• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tas Punggung

2.2 Keluhan Muskuloskeletal

2.2.3 Mekanisme nyeri

Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses penyampaian informasi adanya srimuli noksius, di perifer ke sistem saraf pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau merupakan akibat terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu dan kimia. Deskripsi mekanisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan empat proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

1. Proses transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan

diterima ujung – ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ – organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakn jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor – reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat – zat mediator nyeri seperti histamin, bradikinin, serotin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

2. Proses transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spino thalamicus dan sebagian ke traktus spinorektikularis. Traktus spinorektikularis terutama membawa rangsangan dari organ – organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut – serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf – saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Proses modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medullan spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Diman kornu posterior sebaga pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang. 4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebaga diskriminasi dari sensorik (Turk & Flor, 1999; Davis, 2003).

2.2.4 Metode penilaian tingkat keparahan keluhan sistem muskuloskeletal dengan Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif,

artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat bergantung dari kondisi dan situasi yang dialami oleh individu saat dilakukannya penilaian dan juga

tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Namun demikian, metode ini secara luas telah digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan kuesioner ini dibuat oleh Kuorinka et al tahun 1987.

Dalam aplikasinya, metode ‘Nordic Body Map’ dengan menggunakan

lembar kerja berupa peta tubuh (body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang sangat singkat (± 5 menit) per individu. Observer dapat langsung mewawancarai atau menanyakan kepada responden, pada sistem muskuloskeletal bagian mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau sakit, atau dengan menunjuk langsung pada setiap sistem muskuloskeletal sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuisioner ‘Nordic Body Map’. Nordic Body Map meliputi

28 bagian otot pada sistem muskuloskeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri, yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki. Melalui kuisioner ‘Nordic Body Map’ maka akan dapat diketahui bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit).

Pengukuran gangguan sistem muskuloskeletal dengan menggunakan kuesioner ‘Nordic Body Map’ sebaiknya digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan sistem muskuloskeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat merepresentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya untuk beberapa

orang pekerja di dalam kelompok populasi kerja yang besar, maka hasilnya tidak akan valid dan reliabel.

Penilaian dengan menggunakan kuisioner ‘Nordic Body Map’ dapat dilakukan dengan berbagai cara; misalnya dengan menggunaan 2 jawaban sederhana (data nominal) yaitu ‘YA’ (tidak ada keluhan sakit pada sistem muskuloskeletal) dan ‘TIDAK’ (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada sistem muskuloskeletal). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penilaian dengan skoring (misalnya; 4 skala likert). Apabila digunakan skoring dengan skala likert, maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden.

Selanjutnya, setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner, maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh sistem muskuloskeletal (28 bagian sistem muskuloskeletal) yang diobservasi. Pada desain 4 skala likert ini, maka akan diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 0 dan skor tertinggi 84. Dalam banyak penelitian dengan menggunakan uji statistik tertentu yang dimaksudkan untuk menilai tingkat signifikansi hasil penelitian, maka total skor individu tersebut dapat langsung digunakan dalam entri data statistik.

Langkah terakhir dari aplikasi metode ‘Nordic Body Map’ ini, tentunya adalah melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun posisi/sikap kerja, jika diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keparahan pada sistem muskuloskeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat tergantung dari perbaikan risiko sistem

muskuloskeletal mana saja yang mengalami adanya gangguan atau ketidaknyamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan melihat persentase pada setiap bagian sistem muskuloskeletal dan dengan menggunakan kategori tingkat risiko sistem muskuloskeletal. Berikut ini tabel klasifikasi subjektivitas tingkat risiko sistem muskuloskeletal berdasarkan total skor individu.

Total Skor keluhan individu

Tingkat risiko

Kategori risiko Tindakan perbaikan

1 – 20 0 Rendah Belum diperlukan

adanya tindakan perbaikan

21 – 41 1 Sedang Mungkin diperlukan

tindakan dikemudian hari.

42 – 62 2 Tinggi Diperlukan tindakan

segera

63 – 84 3 Sangat tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin.

Tabel 2.2 Klasifikasi subjektivitas tingkat risiko sistem muskuloskeletal berdasarkan total skor individu

2.2 Keluhan Muskuloskeletal pada Anak

Shamsoddini, Hollisaz, dan Hafezi (2010) mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal pada anak sekolah antara lain dengan keikutsertaan pada kegiatan olahraga ataupun latihan, postur duduk yang salah, dan tidak beraktivitas untuk waktu yang lama, serta membawa tas punggung yang berat. Rai dan Argawal (2014) menambahkan bahwa faktor individu seperti usia, jenis kelamin, dan cedera tubuh dapat menyebabkan terjadinya masalah pada bagian tubuh yang berbeda – beda.

American Occupational Therapy Assosiation menyatakan bahwa lebih dari

50% siswa berusia 9 – 20 tahun mengalami nyeri punggung kronik akibat muatan tas punggung yang berlebih dan juga penyusunan isi tas punggung yang tidak benar. Saat anak masuk sekolah, tas sekolah menjadi teman yang sangat diperlukan. Tas sekolah adalah hadiah yang selalu diharapkan menjadi hadiah masuk sekolah bagi anak. Bagaimanapun, tas sekolah yang berat tidak hanya berat secara psikologi tetapi juga berat secara fisik pada postur tubuh. Kelas yang lebih rendah memiliki tas yang lebih berat (Rai, Argawal & Bharti, 2013).

Keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh perempuan lebih sering pada ekstremitas atas. Dan juga, siswa perempuan mengatakan keluhan pada ekstremitas bawah dan punggung lebih sering daripada yang dialami oleh siswa laki – laki. Walaupun perbedaannya tidak signifikan. Hertzberg (1985, dalam Shamsoddini, et al., 2010) mengatakan bahwa nyeri punggung bawah dan punggung atas lebih sering dialami oleh siswa perempuan daripada siswa laki – laki. Haisman, (1988, dalam Shamsoddini, et al,. 2010) mengatakan alasan kemungkinan mengapa perempuan lebih sering mengalami keluhan pada sistem muskuloskeletalnya yaitu karena kekuatan otot perempuan lebih rendah daripada laki – laki, khususnya di otot lengan atas.

Lama membawa tas punggung dan cara ke sekolah juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya keluhan muskuloskeletal. Seperti yang dikatakan oleh Haselgrove, et al. (2008), bahwa durasi yang lama dan cara tempuh ke sekolah dengan transportasi pasif (mobil/bus) lebih sering mengalami nyeri punggung dan

leher, walaupun tidak memiliki hubungan yang kuat antara durasi dan cara tempuh ke sekolah.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tas punggung adalah cara yang paling tepat bagi anak – anak untuk membawa barang – barang penting yang berkaitan dengan sekolah. Saat ini sekolah sering memberi pekerjaan rumah, tugas – tugas, dan kegiatan ekstra kurikuler yang berdampak pada banyaknya material yang harus dibawa siswa ke sekolah. Tas sekolah digunakan sebagai wadah buku dan alat sekolah lainnya untuk dibawa ke sekolah. Ada banyak jenis tas yang digunakan oleh siswa sekolah yaitu tas punggung, tas sandang (tas bahu), tas map dan tas troli. Sementara, dari beberapa jenis tas yang ada, tas punggung merupakan tas yang banyak digunakan (Legiran, 2009; AOTA, 2009).

Tas punggung memang sangat diminati oleh anak sekolah. Sekitar 40 juta siswa di Amerika menggunakan tas punggung tersebut untuk membawa materi pelajaran dan barang lainnya yang dibutuhkan di sekolah, seperti buku dan alat tulis, buku teks, bekal makanan dan minuman, serta pakaian olahraga (Kistner, 2007). Sedangkan di Indonesia, di SD Islam Terpadu Lukmanul Hakim Kota Yogyakarta, sebanyak 247 siswa dari total siswa sebesar 317 menggunakan tas punggung ke sekolah (Legiran, 2009). Dan berdasarkan survei awal yang telah dilakukan peneliti ke SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan, sebanyak 285 siswa

dari total siswa 347 siswa menggunakan tas punggung ke sekolah dan hasil survei awal yang dilakukan pada 60 siswa, rata – rata berat tas siswa di sekolah ini 4 kg

1

sedangkan rata – rata berat badan 30 kg. Dan di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah, Medan

,

sebanyak 65 orang dari 70 total sampel, menggunakan tas punggung (Yusoff, 2013).

Penggunaan tas punggung yang tidak sesuai memiliki dampak negatif yang cukup besar bagi anak sekolah. Ada beberapa dampak negatif akibat penggunaan tas punggung yang tidak sesuai dan sudah diteliti oleh beberapa peneliti, Katarzyna, et al (2015) menunjukkkan bahwa penggunaan tas punggung dapat menimbulkan nyeri punggung. Menurut Rai, Argawal & Bharti (2013), penggunaan tas punggung yang tidak sesuai mengakibatkan perubahan postur tubuh. Sedangkan Shamsoddini, (2010) mengatakan bahwa anak pengguna tas punggung dengan berat yang berlebihan mengalami keluhan muskuloskeletal mereka yaitu pada bahu, leher, dan punggung. Berdasarkan penelitian Consumer

Product Safety Comission (CPSC) diperkirakan sekitar 33% anak mengalami

cidera yang berhubungan dengan penggunaan tas punggung yang salah sejak tahun 1996 (Illinois State Board of Education, 2006).

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang sangat lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Tarwaka, 2015). Pada umumnya keluhan muskuloskeletal dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu, peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah. Dan pada siswa faktor yang berperan meningkatkan terjadinya keluhan muskuloskeletal antara lain olahraga, posisi

duduk yang salah, tidak beraktivitas dalam waktu yang lama dan juga akibat penggunaan tas punggung (Shamsoddini, Hollisaz, Hafezi, 2010).

Salah satu faktor yang berperan meningkatkan resiko terjadinya keluhan muskuloskeletal pada siswa adalah penggunaan tas punggung. Akibatnya, masalah penggunaan tas punggung merupakan salah satu masalah yang serius pada anak sekolah dan memerlukan penanganan yang serius juga. Berdasarkan data satistik dari poliklinik saraf RSUD Wonogiri, pada tahun 2006-2007 terkait salah satu masalah muskuloskeletal yaitu nyeri punggung, angka insidensi nyeri punggung pada usia 10-20 tahun sudah mencapai 8 kasus dari 231 kasus yang ada (Aqiqah, 2011).

Kejadian keluhan muskuloskeletal sering dikaitkan dengan berat beban yang dibawa oleh siswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ardiono & Yuantari (2014) dengan jumlah sampel sebanyak 189 siswa dimana sampel diambil secara acak, didapat hasil bahwa siswa yang membawa beban >10% dari berat badan melaporkan adanya keluhan muskuloskelatal yang dominan dialami oleh siswa.

Keluhan muskuloskeletal juga dapat dikaitkan dengan faktor individu yaitu jenis kelamin, karena perempuan memiliki otot yang lebih lemah daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya dua per tiga (60%) dari kekuatan otot pria khususnya otot lengan, punggung dan kaki (Korovessis, 2005). Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Shamsoddini, Hollisaz, dan Hafezi (2010) pada 213 siswa di salah satu SMP di Tehran dan pada penelitian yang dilakukan

pada 300 siswa di kota Lucknow, siswa perempuan lebih sering mengalami keluhan muskuloskeletal dibandingkan dengan pria (Rai dan Argawal, 2009).

Keluhan muskuloskeletal yang dominan dialami oleh siswa pengguna tas punggung juga erat kaitannya dengan lama seorang siswa membawa tas punggung mereka. Seperti pada Haselgrove (2008) yang menunjukkan bahwa anak yang menggunakan tas punggung dengan berat >10% BB selama 5 – 10 menit sudah mengeluhkan nyeri punggung. Dan lama penggunaan tas punggung yang sudah melebihi batas normal apabila lebih dari 30 menit dalam sehari.

Menurut Shamsoddini, Hollisaz dan Hafezi (2010) sebanyak 38,1% dari 213 siswa yang membawa tas punggung mengeluhkan sakit di bahu, 27,6% sakit

di leher dan 16,7% mengeluhkan sakit di punggung. Alaa’ Osaid (2012) juga

menunjukkan bahwa pada 800 siswa di Turki menyatakan bahwa lama pemakaian tas 5 – 30 menit dari rumah menuju sekolah setiap hari dengan berat tas rata – rata 5,267 kg mengalami nyeri bahu, nyeri punggung bawah dan nyeri pada leher. Dan lama penggunaan tas punggung dikatakan berlebihan apabila lebih dari 30 menit dalam sehari (Haselgrove, et al., 2008).

Kistner (2007) mengatakan bahwa lebih dari 20 juta orang di Amerika dan lebih dari 800 juta orang di Eropa mengalami keluhan muskuloskeletal yang menetap (persistent) akibat penggunaan tas punggung dan kehilangan pekerjaan di usia muda. Dan Fathoni, (2013) mengatakan bahwa penggunaan tas punggung yang salah dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh yaitu kifosis, lordosis dan skoliosis.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti gambaran keluhan muskuloskeletal pada anak sekolah.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana gambaran keluhan muskuloskeletal pada anak pengguna tas punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan?

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada anak pengguna tas punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran karakteristik siswa pengguna tas

punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan

1.3.2.2 Mengetahui gambaran berat tas punggung yang digunakan anak di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan.

1.3.2.3 Mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal secara khusus pada otot rangka di bagian/sisi belakang tubuh anak pengguna tas punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi,

Medan. 1.4 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan dan pendidikan keperawatan.

1.4.1 Bagi instansi dan pengguna

Memberi gambaran tentang keluhan muskuloskeletal dan kaitannya dengan pemakaian tas punggung serta membantu memberi masukan dan motivasi untuk pemakai dalam menggunakan tas punggung dengan cara yang benar.

1.4.2 Bagi penelitian keperawatan

Memberikan evidence based tentang gambaran keluhan muskuloskeletal pada anak pengguna tas punggung serta dapat dijadikan sebagai referensi dan dasar bagi penelitian selanjutnya yang membahas topik yang sama.

1.4.3 Bagi pelayanan keperawatan

Meningkatkan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada penerapan promosi kesehatan sehingga mencegah terjadinya keluhan muskuloskeletal pada anak- anak, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan juga kualitas sumber daya manusia generasi penerus bangsa.

Judul : Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Anak Pengguna Tas Punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi, Medan

Peneliti : Hanna Susanti Tambun

NIM : 121101052

Program : S1 Keperawatan Tahun Akademik : 2015/2016

ABSTRAK

Tas punggung merupakan tas yang sangat banyak digunakan karena sangat diminati oleh anak sekolah untuk membawa barang – barang penting yang berkaitan dengan sekolah. Penggunaan tas punggung dengan cara yang salah dan

berat ≥10% BB dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal, perubahan

kapasitas vital paru – paru, potensi nyeri punggung, masalah postur tulang belakang dan gaya berjalan anak. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai berat. Keluhan muskuloskeletal yang dialami menggambarkan tingkat resiko kerusakan sistem muskuloskeletal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada anak pengguna tas punggung di SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal

18 – 22 April 2016 dengan desain penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel quota sampling dan yang menjadi responden adalah anak yang menggunakan tas punggung sebanyak 74 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang tidak mengalami keluhan muskuloskeletal sebanyak 4 (5,4%) responden, keluhan rendah 52 (70,3%) responden, keluhan muskuloskeletal sedang sebanyak 16 (21,6%) responden, keluhan muskuloskeletal tinggi sebanyak 2 (2,7%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk meneliti pengaruh faktor cara membawa dan durasi penggunaan tas punggung serta status gizi terhadap keluhan muskuloskeletal pada anak sekolah.

Kata kunci : Keluhan Muskuloskeletal, Tas Punggung, Anak Sekolah

xi

Title of the Research : Description of Musculoskeletal Disorder in Children who

use Backpacks at SD Islam Terpadu, Nurul ‘Azizi,

Medan

Name of Student : Hanna Susanti Tambun Student ID Number : 121101052

Department : S1 (Undergraduate) Nursing Academic Year : 2015/2016

ABSTRACT

Backpacks are mostly favored by school children in carrying important school

materials. Wring use of backpacks or too heavy (≥ 10% of body weight) can cause

musculoskeletal disorder, the change in lung vital capacity, potential for back

pain, problem with spine posture, and children’s walking style. Musculoskeletal

disorder is something wrong with skeletal muscle which is felt by someone, from mild to serious. It reflects the level of risk for damage in musculoskeletal system. The objective of this research was to find out the description of musculoskeletal

disorder in children who used backpacks at SD Islam Terpadu Nurul ‘Azizi,

Medan. The research was conducted from April 18 until April 22, 2016 with descriptive design. The samples were 74 respondents, taken by using quota sampling technique. The result of the research showed that 4 respondents (5.4%) did not have any musculoskeletal disorder, 52 respondents (70.3%) had mild musculoskeletal disorder, 16 respondents (21.6%) had moderate musculoskeletal disorder, and 2 respondents (2.7%) had serious musculoskeletal disorder. It was expected that this research could be used as the material for studying the right method in carrying backpacks, the duration of using the, and nutrition status of the school children who used backpacks.

Keywords: Musculoskeletal Disorder, Backpack, School Children

xii

Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Anak Pengguna Tas

Dokumen terkait