• Tidak ada hasil yang ditemukan

Megawati Soekarnoputri Sebagai Ketua PDI-Perjuangan

BAB II LATAR BELAKANG MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

2. Megawati Soekarnoputri Sebagai Ketua PDI-Perjuangan

Pada awalnya, Megawati bukanlah figur yang dikenal luas oleh publik. Masyarakat hanya mengetahui bahwa Megawati merupakan salah satu putri Bung Karno, presiden pertama RI. Bahkan diantara putra dan putri Bung Karno, nama Megawati tidak banyak publikasi, hanya seorang figur rumah tangga biasa. Megawati mulai disebut-sebut orang ketika ia mulai terjun ke dunia politik. Karier

politik diawali dari tingkat DPC, kemudian menjadi pimpinan partai dan menjadi Presiden RI ke-5.

Tahun 1982, keluarga besar Bung Karno pernah membuat konsensus. Intinya diantara seluruh anggota keluarga Bung Karno tidak dibenarkan memihak salah satu kekuatan politik yang ada. Mereka sepakat akan berdiri diatas semua golongan. Kesepakatan ini dilatarbelakangi oleh trauma politik yang dialami pada akhir hayat Bung Karno dan dasawarsa awal rezim Orde Baru.

Namun, kesepakatan keluarga itu akhirnya “dilanggar” oleh Megawati dan Guruh Soekarnoputro. Pada tahun 1987, Mega dan Guruh berhasil dirayu Soerjadi, Ketua Umum DPP PDI untuk masuk PDI dan menjadi vote getter pada pemilu 1987. Kesediaan Megawati untuk masuk kedunia politik (PDI) karena semua partai politik, termasuk PDI sudah memiliki asas yang sama yaitu Pancasila.46

Karier politik Megawati diawali dengan menjadi Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Pada pemilu 1987, Megawati dimunculkan sebagai calon untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Megawati telah berhasil menarik massa dan mengatrol kursi PDI menjadi 40 kursi pada pemilu 1987 dibandingkan 24 kursi pada pemilu 1982. Keberhasilan Megawati itu tidak hanya berhenti disini saja, pada tahun 1988 Megawati dilantik menjadi anggota DPR bersama suaminya Taufik Kiemas. Megawati mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah, sedangkan suaminya mewakili daerah pemilihan Sumatra Selatan.47

46Ibid, hal. 12 47

Sebagai anggota DPR yang masih relatif baru tidak banyak yang dilakukan oleh Megawati. Hal ini dikarenakan pengalaman politiknya yang relatif masih sedikit dan belum berpengalaman menjadi pengurus organisasi. Meskipun demikian, ia merasa tidak gamang bila PDI menghendakinya menjadi ketua umum. Megawati yakin bahwa naluri politiknya sudah ada, ia banyak belajar dari bapaknya, Bung Karno terutama wawasan politik dan kebangsaan.

Walaupun Megawati banyak disebut sebagai orang yang masih “bau kencur” dalam berpolitik, namun karier politiknya terus menanjak. Hal ini barangkali sebagai akibat adanya harapan dan kebutuhan warga PDI terhadap figur pembaharu, pemersatu dan tokoh yang bersih dari interes kelompok kepentingan tertentu. Banyak bukti yang menunjukkan adanya keinginan demikian, seperti terlihat melalui respon masyarakat yang selalu menyambut hangat setiap kehadirannya, mengelu-elukan dan berbagai bentuk simpati terhadap putri Bung Karno.

Dalam perjalanan karier politik Megawati selanjutnya, secara kebetulan namanya mencuat saat terjadi kongres di Medan yang mengalami kemacetan, dilanjutkan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Seperti diketahui, KLB di Surabaya sebagai kelanjutan Kongres di Medan yang mengalami “dead

lock” , juga mengalami hal yang sama sebagaimana terjadi di Medan. Artinya

KLB di Surabaya tidak menelorkan hasil sebagai mana yang diharapkan. KLB ditutup tanpa membawa sebuah keputusan.

Akan tetapi, ada sisi lain dimana sebagian besar peserta KLB menyetujui Megawati menjadi Ketua Umum PDI. Bahkan tatkala dihitung, disaat

diselenggarakan pemandangan umum, 256 cabang dari 305 cabang mendukung Megawati. Sementara itu diakhir penyelenggaraan KLB itu Megawati mengumumkan dirinya bahwa secara “de facto” ia telah menjadi Ketua Umum PDI.

Meskipun demikian Megawati baru dianggap resmi menjadi Ketua Umum PDI setelah diselenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta. Itupun setelah melalui proses yang panjang dan penuh liku- liku. Setelah itu, Megawati benar-benar diakui sebagai pucuk pimpinan PDI periode tahun 1993-1998.48

Secara terbuka Yusuf Meruks dan para pendukungnya menentang kepemimpinan Megawati. Banyak tuduhan-tuduhan ditujukan kepada Megawati. Hal ini telah menunjukkan betapa kuatnya arus untuk menyingkirkan Megawati baik berasal dari kalangan internal maupun eksternal partai. Meskipun ujian ini berhasil dilalui, persoalan tidak berhenti sampai disini saja. Aneka persoalan baru pun bermunculan baik dari internal maupun eksternal partai. Bahkan Intervensi pemerintah dalam setiap konflik internal PDI biasanya tidak bisa menguraikan kusutnya persoalan malah ikut memperkeruh suasana dan menyebabkan konsolidasi partai semakin rapuh.

Puncak penyingkiran Megawati terjadi ketika sejumlah koleganya di DPP PDI yang dikoordinir Fatimah Achmad menyelenggarakan “Kongres” PDI di Medan pada tanggal 20-23 Juni 1996. Kongres yang didukung pemerintah dan ABRI itu menetapkan duet Soerjadi dan Butu R Hutapea. Dengan diselenggarakannya kongres Medan tersebut, pemerintah membuat pernyataan

48

resmi bahwa kepemimpinan PDI yang diakui adalah yang memenuhi legalitas. Artinya pemerintah hanya mengakui kepemimpinan Soerjadi yang dianggap legal dan tidak mengakui kepemimpinan Megawati.49 Sejak saat itu terjadi dualisme kepemimpinan PDI, kepemimpinan Soerjadi yang menggantung keatas dan kepemimpinan Megawati yang tetap didukung arus bawah. Terjadinya dualisme kepemimpinan ini semakin meningkatkan eskalasi konflik dalam kandang banteng. Konflik tidak hanya terjadi ditataran elite partai tetapi juga merambah ke massa bawah antara kedua pendukung kubu tersebut.

Sebagai titik klimaks konflik PDI tersebut adalah terjadinya insiden Sabtu kelabu, tanggal 27 Juli 1996. Pada saat itu ratusan orang yang mengenakan atribut pendukung Kongres Medan menyerbu kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat yang dikuasai oleh kubu Megawati. Hingga akhirnya Megawati tergusur dari kepemimpinan legal PDI. Meskipun demikian, hal ini tidak meredupkan pamor politik wanita pendiam ini. Bahkan, insiden berdarah itu menjadi blessing in disguise (berkah) bagi karier politik Megawati.

Wanita pendiam dan lemah ini menjelma menjadi wanita yang tegar dan kokoh melawan kekuasaan represif. Sebagai bukti perlawanan terhadap pemerintah yaitu ketika pemerintah akan menggelar pemilu 1997, Megawati menyatakan tidak akan menggunakan hak politiknya alias golput dalam pemilu 1997.

Pernyataan Megawati itu memiliki implikasi politik yang luas, khususnya bagi PDI Soerjadi. Terjadi penggembosan besar-besaran terhadap PDI Soerjadi.

49

Bahkan banyak para pendukung PDI mengalihkan suaranya ke PPP yang berlambang bintang sehingga saat itu terbentuk aliansi Mega-Bintang.

Penderitaan politik Megawati semakin surut seiring surutnya kekuasaan Orde Baru dari pentas politik Indonesia. Setelah Soeharto dilengserkan oleh gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa, mega kelabu yang menggelayuti langit politik Megawati semakin sirna. Pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden BJ.Habibie juga membuka kran politik selebar- lebarnya bagi senua komponen masyarakat untuk mendirikan partai politik sesuai dengan aspirasi ideologisnya. Inilah momentum bagi Megawati, keruntuhan Orde Baru dirasakan sebagai kemenangan besar bagi pendukung Megawati. Konsolidasi dan solidaritas emosional dikalangan pendukungnya yang terbangun selama dibawah tekanan Orde Baru, sangat bermakna bagi Megawati untuk tampil sebagai pimpinan partai yang didukung oleh basis massa yang riil. Hal ini tampak ketika diselenggarakan Kongres V PDI di Bali, pada tanggal 8-10 Oktober 1998. Kongres PDI Saat itu menyerupai sebagai festival atau pesta kemenangan pendukung Megawati. Salah satu keputusan terpenting kongres adalah ditetapkannya Megawati Soekarnoputri sebagai calon Presiden RI yang harus diperjuangkan dalam pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR 1999. Meskipun pada akhir nya Megawati Soekarnoputri hanya mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid periode tahun 1999-2001.

3. Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia

periode tahun 1999-2001

Pagelaran agenda terakhir dari era transisi menuju reformasi total, adalah Sidang Umum MPR 1999. Klimaks dari hajatan nasional yang sangat dinantikan

rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional yang concern dengan negeri ini adalah terpilihnya Presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 1999-2004.

Kiprah Megawati dan PDI Perjuangan merupakan fenomena politik terkini ditengah situasi multikrisis itu. Sebagai figur kuat calon Presiden Republik Indonesia keempat tatkala partainya secara meyakinkan memenangkan Pemilu 1999, maka Megawati Soekarnoputri praktis menjadi primadona publik dalam menggantung harapan dalam penyelesaian krisis.

Manuver kekuatan politik Islam melalui Poros tengah yang dimotori oleh Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional berhasil mematahkan realitas hasil pemilu 1999 melalui mekanisme real politics di Sidang Umum MPR 1999. Megawati Soekarnoputri gagal meraih kursi Presiden RI ke-4. Tetapi, dalam proses pemilihan Wakil Presiden RI ke-8, Megawati Soekarnoputri berhasil terpilih menyingkirkan saingan tunggalnya dari poros tengah, Hamzah Haz (Ketua Umum DPP PPP). Kegagalan Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI, namun kemenangan dalam pemilihan Wakil Presiden telah membuktikan bahwa praktik politik dalam SI MPR 1999 bukanlah politik zero sum game,seperti tuduhan sebagian orang.

Sepanjang sejarah pemerintahan di Indonesia, Megawati Soekarnoputri adalah Wakil Presiden RI yang kedelapan, setelah beberapa pejabat sebelumnya. Dimasa Soekarno, Presiden RI pertama, hanya menggunakan satu Wakil Presiden, yakni H. Mohamad Hatta. Kemudian, setelah tampuk pemerintahan mengalami peralihan dari orde lama ke orde baru, Presiden RI kedua H.M. Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun ( 1965-1998). Selama masa pemerintahannya, Soeharto

memiliki enam Wakil Presiden RI, berturut-turut dari Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadi-Kusuma, Sudharmono SH.,Tri Sutrisno, dan yang terakhir B.J Habibie.50

Pada pelaksanaan SU-MPR 1999, Megawati Soekarnoputri kemudian terpilih sebagai Wakil Presiden RI kedelapan untuk memulai babak baru masa transisi dari Orde Baru menuju tatanan kenegaraan yang demokratis dimasa depan. Dalam 12 tahun terakhir, untuk pertama kalinya seorang wakil presiden terpilih atas kehendak rakyat.

Kedudukan sebagai wakil presiden itu, membuat Megawati Soekarnoputri lebih berpeluang mendekati semua pihak, kelompok, dan golongan politik manapun. Tidak lagi terbatas pada fungsionaris, kader, dan simpatisan PDI Perjuangan saja. Megawati setelah menjadi wakil presiden sudah menjadi milik seluruh bangsa tanpa melihat golongan politik, ras dan agama. Megawati telah bermetamorfose dari seorang politisi menjadi negarawan.

Kabinet Persatuan Nasional yang terdir i dari figur- figur semua partai, berada dalam satu wadah dibawah kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, tokoh-tokoh yang berada diluar PDI Perjuangan dan yang masih berseberangan dengan Megawati menjadi dekat secara pribadi dan formal karena berada dan terikat dalam sebuah team work birokrasi.

Sebagai wakil presiden, Megawati Soekarnoputri dalam membangun kepercayaan dirinya secara pribadi juga ditentukan dengan sosoknya sebagai tipe pemimpin pemersatu bangsa. Dengan demikian besar tugasnya diisi dengan upaya

50

Sidharta Gautama, 2000, Megawati Soekarnoputri Harapan dan Tantangan di Kursi Wapres RI,

menggalang kembali semua komponen bangsa, dengan tugas-tugas awal memulihkan konflik diberbagai daerah. Apalagi tugas pokok Megawati setelah menjadi wakil presiden adalah menyelesaikan konflik berkepanjangan di Indonesia Timur, khususnya di Maluku (Ambon) yang menelan ratusan jiwa, belasan aparat tewas, ribuan luka berat dan ringan. Keberhasilan dalam menjalankan tugas itu merupakan potensi besar bagi negeri ini dalam merangkai kembali seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dimasa depan.

Dengan posisi sebagai wakil presiden, Megawati memperoleh banyak kesempatan untuk menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin internasional sekaliber apa pun. Kenyataan ini merupakan proses pembelajaran bagi dirinya dalam mempertebal wawasan dan kapabilitas kenegarawan, Megawati juga diuntungkan dalam pergaulan internasional, karena namanya sudah dikenal luas masyarakat dunia. Terutama pada saat dirinya didaulat sebagian rakyat untuk menjadi Presiden RI dan partainya PDI Perjua ngan mencatatkan dirinya sebagai pemenang pemilu 1999.51

Perjalanan politiknya tidak hanya sebagai wakil presiden saja, hal ini didukung dengan pergaulannya dengan para pemimpin dunia akan menjadikan Megawati untuk menggapai puncak karier politik sebagai Presiden RI dimasa selanjutnya. Keadaan yang demikian ini memberikan banyak peluang jika dibandingkan ketika berdiri di luar pemerintahan semasa memimpin PDI

Perjuangan. Megawati akhirnya terpilih menjadi Presiden RI menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 23 Juli 2001.