TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Mekanisme Pengaruh Narkoba terhadap Kondisi Periodontal
Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh narkoba terhadap kondisi
gigi dan periodontal pemakainya. Molendijk (1996) menemukan adanya perbedaan
status kesehatan gigi dan mulut dan perilaku kesehatan gigi yang cukup besar antara
kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan pengguna narkoba.2,5 Thomson
dkk (2008) melaporkan merokok ganja merupakan faktor resiko bagi penyakit
periodontal yang berdiri sendiri terlepas dari penggunaan tembakau dimana zat aktif
dari ganja merupakan faktor penting yang secara biologis dapat memicu proses
inflamatoris. Peneliti lain yaitu Lopez dkk (2009) menemukan hubungan yang
signifikan antara pengguna ganja dengan kerusakan periodontal berupa lesi gingival
ulseratif nekrosis akut yang ditemukan pada orang dewasa.
Pada dasarnya terdapat dua mekanisme narkoba dalam mempengaruhi
kerusakan periodontal yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Mekanisme pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal
Gambar 9 di atas menunjukkan terdapat dua mekanisme pengaruh narkoba
terhadap kesehatan periodontal yaitu mekanisme langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect). Mekanisme langsung berupa iritasi jaringan gingiva disebabkan oleh
kontak langsung zat-zat narkotika yang bersifat toksik maupun efek termal yang
didapat dari jenis narkotika yang dibakar (Gambar 10).16 Metode penggunaan
narkotika antara lain yang diletakkan langsung pada mukosa alveolar, biasanya di
bawah lidah akan menyebabkan terbakarnya jaringan secara kimiawi. Parry dkk
seperti yang dikutip dari Brazier dkk melaporkan suatu kasus dari pengguna narkotika
multipel berumur 14 tahun yang memiliki kebiasaan meletakkan kokain dan
ampetamin pada daerah mukosa alveolar bagian labial rahang atas menunjukkan
PENGARUH NARKOBA TERHADAP KESEHATAN
PERIODONTAL
PENGARUH LANGSUNG
(DIRECT)
PENGARUH TIDAK LANGSUNG
(INDIRECT) MENGIRITASI JARINGAN GINGIVA 1. XEROSTO-MIA 2. AKUMULASI PLAK TERUTAMA DI DAERAH SERVIKAL 3. PENEKANAN SISTEM IMUN 4. PERUBAHAN PROFIL MIKROBIO-LOGIS FAKTOR LAIN YANG MEMPERPARAH : 1. ALKOHOL 2. DEFISIENSI DIET
3. NEGLECT (KEBIASAAN BURUK) 4. MEROKOK
5. ATRISI GIGI DAN
TEKANAN BERLEBIHAN PADA JARINGAN
PERIODONTAL
terjadinya nekrose pada gingiva dengan gejala klinis adanya eritema dan ulserasi pada
daerah gingiva dimana narkotika tersebut diaplikasikan.17
Gambar10. Permukaan superfisial mukosa palatum yang terbakar akibat iritasi
panas dari rokok ganja (Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18: 21-36).
Efek paling besar dari penggunaan narkotika yang dilaporkan pada beberapa
laporan kasus adalah xerostomia. Sekitar 93-99 % pengguna narkoba menyatakan
adanya kekeringan mulut dan hal ini berlangsung sekitar 48 jam setelah
penggunaan ekstasi. Kekeringan mulut dan tenggorokan juga dilaporkan oleh 25%
sukarelawan sehat yang diteliti setelah mengkonsumsi 0,5mg MDMA/kg dan 88%
dengan dosis MDMA 1,5mg / kg. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis
narkotika yang dikonsumsi maka lamanya xerostomia yang terjadi akan semakin
panjang.
Xerostomia diawali dengan mekanisme terjadinya hiposalivasi. Narkotika
seperti methampetahmine (MA) merupakan zat amin simpatomimetik yang dalam
kerjanya mempengaruhi reseptor adrenergik α dan β. Stimulasi dari reseptor α
terhadap kelenjar saliva akan menyebabkan vasokontriksi dan pengurangan laju
saliva.18 Selain itu narkotika seperti candu dan metadon mengurangi sekresi pankreas
dan kelenjar lambung yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya
xerostomia.
Akumulasi plak yang tinggi sering dijumpai pada pengguna narkoba
(Gambar 11). Molendijk dkk (1995) melakukan penelitian terhadap tiga kelompok
remaja pengguna narkoba dan menemukan bahwa dijumpai penumpukan plak di
daerah servikal pada satu atau lebih permukaan gigi sebanyak 76,5% , 82,4% , dan
88,2%.
10
5
Selanjutnya, penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) menemukan bahwa
kondisi higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel
rata-rata cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi
inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3. 6
Gambar11. Fotografi intraoral pengguna amphetamine. Terlihat akumulasi plak yang
besar terutama di daerah servikal yang menginduksi terjadinya karies dan penyakit periodontal. (Anonymous. Methampetamine use and oral health. J Am Dent Assoc 2005;136;1491
Akumulasi plak yang besar pada pengguna narkoba dipengaruhi oleh
menginduksi tingkat karies yang tinggi serta penyakit periodontal. Hal ini diperparah
dengan kebiasaan buruk pengguna narkoba yang lebih sering mengkonsumsi
makanan yang kaya akan gula ditambah dengan kondisi ekonomi yang tidak mampu
untuk membeli makanan yang bergizi. Seringnya menggunakan narkoba dan
penggunaan jangka panjang dari sirup gula yang mengandung methadone juga
mengakibatkan tingginya level plak pada penggunanya.
Efek imunosupresif juga ditunjukkan selama penggunaan narkoba. Opium
memiliki efek terhadap fungsi imun antara lain menurunkan jumlah total limfosit,
penekanan terhadap rasio CD4:CD8, mengurangi produksi imunoglobulin dan tumor
necrosis factor (TNF), dan penekanan terhadap aktivitas sel natural killer (NK). Pengguna opium juga menunjukkan kerentanan terhadap sejumlah penyakit infeksi
seperti HIV, hepatitis dan endokarditis yang biasanya diakibatkan kebiasaan bertukar
jarum suntik, aktivitas seksual yang selalu berganti pasangan dan penurunan
kekebalan imun tubuh.
10
Walaupun tidak terdapat studi yang menunjukkan profil mikrobiologis
spesifik dari pengguna narkoba, perubahan profil bakteri dipercaya terjadi pada
pasien dengan hipofungsi kelenjar ludah. Beberapa laporan kasus menunjukkan
kecanduan terhadap opium secara klinis melihatkan adanya kandidiasis oral dan
displasia mukosa. Morfin juga diketahui memiliki efek inhibitor terhadap fagositosis
kandida oleh makrofag, dan bersama-sama dengan adanya hipofungsi kelenjar saliva
menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya kandidiasis oral bagi pengguna narkoba.
10
Milosevic dkk (1999) dalam penelitiannya terhadap 30 orang pengguna
ekstasi dibandingkan dengan 28 orang bukan pengguna ekstasi menemukan bahwa
terdapat atrisi yang meliputi email hingga mencapai dentin pada 60% pengguna
ekstasi dan hanya 11% pada bukan pengguna ekstasi.7 Keparahan atrisi serta
banyaknya gigi yang terlibat pada pengguna ekstasi adalah disebabkan oleh grinding
dan clenching yang merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi. Penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya oleh Readfearn (1998) yang menemukan bahwa
dari 30 orang sampel pengguna narkoba yang dibandingkan dengan 28 orang bukan
pengguna narkoba, kehilangan struktur gigi terbesar didapati pada pengguna narkoba
terutama di permukaan gigi posterior.8 Namun di sisi lain, penelitian oleh Nikson
dkk (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari derajat atrisi antara
pengguna narkoba dengan bukan pengguna narkoba walaupun keparahan atrisi pada
gigi molar pertama bawah ditemukan lebih besar pada kelompok pengguna narkoba.9
Kebiasaan bruksism, grinding maupun clenching yang disebabkan oleh narkoba
meningkatkan aktivitas motorik dari sendi temporomandibular. Aktivitas tersebut
menjadi tidak terkontrol dan dipengaruhi oleh dosis dan banyaknya menggunakan
narkoba. Kebiasaan mengkonsumsi minuman bersifat asam setelah menggunakan
narkotika memperparah kondisi atrisi yang telah ada. Atrisi ditemukan lebih dominan
pada daerah premolar dan molar, khususnya molar pertama mandibula, namun tidak
signifikan pada aderah insisal.14 Duxbury (1993) mengemukakan efek xerostomia
Gambar12. Atrisi gigi dan kehilangan email pada pengguna methampetamine
(Goodchild JH dkk. Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 583-90.