• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI

KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARAH PIA DESIDERIA NIM : 150200475

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

i Sarah Pia Desideria*)

Suhaidi**) Sutiarnoto***)

Indonesia sendiri membuka beberapa hubungan diplomatik dengan beberapa negara di dunia, salah satu nya ialah negara Malaysia . Hubungan Diplomatik Indonesia dan Malaysia sudah terbina dalam kurun waktu yang cukup lama dan telah menghasilkan banyak bentuk kerjasama yang telah disepakati, hal ini tidak terlepas dari latar belakang Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia meskipun secara resmi bukanlah negara islam. Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia baru secara resmi tercatat didirikan pada tanggal satu Mei 1950 atau tepatnya 5 tahun setelah Indonesia merdeka dan menjadi negara yang berdaulat, awal mula hubungan ini terkait dengan usaha rakyat Indonesia yang selalu mendapat dukungan dan simpati dari negara-negara di Timur khususnya Malaysia . TKI yang dikirim ke Malaysia banyak mengalami kendala-kendala, salah satunya berupa siksaan-siksaan yang dilakukan oleh majikan dari TKI yang dikirim ke Malaysia yang mengakibakan para TKI melakukan perbuatan melanggar hukum kepada majikannya itu sendiri dalam rangka membalas perlakuan majikannya. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengawasan pemerintah terhadap TKI di luar negeri?

Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum TKI dalam Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004?Bagaimanakah peranan Kementerian Luar Negeri terhadap TKI?

Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis peraturan terkait.

Kerja Indonesia dengan pihak pemerintah Malaysia dengan ditandatanganinya nota kesepahaman tahun 2014 dengan tujuan yang tertuang pada pasal 1 yaitu persetujuan ini bertujuan untuk membentuk suatu mekanisme efektif untuk penempatan tenaga kerja Indonesia sektor domestik, memastikan perlindungan hak tenaga kerja Indonesia dan majikannya, dan menetapkan standar perjanjian kerja sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri menentukan ada 3 (tiga) jenis perlindungan bagi TKI: a. Perlindungan TKI pra penempatan, b. Perlindungan TKI selama penempatan, c. Perlindungan TKI purna penempatan. Dalam memberikan perlindungan hukum kepada WNI di luar negeri, Perwakilan Diplomatik RI akan memberikan bantuan konsultasi hukum.

Kata kunci: Perlindungan Hukum, TKI, Malaysia

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***) Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

(4)

Indonesia itself has opened several diplomatic relations with several countries in the world, one of them is Malaysia. Diplomatic relations between Indonesia and Malaysia have been established over a long period of time and have resulted in many forms of cooperation that have been agreed upon, this is inseparable from the background of Indonesia as the largest Muslim population in the world even though it is officially not an Islamic state. The diplomatic relations between Indonesia and Malaysia were officially recorded as being established on May 1, 1950, or exactly 5 years after Indonesia gained independence and became a sovereign nation, the beginning of this relationship was related to the efforts of the Indonesian people who always had the support and sympathy of countries in the East in particular Malaysia. Migrant workers sent to Malaysia experience many obstacles, one of which is torture carried out by employers from migrant workers sent to Malaysia which results in migrant workers committing unlawful acts against their employers in order to retaliate against their employer's treatment. The problem in this study is: What is the governmental supervision of migrant workers abroad? What is the form of legal protection for Indonesian Migrant Workers in the Indonesia-Malaysia Memorandum of Understanding in 2014 and Law Number 39 of 2004? What is the role of the Ministry of Foreign Affairs for Indonesian Migrant Workers?

This research is descriptive in nature and uses a normative juridical approach. Data obtained through library research (library research). Literature research is carried out by analyzing related regulations.

Indonesia's work with the Malaysian government with the signing of a memorandum of understanding in 2014 with the objectives set out in article 1 namely this agreement aims to establish an effective mechanism for the placement of Indonesian workers in the domestic sector, ensure the protection of the rights of Indonesian workers and their employers, and establish labor agreement standards in accordance with applicable laws and regulations. Law No. 39/2004 concerning the Placement and Protection of Indonesian Migrant Workers abroad determines that there are 3 (three) types of protections for Indonesian Migrant Workers: a.

Pre-placement TKI Protection, b. Protection of Indonesian Migrant Workers during placement, c. Protection of migrant workers after placement. In providing legal protection to Indonesian citizens abroad, the Indonesian Diplomatic Representative will provide legal consultation assistance.

.

Keywords: Responsibility, Child, Divorce

* University of North Sumatra Faculty of Law students

** 1st Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

*** 2nd Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

(5)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah, kasih karunia, hikmat dan sukacita sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H selaku Ketua Departemen Hukum Internasional di Fakultas Hukum USU dan sekaligus Dosen Pembimbing I.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Sutiarnoto, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II saya, yang telah banyak membantu dan memberi bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

(6)

8. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi saya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Desember 2019

Penulis Sarah Pia Desideria

(7)

v DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 9

D. Keaslian Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI A. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan ... 22

B. Landasan Hukum dan Asas Hukum Ketenagakerjaan ... 27

C. Dasar Hukum Penempatan TKI di Luar Negeri ... 33

D. Kesepakatan Antara Indonesia dengan Malaysia Terkait Ketenagakerjaan 40 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TKI DALAM NOTA KESEPAHAMAN INDONESIA- MALAYSIA TAHUN 2014 A. Penempatan TKI di Malaysia ... 48

B. Permasalahan yang Terjadi Pada TKI di Malaysia ... 51

C. Bentuk Perlindungan Kepada TKI di Malaysia ... 53

BAB IV PERANAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI DALAM MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TKI YANG BERMASALAH DI MALAYSIA A. Pelaksanaan Perlindungan Tenaga Kerja ... 59

B. Aspek Perlindungan Pidana ... 66

C. Mekanisme Pemberian Bantuan Kementerian Luar Negeri Terhadap TKI yang Bermasalah di Malaysia ... 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...87

(8)

Lampiran

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara merupakan subjek utama hukum internasional, hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban negara karena hal utama yang diurus hukum internasional adalah negara. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsip-prinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Dalam berhubungan satu sama lain negara- negara mengirim utusan-utusannya untuk berunding dengan negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mengamankan kepentingannya masing-masing di samping mengupayakan terwujudnya kepentingan bersama.1

Salah satu tujuan dari dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945. Oleh karena itu negara seseungguhnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negaranya tanpa terkeculai, perlindungan terhadap warga negara pada hakikatnya tidak hanya perlindungan keamanan akan tetapi juga adalah perlindungan dari kemiskinan, karenanya negara juga berkeawjiban untuk memajukan kesejahteraan umum.2

Masalah kesejahteraan sampai saat ini merupakan tugas pemerintah yang nampakanya belum pernah selesai. Semenjak didirikannya negara Indonesia pada tahun 1945, kinerja pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan rakyatnya

1 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT Alumni, Edisi ke-2 Cetakan ke-4, 2011 hal.510

2 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000 hal. 43

(10)

belum pernah mencapai taraf yang memuaskan, kemiskinan masih merupakan problematika sosial yang belum pernah terselesaikan. Salah satu penyebab dari tingginya angka kemiskinan dalam suatu negara adalah peluang dan kesempatan kerja yang sidikit di dalam negara tersebut. Indonesia dengan jumlah penduduknya yang lebih dari 230 juta jiwa termasuk dalam negara yang memiliki jumlah pengangguran terbanyak. Minimnya kesempatan kerja dan persaingan pasar kerja yang begitu ketat di dalam negeri serta peluang memperoleh gaji yang tinggi di luar negeri, telah menyebabkan banyak dari warga Indonesia yang mencoba mencari peruntungan di luar negeri. Warga negara indonesia yang bekerja di luar negeri ini biasa dikenal dengan istilah TKI (Tenaga Kerja Indonesia).3

Adanya keterbatasan lapangan kerja dan kondisi perekonomian yang kurang menarik di negaranya sendiri dan penghasilan yang cukup besar akan tampak lebih menarik di negara tujuan telah menjadi pemicu terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional.4 Migrasi adalah langkah alternatif yang diambil individu sebagai upaya untuk mengubah kualitas kehidupannya atas keterbatasan ekonomi serta distribusi kesempatan di tingkat domestik.5 Demikian halnya dengan migrasi TKI ke luar negeri yang sudah berlangsung sejak tahun 1970-an dan terus mengalami peningkatan dalam jumlahnya, dan meningkatnya angka TKI

3 I Dewa Rai Astawa, Aspek Perlindungan Hak-hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Skripsi, Semarang : Universitas Diponegoro Tahun 2006 hal. 4

4 Ananta, Aris, Liberalisasi Ekspor dan Impor Tenaga kerja suatu Pemikiran Awal, Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 1996, hal. 245

55 Djumadi, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo

(11)

3

ke luar negeri tidak dapat dipisahkan dari kondisi pertumbuhan angkatan kerja dan ketersediaan lapangan pekerjaan domestik.

Lambatnya pemulihan ekonomi ini mengakibatkan dampak bagi kehidupan masyarakat, karena pengangguran meningkat, penduduk miskin bertambah, dan lapangan kerja menjadi hal yang susah untuk dicari. Hak dan perlindungan terhadap tenaga kerja juga menjadi tidak terjamin serta kesehatan masyarakat menjadi menurun. Pada kenyataannya, pihak pencari kerja semakin lama jumlahnya semakin banyak. Banyak faktor yang berpengaruh dalam hal ini, salah satunya adalah faktor pemutusan hubungan kerja karena perusahaan yang bangkrut / pailit, atau perusahaan yang pindah ke negara lain atau dapat juga karena adanya akibat dari semakin banyak pencari kerja yang belum tersalurkan.

Dengan demikian sumber daya manusia di Indonesia hanya unggul dalam segi kuantitas tanpa didukung keunggulan secara kualitas.

Tenaga kerja sendiri adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Hal ini bisa dilihat dari tingginya tingkat pengangguran serta rendahnya kesempatan kerja yang disediakan.

Pengiriman TKI keluar negeri memang bisa memberikan manfaat ekonomi yang relatif besar tidak hanya bagi TKI itu sendiri dan keluarganya akan tetapi juga bagi negara, karena itu negara menganggap pengiriman TKI ke luar negeri

(12)

merupakan sebuah jawaban atas absennya negara dalam menyediakan lapangan kerja. Sulitnya kesempatan kerja di dalam negeri dan semakin banyaknya pengangguran di Indonesia pada akhirnya telah menjadikan Indonesia sebagai pengekspor buruh migran terbesar di Asia dan bahkan dunia.

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia awalnya dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, pertama kali Tenaga Kerja Indonesia dikirim ke Suriname, Amerika Selatan untuk bekerja di sektor perkebunan. Tujuan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yaitu untuk menggantikan tugas para budak asal Afrika yang telah dibebastugaskan seiring adanya penghapusan sistem perbudakan. Sebagian besar tenaga kerja yang dikirim ke Suriname berasal dari Jawa karena faktor ekonomi yang mana pada waktu itu perekonomian penduduk pribumi sangat rendah akibat bencana meletusnya gunung berapi sejak tahun 1890. Awalnya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dilakukan dari Jakarta pada tanggal 21 Mei 1890 dengan menggunakan kapal SS Koningin Emma dan tiba di Suriname tanggal 9 Agustus 1890 dengan jumlah Tenaga Kerja Indonesia 94 orang yaitu 61 pria dewasa, 31 wanita dan 2 anak-anak. Selanjutnya Tenaga Kerja Indonesia yang dikirim ke Suriname terus dilakukan sampai tahun 1990 dengan 32.986 orang dan menggunakan 77 kapal laut. Selanjutnya pada tahun 1983 pengiriman Tenaga Kerja Indonesia mencapai 27.671 orang yang bekerja pada delapan negara dan pada tahun 1992 jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri bertambah menjadi 158.750 orang.6

6 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

“Sejarah Penempatan TKI hingga BNP2TKI”. Diakses dari <http://www.bnp2tki.go.id/berita- mainmenu-231/berita-foto-mainmenu-31/4054-sejarah-penempatan-tki-hingga-bnp2tki-.html>

(13)

5

Dalam berhubungan diantara negara-negara tersebut diperlukan suatu bentuk aturan yang mengatur, agar hubungan yang dibangun oleh sesama negara berada di dalam satu kesatuan jalur dan tidak adanya pertentangan yang terjadi di antara negara dalam rangka mengupayakan hubungan yang baik serta menjaga perdamaian yang sama-sama diinginkan oleh negara-negara itu sendiri. Sebelum adanya aturan yang mengatur hubungan diplomasi di antara negara, kebiasaan di dunia internasional mengenai diplomasi telah dlaksanakan sejak masa jayanya kerajaan Romawi di Eropa dan Afrika utara beberapa abad yang lalu. Sarana komunikasi pejabat negara termasuk kepala negara mengadakan hubungan dengan melakukan perundingan, ini dilakukan atas dasar menjaga hubungan baik di antara kepala negara yang akan berimbas kepada hubungan baik di antara kedua negara yang melaksanakan hubungan diplomasi. Seorang diplomat memerlukan pengetahuan yang cukup agar dapat mensukseskan beban yang dipikul kepadanya, pengetahuan tersebut antara lain pengetahuan kebiasaan internasional serta konvensi-konvensi internasional tentang hubungan diplomatik, memahami titik- titik lemah lawan berunding, serta menyadari perbandingan kedudukan negaranya dengan negara asing itu.7

Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan hubungan diplomatik berasal dari hukum kebiasaan. Pada Kongres Wina tahun 1815 raja-raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis. Namun tidak banyak dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hirarki diplomat yang

7 Syahmin, Hukum Diplomatik, Dalam Kerangka Studi Analisis, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008 hal. 4

(14)

kemudian dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21 November 1818. Sebenarnya, kongres Wina dari segi susbtansi praktis tidak menambah apa- apa terhadap praktik yang sudah ada sebelumnya selain menjadikannya sebagai hukum tertulis. 8

Masalah diplomatik semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman, sehingga kebiasaan internasional yang telah dikodifikasikan pun dirasa belum cukup untuk mengatur mengenai hubungan di antara negara itu sendiri, ini terbukti dengan dilakukannya usaha-usaha pengkodifikasian lain oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1927, lahirnya Convention of diplomatic Officers di Havana pada tahun 1928, adanya agenda konferensi di Den Haag pada tahun 1930. Dari usaha yang dicoba dalam beberapa konferensi yang di sebutkan tadi menunjukan bahwa adanya ketidak puasan negara-negara mengenai aturan hukum internasional yang menyangkut hubungan diplomatik di antara negara-negara itu sendiri.9

Hingga pada tahun 1945 lahirnya PBB, PBB membentuk komisi hukum internasional yang dibentuk oleh Majelis Umum pada tahun 1947 (GA. Res. 174 II/1947) yang salah satunya membahas mengenai hubungan diplomatik. 10Akan tetapi hubungan diplomatik yang telah dijunjung oleh negara-negara di dunia dalam mencapai tujuan bersama dengan itikad baik mencapai titik krusial karena terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hubungan diplomatik itu pada saat terjadinya perang dingin. Hal ini memicu majelis PBB untuk mengeluarkan

8 Boer Mauna, Op. Cit, hal. 512

9 Ibid.

10

(15)

7

resolusi yang berisikan permintaan melakukan kodifikasi hukum mengenai diplomatik dan kekebalannya.

Pada tahun 1954 komisi mulai membahas masalah hubungan diplomatik dan kekebalannya, dan pada tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961 dilaksanakan konferensi internasional yang disebut the United Nations Conference on Diplomatic Intercourse and Immunities di Wina. Wina dipilih dengan pertimbangan historis karena konferensi pertama mengenai hubungan diplomatik pada tahun 1815 juga dilaksanakan di kota tersebut. Konferensi menghasilkan instrumen-instrumen : Vienna Convention on Diplomatic Relations, optional protocol concerning acquisition on nationality, dan optional protocol concernung the compulsory settlement of disputes. Diantara ketiga instrumen tersebut Convention on diplomatic relation yang dikenal dengan Konvensi Wina tahun 1961 yang merupakan instrumen terpenting.11

Jika suatu negara telah menyetujui pembukaan hubungan diplomatik dengan negara lain melalui suatu instrumen atas dasar asas timbal balik (principleof reciprocity) dan asas saling menyetujui (principle of mutual consent), negara-negara tersebut sudah harus memikirkan pembukaan suatu perwakilan diplomatik dan penyusunan keanggotaan perwakilan tersebut baik dalam tingkatannya maupun jumlah anggota staf perwakilan yang telah disetujui bersama dalam suatu batas yang dianggap layak dan wajar.12

Indonesia sendiri telah membuka beberapa hubungan diplomatik dengan beberapa negara di dunia, salah satu nya ialah negara Arab Saudi. Hubungan

11 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 hal.4

12 Konvensi Wina Pasal 2

(16)

Diplomatik Indonesia dan Malaysia sudah terbina dalam kurun waktu yang cukup lama dan telah menghasilkan banyak bentuk kerjasama yang telah disepakati, hal ini tidak terlepas dari latar belakang Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia meskipun secara resmi bukanlah negara islam.

Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia baru secara resmi tercatat didirikan pada tanggal satu Mei 1950 atau tepatnya 5 tahun setelah Indonesia merdeka dan menjadi negara yang berdaulat. 13

Kerjasama yang lahir berupa kerjasama di bidang politik yang dimulai pada kerjasama negara-negara ASEAN, yang berisikan butir-butir kesepakatan di bidang ekonomi. Kerjasama di bidang sosial budaya seperti kunjungan Duta besar Republik Indonesia ke Malaysia dan pelaksanaan fungsi Pensosbud. Juga kerjasama dalam hal pengiriman Tenaga Kerja Indonesia(selanjutnya disingkat dengan TKI) ke Malaysia.

Penempatan TKI di luar negeri secara umum dan khususnya Malaysia diperbolehkan oleh pemerintahan Republik Indonesia, hal ini dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri (selanjutnya disingkat dengan UU TKI), tercantum dalam konsideran menimbang huruf b, yang berbunyi : “bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan.”

13 Andi Hamzah, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990

(17)

9

TKI yang dikirim ke Malaysia banyak mengalami kendala-kendala, salah satunya berupa siksaan-siksaan yang dilakukan oleh majikan dari TKI yang dikirim ke Malaysia yang mengakibakan para TKI melakukan perbuatan melanggar hukum kepada majikannya itu sendiri dalam rangka membalas perlakuan majikannya, sehingga mereka dijatuhi hukuman.14 Masalah yang dialami oleh TKI di Malaysia bukan saja mengenai pekerjaan, tetapi juga merambat terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap para pekerja migran tersebut. Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap para pekerja migran tersebut tentu akan menghambat proses pekerjaan para TKI.

Akan tetapi kompleksnya masalah yang dialami oleh TKI tidak mampu ditampung oleh Undang-undang penempatan TKI, terbukti dengan diperlukannya revisi Undang-undang tersebut. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diluar Negeri sendiri lebih menitikberatkan kepada penempatan TKI bukan perlindungan TKI, dari 109 Pasal UU tersebut, hanya beberapa Pasal yang memuat tentang aspek perlindungan yaitu Pasal 77- Pasal 84 dan belum memberikan uraian yang jelas mengenai perlindungan TKI.

Melihat hal tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan kesepahaman kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan negara Malaysia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU). Kesepahaman terbaru yang dijalin yaitu pada tahun 2014. Adapun tujuan dari hal ini adalah sebagai upaya melindungi para TKI yang berada dan bekerja di Malaysia.

14 Konvensi Wina 1961 Pasal 3 ayat (1) huruf b

(18)

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas dan menggali lebih dalam mengenai perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia berdasarkan Nota Kesepahaman kerjasama penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Sektor Domestik. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Perlindungan HAM Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Ditinjau Dari Kovensi ILO Tentang Buruh Migran.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang dan penegasan judul di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengawasan pemerintah terhadap TKI di luar negeri?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum TKI dalam Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004?

3. Bagaimanakah peranan Kementerian Luar Negeri terhadap TKI?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap TKI di luar negeri.

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum TKI dalam Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.

3. Untuk mengetahui peranan Kementerian Luar Negeri terhadap TKI.

(19)

11

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum internasional, yang terkhusus berkaitan dengan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Khususnya di Malaysia.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan- penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri yang dalam hal ini dipersempit ruang lingkupnya yaitu di Malaysia.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati bahwa judul skripsi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia.

Namun ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan perlindungan TKI di luar negeri, antara lain:

(20)

Sunawar Sukowati (2011) Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dengan judul penelitian Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Studi Pada Balai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Jawa Tengah). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Perlindungan hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri yang dilakukan oleh Balai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Jawa Tengah.

2. Hambatan- hambatan yang dialami Balai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Jawa Tengah untuk melindungi TKI ke luar negeri.

3. Upaya- upaya yang dilakukan Balai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi Jawa Tengah untuk melindungi TKI ke luar negeri.

Anitya Nur Indah Permatasari (2016) Fakultas Hukum Ekonomi Syariah (Mu’amalah) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Masa Pra Penempatan (Tinjauan Yuridium UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaturan tentang Penempatan dan perlindungan TKI yang berangkat ke luar negeri.

(21)

13

2. Peran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam upaya perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri.

3. Prosedur penempatan dan juga perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

Wisnu Kawiryan (2015) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul penelitian Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Oleh BP3TKI Yogyakarta: Kajian Perlindungan Pada Pra Penempatan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Tugas dan kewajiban pemerintah Indonesia terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

2. BP3TKI Yogyarakarta dan Perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia.

3. Perlindungan TKI oleh BP3TKI Yogyakarta pada masa pra penempatan.

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan TKI di atas dibahas secara umum, sedangkan dalam penelitian ini hanya pada TKI yang berada di Malaysia.

2. Peraturan yang digunakan di atas adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 sedangkan dalam penelitian ini ditambahkan dengan nota kesepahaman antara Indonesia- Malaysia.

(22)

3. Metode penelitian di atas dilakukan dengan metode empiris, sedangkan penelitian ini dilakukan secara normatif.

Penelitian yang dilakukan saat ini berjudul Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia, dengan permasalahan tentang pengawasan pemerintah terhadap TKI di luar negeri, bentuk perlindungan hukum TKI dalam Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dan peranan Kementerian Luar Negeri terhadap TKI.

Skripsi ini belum ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan tulisan yang telah dilakukan di Fakultas Hukum manapun. Maka dari itu, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara akademik.

F. Tinjauan Pustaka

Adapun judul yang dikemukakan oleh adalah “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia.” Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum

(23)

15

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.15

Menurut Muchsin, yang dikuti dari buku Nashriana perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.16

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:17

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

15 Ishaq, Dasar- dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 hal. 43

16 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali, 2016 hal. 17

17 Ibid, hal. 20

(24)

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu :

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

(25)

17

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang- Undang Tenaga Kerja No.

13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia diatas 64 tahun.18

Tenaga kerja adalah semua orang yang mau ataupun bersedia dan memiliki kesanggupan untuk bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun mau

18 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010 hal. 5

(26)

dan mampu untuk bekerja, akan tetapi terpaksa menganggur karena tidak adanya kesempatan kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berada pada rentang usia kerja yang siap melaksanakan pekerjaan, antara lain mereka yang telah bekerja, mereka yang sedang mencari kerja, mereka yang sedang menempuh pendidikan (sekolah), dan juga mereka yang sedang mengurus rumah tangga. Jadi kesimpulannya tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Menurut Undang – Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri bahwa setiap calon TKI yang akan mendaftarkan diri untuk bekerja di Luar Negeri harus memenuhi prosedur yang telah ditentukan. 19

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

19

(27)

19

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia Malaysia. Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil penelitian20.

2. Metode penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.21 Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Nota

20 Moeleong, Lexy.J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007 hal 6

21 Ibrahim,Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi).

Malang: Bayu Media Publishing, 2007 hal. 303

(28)

Kesepahaman Indonesia- Malaysia Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia. Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi olehpeneliti- peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi : a. Bahan-bahan hukum primer, yang mencakup Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia Berdasarkan Nota Kesepahaman Indonesia- Malaysia Tahun 2014 Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia Malaysia.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti Jurnal mengenai Merek atau Sengketa Merek Nasional maupun Internasional, hasil-hasil penelitian.

c. Bahan-bahan hukum tersier,meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

(29)

21

Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar di dalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan, dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : KEBERADAAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Sejarah Hukum Ketenagakerjaan, Landasan Hukum dan Asas Hukum Ketenagakerjaan, Dasar Hukum Penempatan TKI di Luar Negeri dan Kesepakatan Antara Indonesia dengan Malaysia Terkait Ketenagakerjaan.

BAB III : PEMBERIAN BANTUAN KEPADA TKI YANG BERMASALAH DI MALAYSIA

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pelaksanaan Perlindungan Tenaga Kerja, Aspek Perlindungan Pidana, Mekanisme Pemberian

(30)

Bantuan Kementerian Luar Negeri Terhadap TKI yang Bermasalah di Malaysia.

BAB IV : PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian HAM dan Kedudukan HAM dalam Hukum Internasional, Perlindungan TKI dalam hubungan Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia dalam bidang Ketenagakerjaan dan Perlindungan HAM Terhadap TKI di Malaysia dalam Perspektif Konvensi ILO tentang Buruh Migran.

BAB V : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penyelesaian sengketa dengan gugatan sederhana.

(31)

BAB II

PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP TKI DI LUAR NEGERI A. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan

Asal mula adanya Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika dilihat dari abad ke- 120 SM ketika bangsa ini mulai ada sudah dikenal adanya sistem gotong- royong, antara anggota masyarakat, di mana gotong- royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga.43

Perjalanan panjang kerjasama pengiriman tenaga kerja tercatat sebagai proses perkembangan perdagangan ekonomi dunia yang semakin berkembang dari tahun ke tahun. Migrasi tenaga kerja terjadi karena adanya perbedaan antarnegara, terutama dalam memperoleh kesempatan dibidang ekonomi. Migrasi internasional Indonesia dicirikan dengan tingkat pendidikan yang rendah, berumur antara 15-40 tahun. Banyak TKI mempunyai etos kerja yang rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari Thailand, Filipina, dan Korea Selatan. Rendahnya kualitas TKI berarti rendahnya pengetahuan mereka tentang hak-haknya.44

Sifat gotong- royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua orang, dan gotong – royong ini nantunya menjadi sumber terbentuknya hukum ketenagakerjaan adat, di mana pengaturannya tidak secara tertulis, namun hukum ketenagakerjaan adat kebiasaan ini merupakan identitas bangsa yang

43 Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2012 hal.

143

44 M. Arif Nasution, Globalisasi dan Migrasi Antar Negara , Bandung: Kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation, 1999 hal. 8

(32)

mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari abad ke abad.

Seiring dengan munculnya dan mulai berdirinya kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperti saat zaman kerajaan Hindu Belanda pada zaman ini terdapat suatu sistem pengkastaan, antara lain: brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria, di mana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra, dan paria ini menjadi budak dari kasta brahmana, ksatria, dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban, sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan.

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun- 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan diatas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.45

45

(33)

25

Tenaga kerja sendiri secara umum dapat diartikan dalam sebagai orang atau individu yang mampu untuk berbuat seusatu untuk menghasilkan barabg atau jasa. Berikut ini terdapat beberapa pengertian tentang tenaga kerja:46

a. UU Pokok Ketenagakerjaan No. 14 Tahun 1969, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini maka pembinaan tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan.

b. Dr.A.Hamzah SH, menyatakan tenaga kerja meliputi tenaga kerja yag bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi utamanya dalam proser produksi tenaga kerja itu sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran.

c. A. Hamzah, menyatakan tenaga kerja adalah (man power) adalah produk yang sudah atau sedang bekerja. Atau sedang mencari pekerjaan, serta yang sedang melaksanakan pekerjaan lain. Seperti bersekolah, ibu rumah tangga. Secara praktis, tenaga kerja terdiri atas dua hal, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja:a) angkatan kerja (labour force) terditi atas golongan yang bekerja dan golongan penganggur atau sedang mencari kerja; b) kelompok yang bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang bersekolah, golongan yang

46 Andi Hamzah, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990 hal.

8

(34)

mengurus rumah tangga, dan golonganlain lain atau menerima penghasilan dari pihak lain, seperti pensiunan dll.

Perpindahan tenaga kerja Indonesia antarpulau dan luar negeri tidak bisa dipisahkan dari masa orde lama dan orde baru bahkan sejak masa penjajahan di tahun 1887. Pada tahun tersebut, tenaga kerja dikirim ke beberapa daerah jajahan seperti Suriname, Kaledonia, dan Belanda.47

Selama periode 1875-1940 pekerja Indonesia sudah bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname dan New Caledonia. Menurut catatan sensus 1930 jumlah pekerja Indonesia di Suriname sekitar 31.000 orang, di New Caledonia sekitar 6.000 orang. Migran internasional yang bekerja di Suriname dan New Caledonia pada waktu itu adalah migran paksaan/ kuli kontrak. Pada masa kolonial kebanyakan migrasi internasional bersifat paksaan (forced migration) dan cendrung permanen (mobilitas penduduk yang bersifat menetap).48

Dimulai pada abad ke 20, migrasi dari Indonesia ke Malaysia yang berlaku secara besar-besaran dalam konteks ekonomi kolonial yang memerlukan tenaga kerja yang ramai di Malaysia. Sebagian orang Jawa datang untuk menjadi kuli kontrak pemodal Inggris. Pada masa yang sama ada juga orang-orang Melayu dari Malaysia yang merantau ke Indonesia dan kemudian terus menetap di Indonesia.49

Di masa kolonial penggunaan buruh Indonesia di Malaysia dalam berbagai sektor tenyata menjadi tradisi dan adat merantau dalam kehidupan mereka dan

47 Awani Irewati, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Masalah TKI ilegal di Negara ASEAN, Jakarta: Pusat Penelitian Politik LIPI, 2003 hal. 34

48 M. Arif Nasution, Globalisasi dan Migrasi antar Negara, Bandung: Kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation, 1999 hal. 39

49

(35)

27

menjadi suatu daya hidup yang positif dan dinamik. Pada masa kolonial baik di Indonesia maupun Malaysia pihak pemerintah telah merencanakan berbagai program dan proyek pembangunan. Pembangunan tentunya khusus untuk kepentingan membina keutuhan ekonomi dan politik kolonial.50

Memasuki kemerdekaan Indonesia, orde lama, merupakan sejarah awal bagi Lembaga Kementrian perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementrian Perburuhan.51

Secara umum, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum Imperatif (dwingend recht atau hukum memaksa) dan hukum Fakultatif (regelend recht atau aanvulend recht atau hukum tambahan). Menurut Budiono Abdul Rachmad, bahwa hukum imperatif adalah hukum yang harus ditaati secara mutlak, sedangkan hukum fakultatif adalah hukum yang dapat dikesampingkan (biasanya menurut perjanjian).52

Peraturan tertulis yang mengatur ketenagakerjaan adalah Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sedangkan peraturan tidak tertulis antara lain adat dan kebiasaan, yurisprudensi, peraturan kerja, kesepakatan kerja bersama, Keputusan-keputusan Pejabat-pejabat dan Badan-badan Pemerintah.

50 Ibid., hal. 21

51Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI),

“Sejarah Penempatan TKI hingga BNP2TKI”, dalam http://www.bnp2tki.go.id/berta-mainmenu- 31/4054-sejarah-penempatan-tki-hingga-bnp2tki.html, diakses pada 18 Mei 2017.

52 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1999 hal. 9

(36)

B. Landasan Hukum dan Asas Hukum Ketenagakerjaan

Dengan semangat, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka produk peraturan perundangan tentang penempatan TKI ke luar negeri, baik pranata hukumnya maupun penegakannya dan penyelenggaraan penempatan TKI ke luar negeri harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang luhur. Karena itu perilaku yang mengeksploitasi TKI sejak prapenempatan, saat penempatan maupun purnapenempatan dengan dalih apa pun, baik atas nama ras maupun agama tidak dapat dibenarkan. Semangat, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” pada prinsipnya ingin menempatkan manusia sesuai dengan harkatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Kemanusiaan, berasal dari kata manusia yaitu mahkluk yang berakal budi, memiliki potensi fikir, rasa, karsa dan keyakinan dengan potensi yang dimilikinya menjadi makhlukyang mempunyai martabat dan derajat tinggi. 53

Semangat sila “Persatuan Indonesia”, mengandung prinsip nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air; menggalang terus persatuan dan kesatuan Bangsa.

Nasionalisme adalah syarat mutlak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu bangsa dalam abad modern sekarang ini, sebab tanpa rasa nasionalisme suatu bangsa akan hancur terpecah-belah dari dalam. Nasionalisme Pancasila mengharuskan bangsa Indonesia menghilangkan penonjolan kesukuan, keturunan ataupun perbedaan warna kulit. Mengacu pada kerangka berpikir kefilsafatan sila ketiga Pancasila itu, maka keseluruhan proses penempatan TKI melalui peraturan perundangannya, seharusnya tetap mampu menumbuhkan semangat nasionalisme

53 Achmad Faiuzi, Pancasila Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat, Ideologi Nasional

(37)

29

bangsa, tanpa harus memandang rendah bangsa lain. Dalam prinsip nasionalisme ini juga tersirat kewajiban TKI untuk menjaga nama baik bangsa dan negara dengan cara tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan hukum negara tujuan.

Semangat sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, tidak lain adalah demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan berarti, bahwa tindakan bersama diambil setelah ada keputusan bersama. Melalui semangat sila keempat ini, maka peraturan perundang-undangan tentang penempatan TKI ke luar negeri tidak diperbolehkan mengurangi bahkan mematikan hak-hak politik TKI sebagai warga negara Indonesia. Karena itu hak untuk mengorganisir diri bagi TKI di luar negeri dalam rangka memberi penguatan hak-hak dasar bagi TKI mutlak harus memperoleh jaminan di dalam peraturan perundangan maupun dalam MoU yang dibuat dengan negara penempatan.

Semangat “Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menghendaki adanya kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat. Keadilan sosial berarti harus melindungi yang lemah, dan hal ini bukan berarti yang lemah lalu boleh tidak bekerja dan sekedar menuntut perlindungan, melainkan sebaliknya justru harus bekerja menurut kemampuan dan bidangnya.Perlindungan yang diberikan adalah untuk mencegah kesewenang- wenangan dariyang kuat untuk menjamin adanya keadilan dan pemerataan.

Hukum ketenagakerjaan memiliki landasan, antara lain sebagai berikut:

(38)

a. Idiil, yaitu dasar Negara Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.

b. Operasional, yaitu program pembangunan nasional yang menjadi landasan pelaksanaan pembangunan Hukum Ketenagakerjaan sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan pada umumnya.

Asas hukum ketenagakerjaan, menurut Pasal 3 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Dalam penjelasan pasal ini, disebutkan bahwa asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata.Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.54

Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan perekonomian dunia usaha. Untuk itu, diperlukan kebijakan pengaturan TKI yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup penempatan, regulasi, perlindungan dan kontribusi tenaga kerja Indonesia, selain itu diperlukan juga pengembangan sumberdaya manusia, selain itu diperlukan juga pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan

54 Muladi, Prinsip-prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam kaitannya dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, (Semarang : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH)

(39)

31

produktivitas dan daya saing, upaya perluasan kesempatankerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

Menurut Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undang yang menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia UntukMelakukan Pekerjaan Di luar Indonesia (Stasblad Tahun 1887 Nomor 8) dan Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaanya. Ketentuan dalam Ordonansi sangat sederhana/rumit sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan ordonasi itu dan tidak adanya undang- undang yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi melalui peraturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksaannya. Diundangkannya Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan, Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri di atur dalam undang-undang tersendiri. Pengaturan melalui undang- undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan normanorma hukum yang melindungi TKI dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitatif dari siapapun. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain memuat:55

a. Landasan, jasa, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;

b. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;

55 Zaeni Asyhadie, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2015 hal. 94

(40)

c. Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh;

d. Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktifitas kerja dan produktifitas perusahaan;

e. Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;

f. Penggunaan tenaga kerja asing yang sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;

g. Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi;

h. Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipatit, lembaga kerja sama tripati, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

i. Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandangcacat, serta

(41)

33

perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;

j. Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Begitu pula Tenaga Kerja Indonesia yang juga memiliki hak untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang layak. Hal ini di dapatkan para Tenaga Kerja Indonesia memutuskan untuk pergi bekerja di luar negeri karena mereka merasa bahwa pekerjaan yang ada di dalam negeri di rasa belum memenuhi untuk kebutuhan hidup mereka. Meskipun begitu TKI mempunyai hak untuk memilih jalan hidupnya untuk mendapatkan kesejahtearaan yang layak. Hal ini juga di jelaskan dalam Pasal 31 Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.” 56

56 Dikutip dari: http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/21308 diakses pada tanggal 9 Mei 2019

(42)

C. Dasar Hukum Penempatan TKI di Luar Negeri

Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke Negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda. Bahan yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan Batak untuk dipekerjakan di Suriname.

Tujuannya untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil perkebunan turun drastis.

Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa.Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan kapal SS Koningin Emma.

Dasar hukum penempatan TKI di luar negeri:

a. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(43)

35

b. Undang – Undang RI Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

c. Peraturan Presiden RI Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

d. Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

e. Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor Per 53/Ka-BNP2TKI/II/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BNP2TKI Pasal 48 dan Pasal 49.

f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER14/MEN/X/2010 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah.

h. Konvensi ILO dan PBB tentang Migrant Worker

i. Pandangan Para Ahli Mengenai Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

j. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga Kerja Indonesia.

k. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER.07/MEN/III/2005 tentang Ketentuan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penjatuhan Sanksi Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

(44)

l. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER.07/IV/2005 tentang Standar Tempat Penampungan Calon Tenaga Kerja Indonesia.

m. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor:

PER.32/MEN/XI/2006 tentang Rencana Kerja Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Sarana dan Prasarana Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.

n. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor:

PER.10/MEN/V/2009 tentang Tata Cara Pemberian, Perpanjangan dan Pencabutan Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.

o. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor:

PER.23/MEN/IX/2009 tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.

p. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP262/MEN/XI/2010 tentang Penunjukan Pejabat Penerbit Ijin Penempatan TKI di Luar Negeri untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri.

q. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE04/MEN/IV/2011 tentang Pengetatan Penempatan Dalam Peningkatan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Jiwasraya (Persero) baik itu program JKS 48, program belajar bersama divisi PP &amp; PK terlaksana seperti knowledge sharing pada umumnya, terjadi

Kondisi ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional melalui, mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina

Mampu memilih masalah yang dapat diselesaikan melalui proses desain Masalah-masalah ini dapat berasal dari masalah sehari-hari, dilema keluarga atau sekolah.. Mampu merancang

Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas : Kesimetrisan otot pada ekstermitas pasien simetris antara kanan dan kiri tidak ditemukannya edema dan pasien memiliki kemampuan otot

Ada beberapa faktor yang memiliki merugikan pada perkembangan otak bayi selama dalam kandungan, beberapa penelitian membuktikan bahwa karakteristik orang tua seperti

Media Cyt-A merupakan penumbuh bakteri jenis Flexibacter, dari bagian dagu, perut, sirip pungung dan ekor dimana bakteri Flexibacter tidak tumbuh pada media

Minuman teh seduhan memiliki beberapa kelebihan dalam menarik minat konsumen, diantaranya kemasan yang mudah dibawa dan selalu segar tetapi juga dapat

Hasil eritrosit dengan antikoagulan EDTA Konvensional dan EDTA Vacutainer pada 18 responden menunjukan hasil yaitu 2 responden memiliki hasil lebih dari 5.50 [10^6/µL]