• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pengelolaan dan Alokasi Dana Sukuk (SBSN) Dalam APBN

Total Outstanding SBSN Rp 35,1 Triliun

TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP ALOKASI DANA SUKUK DALAM APBN

A. Mekanisme Pengelolaan dan Alokasi Dana Sukuk (SBSN) Dalam APBN

Banyak negara kini berupaya menambah pemasukan negaranya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara dengan prinsip syariah atau yang dikenal dengan Sukuk. Sama halnya Indonesia yang juga berupaya menambah sumber pendanaan untuk mengoptimalkan berbagai pembiayaan guna meningkatkan perekonomian dalam negeri. Di Indonesia, APBN itu ada 2, yaitu penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan adalah dimana pemerintah menerima pemasukan kas negara dari berbagai sumber, sedangkan pengeluaran adalah belanja pemerintah untuk tujuan meningkatkan perekonomian negara. Dalam hal penerimaan dan pengeluaran, tidak menutup kemungkinan bagi suatu negara terjadi defisit, defisit adalah selisih negatif antara pendapatan dan pengeluaran.

Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat pada umumnya, implimentasi sukuk di Indonesia lebih di utamakan penggunaannya untuk menutup defisit APBN. Setiap tahunnya pemerintah mengalami defisit, hal ini secara tidak langsung memberikan gambaran dan menandakan bahwa belanja pemerintah lebih besar dari pada pendapatan yang didapat. Sehingga dikatakan wajar jika APBN kita terus mengalami defisit. Padahal jika melihat

kembali tata keuangan APBN pada jaman Rasul, defisit hampir jarang terjadi, karena kebijakan belanja Rasul selalu merujuk kepada besaran pendapatn. Rasul tidak akan berusaha belanja lebih jika dana yang didapat negara tidak mencukupi.

Dalam kamus ekonomi, defisit adalah jumlah uang yang dibutuhkan lebih kecil dari jumlah uang yang didapat.81 Pemerintah mengartikan dan menggunakan kata defisit ini sebagai selisih negatif antara pendapatan dan belanja negara, bisaanya hal ini terjadi karena negara menginginka tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga membuat pemerintah tersebut harus mencari tambahan pembiayaan untuk menutup defisit. Dalam Undang-Undang APBN Pasal 1 ayat 29 dikatakan bahwa

“Pembiyaan defisit anggaran adalah semua jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran Negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan”. Di Indonesia, untuk memperoleh pembiayaan defist pemerintah menjadikan utang sebagai sumber utama untuk menutup defist. Padahal dalam sistem ekonomi islam berutang sebisa mungkin dihindarkan bagi suatu negara, karena disadari atau tidak, dengan seringnya negara melakukan transaksi utang semakin besar pula bunga beban bunga yang harus dibayar pemerintah.

81

Ahmad Antoni K Muda. Kamus Lengkap Ekonomi. Cet I. (Jakarta: Gita Media Press. 2003), h. 103

Sebagai contoh adalah Negara Yunani, negara ini merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-27 di dunia dengan populasi hanya 11,2 juta orang dan GDP 360 miliar dolar AS, tapi Yunani menjadi Negara yang mengalami krisis besar-besaran ketika krisis melanda Amerika serikat, Yunani hampir menjadi Negara gagal bayar utang luar negeri sepanjang sejarah, mengapa? Yunani banyak melakukan pinjaman terhadap pemerintah AS, sehingga ketika AS mengalami krisis, Yunani pun ikut terkena imbasnya.82 Dari contoh ini sedikitnya sudah memberikan gambaran pada kita bahwa mengambil utang itu tidak akan membawa pada peningkatan kekayaan, bahkan mungkin dapat mengganggu eksistensi suatu negara karena walau bagaimanapun, negara yang berutang akan menemukan kesulitannya dimasa yang akan datang.83

Saat ini, Indonesia memang bukan Yunani yang melakukan banyak pinjaman kepada pihak luar. Sejak tahun 2003, pemerintah Indonesia melakukan pemulihan perekonomian setelah sebelumnya dilanda krisis pada tahun 1997. Usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia kala itu adalah menata kembali keuangan negara dengan mengurangi pinjaman luar negeri. Bahkan netto pinjaman luar negeri terhitung positif, artinya jumlah komitmen

82

Adiwarman A Karim, “This Time Is Different”. Republika, 31 Mei 2010, h. 1

83

Abdurrahman Al Maliki, Politik Ekonomi Islam (Bogor: Al Azhar Press, 2009), h. 220

pinjaman baru dengan pelunasan lebih besar pelunasan, jadi kebijakan pemerintah Indonesia saat itu melunasi hutang luar negeri.84

Dengan mengikuti terobosan yang kini marak dilakukan oleh negara- negara seperti Malaysia (yang sejak tahun 2002 sudah mendominasi penerbitan sukuk di dunia), Saudi Arabia, Bahrain, dan beberapa negara lain penerbit sukuk, Indonesia pun ikut meramaikan instrument pembiayan berprinsip syariah ini. Penerbitan sukuk negara memang menjadi alternatif surat utang negara tentu sangat baik bagi perekonomian, karena dengan sukuk tidak memberikan beban kepada negara untuk membayar bunga. Dengan kondisi itu, Sigit Pramono dan A Aziz Setiawan mengutarakan, sukuk merupakan sumber pembiayaan yang sangat menjanjikan. Apalagi, Indonesia membutuhkan dana dalam jumlah signifikan untuk membangun infrastruktur.85

Akan tetapi, pakar Ekonomi Islam Adiwarman A Karim dalam analisisnya disebuah media masa Republika tangal 31 Mei 2010 menyatakan, penerbitan sukuk sangat baik untuk eksistensi perekonomian negara, dan bisa dijadikan aternatif dari SUN. Namun, bila penerbitan sukuk negara sebagai tambahan surat utang negara dan jumlahnya melebihi kemampuan negara membayarnya, maka bisa terjadi kemungkinan pemerintah Indonesia bisa

84

Agus P Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta 8 Juni 2010.

85

Orin Basuki, “Sukuk: Mari Mengejar Malaysia”. Artikel di akses pada tanggal 20 Juni dari http://detiker.com/financial-news/banking/sukuk-mari-mengejar-malaysia.html

seperti Yunani. Dari sini seakan memberikan gambaran bahwa sukuk bukanlah alat bagi pemerintah untuk menghindar jika terjadi gagal bayar dalam melunasi utang. Penerbitan sukuk pun jika digunakan untuk menambah surat utang dan memberikan imbal hasil yang tinggi, bukan berarti itu tidak merisaukan pemerintah.

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa dana sukuk yang digunakan untuk menutup defisit APBN, maka alokasinya menjadi tidak syariah. Bisa saja dana sukuk ini digunakan untuk membayar utang pemerintah, atau membayar bunga utang konvensional, atau dialokasikan untuk hal-hal lain yang tidak seharusnya, karena tujuan penerbitan sukuk itu sudah diatur dalam UU SBSN Pasal 4 bahwa tujuan penerbitan sukuk itu untuk membiayai APBN termasuk untuk membiayai proyek produktif. Proyek produktif inilah yang menjadi alasan bagi masyarakat banyak untuk mengkritik alokasi dana sukuk, karena menurut mereka bahwa kearah sinilah seharusnya alokasi dana sukuk itu ditempatkan.

Sebagaimana kita ketahui dalam perekonomian, setiap negara tentu mempunyai target-target pertumbuhan perekonomian, begitu pula Indonesia. Pemerintah Indonesia pasti akan memperhitungkan jika target pertumbuhannya meningkat, maka kesejahteraan pun akan meningkat. Sebagai contoh misalnya pada tahun ini, dalam turunan Undang-Undang APBN TA 2010 pemerintah Indonesia mempunyai target pertumbuhan

sebesar 5,5%86 dari tahun sebelumnya yang hanya 4,3%87. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan 5,5%, pemerintah memerlukan Rp. 1.047.666,0 Triliun, sedangkan pendapatan pemerintah pada tahun 2010 ini diperkirakan hanya sebesar Rp. 949.656,1 Triliun, maka terjadi defisit sebesar Rp. 98.009,9 Triliun.88

Defisit ini lah yang kemudian oleh pemerintah di cukupi dengan adanya pembiayaan dari utang, Surat Berharga Negara, pinjaman luar negeri, dan lain-lain. Kalaupun misalnya pemerintah ingin menyesuaikan belanja negara dengan jumlah pendapatan sebesar Rp. 949.656,1 Triliun, maka target pertumbuhan yang sudah direncanakan tidak akan berjalan, yang ada pertumbuhan Indonesia akan lambat. Sehingga Indonesia memang sengaja membuat bahwa konteks defisit disini adalah alat yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan.89 Padahal, dalam sistem ekonomi islam mengajarkan bahwa dalam keuangan publik, sebisa mungkin negara tidak mengalami defisit, tapi bukan berarti suatu negara juga harus surplus, akan tetapi seimbang dalam hal pendapatan dan pengeluaran. Bahkan untuk

86

Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010

87

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Data Pokok APBN 2005-2010. (Jakarta, Kementrian Keuangan Republik Indonesia), h. 3

88

Departemen Keuangan Republik Indonesia, Nota Keuangan Dan Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2010 Republik Indonesia. h. 33

89

Agus P Laksono, Staff Direktorat Pembiayaan Syariah, Wawancara Pribadi, Jakarta 8 Juni 2010.

berhutangpun sebisa mungkin suatu negara menghindarinya karena akan merusak eksistensi suatu negara dimasa yang akan datang.

Tabel 4.1: Program Pembiayaan APBN 2008-2009 Program Pembiayaan APBN

2008-2010 2008 APBN-P %GDP 2009 APBN-P % GDP 2010 APBN % GDP APBN-P % GDP Revenue Expenditure Surplus/(Defisit) 895,0 989,5 -94,5 20,0 22,1 -2,1 871.0 1000,8 -129.8 16.3 18.8 -2.4 949.7 1047.7 -98.0 15.9 17.5 -1.6 990.50 1,126.15 -133.7 15.8 18.0 -2.1 Financing 94.5 2.1 129.8 2.4 98.0 1.6 -133.7 -2.1 Debt. Financing Govt. Securities (Nett) Loan (Nett) Others 104.7 117.8 -13.1 -10.2 2.3 2.6 -0.3 -0.2 86.5 99.3 -12.7 43.3 1.6 1.9 -0.2 0.8 94.5 104.4 -9.9 3.5 1.5 1.7 -0.2 0.1 133.7 107.5 -0.2 26.4 2.1 1.7 0.0 0.4 Notes:

• Nominal figures are in trillion IDR;

• Percentage figures are percentage of GDP; • APBN means State Budget;

• APBN-P means Adjusted State Budget;

• Debts will become the main sources for defiscit and debt refinancing; • Government Securities issuance and program Loan will play significant

role to cover the defisit financing;

• Other/Non-Debt Financing include privatization proceed, assets recovery (by PPA), government investment fund and SOE’s restructuring (infrastructure fund), and domestic bank financing (investment fund account, government deposit/SILPA, government receivable settlement, etc)

Sumber: Kementrian Keuangan

Dari table diatas, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebesar Rp. 98.009,9 Triliun untuk bisa memenuhi target pertumbuhan 5,5%. Pembiayaan

tersebut didapat dari utang (Debt Finacing) yang merupakan sumber utama untuk menutupi defisit, Surat Berharga Negara (Govt Scurities), pinjaman luar negeri (Loan) dan penerimaan lain.

Posisi sukuk termasuk kedalam Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam UU APBN Pasal 1 No 32 menyebutkan bahwa “surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN, meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara”. Karena sukuk ini masuk kedalam SBN, maka setiap kali pemerintah melakukan penerbitan dan pelelangan, semua dana sukuk yang didapat akan masuk kedalam satu rekening Kas Umum Negara, sebagai tempat penyimpanan uang negara yang memang sudah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah. Bukan hanya sukuk, tapi semua penerimaan negara dari berbagai sumber akan masuk kedalam 1 rekening kas umum negara, baik itu dari utang, pinjaman luar negeri, Surat Utang Negara, Obligasi Republik Indonesia (ORI), dan penerimaan lainnya.

Oleh karena pemerintah mempunyai satu rekening kas umum di Bank Sentral, maka benar adanya jika dana sukuk itu bercampur dengan penerimaan lain diluar sukuk, sehingga tidak terlihat secara rinci kemana saja dana sukuk itu dialokasikan. Selain itu, defisit yang terjadi pada pemerintah adalah karena adanya target pertumbuhan perekonomian yang sudah direncanakan. Pertumbuhan perekonomian Indonesia diraih melalui belanja pemerintah dengan stimulus, juga dengan penyediaan infratruktur. Tersedianya

infrastruktur yang memadai akan memicu peningkatan aktifitas ekonomi pada sektor swasta.

Maka, untuk bisa mengaktifkan perekonomian melalui sektor swasta, pemerintah berkewajiban menyediakan fasilitas infrastruktur yang dananya diambil dari pembiayaan defisit pada APBN. Yang mana dana defisit dalam APBN tersebut terdapat dana yang salah satunya diperoleh dari sukuk/SBSN. Pemerintah memang mengupayakan bahwa dana sukuk itu akan digunakan secara produktif dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Akan tetapi saat ini pemerintah tidak bisa menjelaskan kemana arah dana SBSN itu di alokasikan. Hal inilah yang kemudian memicu masyarakat berfikir bahwa pemerintah tidak transparansi terhadap dana SBSN yang masuk dalam APBN. Pelunasan utang juga menjadi salah satu kewajiban bagi pemerintah, namun kekhawatiran masyarakat akan penyelewengan penggunaan dana sukuk itu hendaknya memicu pemerintah untuk sebisa mungkin menghindari penggunaan dana sukuk digunakan untuk membayar utang negara dan bunganya.

Jika mungkin penggunaan dana sukuk ini hanya untuk menutup deficit, seakan terlihat bahwa pemerintah tidak ingin menanggung resiko. Mengapa tidak, dengan akad ijarah yang tingkat pengembalian pendapatan berupa fee kepada investor akan tetap/fix. Selain itu, kebebasan penggunaan dananya yang membuat pemerintah merasa enggan untuk menerbitkan SBSN dengan pola yang berbeda namun tetap syariah seperti penerbitan SBSN

dengan akad mudharabah. Jika akad mudharabah yang akan digunakan dalam pola penerbitan sukuk, maka pemerintah akan benar-benar mempergunakan dana sukuk untuk di investasikan ke sector ril.

Akan tetapi, karena Indonesia adalah negara berkembang, dimana konteks perekonomian Indonesia lebih banyak menginginkan terlaksananya kegiatan aktifitas ekonomi terus berjalan, maka ketersediaan infrastruktur seperti fasilitas jalan raya, angkutan darat dan laut yang memadai dan lain sebagainya menjadi pendukung utama bagi keberangsungan peningkatan dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Jika pemerintah Indonesia bisa menerapkan pola akad istishna pada penerbitan sukuk negara (SBSN), maka akan sangat cocok dengan keadaan Indonesia yang boleh dibilang sebagai negara berkembang.

Dalam isi teori yang telah di paparkan pada bab 2 dari skripsi ini telah dijelaskan jika akad istishna pada sukuk negara, dapat digunakan untuk menghasilkan fasilitas pembiyaan pembuatan atau pembangunan jalan raya, pabrik, proyek, jembatan, jalan atau jalan tol.

Sekalipun demikian, pada tahun yang akan datang pemerintah berencana menyediakan sukuk proyek atau Sukuk Project Finacing, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menyebutnya Sukuk Al Milkiya Al Maujudat Al Mu’jarah.90 Sukuk jenis akan didedikasikan oleh pemerintah

90

Gunawan Yasni, Anggota Kelompok Kerja Pasar Modal Syariah, Badan Pekasana Harian DSN-MUI. Wawancara Pribadi. Jakarta 9 Juni 2010

khusus untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur untuk masa yang akan datang, dengan struktur underlying asset adalah proyek yang dibiayai dari sisi kesyariahannya sudah difatwakan tinggal menunggu realisasinya. Sehingga melalui sukuk ini maka tujuan dari penerbitan sukuk akan semakin jelas arahnya. Pola sukuk ini sangat cocok jika menggunakan akad istishna karena dalam realisasinya pemerintah akan menghasilkan fasilitas infrastruktur yang memang sudah direncanakan.

Indonesia memang bukan negara islam yang dipimpin oleh seorang khalifah layaknya khalifah yang ada pada jaman Rasulullah dan para sahabat. Dan Indonesia mempunyai peraturan sendiri untuk mengatur sistem negaranya terutama pada sisi pengelolaan keuangan publik. Akan tetapi, kedisiplinan dan tatakelola yang syariah bisa saja di adopsi oleh Indonesia dalam hal pengelolaan dana sukuk.

Jika peruntukkan dana sukuk itu untuk membiayai APBN dan proyek infrastruktur, maka hendaknya pemerintah juga mengalokasikan dananya untuk itu, dan membuat transfaransi laporan keuangan pengeluaran dana sukuk yang juga masuk kedalam nota anggaran keuangan setiap tahunnya. Sehingga tidak terjadi kecurigaan dikalangan masyarakat soal arah alokasi dana sukuk.

Para pakar keuangan yang objektif telah mengakui bahwa obligasi syri’ah (sukuk) dengan sistem syri’ahnya akan jauh lebih baik dari pada surat hutang dengan basis bunga. Hal ini didasari oleh beberapa ketentuan yang

bisaanya harus dipenuhi dalam emisi obligasi syri’ah, yaitu: pertama, penggunaan dana obligasi syari’ah sejak awal jelas untuk membangun proyek tertentu. Kedua, resiko obligasi syari’ah terdifinisi sejak awal oleh proyek yang dibiayainya. Ketiga, tuntutan kedisiplinan penggunaan dana obligasi syari’ah karena sifat peruntukkan penggunaan dana yang terdefinisi secara jelas berkaitan dengan proyek tertentu.

Banyaknya proyek-proyek infrastruktur seharusnya menjadikan Indonesia mempunyai daya tarik luar bisa bagi investor syari’ah baik dalam atau luar negeri. Apalagi sektor infrastruktur biasanya paling diminati investor syari’ah. Hal ini dikarenakan prilaku investor syari’ah memang berbeda dengan investor konvensional. Investor syari’ah biasanya memilih dan memiliki horizon investasi jangka panjang, antara 5 sampai 15 tahun. Perhatian utama investor ini adalah pada kebutuhan modal, return (hasil) yang kompetitif, dengan horizon investasi jangka panjang, bukan pada return jangka pendek. Sayangnya sampai dengan saat ini, pemerintah belum secara sistematis menciptakan instrument investasi yang bisa digunakan oleh investor syari’ah global untuk masuk, pemerintah juga belum mempromosikan Indonesia secara serius sebagai lokasi investasi yang memberikan kepastian dan kenyamanan bagi investor syri’ah.

B. Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Alokasi Dana Sukuk (SBSN) dalam

Dokumen terkait