara mencari, bereaksi dan merusak rantai reaksi radikal bebas (4) melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh dari kerusakan.

Vitamin E dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya mencegah lipid peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan membantu oksidasi vitamin A serta mempertahankan kesuburan. Vitamin E disimpan dalam jaringan adiposa dan dapat diperoleh dari minyak nabati

terutama minyak kecambah, gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran hijau. Menurut Winarno (2002), vitamin E tahan terhadap suhu tinggi serta asam, tetapi karena bersifat antioksidan, vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada lemak yang tengik, timah dan garam besi, serta mudah rusak oleh sinar ultraviolet.

Seng (Zn)

Seng merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300 enzim dan protein. Seng terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, dan pembuatan protein. Seng juga membantu kerja beberapa hormon termasuk hormon kesuburan, juga hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak, tiroid, adrenal, dan timus. Contohnya, hormon timulin di kelenjar timus untuk membuat sel limfosit T hanya akan aktif bila sudah berikatan dengan seng. Padahal sel-T ini merupakan pasukan sel darah putih yang menunjang daya tahan tubuh. Hormon prolaktin juga membutuhkan seng untuk menstimulasi ASI dan pertumbuhan kelenjar payudara (Almatsier 2004).

Sebagai antioksidan kuat seng mampu memberikan perlindungan menyeluruh bagi tubuh dengan menjalankan fungsinya sebagai antioksidan, dalam kondisi kekurangan seng, radikal bebeas akan mudah menyerang dan merusak sel tubuh (Khomsan 2006), seng juga mampu mencegah kerusakan sel dan menstabilkan struktur dinding sel. Seng berperan dalam proses penyembuhan luka dengan cara merangsang pembentukan dan pemindahan sel kulit ke daerah luka. Defisiensi seng dapat terjadi akibat asupan yang tidak mencukupi dan ketersediaan biologis seng dalam makanan yang rendah, yang berkaitan dengan konsumsi serat makanan, polifosfat, tembaga, dan fitat yang tinggi atau berlebihan, disamping itu defisiensi seng juga dapat diakibatkan oleh gangguan kesehatan (Gibson 2005).

Tembaga (Cu)

Tembaga termasuk trace element yang esensial bagi tubuh dan merupakan komponen dari beberapa jenis enzim dalam sistem erythropoetik, pembentukan tulang dan reaksi redoks. Tubuh manusia mengandung sekitar 100-150 mg tembaga, tersebar di berbagai jaringan. Hati, otot dan susunan saraf pusat mengandung tembaga dengan kadar tinggi (Sediaoetama 2006).

Tembaga ditemukan pada banyak jenis bahan makanan. Makanan yang menjadi sumber tembaga adalah kerang, tiram, kacang-kacangan, biji-bijian, serealia dan coklat. Fungsi utama tembaga dalam tubuh adalah sebagai bagian

dari enzim. Enzim-enzim yang mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peran berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Tembaga juga memiliki peran yang penting bagi fungsi imunologik. Penelitian dengan menggunakan hewan sebagai model menunjukkan bahwa tembaga sangat penting untuk pembentukan antibodi, respon imun seluler dan untuk membangkitkan reaksi radang (Subowo 1993).

Selenium (Se)

Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas. Selenium tidak diproduksi oleh tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari. Sumber utama selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut. Selenium merupakan trace elementyang termasuk antioksidan karena mengaktifkan enzim glutation peroksidase yang bekerja sama dengan vitamin E untuk mencegah kerusakan membran sel akibat oksidasi radikal bebas. Selain itu, selenium membantu tubuh dalam mencegah bahan kimia beracun, menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker, serta meningkatkan kepekaan terhadap kerusakan gigi (Vitahealth 2006).

Manfaat Selenium bagi tubuh (1) menangkal radikal bebas, yaitu bekerja sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh; (2) meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga memperbaiki sistem imunitas dan fungsi kelenjar tiroid; dan (3) mempertahankan elastisitas jaringan.

Remaja

Dalam bahasa Inggris, kata remaja adalah “adolescence” berasal dari kata “adolescere” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia (Riyadi 2001). Remaja merupakan fase transisi sebelum anak menjadi dewasa. Hurlock (1994) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal yang berawal dari usia 13 hingga usia 16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir dari usia 16 atau 17 tahun hingga usia 18 tahun. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Pada periode kehidupan ini sering luput dari pemantauan, padahal pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa dewasa. Dewasa mengalami pertambahan berat badan 50% dari berat badan

mereka saat dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan 50% dari rangka mereka saat dewasa (Mann& Stewart 2007).

Ciri-ciri spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial, dibandingkan dengan fase anak- anak, fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik, psikis, aturan sosial dan tanggung jawab, satu hal yang penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol yangh berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan minuman kearah yang kurang baik. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif maupun psikososial. Pada masa pencarian identitas ini remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi) (Mann& Stewart 2007).

Status Gizi Remaja

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa et al 2002). Alat yang sederhana untuk memantau status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa et al 2002). Metode ini sering digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif murah. Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas.

Pengukuran status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Menurut Riyadi (2001), pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid jika tidak disertai dengan informasi mengenai TB/U. Namun pengukuran menggunakan kombinasi BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap aneh dan memberikan hasil yang bias. Menurut WHO (2007), untuk anak berusia diatas 10 tahun, BB/U bukanlah indikator yang baik karena tidak dapat membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang sedang mengalami pubertal growth spurt. Perubahan komposisi tubuh pada remaja yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan berat badan (BB/U) sedangkan sebenarnya sampel hanya bertambah tinggi bukan bertambah

berat badan. IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja (Riyadi 2001).

Sayur dan Buah

Kebutuhan zat gizi tubuh dapat dipenuhi dengan pola makan yang beragam, sebab tidak ada satu pun makanan tunggal yang mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang cukup (Astawan & Kasih 2008). Salah satu sumber bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi adalah sayur dan buah (Hardinsyah & Martianto 1988). Sayur dan buah banyak mengandung berbagai macam vitamin, mineral, senyawa fitokimia, serta serat pangan (Astawan & Kasih 2008). Menurut Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah sebanyak 200–300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari adalah 150–200 gram atau 1 ½- 2 mangkok sehari.

Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi sayur dan buah dapat mengurangi timbulnya penyakit seperti kanker dan jantung. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber zat gizi dan zat-zat non gizi yang keduanya berperan penting bagi kesehatan tubuh. Belakangan ini peranan zat-zat gizi dan non gizi pada sayuran dan buah-buahan menjadi semakin penting dalam pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan sangat perlu dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal, pentingnya sayuran dan buah-buahan sehingga WHO (World Health Organization) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar paling sedikit mengkonsumsi tiga porsi sayuran adan dua porsi buah-buahan setiap harinya (Astawan & Kasih 2008).

Aktivitas Fisik

Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bergabungnya remaja dengan teman-teman sebayanya akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan. Perubahan yang penting terjadi adalah dalam hal aktivitas fisik. Remaja akan melakukan berbagai kegiatan dan bila dilakukan secara rutin, maka akan terbentuk pola aktivitas yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja tersebut mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang-ulang.

Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dan

pengeluaran energi tidaklah sama, aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku, sedangkan pengeluaran energi merupakan outcome dari perilaku tersebut (Gibney et al2008). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan oleh jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas tersebut (Dwiriani 2008).

Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur dan cukup takarannya dapat membantu mempertahankan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan fisik lainnya dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi menyebabkan energi yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang dikonsumsi, padahal idealnya energi yang dikeluarkan lebih baik seimbang dengan energi yang dikonsumsi (Almatsier 2004).

Morbiditas

Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes 2008). Menurut Subandriyo dan Hartanti (1993), angka kesakitan (morbiditas) lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Sedangkan angka kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya.

Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit, manusia, dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan terkena penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia dan dapat mempengaruhi kehidupannya (Subandriyo & Hartanti 1994).

Dokumen terkait