• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pemberian Bantuan Kementerian Luar Negeri Terhadap TKI yang Bermasalah di Malaysia

BAB IV : PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TKI DALAM NOTA KESEPAHAMAN INDONESIA- MALAYSIA

B. Mekanisme Pemberian Bantuan Kementerian Luar Negeri Terhadap TKI yang Bermasalah di Malaysia

Perwakilan Diplomatik adalah lembaga kenegaraan di luar negeri yang bertugas dalam membina hubungan politik dengan negara lain. Tugas ini dilakukan oleh perangkat diplomatik yang meliputi duta besar, duta, kuasa usaha dan atase-atase. Istilah diplomatik (diplomacy), dalam hubungan internasional

”berarti sarana yang sah (legal), terbuka dan terang-terangan yang digunakan oleh

sesuatu negara dalam melaksanakan politik luar negerinya”. Untuk menjalin hubungan diantara negara-negara itu, biasanya negara tersebut saling menempatkan perwakilannya (Kedutaan atau Konsuler).94

Dalam praktek internasional ada dua jenis perwakilan diplomatik :

1. Kedutaan Besar, yang ditugaskan tetap pada suatu negara tertentu untuk saling memberikan hubungan rutin antar negara tersebut.

2. Perutusan Tetap, yang ditempatkan pada suatu organisasi internasional (PBB).

Tingkatan dan Kepangkatan Perwakilan Diplomatik : Tingkatan dan kepangkatan perwakilan diplomatik menurut Kongres di Aachen tahun 1918 sbb :

a. Duta Besar (Ambassador) adalah tingkatan tertinggi dalam perwakilan diplomatik. Duta Besar memiliki kekuasaan penuh dan luar biasa dan ditempatkan pada negara yang punya hubungan erat dan banyak hubungan timbal balik. Dlm beberapa hal duta besar dapat memutuskan sesuatu yang menyangkut negaranya tanpa berkonsultasi dengan kepala negaranya terlebih dahulu.

b. Duta (Gerzant) adalah setingkat lebih rendah dari duta besar, biasanya ditempatkan pada negara yang tidak banyak hubungan timbal balik dan derajat kereratan hubungan lebih rendah dari pada negara yang mengirim duta besar. Segala persoalan yang menyangkut ke dua negara, seorang duta harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pemerintah negaranya.

94

65

c. Menteri Presiden (Minister President) adalah mereka yang tidak dianggab sebagai wakil kepala negara, tetapi hanya ditempatkan untuk mengurus urusan-urusan negaranya.

d. Kuasa Usaha (Charge D’affair), kuasa usaha tidak diperbantukan kepada kepala negara, tetapi kepada menteri luar negeri negara penerima. Berhubungan dengan kepala negaranegara penerima melalui menteri luar negeri negara penerima.

e. Atase-atase, adalah tenaga ahli kedutaan, ada atase militer, atase perekonomian, atase pendidikan dan kebudayaan, dll.

Berakhirnya Fungsi Misi Perwakilan Diplomatik:95 a. Sudah habis masa jabatan

b. Ia ditarik oleh pemerintah negaranya

c. Karena tidak disenangi (di persona non grata) d. Negara penerima perang dengan negara pengirim.

Negara Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat berhak menentukan nasibnya sendiri serta kebijaksanaan luar negerinya. Bangsa atau negara tidak mungkin sanggup memenuhi semua kebutuhan warganya karena itu, diperlukan suatu kerjasama hubungan internasional yaitu hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara itu. Bangsa Indonesia dalam membina hubungan dengan negara lain menerapkan prinsipprinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan

95 http://www.AnneAhira.com. diakseskan tanggal 26 Juli 2019

pembangunan disegala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan hubungan luar negeri Indonesia ditujukan untuk peningkatan persahabatan dan kerjasama bilateral, regional dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional, oleh karena itu, Indonesia harus membangun citra yang positif diluar negeri.96

Untuk menandai hubungan dengan negara lain, harus didahului dengan pembukaan utusan konsuler atau diplomatik yang bersifat bilateral. Hubungan Internasional diselenggarakan oleh kesatuan diplomatik sebagai unsur departemen luar negeri yang harus mampu menguraikan aspirasi nasional diluar negeri.

Tugas-tugas yang dijalankan menteri luar negeri harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kepada presiden sebagai kepala pemerintahaan.

Dengan dilaksanakannya restrukturisasi, maka struktur organisasi Kementerian Luar Negeri pun berubah. Kementerian Luar Negeri yang sekarang terdiri dari Sekretariat Jenderal (Sekjen) dan Insepektorat Jenderal (Irjen).

Berdasarkan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.053/OT/II/2002/01Tahun 2002, ditetapkan Susunan Organisasi Kementerian Luar Negeri sebagai berikut : Menteri Luar Negeri RI, membawahi :Staf Ahli:Unit Pengendalian Krisis:Inspektorat Jenderal:Sekretariat Jenderal;Badan

96

67

Pengkajian Pengembangan Kebijakan;Perwakilan RI.Sekretariat Jenderal terdiri dari :Biro Administrasi Menteri;Biro Perencanaan dan Organisasi. 97

Pelaksanaan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) meliputi beberapa hal, yaitu penampungan, repatriasi, termasuk upaya pemberian bantuan hukum dan pendampingan, rehabilitasi/ pemulihan kesehatan fisik dan psikis, reintegrasi/penyatuan kembali dengan keluarganya atau lingkungan masyarakatnya. Dan upaya pemberdayaan ekonomi maupun pendidikan agar TKI tidak terjebak kembali dalam persoalan /masalah yang pernah dialaminya.

Upaya perlindungan TKI dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan koordinasi penanganan masalah WNI dan Sadan Hukum Indonesia (SHI) di luar negeri berada di tangan Departemen Luar Negeri (DEPLU) khususnya Direktorat Perlindungan WNI dan SHI yang dalam hal ini dilaksanakan bersama dengan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

Dalam Pasal 18 KepMenlu RI Nmor SK.06/0T/2004/01 Tahun 2004, disebutkan bahwa Pejabat Diplomatik dan Konsuler yang melaksanakan fungsi Konsuler mempunyai tugas pelayanan notarial, kehakiman dan jasa konsuler serta perlindungan WN I dan SHI.

Dalam menjalankan fungsinya dalam melindungi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia , ada beberapa mekanisme yang harus dilalui oleh pejabat diplomatik.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Pemberian pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum kepada WNI termasuk TKI dan SHI dalam hal terjadi ancaman dan/atau

97 Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hal. 89

masalah hukum di Negara Penerima sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional, dengan memperhatikan hukum setempat serta hukum kebiasaan internasional.

b. Penanganan pengaduan tentang permasalahan yang dihadapi oleh TKI dengan majikan, pengguna, dan/atau dengan emerintah setempat.

c. Pengidentifikasian masalah-masalah yang dihadapi oleh TKI dan pelayanan konsultasi dan masalah-masalah kekonsuleran.

d. Pemberian nasehat dan pengupayaan bantuan hukum dalam hal terjadi sengketa perburuhan antara pengguna jasa dengan TKI.

e. Pendataan secara komprehensif terhadap WNI di Negara Penerima.

f. Penerimaan, pencatatan, penelitian lapor diri, pengurusan ketenagakerjaan dan pengesahan dokumen-dokumen ketenagakerjaan, termasuk kontrakdan kerjasama dan kontrak kerja.

g. Pelaksanaan fungsi kenotariatan dan pencatatan sipil.

h. Pengurusan masalah pewarganegaraan (naturalisasi), repatriasi, deportasi, penyelesaian masalah pelintasbatas ilegal, masalah penyelundupan dan perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang, ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, WNI terlantardan evakuasi.

i. Pelayanan pengeluaran paspor biasa, surat perjalanan laksana paspor, surat keterangan penduduk luar negeri, pemberian visa imigrasi lainnya.

j. Pengurusan perijinan (clearance) melintas atau mendarat pesawat udara maupun kapal laut.

69

k. Bertindak sebagai wakil perwakilan dalam melakukan perbuatan hkum untuk dan tas nama Perwakilan.

l. Pengembangan dan peningkatan jejaring kerja dengan berbagai pihak, terutama kalangan pemerintah dan swasta, termasuk kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya, kejaksaan imigrasi, bea cukai, otoritas pelabuhan, perusahaan penerbangan, perbankan, perotelan, masyarakat setempat dan WNI di Negara Penerima.

m. Pengamatan, analisis dan pelaporan sistem dan perkembangan hukum setempat agar dapat diupayakan pemberian informasi cepat dan akurat bagi WNI dan BHI di Negara Penerima.

n. Pelaksanaan kunjungan kerja untuk memberikan penyuluhan hukum dan masalah kekonsuleran kepada WNI, asosiasi masyarakat Indonesia, perkumpulan pelajar/mahasiswa, dan perusahaan pengguna TKI di Negara Penerima.

o. Penyiapan dan pembuatan perjanjian internasional.

p. Pengkoordinasian pelaksanaan fungsi-fungsi atase teknis terkait.

q. Pemberian rekomendasi kepada pemerintah pusatsebagaibahan masukan bagi penyusunan kebijakan luar negeri, terutama yang berkaitan dengan isu-isu kekonsuleran.

r. Peningkatan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antara sesama WN I di luar negeri.

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada WNI di luar negeri, Perwakilan Diplomatik RI akan memberikan bantuan konsultasi hukum berupa:

a. Perwakilan RI bekerja sama dengan pengacara memberikan arahan-arahan kepada WNI yang akan menghadapi proses hukum. Hal ini meliputi sistem hukum negara setempat, hukum acara serta saran-saran mengenai sikap dan perilaku selama menjalani proses hukum yang akan mempengaruhi putusan pengadilan. Dalam hal ini Perwakilan akan membantu penuntasan masalah.

b. Terkait dengan jumlahnya, maka upaya perlindungan dan bantuan hukum diperlukan perhatian khusus terhadap para TKI yang bermasalah. Fungsi Konsuler bekerja sama dengan biang-bidang teknis lainnya, dalam memberikan bantuan melalui upaya penyelesaian dengan jalan musyawarah maupun melalui jalur hukum. Untuk penyelesaian kasus di luar pengadilan, Perwakilan RI dapat bertindak sebagai mediator atau menunjuk mediator lain sesuai dengan permintaan yang bersengketa.

Disamping itu juga diberikan bantuan kemanusiaan yaitu dengan cara secara periodik dilakukan kunjungan kepada WNI yang bermasalah dengan tujuan memantau keadaan (well being) dan memberikan dukungan moral. Kunjungan ini secara tidak langsung menunjukkan kepada Negara Penerima, khususnya instansi terkait dalam hal ini lembaga penjara, akan kepedulian terhadap WNI yang bermasalah.

Perwakilan Diplomatik RI hanya semampunya memberikan pemenuhan kebutuhan pokok yang dapat berupa bahan makanan, kebutuhan kesehatan dan peralatan ibadah. Bantuan rohaniwan juga diberikan terutama untuk TKI yang

71

diancam dari segi mental di tahanan. Hal ini dapat diupayakan dari asosiasi keagamanan setempat atau individu yang dinilai komoeten." Bantuan layanan kesehatan atau psykis sosial kepada TKI yang sedang mengalami tekanan dan memberikan dukungan moral agar secara psykologis mampu mengatasi masalah yang dihadapi sangat mereka butuhkan untuk memulihkan kondisi seperti semula.

Salah satu contoh pemberian bantuan hukum terhadap TKI di luar negeri adalah dalam kasus Adelina . Adelina merupakan TKI di Malaysia yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang terancam hukuman mati berupa hukuman pancung, karena membunuh majikannya, namun disini dapat penulis sampaikan dari hasil wawancara penulis dengan Adelina , bahwa Adelina tidak sengaja menghilangkan nyawa majikannya, pemukulan yang dia lakukan merupakan upaya untuk melindungi dirinya dan sebagai reaksi atas aksi majikannya yang membenturkan kepalanya ke tembok, karena merasa nyawanya telah terancam.

Ada beberapa hal yang diatur oleh Undang-Undang RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dalam upaya melindungi hak-hak pekerja migran dalam Kasus Adelina , yaitu Pertama, hak memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya.

Dalam Kasus Adelina , ia mendapatkan perlakuan semena-mena dari majikannya berupa penganiayaan. Ini merupakan bukti nyata bahwa haknya untuk mendapat perlakuan yang manusiawi telah dirampas. Dalam hal ini, seharusnya ia

memiliki hak atas rasa aman dan hak untuk mendapat perlindungan dari negara terhadap kekerasan fisik. Padahal disini, Adelina telah melaksanakan kewajibannya sebagai pekerja migran, yakni melayani majikannya.

Kedua, hak untuk diberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional. Dalam Kasus Adelina pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Malaysia telah lambat diberikan. Seharusnya pemberian bantuan hukum diberikan sesegera mungkin agar kasus cepat terselesaikan. Inilah yang seharusnya dibenahi oleh para instansi terkait perlindungan terhadap TKI. Jika dilihat dari Peraturan Pemerintah RI No.

3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, PP ini mengatur mengenai perlindungan TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan. Perlindungan pada masa penempatan diberikan oleh Perwakilan. Perlindungan yang diberikan meliputi :

a. Pembinaan dan pengawasan terhadap TKI

Dalam kasus Adelina , apabila kita mengacu pada PP No. 3 tahun 2013 tersebut, maka seharusnya pemerintah melakukan pembinaan pengawasan untuk para TKI, Perwakilan PPTKIS, mitra usaha, maupun pengguna. Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi atau dengan kata lain pemerintah harus memperketat pengawasan di area negara tujuan yang sering terkena masalah hukum.

b. Pemberian bantuan hukum

73

Dalam Kasus Adelina , Pemerintah wajib memberikan bantuan hukum kepada TKI yang terkena masalah hukum dengan cara melakukan pendampingan terhadap TKI yang menghadapi masalah hukum, penanganan masalah TKI yang mengalami tindak kekerasan fisik.

Karena disini Adelina mengalami tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya.

c. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI

Dalam Kasus Adelina sudah seharusnya Pemerintah melakukan penuntutan pemenuhan hak Adelina sebagai TKI. Karena hak-haknya telah dirampas. Seperti hak untuk diperlakukan secara manusiawi. Pemerintah telah mengupayakan pemenuhan hak Adelina sebagai TKI yakni berupa hak untuk dilindungi oleh negara.

d. Upaya Diplomatik

Upaya diplomatik dalam perlindungan TKI dilakukan melalui saluran diplomatik dengan cara damai dan dapat diterima oleh kedua belah pihak yang dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Dalam Kasus Adelina telah dilakukan upaya diplomatik, yakni berupa negosiasi dengan keluarga korban di Malaysia sehingga muncul kesepakatan untuk melakukan pembayaran diyat agar Adelina tidak dijatuhi hukuman mati berupa hukuman pancung. Meski negosiasi tersebut berjalan sangat lama dan sempat mengalami penundaan beberapa kali.

Namun akhirnya membuahkan hasil bahwa Adelina bebas dari jerat hukuman tersebut.

Salah satu langkah Pemerintah yang harus diberikan apresiasi dalam kasus Adelina adalah Pemerintah melaui BP3TKI Jawa Tengah telah memberikan pekerjaan kepada anak Adelina yakni dengan merekrut anak Adelina menjadi pegawai pada bagian penempatan di BP3TKI Jawa Tengah. Mengingat tujuan Adelina bekerja ke luar negeri pada saat itu adalah untuk menghidupi anak semata wayangnya. Ketika Adelina tersandung masalah hukum, hal ini mengakibatkan anaknya tidak memperoleh biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari ibunya. Atas dasar inilah ketika Adelina berhasil dipulangkan ke Indonesia, maka Pemerintah melalui BP3TKI Jawa Tengah merekrut anak Adelina untuk menjadi pegawai di BP3TKI Jawa Tengah dengan alasan kemanusian dan dengan harapan agar dapat menghidupi keluarganya setelah Adelina tidak lagi menjadi tulang punggung keluarga.

Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia dalam kasus Adelina adalah Pertama, Hukum yang berbeda di negara Indonesia dan Malaysia . Karena kasus Adelina terjadi di negara Malaysia, maka proses penjatuhan hukuman mengikuti hukum yang berlaku di negara Malaysia. Kedua, belum ada MoU antara Indonesia dan Malaysia terkait perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia khususnya sektor informal di Malaysia , ini menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan perlindungan. Ketiga, begitu tingginya uang pemaaf (diyat) yang diminta oleh keluarga korban, sehingga menyebabkan Pemerintah Indonesia melakukan beberapa kali negosiasi terkait pembayaran

75

diyat tersebut. Keempat, tindakan pidana yang dilakukan oleh Adelina lebih dari satu, yaitu mencuri dan membunuh. Sehingga membutuhkan proses yang begitu panjang untuk menyelesaikan kasus ini.

Berdasarkan beberapa kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia yang telah penulis paparkan tersebut diatas, maka upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam Kasus Adelina yaitu dengan melakukan pengoptimalan untuk pemenuhan hak-hak Adelina yang sudah seharusnya ia dapatkan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Indonesia terkait perlindungan terhadap TKI. Kemudian Pemerintah Indonesia melakukan moratorium TKI informal ke Malaysia untuk mencegah terjadinya pelanggaran lagi terhadap hak-hak pekerja migran di Malaysia . Selanjutnya, Pemerintah berulangkali melakukan negosiasi kepada keluarga korban agar Adelina dapat bebas dari vonis hukuman mati berupa hukum pancung. Pada akhirnya menghasilkan kesepakatan dengan pembayaran diyat sebesar Rp. 21 Miliar. Uang diyat tersebut diperoleh dengan bantuan dari masyarakat Indonesia yakni dengan menggalang dana di berbagai daerah di Indonesia. Karena diyat yang diminta keluarga korban bernilai fantastis. Pemerintah juga telah memberikan pendampingan hukum untuk Adelina sampai selesainya kasus tersebut, meskipun diawal sempat terlambat pemberian pendampingan hukumnya.

Berdasarkan pada hal di atas, maka dapat kita lihat bahwa Kementerian Luar Negeri Indonesia sebagai perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri, dalam hal ini di Malaysia, selalu berusaha maksimal dalam memberikan perlindungan hukum kepada TKI yang bermasalah di luar negeri. Perlindungan

hukum dilakukan dengan memberikan bantuan hukum. Dalam hal ratifikasi, Indonesia juga selalu membuka peluang untuk memperbarui kerjasama dalam hal ketenagakerjaan.

BAB IV

PERANAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI TERHADAP TKI