• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PENGIKATAN AGUNAN

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pengikatan Agunan D

Mandiri, maka mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pengikatan agunan di Bank, baik debitur wanprestasi maupun terjadinya kredit bermasalah akan diperinci sebagai berikut :

1. Debitur Wanprestasi

Berdasarkan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, debitur akan disebut wanprestasi bila tidak atau lalai dalam pemenuhan janjinya melaksanakan kewajiban hukum untuk membayar pinjaman terhadap kreditur sesuai dengan batas waktu tunda yang telah ditetapkan. Mekanisme(proses) penyelesaian sengketa pengikatan agunan, antara lain : A) Melalui proses damai.

Pada dasarnya bank tidak mengharapkan terjadinya kredit bermasalah terlebih dalam pengikatan agunan. Bank masih membuka jalan penyelesaian sengketa dengan upaya damai bagi debitur. Penyelesaian atau penagihan pinjaman yang bermasalah tersebut merupakan salah

satu upaya bank untuk memperoleh kembali pembayaran dari nasabah sebagai debitur atau penjamin atas kredit (pinjaman) bank yang telah menjadi masalah dengan menyarankan kepada debitur untuk menjual sendiri benda/barang-barang miliknya untuk menyelesaikan kewajiban kepada bank, jika mungkin tanpa melikuidasi barang agunannya. B) Melalui proses lelang agunan.

Dimana Bank terlebih dahulu membuat surat peringatan pertama, dan bila debitur tidak memenuhi surat peringatan pertama dapat diajukan surat peringatan terakhir, bahkan dapat membuat pernyataan pembatalan. Bila debitur tidak juga melaksanakan kewajibannya atau mengacuhkan surat peringatan terakhir tersebut, Bank dapat mengajukan kepada KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) yang acuan penerapannya diatur pada Pasal 24 ayat (3), (4), (5), dan (6) Kep. DJPLN Nomor 35/PL/2002. Penjualan agunan melalui suatu pelelangan umum dengan harga minimal sebesar nilai limit lelang yang telah ditentukan dan bertujuan untuk membayar kewajiban kredit debitur.

Penjualan agunan dengan cara lelang melalui suatu pelelangan umum dangan harga minimal sebesar nilai limit lelang yang telah ditentukan dan bertujuan untuk membayar kewajiban kredit debitur, yang dibagi atas 2 (dua), yaitu :63

1. Lelang sukarela

63

Merupakan penjualan agunan yang belum/tidak dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menurunkan atau melunasi kewajiban kredit debitur kepada Bank, baik atas permohonan debitur (selaku pemilik agunan) atau atas permohonan pemilik agunan dengan persetujuan debitur. Nilai limit lelang ditetapkan sebesar nilai pasar dengan ketentuan sebagai berikut :

(a) Hasil penilaian oleh konsultan penilai rekanan Bank dan telah ditentukan oleh Credit Operations Unit, untuk kredit dengan batas debet di atas Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

(b) Hasil penilaian oleh Credit Operations Unit untuk kredit dengan batas debet sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Lelang Eksekusi

Dalam melaksanakan lelang eksekusi ini, tidak diperlukan adanya persetujuan dari debitur atau pemilik agunan. Proses pelaksanaan lelang eksekusi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :

(a). Lelang eksekusi melalui eksekusi pengadilan, yaitu lelang yang berdasarkan title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Credietverband, Hipotik, Hak Tanggungan yang memuat irah- irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan adanya penetapan Hakim Pengadilan untuk melaksanakan eksekusi. Pelaksanaan lelang eksekusi mengacu pada ketentuan tentang penyelesaian kredit melalui pengadilan tentang proses

permohonan eksekusi sertifikat hak tanggungan ke Pengadilan Negeri.

(b) Lelang eksekusi tanpa melalui pengadilan, yaitu lelang sebagai pelaksanaan dari yang diperjanjikan dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan)/Jaminan Fidusia antara lain janji, bahwa apabila debitur cidera janji maka pemegang Hak Tanggungan Pertama/Jaminan Fidusia mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan/Jaminan Fidusia atas kekuasaan Bank sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Secara umum adapun proses lelang yang dilakukan sebagai berikut64 : 1) Penjual mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Kep. Menkeu Nomor 304/KMK 01/2002 jo. Nomor 450/KMK 01/2002, dimana permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang, disertai dengan dokumen yang berisi syarat-syarat. Apabila Ketua Pengadilan Negeri hendak melaksanakan Lelang Eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, berarti Pengadilan Negeri berkedudukan sebagai penjual. Oleh karena itu, untuk pelaksanaan penjualan lelang itu, Ketua Pengadilan Negeri mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang.

2) Kantor Lelang tidak boleh menolak permohonan.

64

Kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi. Sesuai Pasal 7 Peraturan Lelang (Stb. 1908-189 jo. Stb. 1940-56, adanya pengecualian terhadap alasan penolakan permintaan lelang, yaitu apabila permohonan lelang yang diajukan berada di luar wilayah kerja Kantor Lelang yang bersangkutan, karena dalam hal yang demikian penerimaan itu melampaui batas wilayah kompetensi relatifnya. Penolakan permohonan yang diatur Pasal Peraturan Lelang, tidak membicarakan ketidakabsahan pelaksanaan lelang. Apabila permohonan tidak dilengkapi Dokumen Persyaratan Lelang, Kantor Lelang tidak boleh menolak, melainkan menyuruh pemohon untuk melengkapinya.

3) Dokumen persyaratan lelang.

Persyaratan lelang secara umum diatur dalam Pasal 2 Kep. DJPLN Nomor 35/PL/2002, terdiri dari : salinan/fotokopi Surat Keputusan penunjukan penjual, syarat lelang dari penjual (apabila ada), dan daftar barang yang akan dijual. Persyaratan lelang lainnya masih banyak lagi yang diatur pada Pasal 3 Kep. DJPLN tersebut. Lelang dapat dilaksanakan di tempat barang berada atau terletak Pasal 4 Kep. DJPLN Nomor 35/PL/2002) dan dapat juga dilaksanakan di luar tempat barang berada dengan persetujuan dari DJPLN (Pasal 4 ayat (2) Kep. DJPLN Nomor 35/PL/2002).

C) Melalui proses litigasi (melalui pengadilan).

Mekanisme penyelesaian sengketa pengikatan agunan melalui proses litigasi, pemenuhannya tunduk kepada ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain :

1) Mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri.

Proses lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara menggugat debitur untuk memenuhi pelaksanaan kewajibannya melalui pengadilan, atau melalui arbritase apabila dalam perjanjian kredit disepakati sengketa yang timbul dari perjanjian diselesaikan oleh badan arbitrase. Sehingga kreditur juga dapat mengajukan permohonan eksekusi, apabila ternyata debitur tidak bersedia melaksanakan isi putusan secara sukarela yang dengan sendirinya timbul hak kreditur meminta pelaksanaan putusan melalui eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dengan adanya permintaan eksekusi, Ketua Pengadilan Negeri harus menegur debitur terlebih dahulu sesuai waktu yang telah ditentukan (maksimum paling lama 8 hari).

2) Meminta sita jaminan (agunan) atas harta kekayaan debitur.

Bank (kreditur) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri agar diletakkan sita jaminan terhadap harta kekayaan debitur baik barang bergerak atau barang tidak bergerak, sesuai Pasal 227 ayat (1) RBG, Pasal 720 RV, yaitu membolehkan penyitaan barang (agunan) debitur selama belum dijatuhkan putusan akhir agar

barang tersebut tidak digelapkan/hilang selama proses persidangan berlangsung, sehingga pelunasan pembayaran utang yang dituntut dapat dipenuhi dengan menjual lelang barang sitaan tersebut. Tuntutan ganti rugi tersebut bertujuan untuk pengembalian utang pokok, bunga, biaya, dan keuntungan yang akan diperoleh.

Adapun proses penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat dilaksanakan dengan jangka waktu 30 hari setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi, yang diajukan secara tertulis. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbritase atau peradilan, dan belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya. Pengajuan penyelesaian sengketa dapat disampaikan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Indonesia. Hal ini merupakan upaya penyelesaian sengketa nasabah dengan bank bagi nasabah kecil dan usaha mikro kecil secara sederhana, murah, dan cepat melalui mediasi perbankan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik.65

2. Kredit Bermasalah

PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk perlu siaga bila terjadi kredit bermasalah, dimana dapat mempengaruhi terjadinya sengketa dalam pengikatan agunan, yang akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan bunga kredit. Selain dapat dilakukan dengan cara perdamaian,

65

terdapat beberapa mekanisme dari bentuk penyelesaian kredit bermasalah yaitu : 66

1) Restrukturisasi kredit, dengan proses sebagai berikut :

a. Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktunya.

b. Peninjauan kembali (reconditioning) syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit-kredit.

c. Penataan kembali (recstructuring) dalam hal perubahan syarat- syarat kredit seperti : penambahan dana pada bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru atau menjadi penyertaan dalam perusahaan dengan cara penjadwalan dan persyaratan kembali. Penataan kembali perjanjian kredit melalui konversi kredit merupakan penyertaan modal dalam perusahaan untuk mengatasi kegagalan kredit. Hal ini adalah salah satu bentuk usaha bank yang tercantum pada Pasal 7 huruf C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Dimana bank melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kredit bermasalah atau kegagalan pembiayaan berdasarkan

66

prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh bank penyertaan modal tersebut dapat berupa penempatan dana dalam bentuk saham melalui pasar modal baik di bidang keuangan dan penyertaan modal sementara untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut.

d. Analisa terhadap kredit oleh pihak Bank sebagai kreditur sesuai dengan prinsip 5 C (character, capacity, capital, condition of economy, collateral), dengan proses antara lain :

e. Pendekatan Karakter, yang dilihat dari kepatuhan, kemauan dari debitur sebagai pemilik barang agunan.

f. Pendekatan agunan, antara lain : keabsahan pengikatan, nilai, status, surat agunan dan kemudahan jual serta kemudahan proses pengambil alihan barang agunan.

g. Pendekatan kemampuan membayar, yaitu pihak Bank menganalisa debitur atau pemilik barang jaminan dari segi kemampuan membayar.

Di PT. Bank Mandiri, pemutusan kredit dilakukan secara bersama oleh unit perkreditan yang disebut dengan Commercial Banking Center sebagai unit pemasaran kredit dan Regional Risk Management sebagai unit manajemen kredit yang bermasalah.

2) Eksekusi atas fasilitas kredit

Eksekusi dapat dijalankan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, didukung dengan bukti yang sempurna, bernilai kekuatan mengikat, dan bernilai kekuatan pembuktian yang menentukan. Penyelesaian sengketa kredit bermasalah dapat melalui eksekusi fasilitas kredit oleh pihak Bank, dimana adanya keterkaitan dengan hak tanggungan sesuai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dengan mekanisme eksekusi sebagai berikut :

a) Eksekusi tergantung atas jumlah kredit yang direalisasi.

b) Eksekusi hak tanggungan meliputi pemenuhan seluruh fasilitas kredit jika semuanya telah dicairkan atau direalisasi.

c) pelaksanaan eksekusi hak tanggungan terbatas pada jumlah yang direalisasi, apabila yang direalisasi hanya sebagian maka kreditur tidak dapat mengajukan eksekusi hak tanggungan atas sejumlah kredit yang tercantum dalam perjanjian. Sehingga perlunya Pengadilan Negeri menilai jumlah yang telah direalisasi bila berhadapan dengan eksekusi hak tanggungan.

3) Likuidasi agunan

Adapun mekanismenya adalah dengan melakukan pemanggilan nasabah, diberikan penawaran agar melakukan penjualan agunannya, bila setuju Bank akan melakukan penilaian ulang agunan

berdasarkan nilai pada saat agunan tersebut dijual untuk mengurangi jumlah debet.

Disamping itu, transaksi kredit dilindungi agunan terhadap utang atau pinjaman, dimana debitur memberi barang agunan sebagai perlindungan pemenuhan pembayaran kepada kreditur. Apabila debitur ingkar atau lalai memenuhi pembayaran utang sesuai dengan perjanjian, pemenuhan dapat dipaksa (imposed) dengan jalan eksekusi barang agunan melalui ‘penjualan lelang’ oleh kreditur melalui pengadilan. Dari segi bisnis, transaksi utang dilindungi jaminan dan kreditur berada dalam posisi terjamin, sedangkan dari segi hukum, tuntutan pemenuhan pembayaran utang dilindungi barang agunan dengan cara menjual atau mengeksekusi barang jaminan melalui pengadilan.

D. Upaya Mencegah Terjadinya Sengketa Dalam Pengikatan Agunan di

Dokumen terkait