• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melihat Komisi dari Dalam: Masalah dan Penyelesaian

Komisi kebenaran nyaris tidak pernah berjalan dengan demikian lancar, mudah, mendapat cukup dana, dikelola dengan baik atau tidak memiliki komplikasi politik. Sebaliknya, hampir semua komisi kebenaran mengalami sejumlah besar permasalahan metodologis, operasional dan politis, dan bekerja di bawah tekanan waktu yang luar biasa, dengan beban moral dan emosional yang berat dan risiko mendapatkan kesimpulan yang keliru. Sering kali komisi menjadi sasaran ancaman kekerasan secara terbuka oleh mereka yang merasa terancam akibat penyelidikannya. Mereka menghadapi ratusan pertanyaan operasional penting yang akan menentukan jenis dan kualitas kebenaran yang akan ditemukan, pertanyaan-pertanyaan yang sukar ditemukan jawabannya. Bahkan dalam kondisi yang paling mendukung, dengan pengelola yang terbaik dan sumber daya yang cukup, masih tetap ada banyak masalah dan tekanan yang berat.

Mungkin agak mengejutkan bahwa sebagian besar pertanyaan metodologi mendasar dan definisional yang menentukan jangkauan dan efektivitas komisi kebenaran sering kali diserahkan untuk dijawab komisi kebenaran itu sendiri, meskipun memiliki signifikansi politik yang besar. Bahkan pertanyaan yang paling mendasar pun sering kali menjadi sumber kontroversi dan ketidaksepakatan di dalam dan luar komisi yang sedang bekerja. Namun, banyak dari masalah dan pertanyaan tersebut serupa dari komisi ke komisi. Sementara itu, masing-masing pertanyaan dan masalah harus dijawab dengan hati-hati dan sesuai dengan kondisi yang berbeda, bergantung pada kebutuhan dan kemungkinan yang ada; namun bagaimanapun, banyak yang bisa dipelajari dari kesulitan-kesulitan yang dialami komisi kebenaran yang sudah ada.

Pensponsoran: Siapa yang Membentuk dan Memberi Kekuasaan kepada Komisi Kebenaran?

Sebagian terbesar komisi kebenaran hingga saat ini dibentuk melalui keputusan presiden; presiden menunjuk komisioner dan memberikan mandat kepada komisi tanpa harus membicarakannya lebih dahulu dengan pihak lain (legislatif), selain dengan sekelompok kecil penasihat. Komisi yang dibentuk atas keputusan presiden dapat ditetapkan dengan segera dan menghindari pertikaian politik dalam badan legislatif yang lemah atau terbelah. Di Argentina dan Cili, misalnya, presiden sipil yang baru diangkat memutuskan bahwa proses pengesahan RUU melalui parlemen akan membutuhkan terlalu banyak waktu atau kompromi politik. Sehingga salah satu langkah resmi pertama mereka adalah membentuk komisi secara independen, dengan memanfaatkan dukungan yang mereka dapatkan dari masyarakat terhadap pemerintahan sipil yang baru itu, dan dalam kasus Argentina, berkurangnya kekuasaan militer. Komisi-komisi di Haiti, Sri Lanka, Chad dan Uganda juga dibentuk melalui keputusan presiden tanpa banyak perdebatan publik mengenai mandatnya.

Komisi-komisi kebenaran lainnya dibentuk melalui keputusan badan legislatif nasional, sering kali dengan kemungkinan pemberian kekuasaan yang lebih besar daripada komisi yang dibentuk melalui keputusan presiden, seperti kekuasaan untuk memanggil tersangka, menggeledah dan menyita. Komisi Afrika Selatan merupakan contoh terbaik betapa banyak kekuasaan penting yang bisa diberikan kepada komisi yang dibentuk melalui keputusan parlemen. Dalam sebuah sistem demokrasi yang berfungsi, dengan masyarakat sipil yang kuat, proses penyusunan undang-undang pembentukan komisi kebenaran bisa memberikan substansi kepada komisi dan legitimasi bagi komisi tersebut secara politik di hadapan publik.

Pada saat ini ada dua contoh komisi kebenaran yang dibentuk melalui kesepakatan damai. Di El Salvador, dalam perundingan perdamaian ditentukanlah mandat dan dukungan serta tanda tangan dari pihak-pihak yang berdamai, bahkan sebelum dunia luar tahu bahwa ada pembicaraan tentang komisi kebenaran. Sebaliknya, di Guatemala, terdapat tekanan kuat dari kelompok korban dan hak asasi manusia, yang sudah sejak dini diorganisir, untuk membentuk komisi kebenaran yang kuat. Komisi kebenaran El Salvador dan Guatemala keduanya ditangani oleh PBB dan anggotanya ditunjuk oleh PBB, namun bekerja secara independen dan bukanlah badan PBB itu sendiri.i Komisi Guatemala, utamanya, memiliki identitas legal khusus yang “menempatkannya pada zona tak bertuan antara hukum domestik dan internasional,” menurut ketua komisi itu, Christian Tomuschat, seorang pengajar hukum internasional di Jerman.ii Komisi kebenaran di Sierra Leone juga disepakati secara umum melalui kesepakatan damai, namun mandatnya diberikan melalui badan legislatif. Penyusunan undang-undang ini dibantu oleh masukan dari kantor UN High Commissioner for Human Rights (UNHCHR), yang membantu menyarankan redaksi spesifik untuk mandat komisi tersebut.

Akhirnya, kedua komisi yang dibentuk Kongres Nasional Afrika merupakan contoh komisi yang dibentuk kelompok perlawanan bersenjata untuk menyelidiki dan secara terbuka melaporkan pelanggaran yang ia lakukan di masa lalu. Bahkan dalam keempat model tersebut – komisi yang dibentuk melalui keputusan presiden, parlemen, kesepakatan damai atau kelompok oposisi bersenjata – terdapat berbagai variasi menarik. Sebagai contoh, Institut Perdamaian Amerika Serikat, sebuah institusi penelitian dan kebijakan di Washington yang didanai Kongres, diminta oleh pemerintah Bosnia pada tahun 1997 untuk merancang mandat komisi kebenaran untuk Bosnia. Jika komisi tersebut dibentuk, institut tersebut bisa membantu menunjuk komisi pemilihan untuk memilih para komisioner. Setelah diangkat, komisi tersebut akan bekerja secara independen.iii

Pertimbangan tentang Pengelolaan dan Staf

Mungkin faktor terpenting yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah komisi kebenaran adalah orang-orang yang dipilih untuk menjalankannya. Beberapa komisi mengalami masalah serius yang jelas ditimbulkan oleh penanganan yang lemah, yang menimbulkan konflik antar-staf, penyelidikan yang lambat untuk dimulai atau salah arah, dan pendanaan yang kurang. Kekuatan direktur eksekutif sebuah komisi kebenaran terutama sangat penting bila komisioner tidak bekerja secara penuh waktu dan tidak memberikan manajemen serta pengarahan hari demi hari, misalnya bila komisioner berasal dari negara lain dan tidak selalu berada di negara yang bersangkutan.

Kepemimpinan sebuah komisi kebenaran berbeda dengan jabatan pemerintahan atau non-pemerintah lainnya, karena adanya tekanan publik dan politik yang besar terhadap pekerjaan tersebut, batasan waktu yang ketat yang memerlukan kepemimpinan administratif yang kuat dan kemampuan organisasional yang kreatif, dan banyaknya kegiatan yang perlu dikerjakan oleh komisi, dari penggalian kembali kuburan massal untuk penyelidikan forensik, hingga menjalankan kampanye publik, serta membangun kantor-kantor di lapangan. Seorang kepala komisi harus memiliki kepemimpinan yang kuat dalam mengawasi penyelidikan, logistik, rekruitmen dan manajemen staf yang besar dan beragam, dan mendapatkan serta mengelola dana.

Sementara para komisioner pada umumnya tidak terlalu terlibat dalam pengelolaan sehari-hari, mereka biasanya mengarahkan penyelidikan, menyusun kebijakan komisi dan memiliki keputusan akhir untuk menentukan apa yang akan dicantumkan dalam laporan akhir komisi. Sebagai wajah publik sebuah komisi, otoritas personal dan politik komisioner bisa berperan penting dalam menyikapi para penguasa yang berkepala batu. Para anggota komisi El Salvador, misalnya, menyatakan bahwa kualitas terpenting para komisionernya adalah kemampuan personal untuk menelpon siapa saja dan pada saat kapan saja. Anggota komisi tersebut, yang mencakup mantan presiden Kolombia, Belisario Betancur, dan mantan presiden Mahkamah Inter-Amerika, Thomas Buergenthal, menemukan bahwa koneksi personal mereka amat penting dalam menjalankan tugas mereka.iv

Pemilihan Komisioner

Para anggota hampir semua komisi kebenaran dipilih melalui prosedur yang berdasarkan pada apa yang dianggap baik oleh otoritas yang menunjuk, biasanya presiden sebuah negara, namun tanpa konsultasi dengan masyarakat sipil atau masyarakat luas. Namun belakangan ini, beberapa komisioner ditunjuk melalui proses yang lebih kreatif dan dengan melibatkan konsultasi. Di Ekuador, beberapa komisioner ditunjuk langsung oleh organisasi non-pemerintah, sehingga aktivis hak asasi manusia menjabat dalam komisi bersama-sama dengan wakil dari militer. Di Guatemala, satu dari tiga komisioner dipilih dari daftar yang diajukan rektor-rektor universitas di Guatemala.

Undang-undang pembentukan komisi Afrika Selatan disusun melalui proses konsultatif yang lebih mendalam. Undang-undang tersebut hanya menyatakan bahwa komisioner haruslah “orang yang tepat, yang tidak memihak dan tidak memiliki profil politik yang tinggi”. Sebuah komisi pemilihan dibentuk, dengan wakil dari organisasi hak asasi manusia, yang kemudian meminta pengajuan nama dari masyarakat. Komisi pemilihan tersebut mendapatkan sekitar 300 nama, yang kemudian disempitkan menjadi 50 orang melalui wawancara, yang dilakukan secara terbuka dan diliput oleh pers. Komisi tersebut menentukan 25 finalis dan memberikannya kepada Presiden Nelson Mandela, yang kemudian memilih 17 komisioner. Untuk mencapai perimbangan geografi dan politik, Mandela kemudian menambahkan dua komisioner tanpa melalui proses tersebut.

Di Sierra Leone, akta pembentukan komisi kebenaran memberikan cara lain lagi untuk memilih komisioner. Wakil khusus sekretaris jenderal PBB di Freetown ditunjuk melalui akta tersebut sebagai koordinator seleksi dan ditugaskan untuk meminta nominasi dari masyarakat. Sementara itu, sebuah dewan seleksi dibentuk (dengan wakil yang ditunjuk dari pihak mantan oposisi bersenjata, presiden, komisi hak asasi manusia resmi,

dewan antar-umat beragama pemerintah dan koalisi kelompok hak asasi manusia); dewan ini akan mewawancara para finalis, memberikan penilaian dan komentar dan memberikan hasil penilaian tersebut kepada koordinator seleksi yang kemudian akan memilih empat kandidat final. Tiga anggota internasional komisi tersebut dipilih komisioner tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Mary Robinson. Daftar calon anggota komisi, baik nasional maupun internasional, yang terpilih akan diberikan kepada presiden Sierra Leone untuk pengesahannya (Proses ini baru dimulai ketika buku ini naik cetak dalam versi aslinya).v

Sebagaimana perancangan mandat komisi, sebuah komisi akan mendapatkan dukungan publik yang lebih besar bila anggotanya dipilih melalui proses konsultatif. Mereka yang menentukan pilihan akhir juga harus mempertimbangkan keahlian spesifik yang bisa berguna, dan harus menjamin bahwa ada keterwakilan yang adil antara pandangan politik, kelompok etnik atau regional dan gender.

Siapa yang Menjadi Staf Komisi Kebenaran?

Komisi kebenaran Argentina mulai bekerja dengan staf yang dialihtugaskan dari Departemen Dalam Negeri, namun para pegawai negeri tersebut tidak bertahan lama. Mereka tidak memiliki pengalaman bekerja dengan masalah hak asasi manusia, dan sebelumnya tidak pernah mendengar kisah-kisah keji yang ditemukan komisi tersebut. Ketika mereka mulai mendengarkan kesaksian, banyak yang mengalami gangguan mental. vi Untuk mendapatkan orang-orang dengan pengalaman, pengetahuan dan ketahanan emosional untuk menghadapi masalah tersebut, komisi akhirnya mengambil stafnya dari organisasi hak asasi manusia nasional, sebuah keputusan yang dikatakan menentukan keberhasilan komisi tersebut.

Namun pengalaman mendasar hak asasi manusia pun tetap tidak memadai untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan komisi kebenaran. Luasnya cakupan kerja dan tanggung jawab komisi kebenaran membutuhkan sejumlah besar keahlian. Selain ahli hukum hak asasi manusia dan penyelidik, sebuah komisi juga akan membutuhkan ilmuwan sosial atau psikolog, spesialis komputer dan sistem informasi, staf koding dan entri data, koordinator logistik, penerjemah dan petugas keamanan. Beberapa keahlian spesifik yang membutuhkan banyak sumber daya dan dipergunakan secara sementara biasanya didapatkan melalui konsultasi dengan para pakar di luar komisi tersebut. Komisi-komisi kebenaran menggunakan jasa tim forensik non-pemerintahan, seperti Tim Antropologi Forensik Argenina, yang membantu komisi-komisi di El Salvador, Haiti dan Afrika Selatan, dan Yayasan Antropologi Forensik Guatemala, yang membantuk komisi Guatemala untuk menggali dan menyelidiki kuburan massal atas nama mereka. Banyak komisi juga mengkontrakkan manajemen informasi dan pusat data kepada para pakarnya.

Sementara beberapa komisi kebenaran bekerja dengan jumlah staf yang minim, dan memberikan sebagian terbesar kerja kepada para komisioner, terdapat gejala bahwa di masa depan komisi akan memiliki staf profesional dalam jumlah besar. Komisi kebenaran di Cili dan Argentina memiliki sekitar 60 staf penuh waktu, jauh lebih besar daripada komisi-komisi lainnya sebelum tahun 1995. Namun dengan semakin tingginya pengakuan terhadap kompleksitas dan kesulitan proses-proses dalam komisi, ukuran, sumber daya dan kecanggihan komisi juga semakin besar. Afrika Selatan memegang rekor jumlah staf komisi kebenaran, dengan sekitar 300 staf di empat kantor antara tahun 1996-1998; komisi

Guatemala, yang bekerja antara tahun 1997-1999, memiliki paling banyak 200 pegawai (lihat Tabel 7 untuk perbandingan sumber dan tanggung jawab komisi-komisi kebenaran di masa lalu).vii

Mungkin tidak terpikirkan untuk mengambil staf komisi kebenaran dari militer atau polisi nasional, apalagi di Amerika Latin, karena merekalah pihak-pihak yang paling bertanggung-jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang sedang diselidiki, dengan impunitas yang diberikan pemerintahan kanan. Ini berlaku di hampir semua negara yang baru selesai dari pemerintahan otoriter, karena independensi, ketidakmemihakan dan kerahasiaan merupakan syarat utama dalam tugas-tugas komisi kebenaran. Namun di Afrika Selatan, komisi menempatkan beberapa anggota kepolisian dalam jajaran penyelidiknya dan pada umumnya tidak dipermasalahkan (kecuali seorang mantan polisi keamanan yang ketidakberpihakannya dipertanyakan). Sementara sebagian terbesar penyiksaan dan pembunuhan di Afrika Selatan dilakukan oleh polisi, secara keseluruhan polisi tidaklah seburuk rekan-rekannya di Amerika Latin. Penyelidik kepolisian dalam jajaran staf komisi – dan dalam tim penuntut – memberikan pengetahuan orang dalam tentang organisasi yang sedang diselidiki, informasi yang dianggap amat penting.

Pelatihan khusus mungkin diperlukan bahkan bagi staf yang paling berpengalaman pun, terutama bagi staf internasional dan semua yang turun ke lapangan untuk mendengarkan kesaksian. Informasi mendetail dan kontekstual yang ditunjukkan kegunaannya oleh komisi kebenaran di masa lalu adalah: sejarah penindasan di negara tersebut; deskripsi jenis-jenis penyiksaan yang dilakukan, dan apa sebutannya oleh penduduk di berbagai tempat yang berbeda; siapa para pemimpin terpilih di daerah-daerah yang akan didatangi, demikian juga organisasi non-pemerintah yang penting dan para pimpinannya; afiliasi politik dan perbedaan antara organisasi (untuk menghindarkan kesan bahwa komisi memihak salah satu kelompok); informasi tentang ancaman bahaya terhadap para penyelidik komisi; perbedaan antara berbagai wilayah di sebuah negara, termasuk penilaian tentang keberlanjutan kekerasan, tingkat politisasi, dan kemungkinan konsentrasi para korban di berbagai wilayah; bagaimana cara menyikapi tekanan psikologis dari mendengarkan kesaksian; dan bagaimana cara menenangkan saksi/korban yang menunjukkan tanda-tanda trauma psikologis.

Nasional atau Internasional?

Hingga tahun 1992, para staf dan komisioner dari sebuah komisi kebenaran selalu adalah warga negara yang diselidiki tersebut. Namun komisi El Salvador memilih untuk meninggalkan pola ini. Dibentuk di bawah administrasi dan diawasi PBB, ketiga komisioner dan kedua puluh lima anggota staf komisi tersebut semuanya bukan warga negara El Salvador.viii Secara umum komisi menghindari mempekerjakan orang yang memiliki pengalaman bekerja dengan isu hak asasi manusia El Salvador, karena pengalaman demikian bisa ditafsirkan sebagai bias yang mengurangi netralitas komisi tersebut. Banyak dari mereka yang memahami El Salvador diabaikan dalam proses itu. Mereka yang mendukung pendekatan ini menganggap bahwa dalam kondisi polarisasi politik di negara tersebut, tantangan militer dan sayap kanan terhadap komisi tersebut akan semakin kuat bila ada tanda-tanda sekecil apa pun dari bias dalam staf.ix

Namun, beberapa pengamat merasa bahwa seharusnya komisi tersebut belajar dari pengetahuan internasional tentang El Salvador dan bekerja-sama dengan lebih erat dengan organisasi-organisasi hak asasi manusia El Salvador. Dan, para pengkritik tersebut menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam laporan yang menurut mereka timbul dari kurangnya pemahaman mendalam tentang negara dan sistem politik El Salvador. Para pakar hak asasi manusia internasional juga menyatakan bahwa komisi yang beranggotakan warga negara akan memberikan rasa kepemilikan lebih besar terhadap laporan tersebut, dan akibat yang lebih terasa. Sementara mengakui kesulitan penggunaan staf dan komisioner lokal di El Salvador, Komite Pakar Hukum untuk Hak Asasi Manusia yang berpusat di New York, misalnya, menulis bahwa “kegunaan jangka panjang komisi kebenaran atau badan serupa patut diragukan dengan ketiadaan partisipan lokal. Warga El Salvador tidak dilibatkan dalam perencanaan atau pelaksanaan kerja tersebut; tim tersebut – semuanya warga internasional – pergi setelah penelitian mereka selesai, meninggalkan kekosongan”.x

Namun hampir semua warga El Salvador, termasuk pakar hak asasi manusia, menekankan bahwa komisi yang beranggotakan warga nasional praktis tidak mungkin berjalan. Tidak ada warga El Salvador dengan otoritas dan netralitas politik untuk mengetuai komisi tersebut, dan kecil kemungkinan bagi komisi domestik untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih keras daripada yang didapatkan oleh komisi internasional tersebut. Para saksi kemungkinan akan takut untuk memberikan kesaksian kepada sesama warga El Salvador, tidak yakin terhadap kerahasiaan proses tersebut dan orientasi politik pencatat kesaksian tersebut – sebuah masalah yang kemudian dialami komisi lanjutan yang menyelidiki pasukan pembunuh. Lebih lagi, pengalaman Komisi Ad Hoc yang paralel dengan komisi kebenaran, yang menyarankan agar anggota militer dicopot dari jabatannya karena pelanggaran hak asasi manusia, menunjukkan dengan jelas risiko yang dihadapi. Ketiga anggota komisi tersebut adalah warga El Salvador yang dihormati dan secara politis “tengah”, namun setelah menyampaikan laporan rahasia mereka yang menyarankan agar lebih dari 100 orang dipecat, masing-masing mendapatkan ancaman pembunuhan. Dua anggota komisi tersebut terpaksa keluar negeri selama lebih dari setahun demi keselamatan mereka, yang ketiga terpaksa mempekerjakan pengawal pribadi.

El Salvador adalah satu-satunya komisi kebenaran hingga saat ini yang sepenuhnya dijalankan oleh warga internasional, namun beberapa komisi sesudahnya menggunakan model “campuran” antara staf atau komisioner lokal dan internasional. Model campuran ini bekerja dengan baik, memungkinkan pemahaman lokal dan keahlian internasional untuk saling melengkapi, dan dalam beberapa kondisi, memberikan pelatihan bagi warga negara tentang standar metodologi penyelidikan hak asasi manusia internasional, suatu kemampuan yang penting untuk masa depan.xi

Kecuali bila ada argumen kuat untuk tidak melakukannya, sebaiknya komisi kebenaran memiliki anggota warga negara sendiri pada tingkat komisioner dan staf (selain anggota internasional, bila ada). Beberapa negara bisa tidak melibatkan warga asing – untuk alasan kehormatan nasional, karena situasi yang sedang diselidiki dianggap terlalu kompleks bagi warga internasional, atau bila terdapat cukup orang di dalam negeri yang memiliki kualifikasi untuk menjadi komisioner dan staf.

Alokasi Waktu: Kapan dan untuk Berapa Lama?

Meskipun kondisi masing-masing negara berbeda, sebagai panduan umum sebuah komisi kebenaran harus mulai bekerja begitu transisi politik dimulai, bekerja selama paling tidak 9 bulan namun tidak lebih dari 2 atau 2½ tahun, dan harus selalu memiliki tenggat waktu untuk penyelesaian laporannya, meskipun ada perpanjangan waktu.

Kapan Mulai?

Hampir semua negara akan diuntungkan bila komisi kebenaran segera dibentuk. Momentum politik dan dukungan masyarakat terhadap inisiatif demikian biasanya paling tinggi pada saat tersebut, ketika pemerintah baru mulai menjabat atau perang saudara berakhir, dan muncul kesempatan yang singkat untuk mendorong momentum tersebut ke arah reformasi serius, pencopotan para pelanggar hak asasi manusia, atau ganti rugi bagi para korban. Pembentukan komisi kebenaran dengan segera juga akan memberikan efek sekunder yaitu menunda tekanan untuk menjalankan reformasi di bidang lainnya dan bentuk-bentuk pertanggungjawaban lainnya, dan memberikan waktu bagi pemerintah untuk meninjau ulang, menyusun rencana dan memperkuat institusi yang diperlukan untuk memajukan inisiatif keadilan transisional lainnya. Mantan ketua komisi Cili menggambarkan salah satu kontribusi terpenting komisi tersebut adalah “memberikan kesempatan satu tahun bagi Presiden Aylwin, agar institusi demokrasi mulai bekerja, sebelum mulai membahas masalah pelanggaran di masa lalu”.xii

Dengan cara tertentu, sebuah komisi kebenaran yang dibentuk dengan segera bisa menjadi titik perhatian utama dalam perdamaian yang baru tercapai; sebagai badan transisional yang baru, sebuah komisi kebenaran sering kali menguji batas-batas kebebasan dalam sistem politik baru dan kemauan kerja sama yang diberikan pihak penguasa. Ini tentu saja menunjukkan batasan-batasan seberapa jauh komisi dapat mendorong penyelidikannya, demikian juga kecemasan terhadap keamanan dan keselamatan para anggota staf dan komisioner. Namun hal ini hanyalah dampak sampingan yang perlu dipertimbangkan bila memilih strategi yang pada umumnya menguntungkan ini.

Ada beberapa perkecualian penting terhadap strategi “lebih cepat lebih baik” ini. Afrika Selatan membutuhkan waktu 18 bulan untuk merancang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi setelah pemilihan umum demokratik pada tahun 1994. Masa persiapan ini penting untuk menyusun undang-undang pembentukannya yang kompleks, mendapatkan dukungan dari hampir semua partai politik, dan mendapatkan masukan dari banyak pengamat luar, yang memberikan legitimasi bagi komisi tersebut. Komite Keadilan dalam parlemen Afrika Selatan mengadakan dengar-pendapat publik tentang undang-undang tersebut selama lebih dari 150 jam, mendapatkan masukan dari organisasi hak asasi manusia, korban, asosiasi mantan perwira polisi, gereja dan lain-lainnya. Organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional mengirimkan pandangan dan kritikan mereka terhadap undang-undang tersebut. Dan akhirnya, setelah undang-undang tersebut disahkan, proses pemilihan komisioner yang amat terbuka, seperti digambarkan di muka, membutuhkan waktu beberapa bulan lagi, namun tahapan-tahapan tersebut amat memperkuat komisi itu.

Lamanya masa persiapan yang tepat bagi komisi kebenaran bergantung pada