• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membandingkan Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Karya Sastra

Anda akan membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia atau novel terjemahan dengan hikayat.

Karya sastra novel maupun hikayat mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra.

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Karya Sastra

Unsur intrinsik karya sastra sebagai berikut.

1. Tema adalah ide pokok yang mendasari suatu karya sastra.

2. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra.

3. Tokoh adalah individu yang ada dalam karya sastra.

4. Penokohan adalah pemberian sifat atau karakter pada tokoh dalam karya sastra.

5. Latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita.

6. Alur adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra.

7. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam sebuah karya sastra.

Unsur ekstrinsik karya sastra antara lain religi, latar belakang sosial budaya pengarang, latar belakang pendidikan pengarang, adat istiadat, dan status ekonomi.

Perhatikan kutipan novel dan hikayat berikut. Selanjutnya, pahami contoh perbandingan unsur intrinsik dan ekstrinsik kedua kutipan tersebut!

Kutipan novel

. . . .

Aku bingung. Ban depannya kempes dan lampu- nya bengkok. Aku biarkan saja sepeda itu tergeletak di tempatku jatuh tadi, dan dengan jantung berdebar keras aku kembali ke rumah dan bersembunyi di tingkat atas. Rasanya berjam-jam aku bersembunyi di situ.

Akhirnya kudengar suara di dapur. Rupanya Graham sedang berbicara dengan ibu di sela-sela isaknya. ”Bu, sepedaku hilang. Pasti ada yang men- curinya!” Lalu kedengaran suara ibu yang terdengar bernada khawatir dan cemas. ”Ibu tak punya waktu sekarang untuk memikirkan sepeda itu. Graham, mana Sheila?”

Lalu kukumpulkan segenap keberanianku yang masih tersisa dan turun menemui mereka. Kucerita- kan semua yang terjadi. Aku sudah tidak ingat apa yang dikatakan ibu saat itu, tapi yang jelas dia sangat lega karena aku tidak apa-apa, dan dia tidak begitu menghiraukan sepeda yang rusak itu. Tapi Graham sangat sedih dan keluar mencari sepedanya.

Berikutnya, ayah masuk dan ibu menceritakan semua yang terjadi. Ayah juga tidak marah, malah bersyukur karena aku tidak apa-apa. ”Sheila,” katanya. ”Untung kau tidak mati.” Lalu sunyi. Akhirnya ayah berbicara lagi, ”Untuk beberapa lama terpaksa uang sakumu dipakai untuk memperbaiki sepeda Graham . . . .”

Sumber:Emma dan Aku, Sheila Hocken diterjemahkan oleh Ismet Fanany, 1989, Gramedia

Kutipan hikayat

Hikayat Si Miskin Ini hikayat cerita orang dahulu kala. Sekali

peristiwa Allah swt. menunjukkan kekayaannya kepada hamba-Nya. Maka adalah seorang miskin laki- bini berjalan mencari rezekinya sekeliling negeri Antah Berantah.

Adapun nama raja di dalam negeri itu Maharaja Indra Dewa namanya, terlalu amat besar kerajaannya baginda itu. Beberapa raja-raja di tanah dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar upeti kepada baginda pada tiap-tiap tahun.

Hatta maka pada suatu hari baginda sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja menteri hulubalang rakyat sekalian ada di penghadapan. Maka si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya, maka orang banyak itu pun ramailah, ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparnyalah akan si Miskin itu kena tubuhnya habis bengkok-bengkok dan berdarah. Maka segala tubuhnya pun berlumur dengan darah. Maka orang pun gemparlah. Maka titah baginda, apakah yang gempar itu di luar itu? Sembah segala raja-raja. Itu ya Tuanku Syah Alam, orang melempar si Miskin tuanku. Maka titah baginda, suruh usir jauh-jauh.

Maka diusir oranglah akan si Miskin itu hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang banyak itupun

kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka bagindapun berangkatlah masuk ke dalam istananya itu. Maka segala rajanya dan menteri hulubalang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya. Adapun akan si Miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setibalah siang hari, maka iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari rezekinya.

Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang yang empunya kampung itu melihat akan dia maka diusirnyalah dengan kayu maka si Miskin itupun larilah, ia lalu ke pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu si Miskin datang, mereka masing-masingpun datang, ada yang melontari dengan batu ada yang memalu dengan kayu, maka si Miskin itupun larilah tunggang langgang. Tubuhnya habis berlumur darah. Maka menangislah ia tersedu-sedu sepanjang jalan itu dengan tersangat lapar dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka iapun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah-sampah. Maka berhentilah ia di sana maka dicaharinyalah di dalam sampah yang bertimbun itu barang yang boleh dimakannya.

Maka didapatnyalah ketupat yang sudah basi dibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu, lalu dimakannya ketupat yang sebiji itu laki-bini. Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka baharulah

dimakannya buku tebu itu, maka adalah segar sedikit rasanya tubuhnya karena beberapa harinya tiada merasai nasi hendak mati rasanya. Ia handuk meminta ke rumah takut. Jangankan diberi orang barang sesuatu, hampir kepada rumah orang itupun tiada boleh. Demikianlah hal si Miskin itu sehari-hari.

Hatta, maka hari pun petanglah. Maka si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan, tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur, maka disapunyalah darah yang di tubuhnya tiada boleh keluar, karena darah itu sudah kering. Maka si Miskin itu pun tidurlah di dalam hutan itu.

Setelah pagi-pagi hari, maka berkatalah si Miskin kepada isterinya, ”Ya, tuanku, matilah rasaku ini, sangatlah sakit rasanya tubuhku ini. Maka tiadalah berdaya lagi; hancurlah rasanya anggotaku ini.” Maka ia pun tersedu-sedulah menangis, maka terlalu belas rasa hati isterinya, melihat laku suaminya demikian itu; maka ia pun menangis pula seraya mengambil daun kayu, lalu dimamahnya, maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya, sambil ia berkata, ”Diamlah tuan, jangan menangis!” Sudahlah dengan untung kita, maka jadi selaku ini!”

Adapun si Miskin itu, asalnya daripada raja keinderaan. Maka kena sumpah Batara Indera, maka jadilah ia demikian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit tubuhnya. Setelah itu, maka suaminya pun masuk ke dalam hutan mencari umbut yang muda, yang patut dimakannya; maka dibawanyalah kepada isterinya. Maka demikianlah laki bini.

Hatta, berapa lamanya, maka isteri si Miskin itu pun hamillah tiga bulan lamanya; maka isterinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suminya itu pun terkenangkan untungnya, tatkala ia di keinderaan menjadi raja tiada ia

mau beranak. Maka sekarang telah mudarat, maka baharulah hendak beranak, seraya berkata kepada isterinya, ”Ayuhai, adinda, tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu, akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh.” Setelah didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, ”Diamlah tuan! Jangan menangis, biarlah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu. Jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu, kakanda berikan kepada tuan.” Maka isteri itu pun diamlah; maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampailah ia di kedai orang berjual buah mempelam, maka si Miskin itu pun berhentilah di sana, takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjual buah mempelam itu, ”Hai, Miskin, apa kehendakmu?”, maka sahut si Miskin, ”Itu jikalau ada belas dan kasihan serta rahim tuan akan hambat orang miskin; hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan.” Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si Miskin itu, seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang memberikan juadah, ada yang memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju; ada yang memberikan buah-buahan, oleh sebab anak yang diidamkan oleh isterinya itu. Maka si Miskin itu pun heranlah akan dirinya, oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberikan. Adapun akan dahulunya, jangankan diberinya barang suatu, mampir pun tiada boleh, habislah dilemparnya dengan kayu dan batu.

Sumber:Hikayat Si Miskin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Contoh perbandingan unsur intrinsik dan ekstrinsik kutipan novel dan hikayat sebagai berikut.

1. Tokoh dan Penokohan

Tokoh Sheila dalam novel memiliki sifat jujur dan pemberani. Sifat tokoh Sheila dapat Anda temukan dalam kalimat.

Lalu kukumpulkan segenap keberanian yang masih tersisa dan turun menemui mereka. Kuceritakan semua yang terjadi.

Tokoh laki bini dalam hikayat memiliki sifat pantang menyerah untuk berusaha.Sifat tokoh laki bini dapat Anda temukan dalam kalimat.

Seorang miskin laki-bini berjalan mencari rezekinya sekililing negeri Antah Berantah.

2. Latar Cerita

Latar cerita kutipan novel terjadi di rumah Sheila. Latar kutipan novel dapat Anda temukan dalam kalimat.

Akhirnya kudengar suara di dapur. Rupanya Graham berbicara dengan ibu di sela- sela isaknya.

Latar cerita kutipan hikayat terjadi di negeri Antah Berantah. Latar kutipan hikayat tidak dijelaskan secara rinci.

Berdasarkan penjelasan unsur tersebut, novel dan hikayat memiliki persamaan unsur intrinsik. Novel dan hikayat juga memiliki perbedaan.